ABSTRAK
Tujuan penelitian yaitu: 1) mengembangkan model pembelajaran guided discovery yang dipadu dengan
NHT, 2) mengetahui kelayakan model pembelajaran guided discovery yang dipadu dengan NHT, 3)
mengetahui efektifitas model pembelajaran guided discovery yang dipadu dengan NHT pada materi struktur
tumbuhan dan pemanfaatannya dalam teknologi di SMPN 4 Karangayar. Penelitian menggunakan metode
Research And Development (R & D) mengacu pada model Borg, and Gall (1981) yang dimodifikasi menjadi
sembilan tahap. Analisis hasil penelitian menggunakan dua teknik yaitu deskriptif dan kualitatif.Hasil
penelitian meliputi: 1) hasil pengembangan model pembelajaran paduan antara guided discovery dengan
NHT yaitu model Numbered Team in Guided Discovery (NTGD). Model NTGD memiliki lima unsur utama
model pembelajaran yaitu adanya sintak, sistem sosial, sistem pendukung, peran guru dan siswa, dampak
instruksional dan dampak pengiring. Sintak NTGD meliputi tahap Nomori, Amati, Pertayaan, Kumpulkan,
Tim diskusi, Luaskan, dan Simpulkan (NAPAKTILAS), 2) hasil pengembangan berupa model NTGD
disertai dengan perangkat pembelajaran, LKS, dan materi ajar berdasarkan validasi dari ahli dan praktisi
layak digunakan, 3) model NTGD efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Keefektifan model
ditunjukkan oleh perbedaan yang signifikan dari rerata hasil belajar antara kelas penerapan model NTGD
lebih baik dibanding kelas existing lerning. Perbedaan hasil belajar kelas model pada ranah afektif dalam
sikap bekerjasama, teliti, disiplin, tanggungjawab dan inovatif lebih baik dibandingkan dengan kelas existing
lerning; hasil belajar ranah kognitif pada kelas implementasi model NTGD memperoleh 79,36 dan kelas
existing learning64,75; ranah psikomotor kelas implementasi model memperoleh 95,96 dan kelas existing
learning79,36.
Kata kunci: guided discovery, NHT, Numbered Team Guided in Discovery (NTGD), research and
development (R&D), hasil belajar
87
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 4, No. 4, 2015 (hal 87-99)
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sains
Pembelajaran sains tidak cukup hanya analisis hasil Ujian Nasional Tahun Pelajaran
dengan penyampaian informasi dari guru ke 2012/2013 menunjukkan bahwa SMP N 4
siswa, tetapi siswa juga diharapkan dapat Karanganyar menduduki peringkat ke-20 dari
memahami proses terjadinya fenomena 76 sekolah, dengan rata-rata nilai UN IPA
melalui berbagai kegiatan seperti 6,82 (BSNP, 2012a; BSNP, 2013b).
pangamatan, percobaan, penemuan dan Salah satu nilai Kompetensi dasar yang
diskusi. Melalui pembelajaran sains siswa patut mendapat perhatian adalah Materi
juga akan ditanamkan sikap ilmiah dan Struktur dan Fungsi Jaringan/ Organ pada
kecakapan menggunakan teknologi yang Tumbuhan yang memperoleh nilai persentase
berkembang di sekitar mereka. Proses 54,21% pada tahun pelajaran 2011/2012 dan
pembelajaran sains di sekolah tidak akan 64,98% pada tahun pelajaran 2012/2013.
lepas dari penggunaan model pembelajaran. Mengacu pada rendahnya persentase pada
Model pembelajaran yang digunakan memuat standar proses dan hasil ujian nasional, maka
empat komponen yaitu produk, proses, sikap dilakukan observasi lanjutan di SMP N 4
dan teknologi. Selain mengacu kepada Karanganyar. Hasil observasi menunjukkan
keempat komponen, model pembelajaran bahwa kegiatan pembelajaran di kelas lebih
sains juga memberikan proses pengalaman sering dilakukan dengan ceramah
belajar (kebermaknaan) pada materi ajar. menggunakan powerpoint dari guru yang
Keberhasilan siswa dalam menguasai dilanjutkan dengan diskusi dan presentasi.
materi pelajaran salah satumya dipengaruhi Selain observasi dilakukan juga
dari kecakapan guru dalam memilih dan pemberian kuisioner, angket dan wawancara
menggunakan model pembelajaran pada pada guru dan siswa. Hasil kuisioner yang
suatu materi. Supriyono (2011) menyakan telah dilakukan kepada guru menyatakan
bahwa model pembelajaran ialah pola yang bahwa kegiatan pembelajaran IPA di sekolah
digunakan sebagai pedoman dalam telah berjalan sesuai dengan rencana. Metode
merencanakan pembelajaran di kelas maupun yang sering digunakan adalah metode
tutorial. Kesesuaian model pembelajaran ceramah, diskusi dan presentasi. Walaupun
dengan materi ajar akan mendukung begitu guru mengutarakan beberapa
keberhasilan siswa dalam memahami materi kelemahan model yang digunakan selama ini
yang diajarkan (Nuryani, 2005). Model yaitu siswa yang kurang aktif dan alokasi
pembelajaran hendaknya tidak hanya waktu yang terbatas. Guru mengaku jarang
berpusat pada guru (teacher centered), menggunakan model pembelajaran yang
namun juga melibatkan siswa secara aktif inovatif untuk proses belajar mengajar di
dalam proses pembelajaran (student kelas dengan alasan keterbatasan waktu.
centered) (Depdiknas, 2006 ). Tanggapan siswa terhadap model yang
Model pembelajaran dalam kaitannya selama ini digunakan oleh guru adalah baik.
dengan Standar Nasional Pendidikan Hasil wawancara dengan siswa menunjukkan
merupakan bagian dari Standar Proses atau bahwa metode atau strategi yang digunakan
Standar 2 dari delapan standar yang telah pada saat proses pembelajaran adalah
ditetapkan oleh BSNP. Berdasarkan hasil ceramah, diskusi dan presentasi. Siswa
observasi Delapan Standar Nasional kadang-kadang merasa bosan dengan proses
Pendidikan di SMP N 4 Karanganyar pada pembelajaran yang monoton dan
tahun 2013, diperoleh selisih antara skor mengharapkan model pembelajaran yang
ideal dengan skor perolehan yaitu 2,31%. bervariasi. Siswa mengaku jarang melakukan
Selisih pada standar proses merupakan selisih praktikum di laboratorium karena biasanya
terbayak dibanding ke tujuh standar yang guru memilih praktikum yang sederhana
lain. Berdasarkan analisis hasil Ujian tanpa menggunakan laboratorium. Siswa juga
Nasional Tahun Pelajar 2011/2012 pernah diajak untuk melakukan observasi di
menunjukkan bahwa SMP N 4 Karanganyar luar kelas pada saat proses pembelajaran IPA.
menduduki peringkat ke-40 dari 76 sekolah Guru mengharapkan adanya
dengan rata-rata nilai UN IPA 6,75 yang pengembangan model yang dapat digunakan
masih di bawah nilai rata-rata kota/kab, pada pelajaran IPA yang melibatkan
provinsi dan nasional. Sedangkan untuk eksperimen dan pratikum. Guru juga
88
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 4, No. 4, 2015 (hal 87-99)
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sains
mengharap pengembangan model tersebut learning merupakan salah satu metode yang
mampu mengakomodasi ranah kognitif, memungkinkan para anak didik terlibat
afektif dan psikomotor. Selain sesuai dengan langsung dalam kegiatan belajar mengajar,
ranah pengetahuan siswa, pengembangan sehingga mampu menggunakan proses
model yang simpel, efisien dan efektif juga mentalnya untuk menemukan suatu konsep
dibutuhkan sehingga dapat diaplikasikan atau teori yang sedang dipelajari. Tahapan
dalam prsoses pembelajaran yang memiliki pembelajaran Guided discovery meliputi
waktu terbatas. Model juga diharapkan tidak stimulation (stimulai), problem statment
hanya meningkatkan hasil belajar namun juga (penetapan masalah), data collecting
berpotensi mengembangkan kemampuan- (pengumpulan data), data proessesing
kemapuan siswa yang menunjang (pemrosesan data), verification (verifikasi)
pembelajaran sains seperti berpikir ilmiah dan generalization (menyimpulakan).
dan keterampilan proses sains. Guided discovery efektif digunakan
Salah satu pembelajaran inovatif yang dalam pembelajaran karena memuat dua
dapat digunakan pada meteri struktur kriteria penting dalam pembelajaran aktif,
tumbuhan adalah model pembelajaran yaitu membangun pengetahuan untuk
berbasis konstruktivis salah satunya adalah membentuk pemahaman tentang informasi
guided discovery atau penemuan terbimbing. baru dan mengontegrasikan pengetahuan
Berdasarkan penelitian guided discovery baru dengan pengetahuan awal siswa
dapat membangkitkan motivasi belajar sehingga terbentuk pengetahuan yang tepat
(Lavine, 2005), hasil belajar (Eva, 2013), (Mayer, 2009). Namun dalam penerapannya
kemampuan berpikir (Candra, 2012; Ali, guided discovery masih memiliki
2013), kemampuan memecahkan masalah kekurangan. Menurut Bonwell (1998) dan
(Nastiti, 2012), kemandirian, kemapuan Muhammad (2012) kekurangan tersebut
mengingat (Akinbobola & Afolabi, 2010) adalah belajar menggunakan discovery
serta pemahaman konsep-konsep tentang learning tidak akan menyelesaikan materi
sains (Bambang & Anwar, 2009; Akanmu & hingga akhir pertemuan, belajar penemuan
Fejenidagba, 2013). Pembelajaran berbasis akan memerlukan persiapan yang banyak dan
penemuan terbimbing atau Guided discovery memakan waktu, ukuran kelas yang terlalu
memberikan siswa kesempatan untuk besar atau terlalu kecil tidak sesuai dengan
menemukan sendiri fakta dan konsep tentang strategi ini.
hasil eksperimen. Selain kekurangan yang telah
Konsep dibelakang pendekatan diutarakan oleh Bonwell, kegiatan
penemuan adalah bahwa motivasi siswa pengembangan sikap sosial dalam guided
untuk belajar IPA akan meningkat apabila discovery kurang terfasilitasi. Padahal
siswa mempunyai pengalaman seperti yang melalui pembelajaran sosial atau kooperatif
dialami para peneliti ketika menemukan memberikan mekanisme penting untuk
sendiri temuan ilmiah (Dettrick dalam perkembangan peserta didik. Supriyono
Nuryani, 2005). Menurut Nuryani (2005) (2011) mengungkapkan keterlibatan dengan
apabila dalam suatu proses pembelajaran orang lain akan membuka kesempatan bagi
digunakan pendekatan penemuan berarti mereka mengevaluasi dan memperbaiki
dalam kegiatan belajar mengajar siswa diberi pemahaman.
kesempatan untuk menemukan sendiri fakta Pengabungan model ataupun
dan konsep tentang penemuan ilmiah. pendekatan dapat dilakukan untuk
Penemuan ilmiah tersebut tidak hanya mendapatkan kesuksesan dalam
menemukan fenomena atau temuan baru, merealisasikan pembelajaran untuk
namun siswa diarahkan untuk melakukan mencapau tujuan yang diinginkan (Passerini
kegiatan yang secara langsung berhubungan dan Granger, 1999). Salah satu alternatif
dengan hal yang akan ditemukan karena pada yang dapat dilakukan adalah memadukan
umumnya materi ajar sudah ditentukan oleh guided discovery dengan model pembelajaran
guru. berbasis kooperatif. Latar belakang pemilihan
Muhammad (2012) berpadangan pendekatan kooperatif diharapkan proses
bahwa discovery strategy atau discovery belajar mengajar akan lebih baik dalam
89
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 4, No. 4, 2015 (hal 87-99)
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sains
pengelolaan waktu dan struktur kelas yang dan mengemas jawaban mereka dalam
tadinya kompetitif individual akan menjadi bentuk presentasi dan diakhiri dengan
kooperatif. Pengelolaan proses belajar dari penyimpulan jawaban secara bersama-sama
segi waktu maupun siswa memiliki potensi dengan bimbingan guru.Melalui
untuk dapat dimanajemen dengan baik. Salah pengembangan dan implementasi model yang
satu model pembelajaran berbasis kooperatif tepat diharapkan dapat meningkatkan hasil
yang dinilai mampu meminimalisisr belajar siswa pada materi Struktur tumbuhan
kekuarangan dari guided discovery adalah dan pemanfaatannya dalam teknologi.
Numbered head together yang biasa dikenal
dengan NHT. Metode Penelitian
Latar belakang pemilihan NHT karena Penelitian ini dilaksanakandi SMPN 4
kelebihan dari model ini dinilai memiliki Karanganyar. Waktu pelaksanaan di semester
potensi untuk dapat meminimalkan I Tahun Pelajaran 2014/2015. Jenis penelitian
kekurangan dari guided discovery.NHT adalah penelitian dan pengembangan dari
memberikan kesempatan yang sama pada Barg and Gall (research and development)
siswa yang memiliki prestasi rendah maupun (Emzir 2012), dalam penelitian ini hanya
tinggi untuk mengutarakan jawaban (Kagan, digunakan hingga tahap ke 9.
2009; Daniel, 2013). Menurut Suproyono Tahap penelitian dan pengembangan
(2011) dengan penggunaan model NHT guru ini adalah: 1) Melakukan penelitian
memberikan kesempatan siswa untuk pendahuluan dan pengumpulan informasi
berdiskusi sehingga terjadi pertukaran (research and information collecting), 2)
pengetahuan antara siswa yang memiliki Merencanakan (planning), 3)
prestasi tinggi, rendah maupun sedang, Mengembangkan produk awal (develop
seluruh siswa dalam kelompok juga preliminary form of product), 4) Validasi
diharuskan memahami dan mengusai materi produk (preliminary field testing),5). Revisi
serta jawaban dari pertanyaan yang diberikan produk awal (main product revision), 6) Uji
oleh guru, pada akhir pembelajaran tiap coba lapangan terbatas (main field testing),7)
kelompok dapat mempresentasikan hasil Revisi produk II (operational product
diskusi mereka di depan kelas, sehingga revision),8) Uji lapangan operasional
dapat terjadi pertukaran informasi antar (operational field testing), dan 9) Revisi
kelompok.Penilitian Daniel (2013) produk akhir (final product revision).
mengungkapkan bahwa penggunaan NHT Teknik pengumpulan data yang
lebih efektif digunakan daripada digunakan adalah angket untuk analisis
pembelajaran individual. NHT membuat kebutuhan, validasi ahli, praktisi, uji skala
siswa merasa lebih nyaman dan lebih banyak terbatas, dan uji lapangan operasional.
melibatkan siswa dalam proses pembelajaran. Lembar observasi untuk hasil belajar sikap,
Berdasarkan kelebihan dan kekurangan keterampilan, dan keterlaksanaan sintaks.
masing-masing model pembelajaran maka Wawancara untuk analisis kebutuhandan uji
perlu dikembangkan suatu model lapangan operasional. Tes untuk hasil belajar
pembelajaran inovatif yang tidak hanya pengetahuan. Instrumen dalam penelitian
memberikan kesempatan siswa untuk terdiri atas dua yaitu: instrumenpelaksanaan
memperoleh pengetahuaannya melalui penelitian dan instrumen pengambilan data.
pengamatan, namun juga memfasilitasi Instrumen yang dibuat divalidasi ahli dan
mereka untuk saling berintaraksi dengan praktisi sebelum digunakan dalam penelitian.
siswa lain melaui kegiatan diskusi, Instrumen pelaksanaan penelitian terdiri dari
pengamatan, eksperimen, pemecahan silabus, RPP, materi ajar dan instrumen
masalah bersama dan presentasi. Model penilaian kognitif, afektif, dan psikomotor.
pembelajaran yang dikembangkan dari model Instrumen pengambilan data terdiri dari
guided discovery yang dipadu dengan angket kebutuhan untuk kepala sekolah, guru,
Numbered Head Together (NHT) akan dan siswa, serta angket penilaian model.
mengakomodasi kegiatan pengamatan dan Instrumen tes pengetahuan dilakukan uji coba
penemuan yang dilakukan oleh siswa, untuk mengetahui validitas, realibilitas, daya
mengarahkan siswa untuk melakukan diskusi
90
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 4, No. 4, 2015 (hal 87-99)
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sains
beda, dan taraf kesukaran dari soal tes unsur utama model pembelajaran, model
pengetahuan. NTGD memiliki lima unsur utama model
Data analisis kebutuhan dianalisis pembelajaran yaitu adanya sintak, sistem
secara kualitatif. Data penilaian ahli dan sosial, Prinsip rekasi, sistem pendukung,
praktisi mengenai model guided discovery dampak instruksional dan dampak pengiring
yang dipadu dengan NHT skor diubah serta peran guru dan siswa.
menjadi data kualitatif berskala empat. Pada 1. Sintaks pembelajaran yang dikembangkan
uji skala kecil dilakukan pemberian angket. merupakan perpaduan dari model
Hasil angket diubah menjadi skala empat. pembelajaran dan NHT menghasilkan7
Data uji coba lapangan terdiri dari tahapan sintaks yaitu:. Nomori, Amati,
hasil keterlaksanan sintak, hasil belajar Pertanyaan, Kumpulkan, Tim Diskusi,
kognitif, afektif, dan psikomotor serta Luaskan dan
penilaian terhadap model. Hasil Simpulakan(NAPAKTILAS).Penggabung
keterlaksanaan sintak dihitung berdasarkan an sintak dapat diamati pada tabel .
hasil observasi. Hasil uji coba lapangan untuk Tabel 1. Penggabungan Sintak Model guided
hasil belajar afektif dihitung berdasarkan discovery dengan Model NHT
nilai rata-rata observasi, penilaian diri dan Sintak Guided Sintak
Sintak NTGD
Discovery NHT
penilaian antar teman untuk masing-masing Numbering
sikap. Hasil belajar kognitif dihitung (Numbering) (pemberian
berdasarkan hasil uji kompetensi kemudian Nomori nomor
dilakukan uji prasyarat untuk mengetahui siswa)
normalitas dan homogenitas data hasil belajar Stimulation (Stimulation
yang dilanjutkan dengan uji non parametrik (memberikan melalui
dengan mann whitney u test. Hasil belajar gambaran pengamatan)
awalan) Amati
psikomotor dihitung berdasarkan nilai rata-
rata hasil observasi kemudian dilakukan uji Problem (Problem Questioning
prasyarat untuk mengetahui normalitas dan statment statmen + (Pengajuan
homogenitas data hasil belajar yang (Menetapkan Questioning) pertanyaan)
dilanjutkan dengan uji non parametrik masalah) Pertanyaan
dengan mann whitney u test.Hasil penilaian Data collection (Data
terhadap model berdasarkan angket yang (mengumpulkan Collection)
diubah menjadi skala empat serta hasil data) Kumpulkan
wawancara yang disajikan secara deskriptif. Think
(Data
together
Data prosessing Prosessing +
(siswa
(mengolah data) Think together)
Hasil penelitian dan Pembahasan Tim diskusi
berpikir
A. Pengembangan model pembelajaran bersama)
guided discovery yang dipadu dengan Verification (Verification+
Answering
(pengujian Answering)
NHT (menjawab)
jawaban) Luaskan
Pengembangan model pembelajaran
model pembelajaran guided discovery yang Generalization
(Generalization)
(penarikan
dipadu dengan NHT adalah model Numbered kesimpulan)
Simpulkan
Team in Guided Discovery (NTGD). Model
NTGD dikembangkan berdasarkan analisis
2. Sistem sosial dari model NTGDadalah
kebutuhan dan kajian teori. Pengembangan
memfasilitasi interaksi siswa dengan
model dilakukan dengan menganalisis
teman dalam kelompok atau lain
kelebihan dan kekurangan model
kelompok sehingga sistem kerjasama
pembelajaran guided discovery dan model
antar siswa dapat terbentuk. Selain itu
NHT. Model NTGD dikembangkan
model NTGD juga mengarahkan interaksi
berdasarkan pandangan konstruktivis yang
antara guru dengan siswa selama
didukung oleh teori proses kognitif Piaget
pembelajaran berlangsung.
dan teori pembelajaran sosial Vygotsky, dan
3. Prinsip reaksi dalam model NTGD adalah
teori penemuan Jarome Bruner. Sesuai
pemberian masalah oleh guru dimana
dengan Joice et al (2000) mengenai lima
siswa diminta untuk memecahkan
91
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 4, No. 4, 2015 (hal 87-99)
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sains
92
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 4, No. 4, 2015 (hal 87-99)
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sains
JUMLAH SISWA
Pertemuan 5 100 100 20
Jumlah 471,42 428,55
Rata-rata 94,28 85,71 15
10 11
8 7
Tabel 5 menunjukan nilai 5
keterlaksanaan sintaks pembelajaran guru 2 2
0 0 0
dan siswa yang diperoleh dari lima kali kurang cukup baik sangat baik
pertemuan. Rerata yang diperoleh aktivitas
guru pada pertemuan I adalah 85,71, Gambar 1. Perbandingan nilai sikap gotong-royong
pada kelas model dan kelas existing learning
sedangkan siswa memperoleh 71,42.
Aktivitas guru pertemuan II adalah 100, 25
23
sedangkan aktivitas siswa adalah 71,42. 20
Aktivitas guru pertemuan III adalah 100, dan
JUMLAH SISWA
siswa memperolah 100, pertemuan 4 aktivitas 15
14
guru memperoleh 85,71 dan aktifvitas siswa
10
memperoleh 85,71. Terakhir pertemuan ke 5
aktivitas guru memperoleh 100 dan siswa 5 6
4 4
memperoleh 85,71. Rata-rata keterlaksanaan 1
0 0
sintak baik guru maupun siswa menunjukkan
kurang cukup baik sangat
sintak dapat dilaksanakan dengan sangat baik
baik.
Gambar 2. Perbandingan nilai sikap Teliti pada kelas
2. Hasil belajar afektif model dan kelas existing learning
Hasil belajar afektif siswa dinilai untuk
mengetahui pencapaian afektif yang aspek 20
19
dan indikator telah disesuaikan dengan tujuan
penelitian. Hasil afektif yang dinilai adalah 15
JUMLAH SISWA
royong
20
Teliti 23 14 4 4 1 6 - 4
15
Disiplin 19 13 7 8 - 6 2 1
10 12
10
Tanggung 6
jawab
26 12 2 10 - 6 - - 5
0 2
Inovatif 25 12 3 5 - 10 - 1 0 0 0
kurang cukup baik sangat
baik
Keterangan :
SB : Sangat baik M : Kelas model NTGD Gambar 4. Perbandingan nilai sikap Tanggungjawab
B : Baik EL : Kelas Existing Learning pada kelas model dan kelas existing learning
C : Cukup
K : Kurang
93
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 4, No. 4, 2015 (hal 87-99)
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sains
20 2009).
15 Beberapa kajian telah menemukan
12 bahwa ketika siswa bekerja bersama-sama
10 untuk meraih sebuah tujuan kelompok,
5 1
5 membuat mereka mengekspresikan norma-
3
0 0 0
norma yang baik dalam melakukan apapun
kurang cukup baik sangat yang diperlukan untuk keberhasilan
baik kelompok (Deutch, 1945; Thomas, 1975).
Gambar 5. Perbandingan nilai sikap Inovatif pada kelas Sejalan dengan kajian di atas, penelitian dari
model dan kelas existing learning Daniel (2013) mengungkapkan bahwa
pembelajaran dengan struktur kooperatif
Berdasarkan tabel 6menunjukkan melalui model NHT dapat meningkatkan
bahwa rata-rata nilai afektif siswa pada kelas semangat serta motivasi siswa untuk belajar.
model lebih tinggi dibandingkan dengan Pembelajaran dengan NTGD yang berbasis
kelas existing learning.Data nilai afektif penemuan mengarahkan siswa untuk dapat
kelas model dan kelas existing learning belajar dengan mandiri secara bertahap.
selanjutnya diuji prasyarat parametrik yaitu Akinbobola dan Affolabi (2010)
uji homogenitas dan normalitas sebelum mengungkapkan bahwa pembelajaran dengan
dilakukan uji lanjut untuk mengetahui penemuan terbimbing akan mampu
keefektifan model NTGD terhadap hasil mengarahkan siswa untuk belajar secara
belajar afektif siswa. Hasil uji homogenitas mandiri dan menigkatkan motivasi siswa
dan normalitas dapat dilihat pada Tabel 7. dalam belajar (Akanmu & Fejinedagba,
Tabel 7. Uji prasyarat parametrik 2013). Selain itu kegiatan pembelajaran
Uji yang Jenis uji sig kesimpulan dengan basis penemuan meningkatkankan
dilakukan
a. Uji Kolmogorof kemampuan siswa dalam
Normalitas Smirnov mengkomunikasikan konsep (Udo, 2010).
0,042 Data kelas
Kelas Model (<0,05) model tidak
3. Hasil belajar kognitif
Ho diterima berdistribusi Data hasil belajar kognitif diperoleh
Kelas
0,200 normal& dari nilai ujian akhir bab. Perbandingan nilai
(>0,05) kelas EL
Existing
Ho ditolak berdistribusi kognitif siswa kelas modul, kelas model dan
learning
normal kelas existing learning dapat dilihat pada
b. Uji Levene 0,101 tidak Tabel dan serta data selengkapnya dapat
Homogentas Statistic (>0,05) homogen
Ho ditolak dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Perbandingan Nilai Kognitif Kelas Modul,
Model dan Existing learning
Data nilai afektif kelas model dan
Perbandingan
kelas Existing learningselanjutnya dilakukan Kelas Rata- Nilai Nilai
uji lanjut yaitu Uji Nonparametrik.Hasil uji Rata Maksimum Minimum
nonparametrik dengan Mann-Whitney U Test Modul 82,12 100,00 58,00
dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil uji uji nonparametrik dengan Mann- Model 79,36 95,00 65,00
Whitney U Test Existing
64,75 83,00 50,00
Variabel Z Sig Kesimpulan learning
Kelas (model -1,852 0,044(<0,05) Ada
dan existing Ho ditolak perbedaan
learning )
94
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 4, No. 4, 2015 (hal 87-99)
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sains
95
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 4, No. 4, 2015 (hal 87-99)
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sains
96
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 4, No. 4, 2015 (hal 87-99)
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sains
97
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 4, No. 4, 2015 (hal 87-99)
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sains
Akinbobola & Afolabi. 2010. Constructivist Dorin, D. 2008. Integration of Guided Discovery
practices through guided discovery in the Teaching of Real Analisis. Paper
approach: The effect on students’ cognitive The University of Arizona USA.
achievement in Nigerian senior secondary Emzir. 2012. Metodologi Penelitian Pendidikan:
school physics. Eurasian Journal Physcal Kualitatif dan Kuantitatif. Jakarta : Raja
Chemistry Education, 2(1):16-25. Grafindo Persada.
Ali, G. 2013. Studying the Effect of Guided Eva, A. 2013. Pengembangan LKS Terstruktur
Discovery Learning on Reinforcing The Berbasis Guided Discovery Learning
Creative Thingking of Sixth Grade Girl (Penemuan Terbimbing) pada Pokok
Student in Qom during 2012-2013 Bahasan Bangun Ruang Sisi Datar Kelas
Academic Year. Journal of Applied Sciece VII Semester 2 SMP Negeri 2 Margorejo.
and Agriculture, 8(5): 576-584. Skripsi IKIP PGRI Semarang.
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2012. Joyce, C. 2002. Discovery Learning for the 21st
Laporan Hasil Ujian Nasional SMP/MTs Century: What is it and how does it
Tahun Pelajaran 2011/2012. Jakarta: Pusat compare to traditional learning
Penilaian Pendidikan BALITBANG in effectiveness in the 21st Century?.
KEMENDIKBUD Paper Valdosta State University.
. 2013. Laporan Hasil Ujian Nasional SMP/MTs Kagan, S. & Kagan, M. 2009. Kagan Cooperative
Tahun Pelajaran 2012/2013. Jakarta: Pusat Learning. San Clemetente, CA: Kagan
Penilaian Pendidikan BALITBANG Publishing.
KEMENDIKBUD Kelly, S.C. 2006. Discovery Learning VS
Bambang, S., dan Anwar, S. 2009. Traditional Instruction in Secondary
Pengembangan Model Pembelajaran Science Classroom. Paper SED 690.
Discovery Learning Ilmu Pendidikan Lavine, R.A. 2005. Commentary : Guided
untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Discovery Learning with Videotaped Case
Pendidikan Mahasiswa PGSD FIP UNY. Presentation in Neurobiology. Department
Jurnal Penelitian Ilmu Pendidikan 2(1): of Pharmacologi & Physioclogy JIAMSE,
54. 15: 4-7.
Bonwell, C.C. 1998. Active Learning : Energizing Mayer, R.E. 2004. Should There Be a Three-
The Class Room. Green Mountain Falls, Strikes Rule Against Pure Discovery
Co : Active Learning Workshop. Learning?: The Case for Guided Methods
Borg & Gall. 1983. Education Research an of Instruction. American Psychologist
Introduction. New York & London: Journal 59(1): 14-19.
Longman Inc Choksy. Muhammad, T.I. 2012. Pembelajaran Discovery
Candra E.P., Sunyoto E.N., & Wiyanto. 2012. Strategi & Mental Vacational skill.
Penerapan Model Pembelajaran Guided Yogyakarta : Diva Press.
Discovery pada Materi Pamantulan Nuryani R. 2005. Strategi Belajar Mengajar
Cahaya untuk Meningkatkan Berpikir Biologi. Malang : Universitas Negeri
Kritis. Unnes Physics Educational Malang.
Journal, 1(1): 26-32. Nastiti, S., Antonius,. & Woro, S. 2012.
Dahar, R.W. 2011. Teori-Teori Belajar dan Efektifitas Model Pembelajaran Guided
Pembelajaran. Jakarta : Erlangga. Discovery Learning terhadap Kemampuan
Daniel, P.B. 2003. The Effect of Implementing Memecahkan Masalah Kimia. Chemistry
The Cooperative Learning Struture, in Education 2(1): 49-55.
Numbered Head Together, in Chemestry Ostrovsky, B., Poole, P.H., & Sciortino, F. 1991.
Classes at a Rural, Low Performing High Learning Science Through Guided
School. The Interdeparmental Program in Discovery: Liquid Water and Molecular
Natural Sciences. Lousiana State Networks. Elsevier Science Publishers
University. B.V. Physica A, 177: 281-293
Depdiknas, 2006. Model Pembelajaran Terpadu Passerini, K & Granger, M. J. 2000. A
IPA SMP/MTs/SMP LB. Jakarta: Pusat Development Model for Distance Learning
Kurikulum Balitbang Diknas using The Internet. Journal Computer and
Deutc, M. 1949. A Theory of Cooperation and Education, 34: 1-15.
Competition. Human Relation, 2: 129-152 Reni, R.F. 2011. Penerapan Model Pembelajaran
Direktotat Tenaga Kependidikan. 2008. Strategi NHT (Numbered Head Together) dengan
Pembelajaran MIPA. Jakarta: Dikjen pendekatan SAVI dalam Meningkatkan
PMPTK. Hasil Belajar TIK Siswa. Skripsi FPMIPA
UPI.
98
JURNAL INKUIRI
ISSN: 2252-7893, Vol 4, No. 4, 2015 (hal 87-99)
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sains
99