Anda di halaman 1dari 2

5.

Perbedaan jejas sel reversibel dan ireversible


A. Jejas Reversibel
Contoh umum yang sering terjadi pada kategori ini yaitu degenerasi hidrofik.
Degenerasi ini menunjukkan adanya edema intraseluler, yaitu adanya peningkatan
kandungan air pada rongga-rongga sel selain peningkatan kandungan air pada
mitokondria dan reticulum endoplasma. Pada mola hidatidosa telihat banyak sekali
gross (gerombolan) mole yang berisi cairan.
Mekanisme yang mendasari terjadinya generasi ini yaitu kekurangan oksigen,
karena adanya toksik, dan karena pengaruh osmotic. Pada kondisi mola hidatidosa,
janin biasanya meninggal. Akan tetapi, villus-villus (gerombolan mola) yang
membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan
adalah sebagai segugus buah anggur.

Perubahan ultrastruktur jejas sel reversibel, meliputi:

1. Perubahan membrane plasma seperti bula (pembengkakan) , penumpulan atau


distorsi mikrovilli, dan longgarnya pelekatan intersel.

2. Perubahan mitokondria, seperti pembengkakan dan munculnya densitas amorf


kaya fosfolipid.

3. Dilatasi reticulum endoplasma dengan kerusakan ribosom dan disosiasi polisom.

4. Perubahan nuclear, dengan disagregasi unsure granular dan fibrilar.

B. Jejas Irreversible
Sedangkan jejas irreversible adalah suatu keadaan saat kerusakan berlangsung
secara terus-menerus, sehingga sel tidak dapat kembali ke keadaan semula dan sel
itu akan mati. Terdapat dua jenis jejas irreversible (kematian sel), yaitu apotosis dan
nekrosis. Apoptosis merupakan pengendalian terhadap eliminasi-aliminasi sel yang
mati. sedangkan nekrosis merupakan kematian sel/jaringan pada tubuh yang hidup
di luar dari kendali. Sel yang mati pada nekrosis akan membesar dan kemudian
hancur dan lisis pada suatu daerah yang merupakan respon terhadap inflamasi
(Lumongga, 2008). Jadi perbedaanya terletak pada terkendali atau tidaknya
kematian sel tersebut.

• Nekrosis
Nekrosis terbagi menjadi dua, yaitu nekrosis koagulatif dan nekrosis
liquefactive. Pada nekrosis koagulatif, protoplasmanya tampak seperti membeku
akibat koagulasi protein. Terjadi pada nekrosis ishemik akibat putusnya perbekalan
darah. Daerah yang terkena menjadi padat, pucat dikelilingi oleg daerah yang
hemoragi. Nekrosis koagulatif dapat terjadi juga karena toksin bakteri, misalnya
pada thypus abdominalis, pada dhypteria, pneumonia, dan infeksi keras lainnya.
Nekrosis liquefactive terjadi dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan
dengan nekrosis koagulatif, akibat pengaruh enzim-enzim yang bersifat litik. Sering
terjadi pada jaringan otak. Nekrosis ini juga dapat terjadi pada jaringan yang
mengalami infeksi bakteriologik yang membentuk nanah.

Nekrosis merupakan perubahan morfologi yang menyusul kematian sel pada


jaringan atau organ hidup.

Dua proses penyebab perubahan morfologi dasar pada nekrosis :

1. Denaturasi protein

perubahan sebagian jaringan atau organ menjadi massa eosinofilik yang kering dan berserat
yang disebabkan oleh koagulasi unsur-unsur protein. Kondisi ini biasanya terjadi setelah
cedera hipoksia, seperti yang terjadi pada infark iskemik di jantung. Juga disebut nekrosis
avaskuler atau nekrosis iskemik.

2. Pencernaan enzimatik organel dan sitosol

Pencernaan enzym katalitik dari lisosom yang mati (autolisis) atau dari lisosom leukosit
imigran (heterolisis) menyebabkan terbentuknya nekrosis liquefaktif dilanjutkan dengan
terjadinya denaturasi protein yang menyebabkan nekrosis koagulatif. Perubahan morfologis
dari nekrosis liquefaktif sampai nekrosis koagulatif memerlukan waktu.

Anda mungkin juga menyukai