Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama kebutaan dan
ganguan penglihatan di seluruh dunia. Kebanyakan gangguan penglihatan ini dapat
dicegah, namun hanya bila diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini dan diobati
secara memadai.1
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui berkas
cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform,
avaskuler dan deturgenses. Deturgenses, atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea,
dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel
dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan cedera
kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan
sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya,
cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea yang akan
menghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata
prakornea berakibat film air mata menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung
adalah faktor-faktor yang menarik air dari stroma kornea superfisial untuk
mempertahankan keadaan dehidrasi.1
Ulkus kornea dapat terjadi akibat adanya trauma pada oleh benda asing, dan
dengan air mata atau penyakit yang menyebabkan masuknya bakteri atau jamur ke dalam
kornea sehingga menimbulkan infeksi atau peradangan. Ulkus kornea merupakan luka
terbuka pada kornea. Keadaan ini menimbulkan nyeri, menurunkan kejernihan
penglihatan dan kemungkinan erosi kornea.2
Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya infiltrat
supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea dapat terjadi dari
epitel sampai stroma. Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan
cepat untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi berupa descematokel,
perforasi, endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus kornea yang sembuh akan menimbulkan
kekeruhan kornea dan merupakan penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia.2
Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata sebab
kelainan ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama kebutaan. Kekeruhan
kornea ini terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa bakteri, jamur, dan
virus dan bila terlambat didiagnosis atau diterapi secara tidak tepat akan mengakibatkan
kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut yang luas.2
Insiden ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 juta per 100.000 penduduk di
Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena
trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya.3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA


Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan kristal
sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lengkung melingkar
pada persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal
0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm dari anterior ke
posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang
bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran
Descement, dan lapisan endotel. Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea.
Kornea merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Kalau
kornea udem karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat
menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo.1

Gambar 1. Anatomi Kornea


Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:
a. Lapisan epitel
i. Tebalnya 50 µm , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng.
ii. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong kedepan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel
basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel polygonal
didepannya melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini menghambat
pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier.
iii. Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila
terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.
iv. Epitel berasal dari ectoderm permukaan.
b. Membran Bowman
i. Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
ii. Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.
c. Jaringan Stroma
i. Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang sejajar satu dengan
yang lainnya, Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang dibagian
perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen
memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.Keratosit
merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak diantara serat
kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen
dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
d. Membran Descement
i. Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea
dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.
ii. Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal
40 µm.
e. Endotel
i. Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40  m.
Endotel melekat pada membran descement melalui hemidosom dan zonula
okluden.4

Gambar 2. Corneal Cross Section


Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke
dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya.
Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara. Daya regenerasi saraf sesudah
dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.4
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour aquous,
dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari atmosfir.
Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam, avaskularitasnya dan
deturgensinya.1
II. DEFINISI 2,4
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian
jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea
bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai
stroma.

III. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada penyebabnya. Insidensi ulkus
kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia, sedangkan predisposisi
terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak, dan
kadang-kadang tidak di ketahui penyebabnya. Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah
dilaporkan pada tahun 1879 tetapi baru mulai periode 1950 keratomikosis diperhatikan.
Banyak laporan menyebutkan peningkatan angka kejadian ini sejalan dengan peningkatan
penggunaan kortikosteroid topikal, penggunaan obat imunosupresif dan lensa kontak.
Singapura melaporkan selama 2.5 tahun dari 112 kasus ulkus kornea 22 beretiologi
jamur. Mortalitas atau morbiditas tergantung dari komplikasi dari ulkus kornea seperti
parut kornea, kelainan refraksi, neovaskularisasi dan kebutaan. Berdasarkan kepustakaan
di USA, laki-laki lebih banyak menderita ulkus kornea, yaitu sebanyak 71%, begitu juga
dengan penelitian yang dilakukan di India Utara ditemukan 61% laki-laki. Hal ini
mungkin disebabkan karena banyaknya kegiatan kaum laki-laki sehari-hari sehingga
meningkatkan resiko terjadinya trauma termasuk trauma kornea.3

IV. PATOFISIOLOGI
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam
perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan
seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di
permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera
mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan
sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama
bila letaknya di daerah pupil. 5
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera
datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan
kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja
sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat
dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari
sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan
timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-
batas tak jelas dan permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan
timbullah ulkus kornea.6
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea baik
superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga
diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior) pada kornea
dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang
dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea
merupakan fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh
iris. 1
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut. Infiltrat
sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini menyebar kedua
arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan superficial maka
akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi
sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat
baru yang akan menyebabkan terjadinya sikatrik.5

V. ETIOLOGI 1,4,5,6
a. Infeksi
 Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies
Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus
berbentuk sentral. Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret
yang keluar bersifat mukopurulen yang bersifat khas menunjukkan infeksi
P aeruginosa.
 Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,
Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.
 Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk
khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang
bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk
disiform bila mengalami nekrosis di bagian sentral. Infeksi virus lainnya
varicella-zoster, variola, vacinia (jarang).
 Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air
yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi
kornea oleh acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada
pengguna lensa kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam
buatan sendiri. Infeksi juga biasanya ditemukan pada bukan pemakai lensa
kontak yang terpapar air atau tanah yang tercemar.

b. Noninfeksi
 Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik
dan organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi
pengendapan protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi
maka tidak bersifat destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat
superfisial saja. Pada bahan alkali antara lain amonia, cairan pembersih
yang mengandung kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat akan
terjadi penghancuran kolagen kornea.
 Radiasi atau suhu
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang akan
merusak epitel kornea.
 Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca
yang merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan
defisiensi unsur film air mata (akeus, musin atau lipid), kelainan permukan
palpebra atau kelainan epitel yang menyebabkan timbulnya bintik-bintik
kering pada kornea. Pada keadaan lebih lanjut dapat timbul ulkus pada
kornea dan defek pada epitel kornea terpulas dengan flurosein.
 Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan
vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan
ganggun pemanfaatan oleh tubuh.
 Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya; kortikosteroid,
IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan imunosupresif.
 Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
 Pajanan (exposure)
 Neurotropik

c. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)


 Granulomatosa wagener
 Rheumathoid arthritis

VI. KLASIFIKASI 1,6


Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:
1. Ulkus kornea sentral
a. Ulkus kornea bakterialis
b. Ulkus kornea fungi
c. Ulkus kornea virus
d. Ulkus kornea acanthamoeba
2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
c. Ulkus cincin (ring ulcer)

Ulkus Kornea Sentral

a. Ulkus Kornea Bakterialis


Ulkus Streptokokus : Khas sebagai ulcus yang menjalar dari tepi ke arah tengah
kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram dengan tepi
ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan menyebabkan perforasi
kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok pneumonia.
Ulkus Stafilokokus : Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putik kekuningan
disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila tidak diobati secara
adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai edema stroma dan infiltrasi sel leukosit.
Walaupun terdapat hipopion ulkus seringkali indolen yaitu reaksi radangnya minimal.
Ulkus Pseudomonas : Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea.
ulkus sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea. Penyerbukan ke dalam
dapat mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu 48 jam. gambaran berupa ulkus yang
berwarna abu-abu dengan kotoran yang dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-kadang
bentuk ulkus ini seperti cincin. Dalam bilik mata depan dapat terlihat hipopion yang
banyak.

Gambar 3.a Ulkus Kornea Bakterialis Gambar 3.b Ulkus Kornea


Pseudomonas

Ulkus Pneumokokus : Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang dalam.
Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga memberikan gambaran
karakteristik yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus terlihat dengan infiltrasi sel yang penuh
dan berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran ulkus sangat cepat dan sering terlihat
ulkus yang menggaung dan di daerah ini terdapat banyak kuman. Ulkus ini selalu di
temukan hipopion yang tidak selamanya sebanding dengan beratnya ulkus yang
terlihat.diagnosa lebih pasti bila ditemukan dakriosistitis.
b.. Ulkus Kornea Fungi
Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai beberapa
minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini.
Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang agak
kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti bulu pada bagian
epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran di bagian sentral sehingga
terdapat satelit-satelit disekitarnya..Tukak kadang-kadang dalam, seperti tukak yang
disebabkan bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong dengan permukaan naik.
Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan radang. Terdapat injeksi siliar disertai
hipopion.

Gambar 4. Ulkus Kornea Fungi

c. Ulkus Kornea Virus


Ulkus Kornea Herpes Zoster : Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan
perasaan lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala kulit. Pada mata
ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra, konjungtiva hiperemis, kornea keruh akibat
terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma. Infiltrat dapat berbentuk dendrit yang
bentuknya berbeda dengan dendrit herpes simplex. Dendrit herpes zoster berwarna abu-
abu kotor dengan fluoresin yang lemah. Kornea hipestesi tetapi dengan rasa sakit keadaan
yang berat pada kornea biasanya disertai dengan infeksi sekunder.
Ulkus Kornea Herpes simplex : Infeksi primer yang diberikan oleh virus herpes
simplex dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini dimulai dengan tanda
injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di permukaan epitel kornea
disusul dengan bentuk dendrit atau bintang infiltrasi. terdapat hipertesi pada kornea
secara lokal kemudian menyeluruh. Terdapat pembesaran kelenjar preaurikel. Bentuk
dendrit herpes simplex kecil, ulceratif, jelas diwarnai dengan fluoresin dengan benjolan
diujungnya

Gambar 5.a Ulkus Kornea Dendritik Gambar 5.b Ulkus


Kornea Herpetik
d. Ulkus Kornea Acanthamoeba
Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya, kemerahan
dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen, cincin stroma, dan infiltrat
perineural.

Gambar 6. Ulkus Kornea Acanthamoeba


Ulkus Kornea Perifer

a. Ulkus Marginal
Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel berbentuk ulkus
superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada infeksi stafilococcus, toksit atau
alergi dan gangguan sistemik pada influenza disentri basilar gonokok arteritis nodosa,
dan lain-lain. Yang berbentuk cincin atau multiple dan biasanya lateral. Ditemukan pada
penderita leukemia akut, sistemik lupus eritromatosis dan lain-lain.

Gambar 7. Ulkus Marginal


b. Ulkus Mooren
Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah sentral. ulkus
mooren terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya sampai sekarang belum
diketahui. Banyak teori yang diajukan dan salah satu adalah teori hipersensitivitas
tuberculosis, virus, alergi dan autoimun. Biasanya menyerang satu mata. Perasaan sakit
sekali. Sering menyerang seluruh permukaan kornea dan kadang meninggalkan satu
pulau yang sehat pada bagian yang sentral.

Gambar 8. Mooren's Ulcer

c. Ring Ulcer
Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang
berbentuk melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau dalam, kadang-
kadang timbul perforasi.Ulkus marginal yang banyak kadang-kadang dapat menjadi satu
menyerupai ring ulcer. Tetapi pada ring ulcer yang sebetulnya tak ada hubungan dengan
konjungtivitis kataral. Perjalanan penyakitnya menahun.

VII. MANIFESTASI KLINIS 4


Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa :
Gejala Subjektif
 Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
 Sekret mukopurulen
 Merasa ada benda asing di mata
 Pandangan kabur
 Mata berair
 Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
 Silau
 Nyeri
Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada
perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel kornea.

Gejala Objektif
 Injeksi siliar
 Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat
 Hipopion

VIII. DIAGNOSIS 1,3,5


Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya
riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang bermanfaat,
misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering kambuh. Hendaknya
pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien seperti kortikosteroid yang
merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus terutama keratitis herpes
simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit sistemik seperti diabetes,
AIDS, keganasan, selain oleh terapi imunosupresi khusus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi siliar, kornea
edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat dapat terjadi iritis yang
disertai dengan hipopion. Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti
ketajaman penglihatan, pemeriksaan slit-lamp, respon reflek pupil, pewarnaan kornea
dengan zatfluoresensi, dan scrapping untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau
KOH).

Sensibilitas kornea
Cara Pemeriksaan :
 Bentuk ujung kapas dengan pinset steril agar runcing dan halus
 Fiksasi mata pasien keatas agar bulu mata tidak tersentuh saat kornea disentuh
 Fiksasi jari pemeriksa pada pipi pasien dan ujung kapas yang halus dan runcing
disentuhkan dengan hati-hati pada kornea, mulai pada mata yang tidak sakit. 2-4

Hasil pemeriksaan :
 Pada tingkat sentuhan tertentu reflek mengedip akan terjadi
 Penilaian dengan membandingkan sensibilitas kedua mata pada pasien tersebut.

Test fluoresein
Test fluoresein dilakukan dengan kertas fluoresein yang dibasahi terlebih dahulu
dengan garam fisiologis diletakan pada sakus konjungtiva inferior. Penderita diminta
menutup matanya selama 20 detik, beberapa saat kemudian kertas ini di angkat. Dilakukan
irigasi konjungtiva dengan garam fisiologik, dilihat permukaan kornea bila terlihat warna
hijau dengan sinar biru, berarti terdapat kerusakan epitel kornea, misalnya pada keratitis
superficial epithelial, tukak kornea dan erosi kornea.
Defek kornea akan terlihat berwarna hijau, akibat pada setiap defek kornea, maka
bagian tersebut akan bersifat basa dan memberikan warna hijau pada kornea. Keadaan ini
disebut uji fluorosein positif.3

Gambar 9. Kornea ulcer dengan fluoresensi

Kultur penyebab ulkus


Diambil goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH).
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura dari dasar dan
tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH, gram atau Giemsa. Lebih baik
lagi dengan biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya
dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar ekstrak maltosa.2

Gambar 10. Pewarnaan gram ulkus kornea fungi


Gambar 10 a.Pewarnaan gram ulkus kornea Gambar 11 b.Pewarnaan gram
ulkus kornea
herpes simplex herpes zoster

Gambar 11. a Pewarnaan gram ulkus kornea bakteri Gambar 11. B Pewarnaan
gram ulkus kornea
bakteri akantamoeba
IX. PENATALAKSANAAN 4,6,7
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh spesialis
mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan pada ulkus
kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang mengandung antibiotik,
anti virus, anti jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi peradangan dengann steroid.
Pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak
terdapat reaksi obat dan perlunya obat sistemik.
a. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah
1. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya
2. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang
3. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin dan
mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih
4. Berikan analgetik jika nyeri

b. Penatalaksanaan medis

Penatalaksanaan ulkus kornea harus dilakukan dengan pemberian terapi yang tepat
dan cepat sesuai dengan kultur serta hasil uji sensitivitas mikroorganisme penyebab.
Adapun obat-obatan antimikrobial yang dapat diberikan berupa:
a. Antibiotik

Antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang berspektrum luas
diberikan dapat berupa salep, tetes atau injeksi subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus
sebaiknya tidak diberikan salep mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan
dapat menimbulkan erosi kornea kembali. Berikut ini contoh antibiotik: Sulfonamide
10-30%, Basitrasin 500 unit, Tetrasiklin 10 mg, Gentamisin 3 mg, Neomisin 3,5-5 mg,
Tobramisin 3 mg, Eritromisin 0,5%, Kloramfenikol 10 mg, Ciprofloksasin 3 mg,
Ofloksasin 3 mg, Polimisin B 10.000 unit.
b. Anti jamur

Terapi medikamentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat komersial


yang tersedia. Berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi bias dibagi:
 Jamur berfilamen: topikal amphotericin B, Thiomerosal, Natamicin, Imidazol;
 Ragi (yeast): Amphotericin B, Natamicin, Imidazol, Micafungin 0,1% tetes mata
 Actinomyces yang bukan jamur sejati: golongan sulfa, berbagai jenis antibiotik.
c. Anti Viral

Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid lokal untuk
mengurangi gejala, sikloplegik, antibiotik spektrum luas untuk infeksi sekunder,
analgetik bila terdapat indikasi serta antiviral topika berupa salep asiklovir 3% tiap 4
jam.
d. Anti acanthamoeba

Dapat diberikan poliheksametilen biguanid + propamidin isetionat atau salep


klorheksidin glukonat 0,02%.

3. Tatalaksana Bedah
a. Flap Konjungtiva
Tatalaksana kelainan kornea dengan flap konjungtiva sudah dilakukan sejak tahun
1800-an. Indikasinya adalah situasi dimana terapi medis atau bedah mungkin gagal,
kerusakan epitel berulang dan stroma ulserasi. Dalam situasi tertentu, flap konjungtiva
adalah pengobatan yang efektif dan definitif untuk penyakit permukaan mata persisten.
Tujuan dari flap konjungtiva adalah mengembalikan integritas permukaan kornea yang
terganggu dan memberikan metabolisme serta dukungan mekanik untuk penyembuhan
kornea. Flap konjungtiva bertindak sebagai patch biologis, memberikan pasokan nutrisi
dan imunologi oleh jaringan ikat vaskularnya.

Indikasi yang paling umum penggunaan flap konjungtiva adalah dalam pengelolaan
ulkus kornea persisten steril. Hal ini mungkin akibat dari denervasi sensorik kornea
(keratitis neurotropik yaitu, kelumpuhan saraf kranial 7 mengarah ke keratitis paparan,
anestesi kornea setelah herpes zoster oftalmikus, atau ulserasi metaherpetik berikut HSK
kronis) atau kekurangan sel induk limbal. Penipisan kornea dekat limbus dapat dikelola
dengan flap konjungtiva selama kornea tidak terlalu menipis.

b. Keratoplasti
Merupakan jalan terakhir jika penatalaksanaan diatas tidak berhasil. Indikasi
keratoplasti:

 Dengan pengobatan tidak sembuh;


 Terjadinya jaringan parut yang menganggu penglihatan;
 Kedalaman ulkus telah mengancam terjadinya perforasi.
Terdapat dua jenis keratoplasti yaitu:

1) Keratoplasti penetrans, berarti penggantian kornea seutuhnya. Karena sel endotel sangat
cepat mati, mata hendaknya diambil segera setelah donor meninggal dan segera
dibekukan. Mata donor harus dimanfaatkan <48 jam. Tudung korneo sklera yang
disimpan dalam media nutrien boleh dipakai sampai 6 hari setelah donor meninggal dan
pengawetan dalam media biakan jaringan dapat tahan sampai 6 minggu. Telah dilakukan
penelitian tentang pendonoran jaringan kornea manusia dari sisik ikan (Biocornea).
Penelitian dilakukan pada kelinci dan menunjukkan hasil bahwa Biocornea sebagai
pengganti yang baik memiliki biokompatibilitas tinggi dan fungsi pendukungan setelah
evaluasi jangka panjang.
2) Keratoplasti lamelar, berarti penggantian sebagian dari kornea. Untuk keratoplasti
lamelar, kornea dapat dibekukan, didehidrasi, atau disimpan dalam lemari es selama
beberapa minggu. Selama dekade terakhir, tatalaksana bedah untuk penyakit endotel telah
berkembang dengan cepat ke arah keratoplasti endotel, atau transplantasi jaringan
selektif. Keratoplasti endotel menawarkan keuntungan yang berbeda dalam hal hasil
visual dan sayatan lebih kecil.

X. PENCEGAHAN 7
Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi kepada
ahli mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka yang tampak kecil pada kornea
dapat mengawali timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang sangat buruk bagi mata.
- Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata
- Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa menutup
sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan basah
- Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan merawat
lensa tersebut.

XI. KOMPLIKASI 7
Komplikasi yang paling sering timbul berupa:
 Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat
 Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis
 Prolaps iris
 Sikatrik kornea
 Katarak
 Glaukoma sekunder

XII. PROGNOSIS 3,8


Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya
mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya komplikasi
yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang lama,
karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin tinggi tingkat keparahan dan
lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya komplikasi, maka prognosisnya
menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama mungkin juga dipengaruhi ketaatan
penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada
penggunaan antibiotika maka dapat menimbulkan resistensi.

Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan dengan
pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua metode; migrasi
sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan pembentukan pembuluh
darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil dapat sembuh dengan cepat melalui
metode yang pertama, tetapi pada ulkus yang besar, perlu adanya suplai darah agar
leukosit dan fibroblas dapat membentuk jaringan granulasi dan kemudian sikatrik.
BAB III

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya infiltrat
supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea dapat terjadi dari
epitel sampai stroma. Etiologi ulkus kornea dapat disebabkan oleh 2 jenis, yaitu infeksi
(bakteri, jamur, virus dan achantamoeba) dan non infeksi (bahan kimia, bersifat asam
atau basa tergantung PH, defisiensi vitamin A, obat-obatan, pajanan). Gejala dapat berupa
subjektif dan objektif. Penatalaksanaan ulkus kornea harus dilakukan dengan pemberian
terapi yang tepat dan cepat sesuai dengan kultur serta hasil uji sensitivitas
mikroorganisme penyebab.

5.2. Saran

Setelah mengkaji isi laporan kasus ini disarankan kepada pembaca maupun
penulis untuk menambah wawasan lebih dalam lagi melalui sumber-sumber lain yang
lebih relevan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan D. Opthalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika, Jakarta, 2017


2. Ronald PC, Peng TK. A textbook of clinical opthalmology ; A Practical Guide to
Disorders of the Eyes and Their Management. 3rd Edition. 2009
3. Suharjo, Fatah widido. Tingkat keparahan Ulkus Kornea di RS Sarjito Sebagai
Tempat Pelayanan Mata Tertier. Dikutip dari www.tempo.co.id. 2007.
4. Ilyas HS, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-4. Jakarta : FKUI, 2012
5. Perhimpunan Dokter Spesislis Mata Indonesia, Ulkus Kornea dalam : Ilmu Penyakit
Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, edisi ke 2, Penerbit Sagung
Seto, Jakarta,2002
6. Wijaya. N. Kornea dalam Ilmu Penyakit Mata, cetakan ke-4, 1989
7. Yanoff M, Duker JS. Ophthalmology. 3rd edition. Philadelphia : Elsevier, 2009.
8. Syarif A, dkk. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-5. Jakarta : FKUI, 2007

Anda mungkin juga menyukai