Irigasi Bangunan Saluran
Irigasi Bangunan Saluran
PERTEMUAN -9
PEREDAM ENERGI
Kasus A menunjukkan aliran tenggelam yang menimbulkan sedikit saja
gangguan di permukaan berupa timbulnya gelombang.
Kasus B menunjukkan loncatan tenggelam yang lebih diakibatkan oleh
kedalaman air hilir yang lebih besar, daripada kedalaman konjugasi
2
Kasus C adalah keadaan loncat air di mana kedalaman air hilir sama
dengan kedalaman konjugasi loncat air tersebut.
Kasus D terjadi apabila kedalaman air hilir kurang dari kedalaman
konjugasi; dalam hal ini loncatan akan bergerak ke hilir.
Kasus D adalah keadaan yang tidak boleh terjadi, karena loncatan
air akan menghempas bagian sungai yang tak terlindungi dan umumnya
menyebabkan penggerusan luas
3
PENENTUAN TIPE KOLAM
4
PENENTUAN TIPE KOLAM
• Untuk Fru ≤ 1,7 tidak diperlukan kolam olak; pada saluran tanah, bagian hilir harus
dilindungi dari bahaya erosi; saluran pasangan batu atau beton tidak memerlukan
lindungan khusus.
• Bila 1,7 < Fru ≤ 2,5 maka kolam olak diperlukan untuk meredam energi secara efektif.
Pada umumnya kolam olak dengan ambang ujung mampu bekerja dengan baik.
• Jika 2,5 < Fru ≤ 4,5 paling sulit dalam memilih kolam olak yang tepat. Loncatan air
tidak terbentuk dengan baik dan menimbulkan gelombang sampai jarak yang jauh di
saluran. Cara mengatasinya adalah mengusahakan agar kolam olak untuk bilangan
Froude ini mampu menimbulkan olakan (turbulensi) yang tinggi dengan blok halangnya
atau menambah intensitas pusaran dengan pemasangan blok depan kolam. Blok ini
harus berukuran besar (USBR tipe IV).
• Kalau Fru ≥ 4,5 ini akan merupakan kolam yang paling ekonomis karena kolam ini
pendek. Tipe ini, termasuk kolam olak USBR tipe III yang dilengkapi dengan blok
depan dan blok haling 5
6
7
PARAMETER KOLAM LONCAT AIR
8
PERENCANAAN KOLAM LONCAT AIR
1
𝑣1 = 2𝑔(2 𝐻1 + 𝑧)
di mana:
• v1 = kecepatan awal loncatan, m/dt
• g = percepatan gravitasi, m/dt2 (≅ 9,8)
• H1 = tinggi energi di atas ambang, m
• z = tinggi jatuh, m
9
𝑦2 1
= 1 + 8𝐹𝑟 2 − 1
𝑦𝑢 2
• Fr = bilangan Froude
𝐿𝑗 = 5 (𝑛 + 𝑦2 )
di mana:
L = panjang kolam, m
j
12
KOLAM TIPE TENGGELAM
Jika kedalaman konjugasi hilir dari loncat air terlalu tinggi dibanding kedalaman air normal
hilir, atau kalau diperkirakan akan terjadi kerusakan pada lantai kolam yang panjang akibat
batu-batu besar yang terangkut lewat atas bendung, maka dapat dipakai peredam energi
13
yang relatif pendek tetapi dalam.
pengaruh kedalaman tinggi air hilir terhadap bekerjanya bak sebagai
peredam enegi, ditentukan oleh perbandingan h /h 2 1
Jika h /h lebih tinggi dari 2/3, maka aliran akan menyelam ke dalam bak
2 1
15
16
KOLAM USBR TIPE IV
17
KOLAM OLAK TIPE-BLOK-HALANG
18
KOLAM VLUGHTER
Kolam Vlugter, terbukti tidak andal untuk dipakai pada tinggi air hilir di atas dan di bawah tinggi
muka air yang sudah diuji di laboratorium.
Penyelidikan menunjukkan bahwa tipe bak tenggelam, yang perencanaannya mirip dengan kolam
Vlugter, lebih baik.
pemakaian kolam Vlugter tidak lagi dianjurkan jika debit selalu mengalami fluktuasi misalnya pada
19
bendung di sungai
CONTOH
Diketahui :
• Debit banjir rencana : 200m3/dt
20
Penyelesaian :
Hitung kecepatan awal v1
1
𝑣1 = 2𝑔(2 𝐻1 + 𝑧)
1
𝑣1 = 2𝑔(2 𝐻1 + 𝑧)
1
𝑣1 = 2𝑔(2 1.63 + 0.3) = 9.91 m/dt
21
Hitung nilai yu (kedalaman air di awal loncat air)
𝑞 = 𝑣1 ∗ 𝑦𝑢
𝑞 = debit persatuan luas
𝑄 200
q= = = 4.58
𝐵𝑒𝑓𝑓 43.62
𝑞 4.58
𝑦𝑢 = = = 0.46
𝑣1 9.91
22
Hitung nilai y2 (kedalaman air di atas ambang ujung)
𝑦2 1
= 1 + 8𝐹𝑟 2 − 1
𝑦𝑢 2
𝑦2 1
= 1 + 8 ∗ 4.652 −1
0.46 2
y2 = 3.04
23