MOLULO
MOLULO
Tari Lulo atau Molulo dalam masyarakat tolaki adalah gambaran sosial masyarakat yang
terimplementasi melalui sebuah gerakan yang penuh dengan filosofi. Molulo berasal dari kata
Molulowi. Molulowiyang dalam Bahasa daerah Tolaki berarti menginjak-injak onggokan padi.
Tari Lulo memang sangat erat kaitannya dengan aktivitas sosial masyarakat Tolaki, khususnya
aktivitas pertanian. Sejak dahulu kala masyarakat suku Tolaki sudah mengenal sistem bercocok
tamam. Mereka akan membuka sebuah lading yang nantinya akan ditanami padi untuk nantinya
mereka bisa bertahan hidup. Kegiatan Mondau atau menanam padi di ladang ini biasanya akan
Kegiatan Monda’u pada masyarakat Tolaki akan diakhiri dengan ritus Monahu Nda’u atau pesta
panen. Setiap masyarakat yang telah memanen padi maka mereka akan memulai mengolah padi
mereka hingga menjadi bahan makanan. Terlebih dahulu mereka akan memisahkan bulir-bulir
gabah dari tangkai padinya. Dengan cara diinjak-injak sementara kedua tangan berpegangan di
dinding rumah atau di sebuah kayu yang melintang. Kegiatan inilah yang disebut dengan
Molulowi. Dari kegiatan Monahu Nda’u yang kerap kali dilaksanakan setiap akhir dari kegiatan
Monda’u, maka tari Lulo pun mulai tercipta. Masyarakat Tolaki kuno pada saat itu beranggapan
bahwa hasil panen yang melimpah tak terlepas dari peran sang Sanggoleo Mbae (Dewi
Padi/Dewi Sri). Masyarakat saat itu pun berinisiatif untuk menciptakan sebuah gerakan yang
akan menghibur sang Sanggelo Mbae saat pesta panen berlangsung. Sebagai ungkapan rasa
syukur mereka pada Sanggoleo Mbae atas hasil panen yang melimpah dengan melalui sebuah
Kegiatan Molulowi yang awalnya dilakukan di dalam rumah lambat laun dikerjakan di luar
rumah. Mengingat kegiatan Molulowi bukanlah sebuah perkara yang mudah maka kegiatan ini
mulai dilakukan oleh banyak orang. Dengan beralaskan selembar Ambahi besar (Tikar) maka
kegiatan Molulowi mulai dilakukan. Untuk menjaga kegiatan ini berlangsung dengan baik, maka
istrumen musik diciptakan untuk menghibur masyarakat yang sedang Molulowi. Kanda-kanda
Wuta atau gendang tanah adalah instrument music pertama kali yang hadir di tengah acara
Molulowi. Kanda-kanda wuta merupakan sebuah istrumen yang sangat unik yang tak dijumpai di
belahan dunia mana pun. Dengan menggunakan sebuah tanah lapang, maka tanah akan dilubangi
dengan diameter dan kedalaman tertentu. Setelah tanah dilubangi maka lubang tanah akan
ditutupi oleh pelepah batang sagu yang disesuaikan dengan diameter lubang. Sementara sebuah
senar dari bambu dipasang melintang di kedua sisi lubang. Sebuah tongkat kecil yang berbentuk
sumpit dipasang mebujur di anatara pelepah sagu dan senar bambu. Maka bunyi akan dihasilkan
dengan memukul senar bambu. Tekanan pada senar bamboo akan merambat pada tongkat sumpit
yang berdiri tegak di atas lubang tang ditutupi oleh pelepah pohon sagu. Biasanya untuk
menghasilkan bunyi-bunyi yang berbeda maka lubang akan dibuat lebih dari satu dengan
diameter dan kedalaman yang berbeda, sehingga bunyi dari setiap lubang akan berbeda.