Anda di halaman 1dari 7

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

DINAS KESEHATAN
RUMAH SAKIT PARU SURABAYA
Jl. Karang Tembok No. 39 Telp. (031) 3713836
Surabaya – 60153

PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT PARU SURABAYA
NOMOR 445/ /102.6/2019
TENTANG

KEBIJAKAN PELAYANAN PASIEN SERAGAM DAN TERINTEGRASI

Direktur Rumah Sakit Paru Surabaya,

Menimbang : a. Bahwa dalam upaya memberikan kualitas asuhan pasien yang sama
di rumah sakit, maka diperlukan penyelenggaraan pelayanan pasien
yang seragam dan teritegrasi;
b. Bahwa agar pelayanan pasien dapat terlaksana dengan baik, perlu
adanya Kebijakan Pelayanan Pasien Seragam dan Terintegrasi
sebagai landasan bagi penyelenggaraan pelayanan pasien;
c. Bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu ditetapkan
berdasarkan Peraturan Direktur Rumah Sakit.
Mengingat : 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran;
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran;
6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
856/Menkes/SK/IX/2009 tentang Standar Instalasi Gawat Darurat
(IGD) Rumah Sakit.
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
812/Menkes/Per/VII/2010 tentang Penyelenggaraan Pelayanan
Dialisis pada fasilitas Pelayanan Kesehatan;
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1778/Menkes/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan ICU
di Rumah Sakit;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
519/Menkes/Per/III/2011 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif di Rumah Sakit;

MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR RS PARU SURABAYA TENTANG KEBIJAKAN
PELAYANAN PASIEN SERAGAM DAN TERINTEGRASI
Pertama : Kebijakan Pelayanan Pasien Seragam dan Terintegrasi sebagaimana
dimaksud dalam diktum kesatu sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Peraturan ini
Kedua : Kebijakan Pelayanan Pasien Seragam dan Terintegrasi sebagaimana
dimaksud dalam diktum kedua wajib dijadikan acuan dalam pemberian
pelayanan pasien sesuai dengan kebutuhan pasien oleh para profesional
pemberi pelayanan di RS Paru Surabaya.
Ketiga : Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di kemudian
hari ternyata terdapat kekeliruan dalam Peraturan ini akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Surabaya
Pada tanggal : 19 April 2019

DIREKTUR RUMAH SAKIT PARU SURABAYA

drg. Dyah Retno A. Puspitorini, M.Si.


Pembina
NIP. 19660415 199402 2 001
LAMPIRAN
PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PARU SURABAYA
NOMOR 445/ /102.6/2019

KEBIJAKAN PELAYANAN PASIEN SERAGAM DAN TERINTEGRASI

Kebijakan Umum
1. Pasien diterima sebagai pasien rawat inap atau didaftar untuk pelayanan rawat jalan
berdasarkan kebutuhan pelayanan kesehatan mereka yang telah teridentifikasi dan
sesuai dengan misi dan kemampuan pelayanan Rumah Sakit.
2. Penerimaan pasien berdasarkan hasil skrining dan atau tes diagnostik sebagai dasar
penerimaan pasien, yang dilakukan pada kontak pertama di dalam atau di luar rumah
sakit.
3. Skrining non klinis dilakukan oleh petugas pendaftaran/admission untuk mengetahui
bantuan yang diperlukan atas kendala fisik, bahasa, pendidikan, dan risiko lainnya yang
mungkin terjadi selama pelayanan pasien di rumah sakit
4. Pasien yang dilayani di Rumah Sakit wajib didaftar di Tempat Pendaftaran Pasien dan
mendapatkan Nomor Rekam Medis, yang berlaku seumur hidup selama mendapatkan
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. Petugas admisi akan memberikan informasi
mengenai:
a. Perkiraan biaya
b. Hak dan Kewajiban Pasien
c. Tata Tertib Rumah Sakit
5. Rumah Sakit memprioritaskan pelayanan pasien dengan kebutuhan emergensi
berdasarkan proses triase berbasis bukti.
6. Asuhan pasien dapat berupa upaya pencegahan, paliatif, kuratif, atau rehabilitatif
termasuk anestesia, tindakan bedah, pengobatan, terapi suportif, atau kombinasinya
yang berdasar atas asesmen dan asesmen ulang pasien.
7. Pelayanan asuhan pasien dilaksanakan dengan menghormati dan responsif terhadap
pilihan, kebutuhan dan nilai-nilai pribadi pasien, serta memastikan bahwa nilai-nilai
pasien menjadi panduan bagi semua keputusan klinis
8. Semua pasien yang dilayani di Rumah Sakit, baik pelayanan gawat darurat, rawat jalan
maupun rawat inap, wajib diidentifikasi kebutuhan pelayanannya melalui proses
asesmen, yang terdiri atas pengumpulan informasi, analisis informasi, dan penentuan
rencana pelayanan.
9. Berdasarkan analisis informasi tersebut dihasilkan kesimpulan berupa masalah, kondisi,
dan diagnosis untuk mengidentifikasi kebutuhan pelayanan pasien, dan ditentukan DPJP
yang sesuai untuk menentukan rencana pelayanan pasien tersebut.
10. Dokter, perawat, dan atau professional lainnya akan melakukan asesmen utilitas dengan
mengumpulkan berbagai informasi klinis (anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, dsb.), psiko-sosial, spiritual, sosio-ekonomis, maupun sistem pembayaran
yang dimiliki pasien. Profesional Pemberi Asuhan (PPA) mengkomunikasikan dan
berbagi informasi secara lengkap dengan pasien dan keluarga, sehingga pasien dan
keluarga menerima informasi tepat waktu, lengkap, dan akurat.
11. Rumah Sakit, dalam hal ini Profesional Pemberi Asuhan, wajib mendukung dan
mendorong keterlibatan pasien dan keluarganya dalam proses pelayanan, dengan
memberikan informasi dan edukasi untuk mengambil keputusan terkait pelayanan yang
ditawarkan yang akan diberikan kepada pasien dan hasil yang diharapkan.
12. Hanya PPA yang berkompeten dan mempunyai izin praktek sesuai dengan profesinya
yang dapat memberikan asuhan pelayanan pasien, sesuai dengan Surat Penugasan
Klinis (SPK) dan Surat Penugasan Kerja Klinis (SPKK) yang diberikan oleh Direktur
Rumah Sakit .
13. PPA melaksanakan tugas secara mandiri, delegatif, dan kolaboratif
14. Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) adalah dokter yang sesuai dengan
kewenangan klinisnya memberikan asuhan medis lengkap kepada seorang pasien
dengan 1 kondisi patologi/penyakit dari awal sampai dengan akhir perawatan di rumah
sakit, baik rawat jalan maupun rawat inap, dan berperan sebagai clinical team leader
dalam menetapkan kerangka pokok asuhan lengkap setiap pasien, dan melakukan
review-sintesis-integrasi asuhan
15. Asuhan medis lengkap artinya melakukan asesmen medis sampai dengan implementasi
rencana serta tindak lanjutnya sesuai dengan kebutuhan pasien.
16. Apabila pasien dikelola oleh lebih dari 1 orang DPJP, maka asuhan medis tersebut yang
dilakukan secara terintegrasi / secara tim, dan diketuai oleh seorang DPJP Utama yang
berperan dalam menjaga asuhan medis komprehensif – terpadu – efektif untuk menjamin
keselamatan pasien, komunikasi efektif, sinergisme dan mencegah duplikasi pengobatan
yang tidak perlu.
17. Pimpinan rumah sakit menjamin bahwa akses asuhan dan pengobatan pasien
dilaksanakan secara seragam dan standar terhadap semua pasien secara memadai,
serta tidak tergantung atas latar belakang pasien dan kemampuan untuk membayar atau
sumber pembayaran.
18. Rumah Sakit menjamin keseluruhan pelayanan asuhan pasien yang berkelanjutan antar
unit pelayanan di dalam Rumah Sakit, maupun ke fasilitas kesehatan rujukan di luar
Rumah Sakit, dengan koordinasi antar para tenaga klinis; dan pada semua fase
pelayanan tersedia staf klinis yang kompeten sebagai orang yang bertanggung jawab
atas pelayanan asuhan pasien.
19. Segera setelah pasien diterima di ruang rawat inap, Perawat Pelaksana melakukan
skrining atas risiko pemulangan pasien; apabila dijumpai pasien yang pemulangannya
berisiko maka sesegera mungkin dikoordinasikan dan dibuatkan rencana pemulangan
(discharge planning) oleh Case Manager.
20. Penentuan Pemulangan pasien dibuat oleh DPJP berdasarkan kriteria pemulangan
sebagaimana diatur dalam Panduan Praktik Klinis (PPK).
21. DPJP membuat resume pasien pulang yang menggambarkan tindakan yang dilakukan
selama pasien tinggal di rumah sakit untuk dipergunakan oleh praktisi kesehatan yang
bertanggung jawab untuk pelayanan selanjutnya, yang berisi:
a. Alasan masuk rumah sakit, diagnosis, dan komorbiditas
b. Temuan kelainan fisik dan lainnya yang penting
c. Prosedur diagnostic dan terapetik yang telah dilakukan
d. Medikamentosa (termasuk obat waktu pulang, yaitu semua obat-obatan untuk
diminum di rumah)
e. Status/kondisi pasien waktu pulang
f. Instruksi follow up/tindak lanjut.
22. Rumah Sakit wajib melindungi hak-hak pasien selama mendapatkan pelayanan
kesehatan di rumah sakit.
23. Rumah Sakit menjamin pemberian pelayanan kesehatan kepada pasien dilaksanakan
dengan tingkat asuhan yang sama di seluruh rumah sakit, baik asuhan medis, asuhan
keperawatan/kebidanan, maupun pelayanan anestesi dan bedah untuk mendapatkan
hasil (outcome) yang sama di seluruh rumah sakit.

Kebijakan Khusus
1. Pasien dengan masalah kesehatan dan kebutuhan pelayanan yang sama berhak
mendapat kualitas asuhan yang sama di rumah sakit.
a. akses untuk asuhan dan pengobatan yang memadai dan diberikan oleh PPA yang
kompeten tidak bergantung pada hari setiap minggu atau waktunya setiap hari (“3-24-
7”);

b. penggunaan alokasi sumber daya yang sama, antara lain staf klinis dan pemeriksaan
diagnostik untuk memenuhi kebutuhan pasien pada populasi yang sama;

c. pemberian asuhan yang diberikan kepada pasien, contoh pelayanan anestesi sama
di semua unit pelayanan di rumah sakit;

d. pasien dengan kebutuhan asuhan keperawatan yang sama menerima asuhan
keperawatan yang setara di seluruh rumah sakit;

e. penerapan serta penggunaan regulasi dan form dalam bidang klinis antara lain
metode asesmen IAR (Informasi, Analisis, Rencana), form asesmen awal- asesmen
ulang, PPK, alur klinis terintegrasi/clinical pathway, pedoman manajemen nyeri, dan
regulasi untuk berbagai tindakan antara lain water sealed drainage, pemberian
transfusi darah, biopsi ginjal, pungsi lumbal, dsb.

2. Proses pelayanan di rumah sakit berfokus pada pasien berupa asuhan pasien yang
bersifat dinamis dengan melibatkan beberapa Profesional Pemberi Asuhan (PPA) secara
terintegrasi:
a. Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) merupakan Ketua Tim PPA (clinical
leader);
b. PPA bekerja sama sebagai tim interdisiplin dengan kolaborasi interprofesional;
c. Standar asuhan klinis masing-masing PPA digunakan dalam pemberian asuhan
pasien, misalnya dalam bentuk Panduan Praktik Klinis, Standar Asuhan
Keperawatan, maupun Clinical Pathways yang diusulkan oleh masing-masing
kelompok fungsional untuk ditetapkan oleh Direktur.
3. Asesmen awal setiap pasien gawat darurat, rawat jalan, dan rawat inap meliputi evaluasi
faktor psikologis, social, spiritual dan ekonomi, termasuk riwayat kesehatannya dan
pemeriksaan fisik.
4. Asesmen awal medis dan keperawatan yang menghasilkan rencana asuhan harus
diselesaikan dengan lengkap dalam waktu 24 jam setelah pasien masuk rawat inap,
dalam keadaan tertentu, misalnya kondisi kegawatdaruratan pasien, maka asesmen
dilaksanakan dan diselesaikan lebih cepat. (PPA.2.1)
5. Asesmen awal medis yang telah dibuat lebih dari 30 hari, atau kurang dari 30 hari tetapi
terjadi perubahan kondisi pasien yang signifikan, harus diperbaharui dan pemeriksaan
fisik diulangi untuk menentukan diagnosis awal dan rencana pelayanan pasien yang
baru.
6. Proses perencanaan bersifat kolaboratif menggunakan data yang berasal dari asesmen
awal dan asesmen ulang yang dilakukan oleh DPJP dan PPA lainnya; dan harus terkait
dengan kebutuhan pasien dengan menetapkan sasaran realistik dan terukur, contohnya:
a. Kondisi pasien kembali dengan fungsi (out put) jantung stabil melalui detak jantung,
irama jantung, dan tekanan darah berada di kisaran normal;
b. Pasien dapat menunjukkan kemampuan memberi sendiri suntikan insulin sebelum
pasien pulang keluar dari rumah sakit;
c. Pasien mampu berjalan dengan “walker” menuju ruangan tamu dan kedua kakinya
mampu menanggung beban berat badan.
7. Setiap pasien yang direncanakan untuk dilakukan tindakan anestesi atau bedah, wajib
dilakukan asesmen medis pra anestesi dan asesmen medis pra bedah, serta dilakukan
pencatatan pada berkas rekam medis sebelum operasi.
8. DPJP menentukan penatalaksanaan yang sesuai dengan kebutuhan kesehatan pasien,
dan melakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain yang diperlukan.
9. Instruksi tertulis diberikan secara tertulis menggunakan Form yang telah ditetapkan
Direktur maupun menggunakan sistem elektronik:
a. Permintaan pemeriksaan semua laboratorium dan diagnostik imajing harus disertai
indikasi klinik, kecuali dalam keadaan gawat darurat atau life saving;
b. Instruksi tertulis dibuat oleh DPJP atau staf medis lain yang mendapatkan
kewenangan memberi instruksi dan diletakkan dalam berkas rekam medis pasien;
c. Tindakan diagnostik invasif/berisiko yang dilakukan pada pasien rawat jalan atau
pasien yang dirujuk dari luar haru dilakukan asesmen terlebih dahulu serta
pencatatannya dalam rekam medis. (PAP.2.)
10. DPJP wajib melibatkan pasien dan keluarganya dengan memberikan informasi dan
edukasi terkait rencana pelayanan yang ditawarkan kepada pasien, hasil pelayanan yang
diharapkan, dan hasil asuhan dan pengobatan yang tidak diharapkan, sedemikian
sehingga pasien dan keluarga mendapatkan informasi yang cukup untuk mengambil
keputusan. (PAP.2.4 HPK.2.1.1)
11. Apabila diperlukan, sebelum melakukan tindakan khusus yang invasif dan berisiko, DPJP
wajib meminta informed consent kepada pasien dan atau keluarganya.
12. Sedikitnya sekali dalam sehari, DPJP akan melakukan asesmen ulang pada pasien
selama fase akut (< 48 jam sejak pasien masuk rumah sakit) dari perawatan dan
pengobatannya dengan melakukan kunjungan langsung kepada pasien (visite), termasuk
hari libur, atau menunjuk pengganti yang sesuai dengan kompetensinya. Commented [I1]: 1.Assesment ulang fase akut < 48 jam
13. Selama memberikan asuhan pelayanan pasien, semua tenaga kesehatan wajib kenapa dicoret
2. Ada regulasi dan sistem yang mengatur bila dpjp tidak bisa
mengintegrasikan dan mengkoordinasikan rencana asuhan di antara berbagai unit kerja melakukan visite
dan pelayanan di rumah sakit, serta melakukan pencatatan asuhan pasien pada berkas
rekam medis dalam bentuk kemajuan terukur pencapaian sasaran. Commented [I2]: 1.form untuk konsul atau konsultasi ke
14. Rencana asuhan untuk setiap pasien direview dan diverifikasi oleh DPJP dengan bidang lain bisa menggunakan form konsultasi antar dr ke dr
spesi yang ada di igd
mencatat kemajuannya
Commented [I3]: Kenapa di warnai merah
15. Aktivitas asuhan pasien yang berupa pemberian perintah seyogyanya dilakukan secara
tertulis pada lembar tertentu untuk memudahkan akses bagi penerima perintah untuk
melaksanakan perintah tersebut secara tepat. Pemberian perintah secara tertulis bila
diperlukan, hanya dapat dilakukan oleh dokter.
16. Perintah tertulis wajib disertai dengan identitas pasien, sedikitnya mengandung 2 variabel
17. Permintaan diagnostik imajing dan atau laboratorium klinis dilakukan oleh DPJP dan atau Commented [I4]: Setiap form harus ada diagnosa dan nama
dokter secara tertulis, atau bidan terkait pemeriksaan kehamilan dan persalinan, serta dr yang meminta .
2. Tugas perawat yang ada di ruangan untuk mengingatkan
wajib disertai indikasi klinis atau diagnosis. dan mba luis untuk melihat form harus sudah terisi
18. Penulisan resep wajib dilakukan sesuai dengan standar baku penulisan resep dan tulisan
yang mudah dibaca, serta mencantumkan sediaan obat, kekuatan obat, dosis obat, Commented [I5]: Standart penulisan resep yang baku harus
jumlah obat dan aturan pakai. ada sosialisai untuk menuliskan resep yang sergam

19. Pasien dan keluarganya diberi informasi tentang hasil asuhan dan pengobatan; maupun
hasil asuhan dan pengobatan yang tidak diharapkan. Commented [I6]: Buktinya dengan rekonsiliasi. Faktanya
20. Pasien risiko tinggi di rumah sakit yang perlu mendapatkan pelayanan dan asuhan rekonsiliasi di igd tdk ada lihat pokja 3
secara khusus:
a. Pasien emergensi
b. Pasien dengan penyakit menular
c. Pasien koma
d. Pasien dengan alat bantuan hidup dasar
e. Pasien “immuno-suppressed”
f. Pasien dengan restrain
g. Pasien dengan risiko bunuh diri

h. Populasi pasien rentan, lansia, anak-anak, dan pasien berisiko tindak kekerasan atau
ditelantarkan; dan
i. Pasien risiko tinggi lainnya.
21. Pelayanan berisiko tinggi dilaksanakan secara khusus berdasarkan ketentuan yang telah
ditetapkan, berupa:
a. Pelayanan pasien dengan penyakit menular
b. Pelayanan pasien yang menerima dialisis
c. Pelayanan pasien yang menerima kemoterapi
d. Pelayanan pasien yang menerima radioterapi
e. Pelayanan pasien risiko tinggi lainnya (misalnya terapi hiperbarik dan pelayanan
radiologi intervensi) Commented [I7]: hapus
22. Penentuan pasien risiko tinggi dan pelayanan risiko tinggi perlu ditetapkan agar staf PPA
yang yang terlibat dalam asuhan pasien dapat menurunkan risiko dengan melakukan
identifikasi:
a. Bagaimana rencana akan berjalan, termasuk identifikasi perbedaan populasi anak
dengan dewasa atau pertimbagan khusus lainnya;
b. Dokumentasi yang dibutuhkan agar tim asuhan dapat bekerja dan berkomunikasi
efektif;
c. Keperluan informed consent;
d. Keperluan monitor pasien;
e. Kualifikasi khusus staf yang terlibat dalam proses asuhan; dan
f. Teknologi medis khusus yang perlu disediakan dan dapat digunakan.
23. Semua pasien rawat jalan dan rawat inap wajib dilakukan skrining, asesmen, dan Commented [I8]: wbs harus diisi
penanganan atas rasa nyeri.
24. Pimpinan rumah sakit menjamin asuhan pelayanan pasien sampai saat-saat akhir
kehidupannya.
25. Masing-masing PPA yang melakukan tindakan asuhan pasien baik diagnostik maupun
terapeutik wajib menuliskan pada berkas rekam medis.
26. Setiap pasien baru rawat inap wajib dilakukan skrining risiko nutrisi yang dilakukan oleh
perawat dengan mengisi Form Skrining Nutrisi, apabila pasien termasuk berisiko nutrisi, Commented [I9]: apakah ada form skrining nutrisi di
maka dilakukan kolaborasi dengan ahli gizi untuk dilakukan asesmen nutrisi dan ruangan ?

penatalaksanaan nutrisional sesuai dengan kondisi nutrisi pasien.


27. Pasien rawat inap mendapatkan makanan atau nutrisi yang disediakan secara regular
dan bervariasi sesuai dengan permintaan/pemesanan sebelumnya berdasarkan status
gizi dan kebutuhan pasien.
28. Apabila keluarga menyediakan makanan, maka perawat melakukan kolaborasi dengan
DPJP dan ahli gizi agar pasien dan keluarganya mendapatkan edukasi mengenai
pembatasan diet pasien. Commented [I10]: ada bukti edukasi ke pasien bila dpjp
29. Pasien dipulangkan bila sesuai dengan indikasi pemulangan pasien sebagaimana diatur atau ahli gizi memberikan edukasi pembatasan pasien.
2. Bukti bagaimana keluarga bs membatasi pemberian
dalam Panduan Praktik Klinik makanan dari luar

DIREKTUR RUMAH SAKIT PARU SURABAYA

drg. Dyah Retno A. Puspitorini, M.Si.


Pembina
NIP. 19660415 199402 2 001

Anda mungkin juga menyukai