SAIFUDDIN ZUHRI MA
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
BAB I
PENDAHULUAN
“Anak cucu saya jangan tidur di kasur. Boleh tidur di kasur kalau kesaktiannya
sudah sepadan atau melebihi saya,” (Sunan Kalijaga seperti yang dituturkan
secara turun-temurun).
Kasuran adalah sebuah kampung yang pada 28 Juli 1826 menjadi ladang
Jawa. Setidaknya berdasarkan laporan Louw dan De Klerck 1894-1909, II: 497,
Kasuran, Sleman pada 28 Juli 1826, tatkala semua, kecuali tujuh belas orang dari
bagaimana ’ia menunggang kuda melalui (tempat pertempuran) dan merasa sangat
terharu menyaksikan yang tewas dan yang luka’. Memang begitu mengerikan
Sleman Yogyakarta. Dusun ini di berbagai media dianggap sebagai salah satu
diantara dusun yang paling unik di dunia. Dari total penduduk Kasuran Kulon
yang berjumlah kurang lebih 828 jiwa, menurut klaim Wartilah , mayoritas
diantara mereka tidur tanpa menggunakan kasur tapi menggunakan tikar sebagai
gantinya. Sedangkan di Kasuran Wetan sekitar 1095 jiwa tidak ada satupun yang
1
KUASA SIMBOLIK TIDUR TANPA KASUR DI DUSUN KASURAN, SEYEGAN, SLEMAN
SAIFUDDIN ZUHRI MA
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
kasur spon sebagai penggantinya. Klaim ini sama-sama dikatakan oleh Wartilah
dan Noor Sidiq, Kepala dusun Kasuran Kulon dan Wetan. Namun, penulis tidak
berpretensi untuk terjebak dalam masalah kajian data kuantitatif, dan tidak akan
memproduksi dan mereproduksi praktik dan tetap bertahan hingga saat ini.
Dusun Kasuran dikenal sebagai dusun yang memiliki tradisi yang unik,
terdapat beberapa kontradiksi yang terlihat dalam praktik mereka ini. Nihilnya
kasur kapuk di dusun ini mengundang sejumlah tanda tanya bagi banyak orang.
sebagaimana juga telah dilansir di beberapa media, dan ini salah satunya yang
kemudian warga Kasuran memilih tidak menggunakan kasur kapuk sebagai alas
tidur. Padahal kisah ini jika ditilik dari hasil wawancara dengan Wartilah, pesan
Sunan Kalijaga yang dituliskan dalam pendahuluan di atas berawal dari cerita
turun temurun bahwa pada suatu hari Sunan Kalijaga pada zaman kerajaan Demak
mampir ke daerah Grogol yang berdekatan dengan Kasuran. Dia hendak shalat
dhuhur dan mencari air untuk berwudhu, namun dia tidak menemukan air.
Akhirnya Sunan Kalijaga menancapkan tongkatnya sehingga keluar mata air yang
dusun Kasuran. Di sana dia meminta sesepuh dusun Kasuran, Kyai dan Nyai
2
KUASA SIMBOLIK TIDUR TANPA KASUR DI DUSUN KASURAN, SEYEGAN, SLEMAN
SAIFUDDIN ZUHRI MA
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
berpesan kepada Kyai dan Nyai Kasur agar warganya tidak bermalas-malasan,
apalagi tidur di kasur. Dia berkata: “anak cucu saya jangan tidur di kasur. Boleh
kepemilikan modal ekonomi pada waktu itu yang bila salah satu penduduknya
punya kasur berarti dia hidup dalam kecukupan. Di sini tampak bahwa kata “anak
cucu saya jangan tidur di kasur. Boleh tidur di kasur apabila kesaktiannya sudah
sepadan atau melebihi saya” dimaknai secara literal, tanpa menangkap semangat
pada makna tersebut yang menurut sebagian penduduk adalah tidak bolehnya
bermalas-malasan.
Walhasil, ucapan Sunan Kalijaga yang telah diterima secara turun temurun
ini memiliki implikasi yang serius, bahwa tidak ada satupun diantara dua dusun
ini yang menggunakan kasur kapuk! Hal ini disebabkan mereka takut akan
tertimpa musibah dan tidur di atas kasur menjadi suatu fenomena yang tidak wajar
pada mereka. Saat ini mereka lebih nyaman tidur dengan menggunakan tikar di
oleh seluruh warga Kasuran. Dawuh Sunan Kalijaga menjadi folklore yang
menjadi kebudayaan kolektif, tersebar, dan diwariskan secara turun temurun baik
secara lisan maupun praktek. Ucapan itu kemudian menjadi shared knowledge
yang dipegang oleh masyarakat Kasuran. Dua diantara empat fungsi folklore
3
KUASA SIMBOLIK TIDUR TANPA KASUR DI DUSUN KASURAN, SEYEGAN, SLEMAN
SAIFUDDIN ZUHRI MA
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
adalah sebagai alat pengesahan kebudayaan, dan sebagai alat pemaksa berlakunya
Praktik tidur tanpa kasur sebagai praktik bisa dilihat melalui teori habitus
Bourdieu. Hal ini karena apa yang disebut habitus selalu melibatkan praktik dan
struktur masyarakat. Itulah mengapa praktik tidur tanpa kasur bisa dilihat dalam
masyarakat Kasuran.
Praktik yang hendak dibahas di sini adalah tidur tanpa kasur yang dalam beberapa
hal sangat relevan jika dianalisis dengan gagasan-gagasan Bourdieu tentang kuasa
simbolik, habitus, modal, dan ranah. Keberadaan elit-elit mulai dari tokoh agama,
dukuh setidaknya menunjukkan hal ini. Dengan bekal modal yang mereka punyai,
kepentingan tertentu.
keeksisan dan situasi-situasi sosial konkret yang diatur oleh seperangkat relasi
sosial yang objektif (Bourdieu & Wacquant, 1992: 97, Johnson, 2010: xviii).
Ranah yang paling menonjol di dalam masyarakat Kasuran adalah ranah agama,
4
KUASA SIMBOLIK TIDUR TANPA KASUR DI DUSUN KASURAN, SEYEGAN, SLEMAN
SAIFUDDIN ZUHRI MA
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
ranah kultural, dan ranah politik. Ranah agama, misalnya, ditunjukkan oleh
memosisikan Sunan Kalijaga sebagai salah satu panutan mereka dalam bertindak
dan berperilaku. Dalam ranah kultural, ucapan Sunan Kalijaga terbukti memiliki
pengaruh kuat terhadap masyarakat Kasuran, karena ucapan itu tak hanya
istilah Lévi Strauss, ucapan itu telah menjadi semacam “mitologi” yang
Kasuran. Sementara itu, kehidupan politik (dan kultural) masih berpusat pada
dengan suatu cara yang tidak selalu bisa dikalkulasikan sebelumnya, dan bukan
dan dapat menjadi semacam blue print bagi seseorang atau semacam “skenario
yang telah ditentukan” bagi kebiasaan hidup, bahkan karier sosial, jika tidak
keluarga yang mempercayai ucapan Sunan Kalijaga sebagai sesuatu yang final
dan absolut. Ia juga dibiasakan untuk tidak tidur di atas kasur. Hingga saat dewasa
5
KUASA SIMBOLIK TIDUR TANPA KASUR DI DUSUN KASURAN, SEYEGAN, SLEMAN
SAIFUDDIN ZUHRI MA
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
dan kini menjadi kepala dukuh, ia seolah memiliki kekuatan, tidak hanya secara
ucapan Sunan Kalijaga sebagai suatu “skenario kultural” yang wajib dijalankan
Tidak hanya itu, fakta bahwa kepala dukuh sebagai agen penting dalam
masyarakat Kasuran yang memiliki modal dan habitus yang memadai untuk
posisi tertentu demi tujuan terentu pula. Tujuan strategi dan perjuangan menurut
Bourdieu (1987) terbagi menjadi beberapa hal. Di antaranya adalah strategi yang
Salah satu teori Bourdieu adalah pada doxa. Doxa dipahami sebagai
hubungan ketaatan langsung yang terjadi dalam praktik antara habitus dan ranah,
sehingga ia diterima begitu saja sebagai satu kesadaran praktis. Jika praktik tidur
tanpa kasur dianggap sebagai doxa maka hal ini tidak terlalu bekerja pada
6
KUASA SIMBOLIK TIDUR TANPA KASUR DI DUSUN KASURAN, SEYEGAN, SLEMAN
SAIFUDDIN ZUHRI MA
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
misrecognition itu tidak bekerja dengan baik. Hal ini terlihat, misalnya, ketika
terjadi transfer modal dalam arena yang berbeda, yakni media massa. Media telah
menciptakan arena tersendiri dalam mereproduksi modal tidur tanpa kasur di luar
dusun Kasuran. Salah satu contohnya adalah bahwa praktik tidur tanpa kasur pada
awalnya merupakan satu praktik yang berjalan dan dipraktikkan oleh masyarakat
Kasuran minum the di pagi hari. tidak ada yang mempertanyakannya. Hal ini
kemudian menjadi wacana yang diperdebatkan ketika praktik ini masuk dan
Pada problem yang lebih mendasar, praktik tidur tanpa kasur juga memberi
modal religius yang cenderung institusional. Artinya, modal religius hanya dilihat
selera. Padahal, banyak masyarakat yang awam yang juga memiliki opini
Jadi, masalah yang ingin dibidik oleh studi ini menyangkut tiga hal:
pertama, asal usul tidur tanpa kasur lahir sejak awal kemunculannya sebagai
secara terus menerus oleh para agen, apa tujuan-tujuan dari para agen ini tetap
melakukan reproduksi terhadap praktik ini; kedua, praktik tidur tanpa kasur itu
7
KUASA SIMBOLIK TIDUR TANPA KASUR DI DUSUN KASURAN, SEYEGAN, SLEMAN
SAIFUDDIN ZUHRI MA
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
praktik ini mempengaruhi struktur dan cara berpikir masyarakat Kasuran dan
bagaimana hal ini menjadi bagian dari pola hidup masyarakat Kasuran; ketiga,
teori Bourdieu yang lahir pada konteks masyarakat Prancis tidak seluruhnya bisa
telaah kritis terhadap teori Bourdieu itu sendiri, baik secara teoritis maupun
praktis.
B. Rumusan Masalah
Pertama, Bagaimana asal usul praktik tidur tanpa kasur sebagai praktik
C. Signifikansi Penelitian
salah satu dusun paling unik dimana penduduknya tidak ada yang menggunakan
kasur sebagai alas tidur. Kedua, Dusun Kasuran dihuni oleh penduduk yang
memiliki latar belakang agama yang berbeda, Hindu, Kristen, Islam (NU-MD)
mengenai hal ini, dan bagaimana pula misalnya Islam baik yang NU ataupun
8
KUASA SIMBOLIK TIDUR TANPA KASUR DI DUSUN KASURAN, SEYEGAN, SLEMAN
SAIFUDDIN ZUHRI MA
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
percaya akan takdir tuhan. Ketiga, pemaknaan literal terhadap teks “jangan tidur
di atas kasur” dengan maksud benar-benar tidak tidur di atas kasur, bukan
pandangan bahwa Kasur yang dimaksudkan oleh sunan Kalijaga adalah kasur
yang terbuat dari kapuk. Sebagian warga Kasuran menggunakan springbed atau
kasur busa karena yang dimaksudkan dulu oleh Sunan Kalijaga adalah kasur
kapuk. Penelitian ini juga hendak melakukan eksplorasi atas berbagai ragam asal-
usul cerita praktik tidur tanpa kasur ini yang dalam realitasnya memiliki beberapa
alur sumber cerita. Salah satu tujuan utama penelitian ini adalah mengumpulkan
beragam sumber mengenai asal-usul praktik tidur tanpa kasur di dusun Kasuran
ini.
Bourdieu, seperti doxa, misrecognition, habitus, dan hexis, lalu berusaha menarik
adanya beberapa kemungkinan praksis yang bisa menjadi “varian lain” dalam
gagasan tersebut. Dengan demikian, riset ini bekerja dalam dua level secara
9
KUASA SIMBOLIK TIDUR TANPA KASUR DI DUSUN KASURAN, SEYEGAN, SLEMAN
SAIFUDDIN ZUHRI MA
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Tujuan dari disertasi ini bukanlah untuk mendekonstruksi Bourdieu, namun justru
penelitian ini justru hendak menelaahnya melalui praktik kultural yang sifatnya
habitus Bourdieu dan aplikabilitasnya di lapangan. Selain itu, penelitian ini juga
bisa menjadi kajian kritis lebih jauh bagi proses konstruksi wacana, sebagaimana
yang pernah diteliti oleh Dwi Aji Budiman (2009) di level media massa, dengan
masyarakat. Wacana pada akhirnya tidak hanya berkaitan dengan soal kekuasaan
bersangkutan.
10
KUASA SIMBOLIK TIDUR TANPA KASUR DI DUSUN KASURAN, SEYEGAN, SLEMAN
SAIFUDDIN ZUHRI MA
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
bekerja, tidak saja di level kepercayaan, tetapi juga di level praktik. Fenomena
masyarakat Kasuran merupakan contoh dinamika yang unik dari sistem sosial
Sedangkan bagi penduduk Kasuran, studi ini tidak saja menyajikan informasi
jauh dari itu, penelitian ini justru ingin mengemas informasi itu lebih sistematis
Kasuran, penelitian ini justru ingin memperlihatkan “sisi lain” yang mungkin
selama ini luput dari pandangan umum mereka, bahwa ada struktur-dalam yang
bekerja di belakang tradisi tersebut hingga ia bisa terus berlangsung hingga saat
ini.
D. Kerangka Teoretik
ini. Setidaknya penelitian ini akan dimulai dari bagaimana masyarakat Kasuran
masyarakat Kasuran yang terdiri dari berbagai agama dan ormas ini memaknainya
literal atas kasur sangat berpengaruh pada masalah ini sehingga sebagian
masyarakat mencoba memberikan alternatif lain, yakni kasur spon atau springbed
11
KUASA SIMBOLIK TIDUR TANPA KASUR DI DUSUN KASURAN, SEYEGAN, SLEMAN
SAIFUDDIN ZUHRI MA
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
sebagai bentuk modifikasi dan rekayasa. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa
terdapat beberapa hal yang akan penulis analisis dan sekaligus nantinya akan
organize practices.’ Suatu skema, sistem yang tahan lama, kecenderungan yang
dapat berpindah dan dapat menghasilkan dan mengatur suatu praktik. Secara
umum habitus ini dapat diberikan karakteristik berikut ini: habitus membentuk
kita atas praktik dan nilai-nilai tertentu dipengaruhi oleh budaya trajektoris kita;
habitus itu bersifat tahan lama dan dapat berpindah; habitus itu arbitrer dan tidak
lahan menjelma menjadi sebuah folklore, mitos, lalu menjadi satu praktik
kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat Kasuran? Ini menjadi satu hal yang
menarik bagi penulis untuk mengkajinya. Pertama-tama kita perlu mengkaji apa
itu mitos. Mitos merupakan satu cerita, asal-usul, bahkan keyakinan yang
keberadaannya satu paket dengan berbagai pandangan yang tidak boleh dilanggar.
Mitos seringkali dianggap sebagai cerita yang ‘aneh’ yang sulit kita pahami
irasional, tidak masuk akal bahkan tidak sesuai dengan yang kita alami dalam
12
KUASA SIMBOLIK TIDUR TANPA KASUR DI DUSUN KASURAN, SEYEGAN, SLEMAN
SAIFUDDIN ZUHRI MA
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
mitos seringkali bertentangan dengan agama, meskipun di dalam agama juga tidak
sebuah perkataan seseorang yang kemudian didengar oleh orang lain lalu
diceritakan kepada yang lainnya, dan terus menerus direproduksi. Perkataan ini
rumahnya ketika dini hari. Hal ini kemudian diceritakan kepada orang lain, dan
yang melewati belakang rumah si A dia menjadi agak merinding atau minimal
ingat cerita orang-orang mengenai rintihan bayi tersebut. Lama kelamaan, karena
tertentu kebenarannya semakin diyakini bila ada orang lain yang pernah
mendengarnya pula. Perlahan-lahan hal ini menjadi suatu kebenaran dan menjadi
habitus bagi penduduk setempat bahwa ada suara rintihan bayi bila melewati
belakang rumah si A. Hal ini kemudian mengendap dalam alam bawah sadar
masyarakat setempat. Pada gilirannya, habitus tersebut berada dalam alam bawah
sadar manusia.
kolektif yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya, tapi diterima secara tidak
kritis dan digunakan sebagai justifikasi lembaga sosial. Menurutnya, mitos adalah
sudut pandang kita dalam melihat sebuah permasalahan. Mitos menata persepsi
13
KUASA SIMBOLIK TIDUR TANPA KASUR DI DUSUN KASURAN, SEYEGAN, SLEMAN
SAIFUDDIN ZUHRI MA
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
kita. Mitos mendorong kita untuk bertindak dengan cara tertentu, bukan cara yang
bahwa bahasa merupakan satu elemen intrinsik dalam perjuangan kompetitif atas
kontribusi penting pada tatanan yang ada. (Jenkins, 2010:243) Pandangan ini,
kemungkinan besar didasari atas titik tolak pandangan Bourdieu pada masalah
kebudayaan. Mitos itu hadir dalam bentuk tuturan atau menggunakan bahasa
sebagai alat komunikasi, mitos juga hadir dalam sebuah kebudayaan tertentu.
Sesuatu disebut mitos karena ia pada dasarnya adalah sebuah peristiwa ‘aneh’
yang terjadi dan secara terus-menerus diwacanakan melalui bahasa. Hal ini
kemudian menjadi satu budaya, yang tentunya, bahasa melibatkan sisi budaya
manusianya termasuk budaya pikirnya. Hal ini kemudian menjadi sebuah habitus
seperti yang dikatakan Bourdieu dalam Richard Jenkins (237-8) bahwa terdapat
tertentu, suatu kompetensi linguistik yang spesifik, dan kapasitas sosial untuk
menggunakan kompetensi itu secara tepat. Selain itu, terdapat pula didalamnya
pasar linguistik yang berbentuk sanksi dan sensor, dan mendefenisikan apa yang
tidak boleh dikatakan dan apa yang boleh dikatakan. Mengatakan bahwa tuturan
Sunan Kalijaga itu sama sekali tidak benar merupakan satu bentuk pamali atau
pantangan bagi masyarakat Kasuran. Mengatakan tuturan itu sebagai tidak benar
lanjutan, misalnya sakit yang tak kunjung sembuh bahkan meninggal dunia.
14
KUASA SIMBOLIK TIDUR TANPA KASUR DI DUSUN KASURAN, SEYEGAN, SLEMAN
SAIFUDDIN ZUHRI MA
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
habitus sosial masyarakat, tetapi juga melalui mekanisme defensif terhadap mitos
menstruktur realitas sebagai sesuatu yang absah, alamiah, dan terberi. Akan tetapi,
problemnya adalah bahwa dalam merespons ucapan Sunan Kalijaga tentang kasur
kasur’ sebagai sesuatu yang alamiah, tetapi ada proses pertarungan makna yang
jelaskan, dalam masyarakat maju, prinsip dominasi telah bergeser dari pemaksaan
Proses pertarungan itu tidak selalu berkaitan dengan kuasa eksternal dan
internal dalam simbol ‘kasur’ tersebut yang diciptakan oleh para agen (kepala
pelanggaran dan ketaatan mereka pada Sunan Kalijaga. Di sini, tidak semua
masyarakat yang tidak tidur di atas kasur mendasarkan alasannya karena patuh
konstruksi kuasa simbolik Bourdieu, bahwa kuasa simbolik ternyata tidak hanya
15
KUASA SIMBOLIK TIDUR TANPA KASUR DI DUSUN KASURAN, SEYEGAN, SLEMAN
SAIFUDDIN ZUHRI MA
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
tidak tidur di atas kasur bukan karena mengikuti tradisi sosial, bukan pula karena
benar-benar dirasakan sebagai suatu keniscayaan. Atau dengan bahasa lain, kuasa
kelompok, atau masyarakat agar patuh dengan mobilisasi tata simbol. Dan saat
orang yang didominasi menerima begitu saja dan tidak menyadari pemaksaan
yang ditanamkan lewat simbol-simbol, maka pada saat itulah praktik kuasa
2. Modal
materi semata. Modal, baginya, bisa berupa kultural, sosial, simbolis, dan
ekonomis (Bourdieu, 1986: 65). Bentuk-bentuk modal ini sangat penting dalam
ranah sosial, dan dapat terakumulasi dan berpindah dari satu arena ke arena yang
lain. Modal kultural, dalam teori Bourdieu, menempati posisi signifikan dalam
bisa berupa kompetensi, skill, dan kualifikasi yang memungkinkan para agen
16
KUASA SIMBOLIK TIDUR TANPA KASUR DI DUSUN KASURAN, SEYEGAN, SLEMAN
SAIFUDDIN ZUHRI MA
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
dominan untuk memobilisasi otoritas kultural dan dapat menjadi sumber salah-
simbolik yang dimiliki oleh para agen. Para pemegang modal simbolik bisa
memengaruhi para agen lain yang tidak memiliki modal ini, mendiseminasikan
nilai-nilai sosial, yang diharapkan bisa menjadi habitus yang tanpa disadari oleh
bekerja secara diam-diam. Karena berada dalam sebuah arena yang di dalamnya
para agen saling berdialektika membentuk habitus, kekerasan itu tidak lagi
given.
3. Field (Arena)
perbedaan distribusi dan penguasaan modal. Namun di sisi lain, para individu ini
17
KUASA SIMBOLIK TIDUR TANPA KASUR DI DUSUN KASURAN, SEYEGAN, SLEMAN
SAIFUDDIN ZUHRI MA
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
didalamnya terjadi apa yang disebut Bourdie sebagai field of struggle ditambah
masyarakat selalu ada praktik dominasi antara yang mendominasi dan yang
melakukan produksi dan reproduksi praktik tidur tanpa kasur ini untuk berbagai
informasi tindakan dan pemikiran agen di dalam ranah tertentu. Doxa cenderung
perlakuan istimewa pada agen dominan serta menganggap posisi dominan mereka
sebagai sesuatu yang terbukti dengan sendirinya dan diinginkan secara universal.
Secara lebih khas, Bourdieu menyatakan bahwa doxa adalah hubungan ketaatan
langsung yang terjadi dalam praktik antara sebuah habitus dan ranah dimana ia
disesuaikan, diterima begitu saja terhadap dunia yang terjadi secara praverbal
yang berasal dari rasa praktis. (Bourdieu, 1992:66-68). Heterodoksi dan ortodoksi
memiliki andil (share) pada doxa. Doxa itu merepresentasikan common ground
dan nilai bersama yang tidak menjadi perdebatan dalam dunia opini. Memang
diperdebatkan pada masa lalu—ortodoksi hari ini keesokan harinya menjadi doxa.
18
KUASA SIMBOLIK TIDUR TANPA KASUR DI DUSUN KASURAN, SEYEGAN, SLEMAN
SAIFUDDIN ZUHRI MA
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
yang benar, berasal dari kata Yunani “orthodoxos”. “Orthos” artinya lurus atau
lempang. “Doxa” artinya pendapat atau dogma. Lawan dari ortodoksi adalah
Akan tetapi, semesta wacana tidur tanpa kasur di dusun Kasuran tidak
tanpa kasur lebih dominan (sebagai doxa) dalam masyarakat, tidak ada dogma lain
(sebagai heterdoksi) yang bekerja untuk melawan doxa tersebut. Artinya, tidak
terlihat usaha-usaha melakukan counter opini terhadap doxa yang disebut dengan
heterodoksi. Dalam titik persingungan ini, terdapat sebuah realitas yang mungkin
sebagai alas tidur mereka. Dengan menggunakan kedua jenis kasur ini, di satu sisi
mereka tetap melaksanakan doxa (tidak tidur di atas kasur kapuk), tapi di sisi lain
kapuk). Lebih dari itu, mereka berusaha melakukan “rekayasa” terhadap keduanya
dengan mencari “skenario aman”, yakni menggunakan kasur spon dan springbed.
“fakta marginal” yang mungkin melampaui oposisi biner semacam itu. Realitas
19
KUASA SIMBOLIK TIDUR TANPA KASUR DI DUSUN KASURAN, SEYEGAN, SLEMAN
SAIFUDDIN ZUHRI MA
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
tapi ia juga bisa memperlihatkan struktur lain yang bekerja di balik tatanan
tersebut, suatu struktur yang bisa memperkaya (atau melemahkan?) tatanan itu
dari dalam.
Disposisi ini memunculkan praktik, persepsi, dan sikap-sikap yang berjalan secara
reguler, tanpa disadari dan tanpa merasa dibimbing oleh suatu aturan sadar
konsisten dengan norma sosial yang berlaku dari kelompok mereka. Yang
termasuk disposisi adalah posture, pidato gaya, cara makan, cara bergerak,
perasaan tertentu. Bourdieu berpendapat bahwa disposisi ini terjadi pada alam
Hexis merupakan bahasa latin dari habitus, dan Bourdieu secara umum
menyadur konsep hexis yang dikemukakan oleh Aristoteles. Bagi Bourdie, hexis
diartikan sebagai sebuah sikap, cara, dan bentuk gaya (Jenkins, 1992:45; Takwin,
2006:40-1)
20
KUASA SIMBOLIK TIDUR TANPA KASUR DI DUSUN KASURAN, SEYEGAN, SLEMAN
SAIFUDDIN ZUHRI MA
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Akan tetapi, konsep gerakan tubuh yang terjadi tanpa dipikirkan lagi, yang
oleh Bourdieu diistilahkan dengan hexis sebagai salah satu produk habitus, pada
sebagai suatu kreasi sosial tertentu. Dalam hal ini, penelitian ini hendak
rasional ucapan Sunan Kalijaga tentang ‘kasur’ itu. Jika masyarakat Kasuran
yang selalu bekerja secara sosial, hal ini justru terbantahkan dengan adanya
simbolik yang khas di wilayah Kasuran, tapi hal ini tidak lantas membuat mereka
habitus yang oleh Bourdieu diartikan sebagai gerakan tubuh yang terjadi tanpa
orang tidak perlu lagi memikirkan rasionalitas tindakan tersebut). Di luar wilayah
disebutkan di atas), tetapi juga semacam ‘resistensi’ terhadap kuasa simbolik itu
sendiri. Lagi-lagi, inilah kemungkinan yang tidak ditangkap secara utuh oleh
21
KUASA SIMBOLIK TIDUR TANPA KASUR DI DUSUN KASURAN, SEYEGAN, SLEMAN
SAIFUDDIN ZUHRI MA
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Bourdieu. Jika memang kuasa simbolik diyakini mengakar dalam diri individu
melalui habitus sosial mereka, masihkah tersisa ruang bagi resistensi dan
palsu) (Gaventa, 2003: 6), tetapi bekerja pada level terdalam yang melampaui
diterima secara taken for granted dalam tatanan kehidupan sosial. Tentu saja,
legitimasi dan pengakuan dari masyarakat sekitar. Agen dominan di sini berperan
22
KUASA SIMBOLIK TIDUR TANPA KASUR DI DUSUN KASURAN, SEYEGAN, SLEMAN
SAIFUDDIN ZUHRI MA
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
praktis. Hampir semua rutinitas hidup personal atau sosial terbentuk melalui
kinerja gugus kesadaran praktis ini (Priyono, 2002:29). Seseorang hampir tak
tidak mempertanyakan kembali apa yang sudah taken for granted dalam
kehidupannya.
kesadaran penting yang sebenarnya dibahas lebih lanjut oleh Giddens, yakni
rinci serta eksplisit mengenai tindakan yang kita lakukan (Priyono, 2002:28).
diskursif juga memberi kesempatan pada agen untuk mengubah pola tindakannya.
berlaku dan bekerja dengan level yang berbeda-beda. Sebagian besar masyarakat
kesadaran praktis mereka terhadap kultur tidur tanpa kasur. Akan tetapi, ada
23
KUASA SIMBOLIK TIDUR TANPA KASUR DI DUSUN KASURAN, SEYEGAN, SLEMAN
SAIFUDDIN ZUHRI MA
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
kultur tidur tanpa kasur, dan tetap mempraktikkan tidur dengan kasur kapuk.
bahwa masyarakat Kasuran ternyata meyakini ucapan Sunan Kalijaga itu tidak
hanya bekerja di level kesadaran praktis, tetapi juga di level kognitif. Risikonya
bahwa tidur tanpa kasur akan berdampak pada kesehatan mereka. Artinya, status
E. Telaah Pustaka
yang unik. Hal ini bisa ditelusuri, mulai dari koran Kedaulatan Rakyat,
Lampungpos, serta beberapa media televisi seperti TransTV dll., telah melakukan
peliputan, namun laporannya hanya berupa feature. Oleh karena itu, penulis akan
mendudukkan telaah pustaka ini dalam dua kategori besar, yang pertama adalah
kajian mengenai Dusun Kasuran, kedua kajian mengenai teori Bourdieu terutama
24
KUASA SIMBOLIK TIDUR TANPA KASUR DI DUSUN KASURAN, SEYEGAN, SLEMAN
SAIFUDDIN ZUHRI MA
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
masyarakat Kasuran serta praktik tanpa kasur di dusun ini. Di majalah ini
ini. Tulisan ini merupakan salah satu tulisan pertama yang mengetengahkan
dengan baik mengenai dusun Kasuran. Tulisan feature ini nantinya akan menjadi
salah satu sumber penting mengenai tulisan Kasuran yang akan dipakai dalam
penelitian ini.
Banjarmasin Post mengangkat tema “Warga Kasuran Kulon Sudah terbiasa Tidur
tanpa Kasur” (9 Oktober 2012). Tulisan ini adalah feature sangat pendek dan
Film besutan Abduh dan Fiqih Muhammad Ginanjar serta hanya berdurasi 4
menit ini ditayangkan di Metro TV. Film pendek ini menjelaskan tentang praktik
tidur tanpa kasur melakukan wawancara dengan beberapa warga yang ada di
Kasuran. Salah satu yang diwawancarai adalah kadus Kasuran Kulon, Wartilah.
Namun karena ini sifatnya film dan cuma berupa film dokumenter berdurasi
pendek, maka penulis melihat data ini akan penulis gunakan sebagai data
25
KUASA SIMBOLIK TIDUR TANPA KASUR DI DUSUN KASURAN, SEYEGAN, SLEMAN
SAIFUDDIN ZUHRI MA
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
berjudul “Mitos Kasuran”. Film dokumenter ini memotret tentang sejarah tidur
tanpa kasur, pro dan kontra para penduduk mengenainya, serta beberapa situs
penting yang, seperti makam kyai Kasur dan Nyai Kasur, pura Hindu, Sendang
Depok, bahkan Tuksibeduk yang konon dua situs yang disebutkan terakhir ini
agama yang ditulisnya mengindikasikan tidak pentingnya agama bagi dia. Salah
satu karyanya The Algerians menunjukkan bahwa dia sangatlah tertarik dengan
pengaruh Islam dalam kehidupan orang-orang Algeria. Buku ini ditulisnya ketika
dia sedang melakukan tugas militer dan ketika dia melaksanakan penelitian
yang sangat mempesona dan kaya bagi analsis sosiologis mengingat tradisi-tradisi
Prancis di Afrika Utara. Secara luas dia sangat terpesona dengan para petani disitu
26
KUASA SIMBOLIK TIDUR TANPA KASUR DI DUSUN KASURAN, SEYEGAN, SLEMAN
SAIFUDDIN ZUHRI MA
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Bourdieu mengenai Habitus ranah dan modal. Buku ini menggunakan data buku
yang telah di sebutkan, habitus, ranah, dan modal. Buku ini memang tidak secara
khusus membahas mengenai kajian keagamaan, namun dalam buku ini Bourdieu
penggunaan teori pada level kajian keagamaan. Tentunya sangat banyak sekali
yang menggunakan hanya saja penulis akan menyebutkan beberapa kajian saja
disertasinya yang berjudul “Antara Jamaah dan Partai Politik: Dinamika Habitus
Kader Partai Keadilan Sejahtera dalam Arena Politik Indonesia Pasca Pemilu
2004”. Dalam penelitian ini, Bourdieu digunakan sebagai salah satu cara dalam
27
KUASA SIMBOLIK TIDUR TANPA KASUR DI DUSUN KASURAN, SEYEGAN, SLEMAN
SAIFUDDIN ZUHRI MA
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
PKS pada sisi lunak (soft side) ditampilkan sebagai pertarungan simbolik yang
doxa baru.
Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian akhir master ini adalah bahwa
strategi modal ekonomi yang terjadi di Amuntai adalah pemberian bantuan kepada
Identity in the Late Antiquity menyebutkan bahwa setidaknya terdapat dua cara
28
KUASA SIMBOLIK TIDUR TANPA KASUR DI DUSUN KASURAN, SEYEGAN, SLEMAN
SAIFUDDIN ZUHRI MA
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
dalam memahami hubungan antara heterodoksi dan ortodoksi pada doxa, bahkan
dalam karya Bourdieu sendiri, keduanya bisa dianggap sebagai dua teori yang
baik jika kita melihat dua hal tersebut sebagai model perkembangan yang berbeda
dan berpotensi sebagai model suplemental saja. Berdasarkan pada salah satu
memiliki andil (share) pada doxa, Doxa itu merepresentasikan common ground
dan nilai bersama yang tidak menjadi perdebatan dalam dunia opini. Memang
diperdebatkan pada masa lalu—ortodoksi hari ini keesokan harinya menjadi doxa.
kajian keagamaan. Buku yang terdiri dari 5 bab ini secara mudah menjelaskan
beberapa perangkat teori yang digunakan Bourdieu. Dalam bab 3 misalnya Rey
umum, Rey mengakui bahwa memang sulit menggunakan teori Bourdieu dalam
konteks memahami agama dari sisi positifnya, karena teori Bourdieu termasuk
dalam kategori ilmu kritis yang mencoba mempertanyakan banyak narasi dalam
agama. Kajian mengenai habitus misalnya, menurut Rey menjelaskan banyak hal
Dari semua paparan di atas tampak bahwa tidak ada yang pernah
melakukan penelitian yang serupa dengan disertasi ini. dari beberapa tesis dan
29
KUASA SIMBOLIK TIDUR TANPA KASUR DI DUSUN KASURAN, SEYEGAN, SLEMAN
SAIFUDDIN ZUHRI MA
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Bourdieu, namun objek penelitian Kasuran ini merupakan satu penelitian yang
mempergunakan teori tertentu. Oleh karena itu, di sini penulis kira posisi tegas
telah ada.
F. Metodologi Penelitian
partisipan, dalam beberapa hal, merupakan salah satu metode paling natural dan
dan mengapa perilaku manusia terjadi dalam konteks tertentu (Spradley, 1980:
23).
Tantangan utama dari metode ini adalah bahwa ketika peneliti menjadi
observer partisipan dalam pengertian yang lebih formal, maka ia harus, setidak-
peneliti tidak hanya menjadi pemeran dalam konteks sosial tertentu, tetapi juga
30
KUASA SIMBOLIK TIDUR TANPA KASUR DI DUSUN KASURAN, SEYEGAN, SLEMAN
SAIFUDDIN ZUHRI MA
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
harus mencoba menemukan dan menganalisis beberapa aspek sosial yang tidak
disadari atau tidak dibicarakan secara eksplisit oleh para partisipan (De Walt &
Dalam konteks penelitian sosial, ada beberapa elemen kunci dari metode
manusia yang hendak diteliti. Dalam hal ini, peneliti secara langsung
Dalam konteks penelitian kali ini, peneliti berusaha menjadi insider yang
efisiensinya di lapangan.
31
KUASA SIMBOLIK TIDUR TANPA KASUR DI DUSUN KASURAN, SEYEGAN, SLEMAN
SAIFUDDIN ZUHRI MA
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Kasuran.
1. Membuka kemungkinan untuk pengumpulan data yang lebih luas. Hal ini
data kualitatif di lapangan tentu sangat riskan jika tidak disertai dengan
hendak ditelaah.
alternatif strategis untuk memperoleh data yang lebih dekat dengan fakta.
32
KUASA SIMBOLIK TIDUR TANPA KASUR DI DUSUN KASURAN, SEYEGAN, SLEMAN
SAIFUDDIN ZUHRI MA
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
teori Pierre Bourdieu mengenai kuasa simbolik, habitus, modal, dan field (ranah
atau arena). Penelitian ini juga tidak akan berhenti dengan hanya mempergunakan
teori-teori Bourdieu untuk menganalisis Kasuran, namun lebih dari itu penelitian
G. Sistematika Bahasan
teori, telaah pustaka, dan metodologi penelitian. Bab II adalah menjelajahi dusun
ormas, serta memahami pola kehidupan masyarakat Kasuran. Bahasan pada bab
ini akan fokus pada kajian historis Dusun Kasuran. Kemudian maksud dari
pemetaan warga berdasar agama dan Ormas ini akan berupaya untuk bahan dasar
dalam menjelaskan bab selanjutnya (Bab V). Bab III membahas praktik tidur
tanpa kasur antara arena dan resistensi. Bab ini berisikan beberapa bagian penting
mengenai asal-usul praktik tidur tanpa kasur ini dengan merunutnya dari berbagai
Bab IV Reproduksi Kuasa Simbolik Tidur Tanpa Kasur di Kasuran. Bagian ini
akan memuat mengenai jejak-jejak dan proses produksi dan reproduksi kuasa
Bahasan pada bab ini akan menjawab rumusan masalah yang pertama dan kedua.
Bab ini menjadi semacam pemetaan kasus dan memahami karakteristik pola hidup
33
KUASA SIMBOLIK TIDUR TANPA KASUR DI DUSUN KASURAN, SEYEGAN, SLEMAN
SAIFUDDIN ZUHRI MA
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
34