Anda di halaman 1dari 21

PERKEMBANGAN INDIVIDU

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


‘’Psikologi Pendidikan’’

Disusun oleh kelompok 4/ PAI.I:


Anik Suryati (210317292)
Farhan Jazuli (210317288)
Rizka Ayu Meilina (210317276)

Dosen Pengampu:
Weni Tria Anugrah Putri, M.Pd.

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PONOROGO
2018
PEMBAHASAN

A. DEFINISI PERKEMBANGAN
Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan yang sistematis,
progresif, dan berkesinambungan dalam diri seseorang sejak lahir hingga
akhir hayatnya. Pengertian berkesinambungan dalam pengertian diatas
adalah bahwa perubahan dalam perkembangan itu bersifat saling
bergantung dan memengaruhi antara satu bagian dan bagian lainnya, baik
fisik maupun psikis dan merupakan satu kesatuan yang harmonis. Sebagai
contoh, kemampuan jalan seseorang terjadi seiring dengan kesiapan otot-
otot kaki. Contoh lain adalah kemampuan berbicara. Kemampuan ini
sejalan dengan tingkat perkembangan intelektual atau kognitifnya.1
Adapun pengertian progresif adalah perubahan yang terjadi bersifat
maju, meningkat, dan meluas, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Sebagai contoh, perubahan proporsi dan ukuran fisik seseorang dari
pendek menjadi tinggi dan dari kecil menjadi besar. Contoh lain adalah
perubahan pengetahuan dan keterampilan seseorang dari sederhana sampai
kepada yang rumit.
Pengertian sistematis adalah perubahan pada bagian atau fungsi
organisme seseorang berlangsung secara beraturan atau berurutan. Sebagai
contoh, kemampuan duduk dan merangkak. Salah satu aspek pokok dari
perkembangan adalah pertumbuhan (grow), yaitu proses berlangsungnya
sejumlah perubahan jasmani pada diri seseorang dengan meningkatnya
umur, sampai kejasmanian telah terbentuk sepenuhnya. Pertumbuhan
berlangsung sejak terjadi permbuahan dan menyumbangkan struktur
jasmaniah yang memungkinkan perkembangan mental/psikis, yang
meliputi aspek perkembangan kognitif, perkembangan psikoseksual,
perkembangan afektif, perkembangan sosial, dan perkembangan motorik,
(winkel, 2007:8).

1
Mahmud, Psikologi Pendidikan (Bandung: Pustaka Setia, 2017), hlm. 345.
Perkembangan kognitif meliputi peningkatan pengetahuan serta
pemahaman, yang sering juga disebut perkembangan intelektual, dan
perluasan, kemampuan berbahasa. Sebagai contoh, seorang anak mulai
mengenal benda-benda tertentu yang dapat dipakai sebagai tempat duduk.
Kemudian, anak ini mulai mengerti bahwa ada variasi ukuran dan warna
semua benda itu dengan jumlah ciri yang sama antara benda-benda itu.
Dengan demikian, anak memperolah suatu konsep yang mencakup semua
benda itu dan mengenal serta menggunakan kata yang menjadi namanya,
yaitu kursi.
Perkembangan intelektual atau peningkatan pengetahuan dikaitkan
dengan cara anak memperoleh, mengolah, dan mengorganisasi informasi
dalam berbagai tahap perkembangannya, Jean Piaget adalah pelopor
penelitian tentang fase-fase cara berpikir anak selama tahun-tahun
perkembangannya sampai ia mampu berfikir menurut cara orang dewasa.2
Piaget menyebutkan bahwa perkembangan intelektual bersumber
pada dua kecenderungan dasar, yaitu kecenderungan untuk mengadakan
organisasi dan kecenderungan untuk beradaptasi. Kecenderungan yang
pertama mengandung kemampuan untuk menghubungkan unsur yang satu
dengan unsur yang lain, sehingga tercipta satuan-satuan yang bermakna
dan lahirlah struktur-struktur yang semakin kompleks. Sebagai contoh,
mula-mula seorang bermain dengan seekor kucing dan seekor kelinci yang
sama-sama berwarna putih. Kemudian, anak tersebut berkenalan dengan
binatang-binatang lain yang sama berwarna putih, namun ada yang berkaki
empat dan berkaki dua. Lambat laun, anak tersebut melihat kesamaan
antara semua hewan itu dalam hal berwarna putih, dalam hal berkaki
empat dan berkaki dua, dan ia pun menangkap berbedaan antara berwarna
putih dengan berwarna hitam umpamanya. Akhirnya, terbentuklah satuan-
satuan atau struktur yang bersifat mental dalam alam pikirannya. Satuan
atau struktur mental itu oleh Piaget disebut skema. Lama-kelamaan, orang
muda akan memiliki sejumlah skema yang mewakili objek-objek yang

2
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), hlm. 179.
dihadapi dan memungkinkan untuk berfikir tentang orang, benda dan
kejadian dalam kehidupan sehari-hari (winkel:20).
Kecenderungan yang kedua (adaptasi) mengandung kemampuan
untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Adaptasi ini berlangsung
dalam dua cara, yaitu asimilasi dan akomodasi. Dalam asimilasi, seseorang
anak misalnya menerapkan skema yang dimiliki terhadap objek baru yang
dihadapinya sehingga pengalaman baru dapat diberi tempat dalam
keseluruhan dunia mental yang sudah dibangun sendiri. Contohnya adalah
seorang anak menjumpai seekor kucing yang bulunya lebat dan panjang. Ia
belum pernah melihat kucing dari jenis itu, tetapi ia dapat menempatkan
dalam skema kucing yang telah dimilikinya berdasarkan cirri-ciri yang
menonjol dalam akomodasi, anak mengubah skema yang dimilikinya.
B. CIRI-CIRI PERKEMBANGAN
Perkembangan individu mempunyai ciri-ciri umum sebagai berikut.
1. Terjadinya perubahan dalam aspek
a. Fisik, seperti : berat dan tinggi badan
b. Psikis, seperti : berbicara dan berfikir
2. Terjadinya perubahan dalam proporsi.
a. Fisik, seperti : proporsi tubuh anak berubah sesuai dengan fase
perkembangannya
b. Psikis, seperti : perubahan imajinasi dari fantasi ke realitas
3. Lenyapnya tanda-tanda yang lama
a. Fisik, seperti : rambut-rambut halus dan gigi susu, kelenjar
thymus dan kelenjar pineal
b. Psikis, seperti : lenyapnya masa mengoceh, perilaku impulsive
4. Diperolehnya tanda-tanda baru
a. Fisik, seperti : pergantian gigi dan karakteristik seks pada usia
remaja, seperti kumis dan jakun pada anak laki-laki dan tumbuh
payudara dan menstruasi pada anak perempuan, tumbuh uban pada
masa tua.
b. Psikis, seperti : berkembangnya rasa ingin tahu, terutama yang
berkaitan dengan seks, ilmu penegetahuan, nilai-nilai moral, dan
keyakinan beragama.3
C. PRINSIP DAN ARAH PERKEMBANGAN
Prinsip-prinsip perkembangan antara lain yaitu:
1. Perkembangan merupakan proses yang tidak pernah berhenti
2. Semua aspek perkembangan saling berhubungan
3. Perkembangan terjadi pada tempo yang berlainan
4. Setiap fase perkembangan mempunyai cirri khas
5. Setiap individu normal akan mengalami tahapan perkembangan
6. Perkembangan mengikuti pola atau arah tertentu
Bagaimana pola atau arah perkembangan individu ?
Adapun arah atau pola perkembangan, sebagai berikut.
1. Cephalocaudal & proximal-distal (perkembangan manusia itu mulai
dari kepala ke kaki dan dari tengah (jantung, paru, dan sebagainya)
kesamping (tangan).
2. Struktur mendahului fungsi
3. Diferensiasi ke integrasi
4. Dari egosentris ke perspektivisme
5. Dari outer control ke inner control
D. TAHAP PERKEMBANGAN
Syamsu yusuf (2003) mengemukakan tahapan prekembangan
individu dengan menggunakan pendekatan didaktis sebagai berikut.
1. Masa usia prasekolah
Masa usia pra sekolah terbagi dua, yaitu (1) masa vital (2) masa
estentik,
a. Masa vital, pada masa ini, individu menggunakan fungsi-fungsi
belajar pada tahun pertama dalam kehidupan individu, disebut
Freud sebagai masa oral (mulut) karena mulut dipandang sebagai
sumber kenikmatan dan merupakan alat untuk melakukan

3
Desmita, Psikologi Perkembangan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015), hlm. 248.
eksplorasi dan belajar. Pada tahun kedua, anaka belajar berjalan
sehingga anak belajar menguasai ruang, mulai dari yang paling
dekat sampai dengan ruang yang jauh. Pada tahun kedua, terjadi
pembiasaan terhadap kebersihan. Melalui latihan kebersihan, anak
belajar mengendalikan impuls-impuls atau dorongan – dorongan
yang datang dari dalam dirinya.
b. Masa estetik, dianggap sebagai masa perkembangan rasa
keindahan anak bereksplorasi dan belajar melalui pancainderanya
pada masa ini, pancaindera masih sangat peka.
2. Masa usia sekolah dasar
Masa usia sekolah dasar disebut juga masa intelektual, atau masa
keserasian bersekolah. Pada umur 6-7 tahun anak dianggap sudah
matang untuk memasuki sekolah. Masa usia sekolah dasar terbagi dua,
yaitu (a) masa kelas-kelas rendah (b) masa kelas tinggi.
Ciri-ciri pada masa kelas-kelas rendah (6/7-9/10 tahun):
a. Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan jasmani dan
prestasi.
b. Sikap tunduk pada peraturan-peraturan permainan tradisional.
c. Adanya kecenderungan memuji diri-sendiri.
d. Membandingkan diriya dengan anak yang lain.
e. Pada masa ini (terutama usia 6-8 tahun, anak menghendaki nilai
angka rapor yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya
memang pantas diberi nilai baik atau tidak.
Ciri-ciri masa kelas-kelas tinggi (9/10-12/13 tahun)
a. Minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret.
b. Amat realistik, rasa ingin tahu dan ingin belajar.
c. Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal atau mata
pelajaran khusus sebagai pertanda mulai menonjolnya bakat-bakat
khusus.
d. Sampai usia 11 tahun, anak membutuhkan guru atau orang dewasa
lainnya untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi keinginannya.
Selepas usia ini, pada umumnya anak menghadapi tugas-tugasnya
dengan bebas dan berusaha untuk menyelesaikannya.
e. Pada masa ini, anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran
tepat mengenai prestasi sekolahnya.
f. Gemar membentuk kelompok sebaya untuk bermain bersama.
Dalam permainan itu, mereka tidak terikat lagi dengan aturan
permainan tradisional (yang sudah ada). Mereka membuat
peraturan sendiri.
3. Masa usia sekolah menengah
Masa usia sekolah menengah bertepatan dengan masa remaja, yang
terbagi ke dalam tiga bagian:
a. Masa remaja awal, biasanya ditandani dengan sifat-sifat sensitif,
dalam jasmani dan mental, prestasi, serta sikap sosial.
b. Masa remaja madya, pada masa ini, mulai tumbuh dorongan untuk
hidup, kebutuhan akan adanya teman yang dapat memahami dan
menolongnya. Masa ini merupakan masa mencari sesuatu yang
dipandang bernilai, pantas dijunjung dan dipuja.
c. Masa remaja akhir, setelah dapat menetukan pendirian hidupnya,
pada dasarnya, seorang remaja telah mencapai masa remaja akhir
dan telah memenuhi tugas-tugas perkembangan pada masa remaja,
yang akan memberikan dasar baginya untuk memasuki masa
berikutnya yaitu masa dewasa.
4. Masa usia kemahasiswaan
Masa usia kemahasiswaan (18-25 tahun) masa ini dapat digolongkan
pada masa remaja akhir sampai masa dewasa madya. Pada intinya,
masa ini merupakan pemantapan pendirian hidup.4
E. TUGAS PERKEMBANGAN SETIAP TAHAPAN
Menurut teori dorongan (motivasi) bahwa segenap tingkah laku anak
itu distimulusi dari dalam. Sebagaimana dikatakan oleh C. Chifford T.
Morgan bahwa motivasi merupakan dorongan keinginan, sekaligus

4
Mahmud, Psikologi Pendidikan, hlm. 351-354.
sebagai sumber daya penggerak melakukan sesuatu yang berasal dari
dalam dirinya, dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.5
Robert J. Havinghurst (1953) mengemukakan bahwa perjalanan
hidup seseorang itu ditandai oleh adanya tugas-tugas yang harus dipenuhi.
Tugas-tugas ini dalam batas-batas tertentu bersifat khas (spesifik) untuk
masa-masa kehidupan seseorang. Secara garis besar, Havinghurst
menegaskan bahwa tugas-tugas perkembangan yang dilakukan seseorang
dalam masa kehidupan tertentu adalah disesuaikan dengan norma-norma
sosial serta norma-norma kebudayaannya.
1. Tugas Perkembangan pada Masa Bayi dan Kanak-kanak Awal (0,0-
6.0)
Tugas perkembangan yang harus dicapai pada masa bayi dan kanak-
kanak awal (0,0-6.0) adalah sebagai berikut:
a. Belajar berjalan pada usia 9.0-15.0 bulan.
b. Belajar memakan makanan untuk anak.
c. Belajar berbicara.
d. Belajar buang air kecil dan buang air besar.
e. Belajar mengenal perbedaan jenis kelamin.
f. Mencapai kestabilan jasmaniah fisiologis.
g. Membentuk konsep-konsep sederhana kenyataan sosial dan
alam.
h. Belajar mengadakan hubungan emosional dengan orangtua,
saudara, dan orang lain.
i. Belajar mengadakan hubungan baik dan buruk dan
pengembangan kata hati.
2. Tugas Perkembangan pada masa kanak-kanak akhir dan anak sekolah
(6,0-12.0)
Tugas perkembangan yang harus dicapai pada masa kanak-kanak akhir
dan anak sekolah (6,0-12,0) adalah sebagai berikut:

5
Abu Ahmadi dan Munawar Sholeh, Psikologi Perkembangan (Jakarta: Renika Cipta, 2005), hlm.
284.
a. Belajar memperoleh keterampilan fisik untuk melakukan
permainan.
b. Belajar membentuk sikap.
c. Belajar bergaul dengan teman sebaya.
d. Belajar memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya.
e. Belajar keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan
berhitung.
f. Belajar mengembangkan konsep sehari-hari.
g. Belajar mengembangkan kata hati.
h. Belajar memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi.
i. Mengembangkan sikap yang positif terhadap kelompok sosial.
3. Tugas Perkembangan pada Masa Remaja (13,0-21.0)
Tugas perkembangan yang harus dicapai pada masa remaja (13,0-21.0)
adalah sebagai berikut:
a. Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya.
b. Mencapai peran sosial sebagai pria atau wanita.
c. Menerima keadaan fisik dan menggunakannya secara efektif.
d. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang
dewasa lainnya.
e. Mencapai jaminan kemandirian ekonomi.
f. Memilih dan mempersiapkan karier.
g. Mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga.
h. Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep
yang diperlukan bagi warga-negara
i. Mencapai perilaku yang bertanggung jawab secara sosial.
j. Memperoleh seperangkat nilai sistem etika sebagai
petunjuk/pembimbing dalam berperilaku.
4. Tugas perkembangan pada Masa Dewasa Awal(22-dst)
Tugas perkembangan yang harus dicapai pada masa dewasa awal (22-
dst) adalah sebagai berikut:
a. Memilih pasangan.
b. Belajar hidup dengan pasangan.
c. Memulai hidup dengan pasangan.
d. Memelihara anak.
e. Mengelola rumah tangga.
f. Memulai bekerja.
g. Mengambil tanggung jawab sebagai warga negara.
h. Menemukan suatu kelompok yang serasi.6
F. PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN
Meskipun kepribadian seseorang itu relatif konstan, dalam
kenyataannya sering ditemukan bahwa perubahan kepribadian dapat dan
mungkin terjadi, terutama dipengaruhi oleh faktor lingkungan daripada
faktor fisik. Eric Erikson (1902-1994) dalam Nana Syaodih Sukmadinata
(2005), mengemukakan beberapa tahapan perkembangan kepribadian.
Erikson mengelompokkan perkembangan manusia dibedakan berdasarkan
kualitas ego dalam delapan tahap perkembangan. Empat tahap pertama
terjadi pada masa bayi dan kanak-kanak, tahap kelima pada masa
adolosen, dan tiga tahap terakhir pada masa dewasa dan usia tua.
1. Masa bayi (infancy) ditandai adanya kecenderungan trust-mistrust.
Perilaku bayi didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak
mempercayai orang-orang di sekitarnya. Ia sepenuhnya mempercayai
orangtuanya, sedangkan terhadap orang yang dianggap asing, ia tidak
mempercayainya. Oleh karena itu, kadang-kadang bayi menangis bila
dipangku oleh orang yang tidak dikenalnya. Ia bukan saja tidak
percaya kepada orang-orang yang asing, tempat asing, suara asing,
perlakuan asing, dan sebagainya. Jika menghadapi situasi-situasi
tersebut, bayi sering menangis.
2. Masa kanak-kanak awal early childhood ditandai adanya
kecenderungan. Pada masa ini sampai batas-batas tertentu, anak sudah
bisa berdiri sendiri, dalam arti duduk, berdiri, berjalan, bermain,

6
Mahmud, Psikologi Pendidikan, hlm. 356.
minum dari botol sendiri tanpa ditolong oleh orangtuanya, tetapi di
pihak lain dia mulai memiliki rasa malu dan keraguan dalam berbuat,
sehingga sering minta pertolongan atau persetujuan dari orangtuanya.
3. Masa prasekolah (preschool age) ditandai adanya kecenderungan. Pada
masa ini, anak telah memiliki beberapa kecakapan, dan dengan
kecakapan-kecakapan tersebut, ia terdorong untuk melakukan beberapa
kegiatan. Akan tetapi, karena kemampuan anak tersebut masih
terbatas, adakalanya ia mengalami kegagalan. Kegagalan tersebut
menyebabkan ia memiliki perasaan bersalah, dan untuk sementara
waktu, ia cenderung tidak mau berinisiatif atau berbuat.
4. Masa sekolah (school age) ditandai adanya kecenderungan industry-
inferiority. Sebagai kelanjutan dari perkembangan tahap sebelumnya,
pada masa ini, anak sangat aktif mempelajari apa saja yang ada di
lingkungannya. Dorongan anak mengetahui dan berbuat terhadap
lingkungannya sangat besar. Akan tetapi, karena keterbatasan-
keterbatasan kemampuan dan pengetahuannya, kadang-kadang ia
menghadapi kesukaran, hambatan, bahkan kegagalan. Hambatan dan
kegagalan ini dapat menyebabkan anak merasa rendah diri.
5. Masa remaja (adolescence) ditandai adanya kecenderungan identity-
identity confucion persiapan ke arah kedewasaan didukung pula oleh
kemampuan dan kecakapan yang dimilikinya. Ia berusaha untuk
membentuk dan memperlihatkan identitas diri, ciri-ciri yang khas dari
dirinya. Dorongan membentuk dan memperlihatkan identitas diri ini,
pada para remaja sering sekali sangat ekstrem dan berlebihan, sehingga
tidak jarang dipandang oleh lingkungannya sebagai penyimpangan
atau kenakalan. Dorongan pembentukan identitas diri yang kuat di satu
pihak, sering diimbangi oleh rasa setia kawan dan toleransi yang besar
terhadap kelompok sebayanya. Diantara kelompok sebaya, mereka
mengadakan pembagian peran, dan mereka sangat patuh terhadap
peran yang diberikan kepada masing-masing anggota.
6. Masa dewasa awal (young adulthood) ditandai adanya kecenderungan
intimacy-isolation. Kalau pada masa sebelumnya, individu memiliki
ikatan yang kuat dengan kelompok sebaya, pada masa ini, ikatan
kelompok sudah mulai longgar. Mereka sudah mulai selektif, membina
hubungan yang intim hanya dengan orang-orang tertentu yang
sepaham. Jadi, pada tahap ini timbul dorongan untuk membentuk
hubungan yang intim dengan orang-orang tertentu, dan kurang akrab
atau renggang dengan yang lainnya.
7. Masa dewasa (adulthood) ditandai adanya kecenderungan generativity-
stagnation. Sesuai dengan namanya masa dewasa, pada tahap ini
individu telah mencapai puncak dari perkembangan segala
kemampuannya. Pengetahuannya cukup luas, kecakapannya cukup
banyak sehingga perkembangannya sangat pesat. Meskipun
pengetahuan dan kecakapan individu sangat luas, ia tidak mungkin
dapat menguasai segala macam ilmu dan kecakapan sehingga
pengetahuan dan kecakapannya tetap terbatas, untuk mengerjakan atau
mencapai hal-hal tertentu, ia mengalami hambatan.
8. Masa hari tua (senescence) ditandai adanya kecenderungan
egointegrity-despair. Pada masa ini, individu telah memiliki kesatuan
atau integritas pribadi. Semua yang telah dikaji dan didalaminya telah
menjadi milik pribadinya. Pribadi yang telah mapan disatu pihak
digoyahkan oleh usianya yang mendekati akhir. Mingkin, ia masih
memiliki beberapa keinginan atau tujuan yang akan dicapainya, tetapi
karena faktor usia, hal itu sedikit sekali kemungkinan untuk dapat
dicapai. Dalam situasi ini, individu merasa putus asa. Dorongan untuk
terus berprestasi masih ada, tetapi pengikisan kemampuan karena usia
sering mematahkan dorongan tersebut sehingga keputusasaan pun
menghantuinya.7

7
Desmita, Psikologi Perkembangan, hlm. 250.
G. PERKEMBANGAN PERILAKU KONATIF
Daerah Sensitif Cara Pemuasan Sasaran Pemuasan
A. MASA BAYI DAN KANAK-KANAK (INFENCY PERIOD)
Oral Stage Mulut dan benda
Early Oral Mengisap ibu jari Mulut sendiri, memilih,
dan memasukkan
benda ke mulut
Late Oral Menggigit, merusak Memilih benda dan
dengan mulut menggigitnya secara
sadis
Anal Stage Dubur dan benda
Early Anal Memeriksa dan Memilih benda dan
memainkan duburnya menyentuhnya/
memasukkan ke dubur
Late Anal Memainkan dan
memerhatikan
duburnya
Early Genital Period Menyentuh, Ditujikan kepada
(phalic stage) memegang, melihat, orangtuanya (oediphus
menunjukkan alat atau electra phantaties)
kelaminnya
B. MASA ANAK SEKOLAH (LATENCY PERIOD)
No New Zone (tidak Represi reaksi formasi Berkembangnya
ada daerah sensitif sublimasi dan perasaan-perasaan
baru) kecenderungan kasih sosial.
sayang

C. MASA REMAJA (ADOLESENCE PERIOD)


Hidup kembali daerah Mengurangi cara-cara Menyenangi diri
sensitif waktu masa waktu masa kanak- sendiri (narcisism) atau
kanak-kanak kanak objek oediphusnya
objek pemuasannya
Akhirnya, siap Munculnya cara orang Mungkin diri
berfungsinya alat dewasa memperoleh sendiri/sejenis
kelamin pemuasan (homoseksual) atau
lain jenis
(heteroseksual)8

H. PERKEMBANGAN MORALITAS
Ketika individu mulai menyadari bahwa ia merupakan bagian dari
lingkungan sosial tempat ia berada, bersamaan itu pula, individu mulai
menyadari bahwa dalam lingkungan sosialnya terdapat aturan-aturan,
norma-norma atau nilai-nilai sebagai dasar atau patokan dalam perilaku.
Keputusan untuk melakukan sesuatu berdasarkan pertimbangan norma
yang berlaku dan nilai yang dianutnya itu disebut moralitas. Kohlberg
mengemukakan tahapan perkembangan moralitas individu, sebagaimana
tampak dalam table berikut:
Tingkat Tahap
Pre Conventional (0 – 9) Orientasi terhadap kepatuhan dan
hukuman
Relavistik hedonism
Conventional (9 – 15) Oreientasi mengenai anak yang baik
Mempertahankan norma-norma sosial
dan otoritas
Post Conventional ( > 15 ) Orientasi terhadap perjanjian antara
dirinya dengan lingkungan sosial
Prinsip etis universal

I. PERKEMBANGAN PENGHAYATAN KEAGAMAAN


Abin Syamsuddin menjelaskan tahapan perkembangan keagamaan dan
cirri-cirinya, yaitu sebagai berikut:
1. Masa kanak-kanak awal
a. Sikap reseptif meskipun banyak bertanya.

8
Mahmud, Psikologi Pendidikan, hlm. 358-359.
b. Pandangan ketuhanan yang dipersonifikasi.
c. Penghayatan rohaniahnya belum mendalam.
2. Masa kanak-kanak akhir
a. Sikap reseptif yang disertai pengertian.
b. Pandangan ketuhanan yang diterangkan secara rasional.
c. Penghayatan rohaniahnya semakin mendalam, melaksanakan
kegiatan ritual digunakan sebagai keharusan moral.
3. Masa remaja awal
a. Sikap negative disebabkan alam pikirannya yang kritis melihat
realita orang-orang beragama yang hipokrit (pura-pura).
b. Pandangan ketuhanan menjadi kacau karena beragamnya aliran
paham yang saling bertentangan.
c. Penghayatan rohaniahnya cenderung skeptic, sehingga banyak
yang enggan melaksanakan ritual yang selama ini dilakukan
dengan penuh kepatuhan.
4. Masa remaja akhir
a. Sikap kembali kearah yang lebih positif, bersamaan dengan
kedewasaan intelektual, bahkan agama menjadi pegangan
hidupnya.
b. Pandangan ketuhanan dipahamkannya dalam konteks agama yang
dianut dan dipilihnya.
c. Penghayatan rohaniahnya kembali tenang setelah melalui proses
identifikasi dan merindu puja. Ia dapat membedakan antara agama
sebagai doktrin atau ajaran manusia.
J. FAKTOR KETURUNAN, KELUARGA, DAN LINGKUNGAN
BAGI PERKEMBANGAN
1. Faktor Keturunan
Diantara faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan individu
adalah keturunan yang merupakan pembawaan sejak lahir. Berbeda
dengan faktor lingkungan, faktor keturunan pada umumnya cenderung
bersifat kodrati yang sulit untuk dimodifikasi.
Kekuatannya sangat bergantung pada besarnya kualitas gen yang
dimiliki oleh orangtua.
Ada beberapa asas tentang keturunan, diantaranya sebagai berikut:
a. Asas reproduksi
Menurut asas ini, kecakapan dalam (achievement) dari masing-
masing ayah atau ibunya tidak dapat diturunkan kepada anak-
anaknya. Sifat-sifat atau cirri-ciri perilaku yang diturunkan
orangtua kepada anaknya hanyalah bersifat reproduksi, yaitu
memunculkan kembali mengenai apa yang sudah ada pada hasil
perpaduan benih saja, dan bukan didasarkan pada perilaku
orangtua yang diperolehnya melalui hasil belajar atau hasil
berinteraksi dengan lingkungannya.
b. Asas variasi
Penurunan sifat pembawaan dari orangtua kepada anak-
anaknya akan bervariasi, baik mengenai kuantitas maupun
kualitasnya. Hal ini karena pada waktu terjadinya pembuahan,
komposisi gen berbeda-beda, baik yang berasal dari ayah atau
ibu. Oleh karena itu, didapati beberapa perbedaan sifat dan
cirri-ciri perilaku individu dari orang yang bersaudara,
walaupun berasal dari ayah dan ibu yang sama. Mungkin saja
kakaknya lebih banyak menyerupai sifat dan cirri-ciri perilaku
ayahnya, sedangkan adiknya lebih banyak menyerupai sifat dan
cirri-ciri ibunya atau sebaliknya.
c. Asas Regresi Filial
Terjadi penyurutan sifat dan cirri perilaku dari kedua orangtua
kepada anaknya yang disebabkan gaya tarik-menarik dalam
perpaduan pembawaan ayah dan ibunya, sehingga didapati
sebagian kecil dari sifat ayahnya dan sebagian kecil pula dari
sifat ibunya. Perbandingan mana yang leboih besar antara sifat-
sifat ayah dan ibunya, ini sangat bergantung kepada daya
kekuatan tarik menarik dari masing-masing sifat keturunan
tersebut.
d. Asas konformitas
Berdasarkan asas ni, seorang anak akan lebih banyak memiliki
sifat dan cirri tingkah laku yang diturunkan oleh kelompok
rasnya atau suku bangsanya mislnya, orang Eropa akan
menyerupai sift-sifat dan cirri tingkah laku seperti orang Eropa
lainnya dibandingkan dengan orang Asia.
2. Faktor Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama bagi
perkembangan individu. Sejak kecil, anak tumbuh dan berkembang
dalam lingkungan keluarga. Dalam hal ini, peranan orangtua
menjadi amat sentral dan sangat besar pengaruhnya bagi
pertumbuhan dan perkembangan anak, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Ada empat pola dasar relasi orangtua-anak
yang bipolar yang berpengaruh terhadap perkembangan anak.
a. Tolerance-intolerance
Pengaruh yang mungkin dirasakan dari adanya sikap orangtua
yang penuh toleransi adalah anak memiliki ego yang kuat.
Sebaliknya, sikap tidak toleran cenderung menghasilkan ego
yang lemah pada diri anak.
b. Permissiveness-strictness
Relasi orangtua-anak permisif dapat menunjang proses
pembentukan control intelektual anak. Sebaliknya, kekerasan
berdampak pada pembentukan pribadi anak yang impulsive.
c. Involvement-detachment
Seorang anak cenderung menjadi ekstrovert, manakala
orangtua menunjukkan sikap mau terlibat dan peduli.
Sebaliknya, sikap orangtua yang terlalu membiarkan
berdampak terhadap pembentukan pribadi anak yang introvert.
d. Warmth-coldness
Relasi orangtua-anak yang diwarna kehangatan memungkinkan
anak memiliki kemampuan untuk melibatkan diri dengan
lingkungan sosialnya. Sebaliknya, relasi orangtua-anak yang
dingin akan menyebabkan anak senantiasa menarik diri dari
lingkungan sosialnya. Sikap dan perlakuan orangtua yang
toleran, permisf, turut terlibat, dan penuh kehangatan
merupakan manivestasi dari penerimaan orangtua terhadap
anak. Adapun sikap dan perlakuan orangtua yang tidak toleran,
keras, membiarkan dan dingin merupakan bentuk penolakan
terhadap anak.
3. Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pembentukan dan perkembangan individu, baik lingkungan fisik
maupun lingkungan non psikologis termasuk didalamnya adalah
belajar. Terbentuknya faktor lingkungan ini adapula yang
menyebutnya sebagai empiric yang berarti pengalaman karena dengan
lingkungan itu individu mulai mengalami dan menganggap alam
sekitarnya. Manusia tidak bisa melepaskan diri secara mutlak dari
pengaruh lingkungan. Karena lingkungan senantiasa berada
disekitarnya.
a. Lingkungan membentuk makhluk sosial
Lingkungan pada uraian ini hanya meliputi orang-orang atau
manusia-manusia lain yang dapat memberikan pengaruh dan
dapat dipengaruhi sehingga menuntut suatu keharusan sebagai
makhluk sosial untuk bergaul satu dengan yang lainnya.
Terputusnya hubungan manusia dengan masyarakat manusia
pada tahun-tahun permulaan perkembangannya akan
mengakibatkan berubahnya tabiat manusia sebgai manusia. Ini
berarti tidak mampu bergaul dan bertingkahlaku dengan
sesamanya. Andaikan seorang anak yang sejak lahirnya
dipisahkan dari pergaulan manusia sampai kira-kira berusia
sepuluh tahun saja walaupun ia diberikan cukup makanan dan
minuman serentak ia dihadapkan pada pergaulan manusia
sudah dapat dipastikan bahwa ia tidak akan mampu berbicara
dengan bahasa yang biasa, canggung, pemalu, dan lain-lain.
Kalaupun ia kemudian dididik, penyesuaian diriya akan
berlangsung sangat lambat sekali.
b. Lingkungan membentuk perilaku budaya
Beragam kekayaan lingkungan merupakan sumber inspirasi,
dan daya cipta untuk diolah menjadi kekayaan budaya bagi
individu. Lingkungan dapat membentuk pribadi seseorang
karena manusia hidup adalah manusia yang berfikir dan serba
ingin tahu serta mencoba terhadap segala apa yang tersrdia di
alam sekitarnya.
Terkait dengan pembentukan jiwa budaya, lingkungan
memiliki peranan berikut:
1) Alat untuk kepentingan dan kelangsungan hidup
individu dan menjadi alat pergaulan sosial individu.
Contoh, air dapat dipergunankan untuk minum atau
menjamu teman ketika berkunjung di rumah.
2) Tantangan bagi individu dan individu berusaha untuk
menundukkannya. Contoh, air banjir pada musim hujan
mendorong manusia untuk mencar-cari cara untuk
mengatasinya.
3) Sesuatu yang diikuti individu. Lingkungan yang
beragam senantiasa membeikan rangsangan kepada
individu untuk berpartisipasi dan mengikutinya serta
berupaya untuk menirunya dan mengidentifikasinya
apabila dianggap sesuai dengan dirinya. Contoh,
seorang anak yang senantiasa bergaul dengan temannya
yang rajin belajar, sedikit banyak, sifat rajin dari
temannya akan diikutinya sehingga lama kelamaan
iapun akan berubah menjadi anak yang rajin.
4) Objek penyesuaian diri bagi individu, baik secara
allopplastis maupun autoplastis. Penyesuaian diri
alloplastic, artinya individu itu berusaha untuk
mengubah lingkunganya. Contoh, dalam keadan cuaca
panas, individu memasang kipas angin sehingga di
kamarnya menjadi sejuk. Dalam hal ini, individu
melakukan manipulation, yaitu mengadakan usaha utuk
memalsukan lingkungan panas menjadi sejuk agar
sesuai dengan dirinya. Adapun penyesuaian diri
autoplastis, penyesuaian diri yang dilakukan individu
agar dirinya sesuai dengan lingkungannya. Contoh,
seorang juru rawat di rumahsakit. Pada awalnya ia
merasa mual karena bau obat-obatan, namun lama
kelamaan ia menjadi terbiasa dan tidak menjadi
gangguan lagi karena dirinya telah sesuai dengan
lingkungannya.9

9
Mahmud, hlm. 360-363.
DAFTAR PUSTAKA

Desmita. 2015. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya


Mahmud. 2017. Psikologi Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia
Sholeh, Abu Ahmadi dan Munawar. 2005. Psikologi Perkembangan. Jakarta:
Rineka Cipta
Suryabrata, Sumadi. 1993. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai