Anda di halaman 1dari 21

-56-

PENGARUHKEMAJUANIPTEK TERHADAPKEBERADMN
DAN KEHIDUPANMASYARAKATDAN AGAMA
MENYONGSONG
ABAD }Oil

(Suatu Tinjauan Pendidikan)

Oleh: Prof. H.A.R. Tilaar

Makalah untuk Diskusi Panel pada Konven Pendeta GPIB

Pandaan, 18 Februari 1988


-57-

PENGAR{JH
I(EV'PJUAN
IPTEK TERHADAP DAN I(HIIDI,PA}.I
KEBERADAAN
DANAGAMAMENYONGSONG
MASYARAKAT ASADn(I
Suatu Tinjauan Pendidikan

01eh: Prof. H.A.R. Tilaar

(l{akalah diskusi panel pada Konven Pendeta GPIB)


Pandaan, 18 Febr. 1988

PB{GANTAR

Ramal meramal masa depan merupakan sifat nanusiawi yang menandakanbahwa

di satu pihak manusia itu ingin mempunyairasa kepastian atas hidup dan kehi-

duparnya, di lain pihak nenunjukkan adanya rasa ketidakpastian manusia itu

sendiri . atas ketidak-berdayaannya. Rasa kepastian itu coba diambilnya dari

berbagai sunber, dari agamadan/atau kepercayaannyaatau dari dirinya sendiri

berupa kernajuan akal dan daya penalararurya, atau ia putus asa dan ingin mela-

rikan diri dari ketidak-mampuannya untuk menentukan eksistensinya di dunia

ini. Di dalarn keadaan yang serba tidak menentu itu seakan-akan muncul seekor

binatang penyelamat yang bernana IPTEK. Binatang IPTEK ini mempunyai pedang

bermata tiga: pada sisi yang satu ia memberikantebasan-tebasan yang menguak

dunia baru yang penuh potensi untuk meningkatkan taraf hidup manusia ataupun

menghancurkan kehidupan itu dengartipenemuan-penemuannya


di bidang teknologi,

pada sisi yang lain IPTEKmembukakegirisan baru bagi manusia terhadap rahasia

alam semesta yang tidak atau belurn terjangkau oleh daya penalarannya yang ter-

batas, sedangkanpada sisi yang ketiga kemajuan IPTEK telah membawa


goncangan

terhadap pegangan-pegangan
hidup sosial dan budaya manusia itu sendiri, terma-

suk kepercayaannya.
1
-58-

I. TERORMASADEPAN

rrTeror Masa
Apa yang dikemukakan dimuka dapat dirangkum dalarn pengertian

Depan'r seperti yang dirisaukan oleh sementara kaun futuris. Berbagai kekhawa-

tiran muncul menghantui kelanjutan keberadaan manusia yang dapat digolongkan

pada masalah makanan, enersi, bahan baku, pengrusakan lingkungan karena kese-

rakahan nanusia. Ke empat teror ini akibat tekanan pertumbuhan penduduk serta

kualitas manusia dan taraf kehidupan yang beragarndipelbagai penjuru dunia. Di

tengah-tengah kemelut ini muncullah peranan IPTEK, yang disamping efek-efeknya

yang negatif, memberikanbanyak harapan untuk menanggulangimasalah pokok ma-

nusia dewasa ini: pen-


kepapaan di bagian besar dunia yang sangat mendambakan

dapatan yang lebih memadaiuntuk memperolehkebutuhan dasal manusia yaitu me-

kanan cukup, kesehatan yang merata dan terjangkau, pendidikan yang meningkat-

kan pengetahuan serta taraf hidup, pemukimanyang manusiawi, lingkungan yang

sehat serta yang menjaminpertumbrtlan selanjutnya (sustained growth).

Tidak semua futuris setuju terhadap teror masa depan ("doomsday

threattr). Ada sementalt I'nabitt melihat jalan keluar: sementara ahli tersebut

neragukan sikap fatalisme seperti yang diungkapkan oleh The Club of Romeyang

kesohor itu. Golongan optimis itu menyatakahbahwa apa yang kurang pada ramal-

an-ramalan para futuris-pesimis ialah golongan pesimis itu kurang atau tidak

manusia untuk memilih jalan hidup-


nemberi tempat pada kebebasandan kemampuan

nya. Ivlemangbenar bahwa manusia dibatasi oleh berbagai keterbatasan namun di

dalam keterbatasan itU ada tempat dirnana manusia ikut berperan untuk ikut me.

nentukan gerak arah masa deparmya sendiri, termasuk pemanfaatan ilmu penge-

tahuan dan teknologi. Sebaliknya kita tidak perlu menyetujui sepenuhnya

Julian Simon dan HermanKahn yang biasa digelari


pandangan-pandangan golongan

'rcornucopian" yang antara lain berpendapat bahwa masa depan akan cerah karena
-59-

teknologi yang akan memecahkansendiri masalah-masalah penduduk serta masa-


'rbuta nilai'r. Na-
lah-masalah lingkunganrrya. Mengenai IPTEK itu sendiri memang

mun sebagai hasil upaya nalar manusia' Penerapanhasil IPTEK itu sendiri tetap

tanggung jawab manusia, dan oleh sebab itu


berada dalam r,eawasan IPTEK itu bu-

kan buta-nilai. 01eh sebab itu ditengah-tengah optimisme manusia terhadap pe-

ranan IPTEK yang boleh jadi merupakan harapan utama urnat nanusia dimasa depan,
1) apalagi
perlu mulai ditunbuhkan apresiasi nilai generasi muda sejak dini,

kemajuan IPTEK seperti bioteknologi mulai menjanah sendi-sendi kehidupan etis

manusia.seperti masalah keturunan dan kelanjutan keturunan, keorangtuaan, kon-

sep tentang pembauaandan sebagainya, termasuk akibat katastropik dari alat

pembunuhyang dapat melenyapkankehidupan manusia itu sendiri.2)

II. IMPAKKWAJUANIPTEK DAI.AI\,{ SOSIAL


KTX{IDUPAN

Disamping impaknya yang positif, kemajuan IPTEK yang luar biasa dalam

paruh ke dua abad XX telah menggoyahkansendi-sendi kehidupan umat manusia.


I
L$nbaga-lembagamasyarakat terasa sudah tidak salih lagi dalam menampung
ni-
I

l4i-nilai yang baru. Nilai-nilai tradisional yang menyemenlembaga, organisai,

sdrta tatacara kehidupan perseorangan naupun kehidupan bersama mulai rontok


ttfast food" sang Kolonel San-
daln mengarah kepada "kebudayaan McDonald'r atau

dfrs yang homogin. Proses homoginisasi itu bak gelombangmelanda tepian yang

sdmakin menjorok ke dalam, meninggalkan manusia itu terkatung-katung tanpa

pNganganyang bukan tidak mungkin dibawah arus ke samuderalepas.

I) Lindsey Grant, I'The Cornucopian Fallacies, the lvfyth of Perpetual Growth,


THE FUIURIST, August 1985.

z. Michael l1r. Fox, ItGenetic Engineering, Cornucopia or Pandora's Box ?", Tlm
FLTIURIST,January - February 1986.
-60-

Qrganisasi-organisasi sosial mulai kehilangan maknanya yang mengikat karena

organisasi itu ditemukan3) di dalarn sqatu konteks kehidupan sosial yang sa-

ngat berbeda. Inilah yang disebut conger perlunya rrsosial inventionrr dalam

mencari dan dapat memberi jawaban terhadap perkembangansosial. Penemuanso-

sial ini meliputi prosedur sosial dan organisasi sosial. Sebagai contoh, seko-

lah sebagai organisasi sosial ditemukan dalarn kebudayaan Sumer (2500 tahun

S.!1,). Menurut pendapat para ahli meskipun penemuansosial ini termasuk salah

satu yang tertua dalan kebudayaan umat manusia, namun dimasa kemajuan IPTEK

dewasa ini perkembanganlembaga sekolah sangat lamban dan selalu tertinggal

dari kemajuan sosial budaya karena adanya kecenderunganke arah proses homogi-

nisasi dengan mematikaninisiatif individu. Padahal inisiatif individu inilah

yang menjadi sumber segala penemuan sosial dan tentunya juga pengembangan

IPTEK. Barangkali demikian pula halnya dengan organisasi agamasebagai lembaga

sosial yang muncul pada.kebudayaan Sumer sekitar 400 tahun sM dimana profesi

kependetaan rnuncul dari kelompok-kelompokrahasia (secret societies) yang me-

megangmonopoli dalam kghidupan pertanian dan upacara-upacara yang berkaitan

dengan itu.

sosial sudah dikenal lebih dari 6000 tahun dalam kebu-


Penemuan-penemuan

dayaan urnat manusia, dan penemuan-penemuan


itu semakin terasa diperlukan

akibat perubahan-perubahanyang sangat cepat dalam kebudayaan manusia dewasa

ini akibat kemajuan IPTEK. l"lasalah pokok dalam setiap penemuansosial ialah

proses ujicoba sampai kepada pelembagaanhasilnya. Biasanya manusia, apalagi

3) D. Stuart Conger, "Social Inventions'r, dalam 1999 The World of Tomorrow,


Dalarn tulisannya itu di jelaskan 12 tahap penemuansosi,al sampai pada pe-
laksanaannya yaitu: concept study, exploratory development'. prototype
developmeni, iilot study, advanced development, program expe,rimentation,
program formaiization, field test, operational systems development, de-
monitration project, dissemination, installation.
. -61 -

yang telah rnemperoleh derajat pendidikan yang cukup tinggi, menolak praduga

bahwa manusia itu sebagai tikus putih laboratoriutn percobaan. Kesulitan ini

dapat dihindarkan apabila masyarakat sendiri telah dihidupkan rasS kebutuhan

terhadap penemuansosial itu. Apabila pada masyarakat primitif rasa kebutuhan

itu melalui kekuasaan baik alarniah maupundijabarkan dari kekuasaan super na-

tural, dalam nasyarakat modern yang terbuka' penemuansosial itu dapat dihi-

dupkan melalui musyawarahdan mufakat. Kesenjangan antara kemajuan IPTEK (pem-

bangunan) dengan sarana-sarana sosiat di negara-negara berkenbang semakin te-

rasa termasuk di Indonesia. Kini semakin didambakanagar pembangunan


itu rnem-

punyai wajah manusiawi atau pembangunan-yang-berbudaya.Hal ini berarti bahwa

nanusia tidak kehilangan subyeknya dalam proses pembangunan itu karena dia

adalah sekaligus pelaku dan tujuan pembangunanitu sendiri. Sarana-sarana

sosial seperti sekolah, gereja, perlu ditinjau kembali peranan, fungsi, dan

strukturnya untuk dapat melaksanakan peranan yang baru yang lebih sesuai.

III. IPTEK IERHADAPKE}IIDI,PANBUDAYADANAGAIVIA


I\.{ANFAAT

Seperti yang telah dikemukakan, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

antara lain telah merobek-robek sekat pemisah dalan kehidupan manusia, baik

sekat itu bersifat geografis, ukuran-ukuran moral regional sampai universal,

dan bukan tidak nungkin termasuk sikapnya terhadap agama dan kepercayaarnya

dengan mempertanyakankeabsahan nilai-nilai agama yang memberikarmyapegangan

hidup selama ini. Namundemikian di, balik dampak negatif tersebut' terdapat

pula sifat-sifat yang positif. Dalam kaitan ini dapat disebutkan pengaruh

positif dari kemudahanmemperolehinformasi yang dapat dikatakan tanpa batas

yang sangat pasti akan mengubah horizon cara berpikir manusia yang pada

gilirannya akan berpengaruh dalam perkembangan pribadinya, persepsi terhadap


-62-

nilai-nilai dan agama. Kita sedang menuju pada masyarakat pasca industri

(Gailbraith), atau masyarakat informasi (Koyama, 1968), abad sibernetika, abad

elektronika (Marshall Mcluhan, 1964), masyarakat ilmu pengetahuan (Peter

Drucker 1969), masyarakat teknotronik (Zbignieuw Brzezinski, 1970), atau ma-

syarakat telematik (Nora € Minc, 1980), atau abad Infoglut (Marien' 1982).

Alfin Toffler mengatakan bahwa dunia dewasa ini sedang memasuki GelombangKe-

tiga yaitu dari masyarakat industri ke masyarakat informasi. Apabila masyara-

kat industri boleh dikatakan relatif telah siap menerima goncangan gelombang

ketiga, maka rnasyarakat negara b,erkembangsepelti Indonesia mgngkin mengalami

tiga gelombang itu sekaligus sehingga dampaknyasungguh akan sangat dahsyat

baik dalam arti positif maupunnegatif.

Brewer4) rnengidentifisir empat sikap yang biasanya diambil oleh agama

dalam menghadapikrisis-krisis dunia. Pertama, sikap agama secara tradisional

mengambil sikap verbal.mengenai masalah-masalahmoral dan etis yang berkaitan.

Biasanya sikap ini tidak mempunyaidampakyang berhasil. sikap kedua ialah si-

kap amelioritis seperti berbagai jenis bantuan sosial yang hanya menecahkan

masalah struktur
masalah secara simptomatik namun tidak memecahkan dan pelem-

bagaan krisis itu sendiri. Sikap berikutnya ialah ingin memecahkanmasalah

tertentu secara ad hoc misalnya nasalah-masalah rasial, dan sikap yang ter-

akhir ialah agamaatau lembaga-lembagakeagamaanmenarik diri dari krisis itu

dan membentukghetto kesibukan sendiri terlepas dari dunia luar. Dikhawatirkan

sikap-sikap ini agaknya akan berkelanjutan dan dengan demikian agamaakan men-

iadi salah satu masalah sosial di abad )(XI.

4) Earl D.C. Brewer, rrA Religious Vision for the ZIst Century'r, TI{E
FUTURIST,JulY - August 1986.
-oJ-

Bagaimanakah agama dapat rnemainkan peranan yang positif dalam keadaan

kehidupan manusia yang dilanda gelornbang perubahan akibat IPTEK? Berdasarkan

skenario Brewer tersebut di atas, disarankan langkah-langkah sebagai berikut:

fuama tidak akan terlepas dari gelombangketiga yang sedang melanda dunia. Se-
baliknya kemajuan IPTEKdimanfaaikan dalan memantapkan
tugas dan fungsi agama.

Akibat IPTEK, keterikatan nanusia dalam keberadaannya akan kembali kepada


rrgemeinshaftrr, kepada kelompok masyarakat yang kecil yang intim yang tentunya

dinulai dari dan dalam somah(nuclear family). IPTEKselain mempersatukanu&at

manusia karena kemajuan teknologi komunikasi dan informasi, sekaligus membawa

manusia kepada suatu sikap polarisasi untuk mencari identitas atau jati diri-
nya. Juga dalan proses jati diri ini diperlukan peranan penting IPTEK. Untuk

proses jati diri diperlukan informasi yang sesuai serta forurn komunikasi untuk

newujudkan hasil penemuanproses jati diri ,itu. Agamayang secara tradisional

menjadi sumber pedomanetik dan moral jangan sampai kehilangan peranannya da-

lam proses jatidiri itu. Hal ini berarti bahwa agamaperlu menyiapkan, menyr-

sun dan menyebarkan informasi dan pengetahuan dan teknologi yang mempercepat

dan memperkuatproses jatidiri itu dengan membekalinilai-nilai yang cocok de-

ngan perubahan sosial serta yang dapat ditrapkan dalam lingkurgan tatap nuka

keluarga atau masyarakat setempat. Dengandemikian sikap isolasi individu ter-


hadap agamaserta isolasi agamasebagai lembaga institusional terhadap krisis

kehidupan akan dapat diatasi.


I
Ada sementara kaun fundamentalis yang mencurigai kemajuan IPTEK yang dianggap

mereka akan membawa


ke arah sekularisme. Namurndemikian Stark dan Bainbridge

menantang asumsi tersebut; sekularisme tidak akan menghapuskanagama. Menurut

5) Rodney Stark, William S. Bainbridge, The Future of Religion : Seculari-


zation Revival, and Cult Formation, Un@ 1985..-
-64-

asumsi nereka apa yang terjadi ialah adanya proses interaksi yang dinanis

antara agana dan sekularisasi. Hasilnya ialah agamaitu lebih berorientasi du-

niawi sehingga akan diperoleh kehidupan agamawiyang betul-betul mengenakehi-

dupan rnanusia karena proses sekularisasi akan membatasidua proses yang berla-

wanan ialah proses tumbuhnya gerakan kembali kepada ortodoksi atau fundamenta-

lisme dan proses inovasi, yang kedua-duanyadapat merugikan kehidupan beragama

yang murni. Kritik yang dilontarkan terhadap pendapat Stark dan Bainbridge
rrorga-
ialah kenyataan adanya kaitan antara melunturnya kePercayaan terhadap

nized religion" setingkat dengan pelbaikan pendidikan. Dalam hal ini terletak

pula tugas yang sulit dalam mengembalikanperanan agama di dalam masyarakat

maju teknologi apabila informasi yang diterina Para penganut tidak sesuai lagi

misalnya dengan kemajuan IPTEK, kecuali apabila nilai-nilai agama itu hanya

tertuju kepada manusia yang berpendidikan rendah atau berinteligensi rendah.

Dan hal ini tidak mungkin dalam abad informasi ini. Di sinilah pula titik

singgung yang penting antara pendidikan dan agama. Pendidikan di abad informa-

si ini sekat-sekat yang menghalangi perkembanganintelektual


akan menembus ma-

nusia. Dalafir kaitan ini, trcogito ergo surnttdari Ren6 Descartes mempgnyairele-

vansi J.agi. ialah manusia itu dengan akalnya diharapkan akan lebih menyadari

dirinya atau keberadaarmya. Menyadari akan keberadaannya tentulah masih meru-

pakan Sesuatu posisi yang netral dan tergantung pada kearah manakesadaran itu

akan diaralrkan. KemajuanIPTEK serta akses manusia untuk memperolehinformasi

mengenai kernajuan itu akan mengubahdimensi kesadaran manusia. Apabila sesuatu

yang dulunya dianggap pasti kini nenjadi tidak pasti dan mencari kepastian ba-

ru. Di dalam proses ini tidak perlu materi yang lama itu dibuang, apalagi ka-

lau materi itu telah dijadikan pegangan hidup dalam sejarah budaya manusia

atau masyarakat. Yang perlu ditata kembali ialah hubungan serta fungsi dari
_65_

pegangan hidup itu. Dalarn hal kehidupan agama misalnya sudah waktunya apabila

manusia itu bukan sekadar menjadi anggota statistik tetapi harus berperan me-

lampaui keterlibatan nominal dalam kehidupan agamanya.6) Tug", dan peranan

pendidikan dalam arti luas daLam proses ini sungguh besar. Proses pendidikan

dalam abad informasi adalah pada hakekatnya bagaimana menyeleksi dan meman-

faatkan informasi itu bagi perkembanganpribadinya. Dalam arus informasi ini

termasuk in-formasi mengenai agamadan informasi keagamaan. Yang pertana menge-

nai informasi faktual mengenai agama dari khazanah budaya yang ada, sedangkan

yang kedua informasi yang normatif keagamaan. Agapabila arus informasi yang

pertama dapat bersifat a-pribadi, maka arus infornasi yang kedua sifatnya sa-

ngat pribadi, artinya memerlukanpenghayatan pribadi. Penghayatanpribadi se-

lalu dikaitkan dengan tingkah laku pribadi itu sendiri dalam interaksi dengan

pribadi lairurya, Atau dengan kata lain, penghayatan pribadi atau proses bela-

jar itu merupakanperwujudan secara kongkrit nilai-nialai agamadi dalam kehi-

dupan pribadi dan kehidupan antar pribadi. Hal ini berarti apabila (pendidikan

agama) itu hanya merupakantransfer informasi dalam kebudayaan digital, maka

agamaakan kehilangan fungsi dan peranannya. Jadi, ada dua syarat bagi agama

untuk dapat berfungsi dalam abad informasi ini:

1. Agama dan lernbaganyaharus merupakan arena dimana pribadi dapat menyeleksi

arus informasi yang bermaknabagi perkembanganpribadinya artinya yang dapat

menjadi penturtrur bagi tingkah lakuhya. llasa depan bukanlah suatu yang dapat

diramalkan tetapi yang memberi tempat bagi kemauandan pilihan manusia yang

bertanggung jawab. Atau seperti yang simpulkan oleh MasudaT)bahwatibanya

6) George Gallup,-Jr. Forecast 2000, halaman 155.

Y. Masuda,The Information Society, as Post-industrial Society, 1981.


-66'

abad computopia bukanlah berarti melahirkan manusia-manusiarobot tanpa Tuhan.


Ittheolo-
Sebenarnya abad informasi akan rnelahirkan kembali apa yang disebutnya

gical synergism't di mana manusia mengakui adanya kekuatan Ilahi yang mengatur

kehidupan jagad raya ini, yang berarti pula pengakuan terhadap keterbatasan

IPTEK. Kemajuan IPTEK bukarurya memupukkesombonganmanusia tetapi lebih menya-

darkan akan keterbatasaruIya. Dengan demikian agamaakan memperolehmakna bagi

manusia, di mana manusia dan alam akan bekerjasama dalam suatu sistem alamiah

yang ada pengaturannya oleh Sang Pencipta.

2. Perr,ujudan nilai-nilai agama terjadi dalam kehidupan nyata mAnusia. Da1am

abad informasi dimana ada tendensi ke arah homogenisasi, terdapat arus balik

atau polarisasi ke arah mencari jati diri atau identitas. Jati diri itu akan

ditemui pe1.tama-tamadalam keluarga dan dalam masyarakat tatap-muka karena di

dalarn bentuk masyarakat. inilah partisipasi individual dapat terwujud secara

naksimal. KuntowidjojoSJ *"ny"t"k"n pada nanusia dewasa ini tampak adanya

kesadaran-balik terhadap r.asa keterasingarurya. Kesadaran balik ini antara lain

berupa apresiasi kembali nilai-nilai agamauntuk menetralisir rasa keterasing-

an itu. Ha1 ini berarti semakin menonjol peranan kelompok-kelomPokprimer

yaitu keluarga dan kelompok-kelompokmasyarakat tatap-muka yang dapat memberi

kesempatan seseorang untuk berekspresi dan menemukanjatidirinya. Inilah yang


ol
disebut GribbinvJ partisipasi dalam masyarakat 1okal (participative so-

ciety). t'Participative comrnunitytr itu antara lain dapat berupa masyarakat

agamakarena agana itulah yang dapat berfungsi sebagai semenPemersatu di mana

seseorang dapat berPartisiPasi.

8. Kuntowidjojo, Budayadan lt'[asyarakat' 1987


o John Gribbin, Future I'lorlds' 1979.
-67-

FI'NGSI DANPERAMNPENDIDIKAN?
IV. BAGAII'{AMKATI

Aurelio Pecceilo) pendiri The Club of Rome, menekankanbahwa salah sa-

tu aset urat manusia yang dapat diandalkan dalarn menyongsongmasa depan yang

sangat cepat datangnya ialah kualitas manusia itu sendiri. Hanya manusia itu

sendiri yang dapat menyetopmerosotnya kualitas lingkwrgan, kualitas kehidupan

spritual dan kultural, untuk menyiapkanmasa depan dengan visi serta kreativi-

tasnya serta dengan enersi moralnya dapat mengarahkan penemuan-penemuan


IPTEK

bagi kebahagiaan umat manusia. Kita berada kini dalam perkembanganIPTEK yang

anarkhitis dan memandang|tprogressrt memptmyai tujuannya sendiri karena IPTEK

bersifat netral terhadap prioritas masyarakat dan kemampuan


penyerapan masya-

rakat, demikian kata Peccei. Selanjutnya lembaga-lembagasosial sudah usang

sehingga tidak dapat mengakomodasikanperubahan-perubahan, termasuk lembaga-

lembaga pendidikan. Yang sangat tragis ialah justru lembaga-lembagapendidikan

inilah yang langsturg berhadapan dengan mayoritas penduduk buini yang terdiri

dari sekitar 60? berusia dibawah 30 tahun. Di sinilah letak pentingnya meng-

arahkan lembaga pendidikan agar menjadi sarana penunjang yang dinamis dalam

ikut meletakkan dasar bagi tumbuhnyapribadi yang diinginkan bagi masa depan.

Dan seperti Dennis Gabor menyatakan: ItYou cannot predict the future, but you

can invent itil; Petanan pendidikan untuk nenentukan masa depan memangsangat

relevan sebab manusia i.tu bukan saja obyek, tetapi sekaligus subyek atau pela-

ku yang menentukanmasadepanitu sendiri; dia adalah asset masadepan.

10) Gunter A. Pauli. Crusader for the Future. A Portrait of Aurelio Peccei
Founder of the Ciu
Telah diuraikan bagaimanakemajuan IPIEK telah mulai rrrnemberitrarah se-

cara langsung dan tidak langsung kepada-bentuk manusia dan kehidupan nasa de-

patr, khususnya dalam kehidupan masyarakat dan agama. Arah tersebut dapat

dirumuskan sebagai berikut :

l. Pentingnya daya analitik untuk menyeleksi arus informasi yang dapat

dikatakan tanpa batas.

Z. Arus informasi, jika dimanfaatkan secara tepat, akan membawa


kepada

proses jatidiri sebagai reaksi terhadap proses homogenisasi.

3, KemajuanIPTEK semakin membukatabir rahasia alam yang tanpa batas,

ke arah sinergisme teologik yaitu keserasian antara akal dan


membawa

alam semesta, antara manusia dan Tuhan.

4. Lembaga-lembagasosial perlu disesuaikan untuk dapat mengakomodasi-

kan perubahan.

5. Kehidupan sosial tatap-muka semakin menjadi penting dalarn rnasyarakat

partisipatoris.

Kelima arah masa depan tersebut merupakan indikator bagi lembaga sosial

yang disebut sekolah, atau lebih tepat pendidikan di dalam maupundi luar ge-

dung sekolah, jadi tennasuk pula segala bentuk lembaga sosial di mana nanusia

itu membentukdirinya. Apakah lembaga-lembagapendidikan telah mulai memenuhi

tuntutan pexubahan tersebut? Marilah kita kaji selintas fungsi dan peranan

lembaga-lembaga
itu dewasaini:

1, Lembagapendidikan baik fonnal maupunyang non fornal nasih merupakanpen-


jara yang mematikan daya analitik peserta belajar dan hampir tidak memberi

tempat kepada latihan penalaran dalam memecahkan


nasalah kehidupan. Indoktri-

nasi dalarn berbagai bentuk, baik secara nyata naupun terselubung masih saja

dijadikan metodologi dalam lembaga-lembagapendidikan dengan berbagai dalih


_69-

untuk mengamankankesinambungan suatu kemauan sosial politik' atau doktrin

tertentu. Informasi yang menerpa manusia itu akhirnya meninbun manusia itu

tanpa daya, dan jadilah manusia itu sebagai bagian dari informasi itu sendiri'

atau jadilah dia manusia digital tanpa identitas. pendidikan


Lembaga-lembaga

formal akan sekadar menjadi penyalur informasi yang sudah dikomersialisasikan.

Seleksi informasi telah diambil alih oleh perusahan-perusahaaninformatika.

Jika demikian halnya gambaranThe Big Brother dari George 0rwe11 telah menjadi

kenyataan. Apa yang terjadi dalam lembaga pendidikan formal, terjadi juga da-

larn lembaga-lembagapendidikan non fornal seperti gereja. Para anggota gereja

akan menjadi robot-robot melalui informasi elektronika, yang pada suatu saat

akan menjadi jenuh dan menjadi boomerang terhadap agama dan kepercayaannya.

Lautan infornasi akan melanda manusia itu, dan ia akan kehilangan pegangan,

juga dari agananya. Seharusnyasekularisasi yang ditakutkan itu haruslah dapat

diarahkan pada gerakan yang positif ialah terbentuknya pribadi manusia yang

senakin kokoh dalam pegangannyaterhadap alam dan Penciptanya.ll)

2. Lembaga-lembagapendidikan telah membantuke arah kehancuran kepribadian

dan mernpercepatproses homogenisasi. Lihat saja kepada sistem ujian nasional,

sistem pendidikan yang nendorong kearah pemujaan ijazah, pertanyaan-pertanyaan

ujian dengan sistem "multiple choicetr, semuanyamembawa


kepada manusia sebagai

suatu nornor dalam masyarakat rrcomputopia". Seperti yang telah dijelaskan di

muka,. datangnya masyarakat computopia tidak seharusnya membuatmanusia itu se-

bagai robot. Computopia adalah masyarakat yang menggunakan kemajuan IPTEK

untuk membantumanusia itu mengambil keputusan yang lebih cepat dan 'tepat.

Proses pengambilan keputusan itu dalam arti nilai-nilai serta norma-normayang

11) Lihat : H.A.R. Tilaar, Gambaran Manusia Masadepan, Suatu tinjauan


Antropologi Filsafat Praktis, 1987.
-70-

digunakan dalan pengarnbilankeputusan itu tidak dapat diambil alih oleh kompu-

ter. Kemajuanmemangtidak dapat dihentikan dan akan terus menerus berkembang.


rrma-
Adalah kewajiban seluruh umat rnanusia untuk belajar bagaimanamengendarai

can ilmu pengetahuan,t yang telah dilepaskarurya dari kandangnya agar supaya ma-

nusia itu dan bukan si macanyang menjadi protagonis di masa depan, demikian
12)
diungkapkan Aurelio Peccei.

daya nalar
Adakah rnenjadi tugas lembaga-lembagapendidikan untuk mengembangkan

nanusia itu agar manusia itu lebih dapat mengerti realitas secara terus-mene-

rus dan dapat menentukanposisinya. Tidak dapat disangkal bahwa daya nalar itu

merupakan 'rrenewable resourcesrr yang sangat penting dan berharga bagi kelan-

jutan hidup umat manusia. Dapat dibayangkan betapa kehidupan manusia itu akan

berakhir dengan suatu katastrof da-


seandainya manusia itu tidak mengerndangkan

ya nalarnya. Dengan daya nalar nanusia itu akan dapat memiliki masa deparnya

sendiri dan bukan hanya sekadar menjadi robot dan menjadi korban dari ketolol-

arurya sendiri.

Refleksi atau nalaE adalah suatu proses untuk menemukanidentitas atau

jatidiri, Refleksi tidak terjadi dalarn keterasingan. Refleksi hanya terjadi

dalam huburgan antara pribadi dan lingkungarurya. Lingkungan adalah sunber in-

formasi. Tanpa informasi tidak mungkin terjadi proses refleksi yang sebenar-

nya. Maka dari itu abad informasi sebenarnya merupakanera penemuanjati diri

yang sangat kondusif, asal saja dikembangkankemampuan


individu itu untuk da-

pat nelaksanakan proses tersebut. Proses belajar yang cocok untuk itu ialah

kemandirian dalan nenemukandan mengolah (analisis dan sintesis) data, neng-

ambil kesimpulan dan merumuskanmasalah. Proses ini akan terus menerus terjadi

Gunter A Pauli, ibid, halaman 133


-7L-

proses ini
sesuai dengan anrs informasi yang terus menerus mengalir. Di dalam

pula terjadi interaksi yang saling menyuburkanantara pribadi dengan IPTEK:

Pribadi menemukanjati dirinya dan IPTEK akan terus berkembang dan memperoleh

arah dari pribadi yang tinggi daya nalarnya serta sadar akan tujuan hidupnya,

termasuk tujuan dari IPTEK itu sendiri.15)

5. Lembaga-lembagapendidikan dewasa ini belun sepenulurya menumbuhkansadar

lingkungan, malahan menceraikarnya dari lingkungan dimana ia hidup. Manusia

adalah bagian dari biosfeer dimana kita hidup. Adanya jarak antara manusia

itu
dengan lingkungan hidupnya dapat mernbahayakankelangsturgan hidup manusia

sendiri. Daya dukung planit burni ini terbatas, oleh sebab itu adalah kewajiban

manusia untuk menjaganya dan melestarikarurya. Sadar Lingkungan adalah suatu

proses yang berkaitan dengan proses nenemukanidentitas pribadi atau jati diri

seperti yang telah diuraikan di muka. Selain itu sadar lingkungan akan meng-

ungkapkan pula rasa kesatuan kemanusiaan bahwa urnat manusia itu sebagai kese-

luruhan bertanggung jawab terhadap kelestarian planet bumi ini'

Menyadari akan arti lingkungan dalam hidup manusia dan budaya manusia

berarti pula mengungkapkanakan hukum-hukurnalam yang mengatur alam semesta'

pengungkapan hukum-hukurnalam dengan IPTEK seyogyakanya akan memberi kesadaran

kepada manusia akan kekuasaan Maha Pencipta. Dalan hal ini antara agama dan

IpTEK mempunyai titik silang yang sangat subur bagi tumbuhnya seorang manusia

religieus otentisitas
yang tulus karena dengan {aya nalarnya ia menemukan dari

l.{aha Pencipta dalam kehidupan nyata di lingkr.rngarurya. Pendidikan againa dengan

sendirinya dijauhkan dari metodologi ortodoks berupa indoktrinasi dan abstrak,

13) H.A.R. Tilaar ibid, halaman10.


-72-

tetapi langsung dikaitkan dengan dunia nyata, dunia sekitar dan kehidupan na-

syarakat setempat tanpa menghilangkan sifat-sifat universal dari agama. Para

pendidik bukan berlaku ttmengguruifipeserta didik dengan doktrin-doktrin super

natural, daya nalar peserta didik untuk berkomunikasi de-


tetapi mengembangkan

ngan lingkungannya dan menemukandalam komunikasi itu pesan-pesan universal

yang dianjurkan dalam agama.

4. Lembaga-lembagapendidikan, seperti yang ielah diuraikan di muka termasuk

salah satu lembaga sosial yang tertua dalam kebudayaanurnat manusia. Namundi-

akui dimana-manalembaga-lembagapendidikan adalah yang paling konservatif di-

antara lembaga-lembagasosial yang ada. Ha1 ini mudah dimengerti karena di-

dalam lembaga-lembagaitulah untuk pertana kalinya kebudayaan manusia dapat

dilestarikan. Fungsi ini dapat berjalan dengan baik dalam masyarakat yang ter-

tutup, dan memangsuatu keharusan untuk berfungsi yang demikian justru untuk

mempertahankankeberadaan lernbagadan masyarakat itu sendiri. Ketiadaan fungsi

preservasi lembaga-lembagapendidikan dalam peradaban manusia akan mengakibat-

kan hancurnya sendi-sen{i keterikatan dan kesinambunganbudaya manusi.a. Di

dalam kondisi yang demikian, dogma agana menjadi pegangan utama dan pertama.

Sejalan dengan kemajuan IPTEK sendi-sendi panutan itu mulai goyah sedangkan

lembaga itu sendiri fungsinya yang semula. Seperti yang


tetap rnempertalrankan

telah diuraikan, abad informasi akan menghancurkantembok-tembokyang membata-

si manusia dengan berbagai macaminformasi, termasuk informasi mengenai agama

dan kepercayaan. Apabila lembaga-lembagapendidikan itu tidak siap untuk fung-

sinya yang baru, bukan tidak mungkin lernbaga tersebut akan menjadi fosil yang

hanya dikenang dalan sejarah. Fosilisasi lembaga pendidikan makin dipercepat

dengan lemahnya usaha-usaha inovasi dalam bidang pendidikan lebih-lebih di

negara-negara berkembang yang nasih sibuk dengan usaha-usaha kuantifikasi


-73-

pendidikan, semakin menambahderasnya arus hogogenisasi yang mengubahproses

pendidikan bagaikan proses robotisasi.

trPenemuan pendidikan yang ren-


sosialt' untuk menciptakan lembaga-pembaga

tan terhadap nasa depan yang terbuka, bukan saja sekedar mengubahkulit luar

lembaga itu tetapi seluruh isi dan fungsinya yang menyangkuttenaga pengelola,

pendidik, seleksi, kurikulurn, metodologi, tanggung jawab orang tua dan masya-

rakat lokal maupun nasional. Titik berangkat dari lembaga pendidikan dalam

abad informasi ialah hubungan yang integratif antara peserta didik dengan

lingkungan. Lingkungan itu bertingkat secara kosentris sesuai dengan perkem-

bangan daya nalar peserta didik. Situasi-situasi beTajar yang kongkrit merupa-

kan ajag latihan penalaran untuk merunuskan masalah, mencari pemecaharmya,dan

merunuskan masalah yang baru lagi, dengan menggunakanarus informasi yang ter-

sedia hampir tanpa batas itu. Fungsi pendidik berubah menjadi mitra peserta

didik dalan suatu penjelajahan akal yang akan menelusuri lorong-lorong misteri

jagad raya sebagai ungkapan kebesaran dari Sang Pencipta.

5. Sejalan dengan penernuansosial untuk lembaga pendidikan yang rentan bagi

perubahan sesuai dengan kemajuan IPTEK, semakin menonjol pula peranan kelom-

pok-kelompok masyarakat tatap-muka yang mewadahi kebutuhan manusia atas keha-

ngatan emosional komunikasi nyata antar sesamamanusia sebagai jawaban terha-

dap arus homogenisasi yang cenderung menciptakan manusia digital. Hal ini ber-

arti peranan somah terhadap pembentukan pribadi manusia akan ditemukan kemba-

li, dengan catatan somah itu sendiri menyadari akan peranarmya itu di abad

informasi. Somahsendiri akan menjadi salah satu pusat belajar yang penting di

mana seluruh anggota somahadalah mitra dalam masyarakat-belajar. Para orang

tua pe.rlu nengantisipasi peranan ini karena para pendidik profesional akan
- 74 -

mempunyaifungsi yang lain yaitu sebagai nara sunber atau konsultan belajar.

Selanjutnya lingkungan sekitar, baik lingkungan alamiah maupun lingkungan ma-

nusia merupakan laboratorium belajar pertama di rnana seseorang dapat menyim-

pulkan informasi, mengecekkeabsahan informasi itu, merurnuskanmasalah, meme-

cahkan masalah dan merunuskankembali rnasalah dengan dimensi yang lebih luas.

Dengan singkat, lingkungan sekitar adalah dunia di mana seseorang bukan saja

dapat berkomunikasi dan memperolehinformasi, juga sebagai wadah untuk rneng-

ekspresikan diri dan berpartisipasi untuk memperolehjati diri. oalam lingku-

ngan yang kongkrit ini juga dapat terjadi ungkapan kepercayaan atau agamase-

seorang secara kongkrit, sebagai hasil penalaran dan tempat pengetrapan

kaidah-kaidah agarnanyayang diyakininya.

KESIMPTJLAN

Dari tinjuan mengenai kemajuan IPTEK serta dampaknya terhadap kehidupan

bersana dan agama yang terutama dilihat dari segi pendidikan, dapat diambil

beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Pendidikan (formal dan non-formal) dalam mengikuti, nendorong dan mengarah-


daya nalar yang memberi kemajuan kepada
kan kemajuan IPTEK harus mengembangkan

individu untuk menyeleksi informasi bagi kepentingan pengembanganpribadinya

ke arah synergisme antara nalar dan alam serta penghayatan eksistensial telha-

dap sang Pencipta. Dengandemikian pendidikan merupakansuatu proses jatidiri,

sebagai arus balik yang produktif terhadap proses homogenisasi dalam masyara-

kat teknotronik.

2. Pendidikan sebagai proses jatidiri menuntut penemuanfungsi yang tepat dari

somah sebagai ajag interaksi yang paling primer. Anggota somah, baik sebagai
-75-

peserta belajar maupunsebagai sumber belajar, begitu pula somahitu sendiri,

nerupakan sunber belajar yang prirner. Lembagapendidikan seperti sekolah serta

kelompok-kelompokmasyarakat adalah juga sumber belajar dan ajag proses jati-

diri, sekaligus sebagai tempat partisipasi individu dan kelornpokuntuk pengem-

bangan penalaran dan penghayatan terhadap nilai-nilai ilmu, teknologi, dan

agama.

3. tembaga-lembaga pendidikan, terutama kelompok-kelonrpok masyarakat tatap

muka dan somah perlu ditemukan kembali ftmgsinya yang relevan dengan masyara-

kat informasi, wrtuk menjadikannya sebagai basis pengembangan


pribadi, terma-

suk pembentukan penghayatan serta perwujudan kehidupan bet'agama. Termasuk da-

lam refornasi ini lembaga-lembagapendidikan non-formal dari kelompok-kelompok

organisasi keagamaan(organized religion) pada tingkat bawah (grassroot), agar

agana terlepas dari proses homogenisasi atau agama digital. Masalah-masalah

neta-organisasi ini adalah berkenaan dengan individu yaitu penghayatan indivi-

du terhadap nilai-nilai agamayang hanya dapat terwujud dalam partisipasi nya-

ta dengan sesana manusia dan lingkungan primernya baik lingkungan manusia

maupunlingkungan alannya. Inilah proses jatidiri yang mengarahkepada kuali-

tas manusia yang mandiri, bertanggung jawab terhadap lingkungannya dan sekali-

gus menghayati Sang Pencipta dengan hukun-hukumNya.


-76-

REFIRENSI

1 Gribbin,,John, Future Worlds, Abacus, London, 1979

2. Kuntowijoyo, Budayadan Masyarakat, Tiara WacanaYogya, Yogyakarta, 1987

Mangunwijaya,Y.8., (editor), Teknologi dan , Volune


I, Yayasanobor Indonesia, Jakarta, 1985

4. Mangunwijaya, Y.B., (editor), Teknologi dan DampakKebudayaarurya,Volume


II,-Yaya6air Obor hldonesia, jaffi

Pauli, Gunter A., Grusader the Future. A Portrait Aurelio Peccei


Founder of the

6. Peccei, Aurelio, One Hundred Pages for the Future, Reflections of the
Presid6nt of the
'7
THE FUTURIST,August 1983

8. TIIE zuTURIST, January - February 1986


o ITIE FUTURIST,July - August 1986

10. Tilaar, H.A.R., GanbaranManusia Ma , Suatu Tinjauan Antropologi


Filsafat Praktis, Sem-iang,

11. Tomlinson, Peter: llargaret Quinton (ed.), Velues across the Curriculun,
The Falmei Presl Lond-on,1986

tz. Zen, M.T. (editor) Sain, Teknologi dan Hari Depan Manusia, Yayasan 0bor
Indonesia, Jakarta, 1984.

Anda mungkin juga menyukai