Mayonnaise PDF
Mayonnaise PDF
MAYONAISE
Hasil
Terlampir
Pembahasan
Mayonnaise merupakan emulsi setengah padat (semi solid) minyak dalam air
(o/w) dengan konsentrasi minyak yang tinggi (Usman et al. 2015). Sistem emulsi
yang membentuk mayonnaise merupakan sistem yang terdiri atas dua fase yang tidak
tercampur. Sistem ini terbentuk oleh satu cairan terdispersi dengan baik dalam cairan
lain yang berbentuk butiran dengan diameter 0.01-50µm (Jaya et al. 2013).
Penggunaan emulsifier yang kurang baik menyebabkan terjadinya kerusakan pada
mayonnaise yang ditandai dengan pemisahan antara minyak dan air. Mayonnaise
menggunakan telur sebagai pengemulsi. Kuning telur mengandung lesitin yang
memiliki sifat surface active, sehingga mendukung terbentukya emulsi minyak
dalam air (Setiawan et al. 2013). Mayonnaise memiliki pH antara 3-4, pH yang
rendah ini dilakukan dengan pembahan larutan cuka atau jeruk nipis untuk mencegah
adanya bakteri Salmonella dan E. coli sehingga memenuhi syarat SNI 01-4473-1998.
Menurut Soekarto (2013), prosedur pembuatan mayonnaise dilakukan dengan
mencampurkan gula, garam, mustard, kuning telur, dan lada sampai homogen
menggunakan mixer. Kemudian, larutan cuka ditambahkan secukupnya. Selanjutnya,
minyak ditambahkan secara bertahap sambil dikocok. Penambahan minyak yang
bertindak sebagai fase internal sangat mempengaruhi viskositas mayonnaise,
sehingga dengan komposisi minyak yang berbeda juga memberikan perbedaan
terhadap viskositas mayonnaise. Penggunaan minyak minimum menurut SNI dalam
pembuatan mayonnaise adalah 65%. Penggunaan minyak pada konsentrasi 80-84%
menghasilkan mayonnaise yang agak kaku dan apabila konsentrasi melebihi 84%
akan memiliki terkstur yang kaku dan mudah terpisah (Usman et al. 2015).
Mayonnaise dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu full fat mayonnaise, reduced
fat mayonnaise, low fat mayonnaise, light mayonnaise, dan salad dressing
(Evanuarini et al.2016). Full fat mayonnaise atau mayonnaise tradisional dibuat
dengan kompisisi minyak 70-80% dan kuning telur sebagai emulsifier sehingga
memiliki kadar lemak yang tinggi. Reduce fat mayonnaise dibuat dengan mengganti
minyak sawit menggunakan minyak wijen atau mengganti telur dengan susu skim
sehingga mengurangi adanya lemak pada mayonnaise yang dihasilkan. Salah satu
cara untuk membuat low fat mayonnaise adalah dengan mengganti telur dengan
protein kedelai, tepung dan gum atau dengan menurunkan fase terdispersi dan
menggunakan fat replacer. Light mayonnaise dibuat tanpa penambahan telur,
sehingga diperlukan penambahan emulsifier dan flavor. Meskipun jenis ini memiliki
jumlah gula dan lemak yang rendah, namun mengandung lebih banyak komponen
artifisial (Diabetes.org 2017). Sedangkan salad dressing merupakan saus yang
digunakan pada salad yang dibuat menggunakan VCO/minyak jagung/minyak
kedelai dengan kadar sekitar 30% (Fatimah dam Gugule 2011).
Karakteristik mayonnaise yang dihasilkan ditinjau dari pH dan bentuk granula
dapat dilihat pada Tabel 1 (Lampiran). Hasil pengukuran pH menunjukkan bahwa
pH mayonnaise berkisar antara 3-4 dan satu mayonnaise memiliki pH 7. Seharusnya,
semua mayonnaise yang dihasilkan bersifat asam. Seperti pada penelitian yang
dilakukan oleh Amertaningtyas dan Jaya (2008), karena penambahan larutan cuka
pada mayonnaise. Nilai pH yang tinggi ini dapat disebabkan kerena pada proses
pembuatan mayonnaise kelompok 1 tidak dilakukan penambahan larutan cuka dan
kondisi ini merupakan kondisi optimal pertumbuhan Salmonella.
Menurut Amertaningtyas dan Jaya (2008), mayonnaise yang bagus mempunyai
sistem emulsi dengan lapisan (emulsifier) yang menyelimuti droplet minyak sehingga
kepadatan dropelet meningkat dan pergerakan droplet menurun. Bentuk granula
mayonnaise dalam mikroskop memiliki bentuk dan kondisi yang beragam.
Mayonnaise kelompok 1, kelompok 3, dan kelompok 5 memiliki globula kecil dan
rapat serta penyebarannya yang merata. Sedangkan kelompok 2, kelompok 4, dan
kelompok 6 memiliki globula kecil yang renggang dengan penyebarannya yang
kurang merata. Hasil ini berbeda dengan penelitian Jaya et al. (2013) yang
menyatakan bahwa penggunaan kuning telur sebagai pengemulsi dan stabilisator
dapat memperbaiki sistem emulsi sehingga berdampak pada tekstur dan viskositas
suatu produk. Amertaningtyas dan Jaya (2008) juga menjelaskan baahwa kunig telur
merupakan pengemulsi yang lebih baik daripada putih telur karena terdapat
kandungan lesitin dalam bentuk kompleks lesitin-protein. Diluar hal tersebut, kondisi
sistem emulsi juga dapat dipengaruhi oleh proosesn pencampuran. Dalam hal ini,
tidak semua kelompok menggunakan teknik pencampuran yang sama, beberapa
kelompok mencampur bahan tidak menggunakan mixer sehingga sistem emulsi pada
mayonnaise yang dihasilkan pun berbeda.
Pengujian karakteristik sensoris pada mayonnaise meliputi rasa, aroma, dan
tekstur. Pengujian ini dilakukan menggunakan metode skoring oleh 20 orang panelis.
Hasil penilaian panelis dan analisannya dapat dilihat pada Tabel 2. Pengujian rasa
bertujuan untuk mengetahui tingkat penerimaan rasa produk mayonnaise. Nilai tootal
yang tinggi menunjukkan penerimaan yang baik. Nilai total tertinggi pada rasa
mayonnaise pada mayonnaise kelompok 3 dan terendah pada mayonnaise kelompok
2. Rasa mayonnaise yang disukai dapat disebabkan karena globula minyak dan putih
telur terdispersi secara merata. Selain itu, minyak, larutan cuka, dan putih telur
memiliki flavor sehingga dapat mempengaruhi cita rasa.
Kualitas mayonnaise yang dihasilkan yang ditinjau dari nilai kesukaannya
terhadap aroma dapat dilihat pada Tabel 3. Panelis memberikan total nilai yang
tinggi pada mayonnaise kelompok 3 dan mayonnaise kelompok 2 untuk total nilai
yang terendah. Aroma telur dapat tersamarkan dengan penambahan perasan jeruk,
sehinnga mayonnaise yang dihasilkan tidak berbau amis. Uji kesukaan terakhir yaitu
uji kesukaan terhadap terkstur mayonnaise. Berdasarkan Tabel 4, menunjukaan
bahwa tekkstur mayonnaise yang paling disukai adalah mayonnaise kelompok 3
dengan bahan miyak kelapa dan putih telur. Sedangkan total penilaian terendah pada
mayonnaise 2 yang menggunakan minyak sawit dan kuning telur. Namun dalam
analisis ragam, penggunaan minyak dan bagian telur yang berbeda tidak menujukkan
adanya perbedaan yang nyata. Hal ini dapat dilihat dari f tabel yang lebih kecil dari f
hitung. Hasil ini berbeda dengan penelitian yag dilakukan oleh Usman et al. (2015),
dimana penggunaan jenis minyak dapat mempengaruhi tekstur. Hasil ini diperkuat
dengan pendapat Winarno (1993) dalam Usman et al. (2015), yang menyatakan
bahwa tekstur dapat dipengaruhi atau diperbaiki dengan penambahan lemak. Hal ini
karena kandungan trigliserida dalam lemak dapat berfungsi sebagai pengemulsi
sehingga dapat memperbaiki tekstur suatu produk. Dalam praktikum ini, sumber
lemak dalam mayonnaise adalah minyak nabati dan telur.
PENUTUP
Kesimpulan
Saran
a=1%
Sumber varian df JK JKR f hit f tabel
Contoh 5 41.15517241 8.231034 17.908896 3.02
Panelis 19 190.137931 10.00726 0.5352077 1
Error 140 64.34482759 0.459606
Total 173 295.637931 18.6979
a=1%
Sumber varian df JK JKR f hit f tabel
Contoh 5 33.06322 6.612644 13.39687 3.02
Panelis 19 193.8621 10.20327 0.58946 1
Error 140 69.10345 0.493596
Total 173 296.0287 17.30951
a=1%
Sumber varian df JK JKR f hit f tabel
Contoh 5 62.45977 12.49195 18.43373 3.02
Panelis 19 250.5057 13.18451 0.500283 1
Error 140 94.87356 0.677668
Total 173 407.8391 26.35414