NVCGN
NVCGN
Penyakit Menular adalah penyakit yang disebabkan oleh bibit penyakit tertentu atau oleh produk toxin
yang didapatkan melalui penularan bibit penyakit atau toxin yang diproduksi oleh bibit penyakit
tersebut dari orang yang terinfeksi, dari binatang atau dari reservoir kepada orang yang rentan; baik
secara langsung maupun tidak langsung melalui tumbuh-tumbuhan atau binatang pejamu, melalui
vector atau melalui lingkungan.
I. Tuberkulosis
A. Pengertian
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit granulomatosa kronis menular yang disebabkan
oleh MT. Penyakit ini biasanya mengenai paru, tetapi dapat menyerang semua organ atau
jaringan tubuh, misalnya pada lymph node, pleura dan area osteoartikular. Biasanya pada bagian
tengah granuloma tuberkel mengalami nekrosis perkijuan (Depkes RI, 2002).
Tuberculosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh oleh kuman
TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2007).
Tuberkulosis yang menyerang organ selain paru (kelenjar limfe, kulit, otak, tulang, usus,
ginjal) disebut tuberkulosis ekstra paru. Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang,
berukuran panjang 1-4 mikron dan tebal 0,3-0,6 mikron, mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA).
Kuman tuberkulosis cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup
beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dormant
atau tertidur lama dalam beberapa tahun.
B. Cara Penularan
Penularan penyakit Tuberkulosis disebabkan oleh kuman Mycobacteriun tuberculosis
ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat seorang pasien Tuberkulosis batuk dan percikan
ludah yang mengandung bakteri terhirup oleh orang lain saat bernapas. Sumber penularan adalah
pasien Tuberkulosis paru BTA positif, bila penderita batuk, bersin atau berbicara saat
berhadapan dengan orang lain, basil Tuberkulosis tersembur dan terhisap ke dalam paru orang
sehat dan bisa menyebar ke bagian tubuh lain melalui peredaran darah pembuluh limfe atau
langsung ke organ terdekat. Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Masa
inkubasinya selama 3-6 bulan (Widoyono, 2005).
II. Host, Agen dan Environtment
Teori John Gordon mengemukakan bahwa timbulnya suatu penyakit sangat dipengaruhi
oleh tiga faktor yaitu bibit penyakit (agent), pejamu (host), dan lingkungan (environment). Untuk
memprediksi penyakit, model ini menekankan perlunya analis dan pemahaman masing-masing
komponen. Penyakit dapat terjadi karena adanya ketidak seimbangan antar ketiga komponen
tersebut. Model ini lebih di kenal dengan model triangle epidemiologi atau triad epidemilogi dan
cocok untuk menerangkan penyebab penyakit infeksi sebab peran agent (yakni mikroba) mudah
di isolasikan dengan jelas dari lingkungan.
A. Host
Host atau pejamu adalah manusia atau hewan hidup, termasuk burung dan arthropoda
yang dapat memberikan tempat tinggal dalam kondisi alam. Manusia merupakan reservoar untuk
penularan kuman Mycobacterium tuberculosis, kuman tuberkulosis menular melalui droplet
nuclei. Seorang penderita tuberkulosis dapat menularkan pada 10-15 orang (Depkes RI, 2002).
Host untuk kuman tuberkulosis paru adalah manusia dan hewan, tetapi host yang
dimaksud disini adalah manusia. Beberapa faktor host yang mempengaruhi penularan penyakit
tuberkulosis paru adalah :
1. Jenis kelamin
Beberapa penelitian menunjukan bahwa laki-laki sering terkena TB paru dibandingkan
perempuan. Hal ini terjadi karena laki-laki memiliki aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan
perempuan sehingga kemungkinan terpapar lebih besar pada laki-laki (dalam Sitepu, 2009).
2. Umur
Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-
50 tahun (Kementrian Kesehatan RI,2010). Karena Pada usia produktif selalu dibarengi dengan
aktivitas yang meningkat sehingga banyak berinteraksi dengan kegiatan kegiatan yang banyak
pengaruh terhadap resiko tertular penyakit TB paru.
3. Kondisi sosial ekonomi
WHO 2003 menyebutkan 90% penderita tuberkulosis paru di dunia menyerang kelompok
dengan sosial ekonomi lemah atau miskin (dalam Fatimah,2008). Penurunan pendapatan dapat
menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga
akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan
kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan terkena infeksi TB Paru.
4. Kekebalan
Kekebalan dibagi menjadi dua macam, yaitu : kekebalan alamiah dan buatan. Kekebalan
alamiah didapatkan apabila seseorang pernah menderita tuberkulosis paru dan secara alamiah
tubuh membentuk antibodi, sedangkan kekebalan buatan diperoleh sewaktu seseorang diberi
vaksin BCG (Bacillis Calmette Guerin). Tetapi bila kekebalan tubuh lemah maka kuman
tuberkulosis paru akan mudah menyebabkan penyakit tuberkulosis paru (Fatimah, 2008).
5. Status gizi
Apabila kualitas dan kuantitas gizi yang masuk dalam tubuh cukup akan berpengaruh pada
daya tahan tubuh sehingga tubuh akan tahan terhadap infeksi kuman tuberkulosis paru. Namun
apabila keadaan gizi buruk maka akan mengurangi daya tahan tubuh terhadap penyakit ini,
karena kekurangan kalori dan protein serta kekurangan zat besi, dapat meningkatkan risiko
tuberkulosis paru (dalam Sitepu, 2009).
6. Penyakit infeksi HIV
Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sitem daya tahan tubuh seluler (cellular
immunity) sehingga jika terjadi infeksi oportunistik seperti tuberkulosis, maka yang
bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang
terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita tuberkulosis paru akan meningkat, dengan
demikian penularan tuberkulosis paru di masyarakat akan meningkat pula.
B. Agen
Agen adalah faktor esensial yang harus ada agar penyakit dapat terjadi. Agent dapat
berupa benda hidup, tidak hidup, energi, sesuatu yang abstrak, suasana sosial, yang dalam jumlah
yang berlebih atau kurang merupakan penyebab utama/esensial dalam terjadinya penyakit
(Soemirat, 2010).
Agent yang mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis adalah kuman Mycobacterium
tuberculosis. Agent ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pathogenitas, infektifitas
dan virulensi.
1. Pathogenitas adalah daya suatu mikroorganisme untuk menimbulkan penyakit pada host.
Pathogenitas kuman tuberkulosis paru termasuk pada tingkat rendah.
2. Infektifitas adalah kemampuan mikroba untuk masuk ke dalam tubuh host dan berkembangbiak
di dalamnya. Berdasarkan sumber yang sama infektifitas kuman tuberkulosis paru termasuk pada
tingkat menengah.
3. Virulensi adalah keganasan suatu mikroba bagi host. Berdasarkan sumber yang sama virulensi
kuman tuberkulosis termasuk tingkat tinggi.
C. Environment
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar dari host (pejamu), baik benda tidak
hidup, benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat interaksi semua
elemen-elemen tersebut, termasuk host yang lain (Soemirat, 2010). Faktor lingkungan
memegang peranan penting dalam penularan, terutama lingkungan rumah yang tidak memenuhi
syarat. Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh besar
terhadap status kesehatan penghuninya (Notoatmodjo, 2003). Adapun syarat-syarat yang
dipenuhi oleh rumah sehat secara fisiologis yang berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis
paru antara lain :
1. Lingkungan yang tidak sehat (kumuh) sebagai salah satu reservoir atau tempat baik dalam
menularkan penyakit menular seperti penyakit tuberkulosis. Peranan faktor lingkungan sebagai
predisposing artinya berperan dalam menunjang terjadinya penyakit pada manusia, misalnya
sebuah keluarga yang berdiam dalam suatu rumah yang berhawa lembab di daerah endemis
penyakit tuberkulosis. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan tempat percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari
langsung dapat membunuh kuman (Keman, 2005) .
2. Kepadatan Penghuni Rumah
Ukuran luas ruangan suatu rumah erat kaitannya dengan kejadian tuberkulosis paru. Disamping
itu Asosiasi Pencegahan Tuberkulosis Paru Bradbury mendapat kesimpulan secara statistik
bahwa kejadian tuberkulosis paru paling besar diakibatkan oleh keadaan rumah yang tidak
memenuhi syarat pada luas ruangannya. Semakin padat penghuni rumah akan semakin cepat
pula udara di dalam rumah tersebut mengalami pencemaran. Karena jumlah penghuni yang
semakin banyak akan berpengaruh terhadap kadar oksigen dalam ruangan tersebut, begitu juga
kadar uap air dan suhu udaranya. Dengan meningkatnya kadar CO2 di udara dalam rumah, maka
akan memberi kesempatan tumbuh dan berkembang biak lebih bagi Mycobacterium tuberculosis.
Dengan demikian akan semakin banyak kuman yang terhisap oleh penghuni rumah melalui
saluran pernafasan. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, kepadatan penghuni
diketahui dengan membandingkan luas lantai rumah dengan jumlah penghuni, dengan ketentuan
untuk daerah perkotaan 6 m² per orang daerah pedesaan 10 m² per orang.
3. Kelembaban Rumah
Kelembaban udara dalam rumah minimal 40% – 70 % dan suhu ruangan yang ideal antara
18C – 30C. Bila kondisi suhu ruangan tidak optimal, misalnya terlalu panas akan berdampak
pada cepat lelahnya saat bekerja dan tidak cocoknya untuk istirahat. Sebaliknya, bila kondisinya
terlalu dingin akan tidak menyenangkan dan pada orang-orang tertentu dapat menimbulkan
alergi.
Hal ini perlu diperhatikan karena kelembaban dalam rumah akan mempermudah
berkembangbiaknya mikroorganisme antara lain bakteri spiroket, ricketsia dan virus.
Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara ,selain itu kelembaban yang
tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering seingga kurang efektif
dalam menghadang mikroorganisme. Kelembaban udara yang meningkat merupakan media yang
baik untuk bakteri-baktri termasuk bakteri tuberkulosis (Keman, 2005).
Kelembaban di dalam rumah dapat disebabkan oleh tiga faktor, yaitu :
a. Kelembaban yang naik dari tanah ( rising damp )
b. Merembes melalui dinding ( percolating damp )
c. Bocor melalui atap ( roof leaks )
Untuk mengatasi kelembaban, maka perhatikan kondisi drainase atau saluran air di sekeliling
rumah, lantai harus kedap air, sambungan pondasi dengan dinding harus kedap air, atap tidak
bocor dan tersedia ventilasi yang cukup.
4. Ventilasi
Jendela dan lubang ventilasi selain sebagai tempat keluar masuknya udara juga sebagai
lubang pencahayaan dari luar, menjaga aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar.
Menurut indikator pengawasan rumah , luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah =
10% luas lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah <
10%luas lantai rumah. Luas ventilasi rumah yang < 10% dari luas lantai (tidak memenuhi syarat
kesehatan) akan mengakibatkan berkurangnya konsentrasi oksien dan bertambahnya konsentrasi
karbondioksida yang bersifat racun bagi penghuninya. Disamping itu, tidak cukupnya ventilasi
akan menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan karena terjadinya proses penguapan cairan
dai kulit dan penyerapan. Kelembaban ruangan yan tinggi akam menjadi media yang baik untuk
tumbuh dan berkembangbiaknya bakteri-bakteri patogen termasuk kuman tuberkulosis. Tidak
adanya ventilasi yang baik pada suatu ruangan semakin membahayakan kesehatan atau
kehidupan, jika dalam ruangan tersebut terjadi pencemaran oleh bakteri seperti oleh penderita
tuberkulosis atau berbagai zat kimia organik atau anorganik.
Ventilasi berfungsi juga untuk membebaskan uadar ruangan dari bakteri-bakteri, terutama
bakteri patogen seperti tuberkulosis, karenadi ventilasi selalu terjadi aliran udara yang terus
menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Selain itu, luas ventilasi yang
tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan terhalangnya proses pertukaran udara dan
sinar matahari yang masuk ke dalam rumah, akibatnya kuman tuberkulosis yang ada di dalam
rumah tidak dapat keluar dan ikut terhisap bersama udara pernafasan (Keman, 2005).
5. Pencahayaan Sinar Matahari
Cahaya matahari selain berguna untuk menerangi ruang juga mempunyai daya untuk
membunuh bakteri. Sinar matahari dapat dimanfaatkan untuk pencegahan penyakit tuberkulosis
paru, dengan mengusahakan masuknya sinar matahari pagi ke dalam rumah. Cahaya matahari
masuk ke dalam rumah melalui jendela atau genteng kaca. Diutamakan sinar matahari pagi
mengandung sinar ultraviolet yang dapat mematikan kuman.
Kuman tuberkulosis dapat bertahan hidup bertahun-tahun lamanya, dan mati bila terkena sinar
matahari , sabun, lisol, karbol dan panas api. Rumah yang tidak dapat di masuki sinar matahari
maka penguninya mempunyai resiko menderita tuberkulosis 3-7 kali dibandingkan dengan
rumah yang dapat dimasuki sinar matahari.
6. Lantai rumah
Komponen yang harus dipenuhi rumah sehat memiliki lantai kedap air dan tidak lembab.
Jenis lantai tanah memiliki peran terhadap proses kejadian Tuberkulosis paru, melalui
kelembaban dalam ruangan. Lantai tanah cenderung menimbulkan kelembaban, pada musim
panas lantai menjadi kering sehingga dapat menimbulkan debu yang berbahaya bagi
penghuninya.
7. Dinding
Dinding berfungsi sebagai pelindung, baik dari gangguan hujan maupun angin serta
melindungi dari pengaruh panas dan debu dari luar serta menjaga kerahasiaan (privacy)
penghuninya. Beberapa bahan pembuat dinding adalah dari kayu, bambu, pasangan batu bata
atau batu dan sebagainya. Tetapi dari beberapa bahan tersebut yang paling baik adalah pasangan
batu bata atau tembok (permanen) yang tidak mudah terbakar dan kedap air sehingga mudah
dibersihkan (Keman, 2005).
D. Hubungan Host, Agen, dan Environment
Dari keseluruhan unsur di atas, di mana hubungan interaksi antara satu dengan yang
lainnya akan menentukan proses dan arah dari proses kejadian penyakit, baik pada perorangan,
maupun dalam masyarakat. Dengan demikian maka terjadinya suatu penyakit tidak hanya di
tentukan oleh unsur penyebab semata, tetapi yang utama adalah bagaimana rantai penyebab dan
hubungan sebab akibat di pengaruhi oleh berbagai faktor maupun unsur lainnya. Oleh karena itu,
dalam setiap proses terjadinya penyakit, selalu memikirkan adanya penyebab jamak (multiple
causational). Hal ini sangat mempengaruhi dalam menetapkan program pencegahan maupun
penanggulangan penyakit tertentu. Usaha tersebut akan memberikan hasil yang di harapkan bila
dalam perencanaannya memperhitungkan berbagai unsur di atas (Noor, 2008).
Keterangan : A = Agen/penyebab penyakit,
H = Host/penjamu/populasi beresiko tinggi, dan
E = Environment/Lingkungan.
Keadaan pertama merupakan kondisi Sehat, keadaan seimbang H, A & E. Interaksi antara
ketiga unsur tersebut harus dipertahankan keadaan keseimbangannya. Apabila terjadi gangguan
keseimbangan antara ketiganya, akan menyebabkan timbulnya penyakit tertentu. Pada keadaan
normal, kondisi keseimbangan proses interaksi tersebut dapat dipertahankan.
Dalam interaksinya, terdapat empat keadaan yang memungkinkan terjadinya keadaan sakit,
yaitu:
1. Keadaan ke-2
Sakit, karena adanya peningkatan A infeksius (contoh : peningkatan infeksius bakteri
Mycobacterium tuberculosis). Kasus pada keadaan pertama merupakan adanya pemberatan agen
terhadap keseimbangan segitiga epidemiologi sehingga diartikan sebagai agen/penyebab
penyakit mendapat kemudahan menimbulkan penyakit pada host. Mycobacterium Tuberkulosis
dapat tahan hidup diudara kering maupun dalam keadaan dingin, atau dapat hidup bertahun-
tahun dalam lemari es. Ini dapat terjadi apabila kuman berada dalam sifat dormant (tidur). Pada
sifat dormant ini kuman tuberkulosis suatu saat dimana keadaan memungkinkan untuk dia
berkembang, kuman ini dapat bangkit kembali. Infektifitas bakteri Mycobacterium tuberculosis
meningkat dan tingkat virulensi yang tinggi menyebabkan cepatnya perkembangbiakan bakteri,
sehingga apabila terinfeksi maka kemungkinan besar sebagian besar masyarakat dapat tertular
dan akan sakit, atau keseimbangan akan terganggu.
2. Keadaan ke-3
Sakit, karena peningkatan susceptibility pada populasi (contoh : peningkatan jumlah anak rentan
TB karena tidak di imunisasi BCG). Pada kasus ini, host menjadi pemberat dalam keseimbangan
segitiga epidemiologi. Keadaan seperti ini menyebabkan host menjadi lebih peka terhadap suatu
penyakit. Misalnya apabila jumlah penduduk menjadi muda atau atau proporsi jumlah penduduk
balita bertambah besar, maka sebagian besar populasi menjadi lebih peka terhadap penyakit TB,
namun apabila host tidak mendapat imunisasi BCG saat balita maka akan mudah terserang
penyakit TB anak maupun dewasa, dan mengakibatkan sakit atau keseimbangan terganggu.
3. Keadaan ke-4
Sakit, karena perubahan E yang menguntungkan A (contoh : bencana tsunami). Pada kasus ini
terjadi pergeseran kualitas lingkungan sedemikian rupa sehingga memudahkan agen memasuki
tubuh host dan menimbulkan penyakit. Contohnya ketika terjadi banjir di suatu wilayah yang
menyebabkan air kotor yang mengandung kuman penyakit (agen) berkontak dengan masyarakat,
sehingga agen lebih mudah memasuki mereka yang kebanjiran. Banjir tersebut menyebabkan
lingkungan menjadi tidak sehat dan kumuh sehingga menjadi tempat baik dalam menularkan
penyakit menular seperti penyakit tuberkulosis dan masuk dalam tubuh host kemudian
menyebabkan sakit atau keseimbangan terganggu.
4. Keadaan ke-5
Sakit, karena perubahan E yang menyebabkan turunnya daya tahan tubuh A (contoh : polusi
udara). Sama dengan keadaan ke-4, ketidak seimbangan terjadi karena pergerseran kualitas
lingkungan, hanya sekarang mengakibatkan host menjadi lebih peka terhadap agen. Contohnya
ketika terjadi pencemaran udara yang menyebabkan saluran udara paru-paru populasi
menyempit, namun akibatnya ialah paru-paru kekurangan oksigen, dan menjadi lemah, dan
ditambah dengan terpapar bakteri tuberkulosis sehingga menyebabkan terjadinya sakit TB dan
komplikasi-komplikasi lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Budiarto, Eko dan Dewi Anggraeni. 2002. Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
David Arnot, dkk (2009). Pustaka kesehatan Populer Pengobatan Praktis: perawatan Alternatif
dan tradisional, volume 7. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer. hlm. 180
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Protokol Surveilans HIV diantara pasien TB
di Indonesia. Jakarta : Depkes RI, UGM, Asia Link, KNCV.
Goesasi Rachmat, 2011. Rehabilitasi Medik Pada Penyakit Tb di Bandung. Jakarta: Rineka
Cipta.
Leavell & Clark. 1965. Preventive Medicine for The omDoctor in his Comunity: An Epidemiologic
approach Third Edit. New York: Prentice-Hall Englewood Cliffs, NJ.
Nadia ait-Khaled and Donaldo Enarson. 2003. Tuberculosis, A Manual for medical students. by
WHO.
Sitepu, M.Y. 2009. Karakteristik Penderita TB Paru Relapse yang Berobat di Balai Pengobatan
Penyakit Paru-Paru (BP4) Medan Tahun 2000-2007. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara. Medan. Soemirat, Juli, 2010, Epidemiologi Lingkungan,
Yogyakarta : Gajah Mada
Werdhani, RA. 2009. Patofisiologi, Diagnosis, Dan Klafisikasi Tuberkulosis. Departemen Ilmu
Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga FKUI Uniersity Press
Disusun Oleh:
MUHAMMAD TAHIRUDDIN
11130107
Chain of Infection
TUBERCULOSIS
1. Etiologic Agent
o The etiologic agent is any microorganism that causes infection. For TB, it's Mycobacterium
tuberculosis. The better its ability to grow, invade tissue, and cause disease, the greater the
possibility of the bacterium causing an infection.
Reservoir
o The reservoir of infection might be human, animal or objects such as countertops and doorknobs.
This gives the microorganism a place to thrive and reproduce. The only reservoir for TB is the
human.
o Sponsored Links
Virus
Portal of Exit
o This is where the microorgansim leaves the reservoir. TB's portal of exit is via the mouth and
nose. When someone with TB sneezes or coughs, they release large numbers of the TB
microbacterium.
Mode of Transmission
o The mode of transportation is how the bacterium moves from one place to another. Many
bacterium are transported by unwashed hands that transmit the bacterium to other surfaces. With
TB, however, the mode of transmission is the cough or sneeze that releases TB bacterium into
the air. It can then be inhaled by another person in the room.
Portal of Entry
o Many portals of entry exist for microorganisms, including breaks in the skin, mucus membranes
(the nose and mouth) and orifices in the body. TB's portal of entry is also its portal of exit--the
human respiratory system. Just as the TB bacterium can be expelled by sneezing, it can be
inhaled by the nose and mouth.
Susceptible Host
According to the World Health Organization, one-third of the world is infected with the TB
bacterium. Most cases of TB in the world occur in Africa and southeast Asia. Untreated, each
person with TB can infect 10 to 15 people each year. Treating TB is no fast and easy fix. Many
months of antibiotics such as Rifampin and other drugs is be needed. In hospitals, the patient is
placed on droplet precautions and all who enter the room must wear an approved TB mask. It is
vital to take the full course of antibiotics to prevent new, stronger strains of drug-resistant TB to
emerge.
Mycobacterium Tubercolusis
Biang keladi penyakit TBC adalah Mycobacterium Tubercolusis. Bakteri/kuman ini ditemukan
oleh Robert Koch pada tahun 1882.
Bakteri ini sangat lambat pertumbuhannya, mereka memecah diri setiap 16-20 jam. Matinya juga
sangat lambat, perlu waktu sedikitnya 6 bulan bagi obat-obatan yang ada untuk membunuh
seluruh bakteri.
Jika pengobatannya kurang dari 6 bulan atau si penderita menghentikan pengobatan karena
merasa sudah sehat walau belum waktu tersebut, maka bakteri tersebut tidak mati dan akan
membuat kambuh kembali penyakit TBC serta kebal terhadap obat yang pertama.
Proses Penularan
Kuman TB yang masuk melalui pernafasan menetap di alveolus. Infeksi dimulai ketika ia
berhasil berkembang biak dengan cara membelah diri di Paru mengakibatkan peradangan di
dalam paru, yang disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai
pembentukan kompleks primer adalah 4-6 minggu. Adanya infeksi dibuktikan dengan tes kulit
dengan hasil positif.
Perkembangan selanjutnya tergantung dari daya tahan tubuh. Pada umumnya reaksi daya tahan
tubuh dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa kuman
akan menetap sebagai kuman persiter atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh
tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang
bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkolusis. Masa inkubasi diperkirakan sekitar 6 bulan.
Pengobatan TBC
Perawatan
Perawatan bagi TBC aktif dan TBC pasif walaupun menggunakan obat anti tubercolusis (OAT)
yang sama namun periode perawatannya berbeda.
Penderita TBC pasif (infeksi TBC) cukup diberi perawatan dalam waktu 6 bulan yang dikenal
dengan perawatan pencegahan. Sedangkan penderita TBC aktif (penyakit TBC) memerlukan
waktu 6-9 bulan dan isolasi mungkin diperlukan ketika dianggap menular. Perawatan dalam
kedua keadaan itu disertai dengan konsumsi makanan bergizi, istirahat yang cukup dan,
mengikuti saran-saran dokter.
Karena pengobatan ini memerlukan waktu yang lama dan obat-obatan yang diminum
juga banyak, maka faktor kepatuhan penderita minum obat sangat diperlukan untuk mencegah
kegagalan terapi atau resistensi. Untuk itu dilakukan strategi penyembuhan TBC jangka pendek
dengan pengawasan langsung atau dikenal dengan istilah DOTS (Directly
ObservedTreatmentShortcourse).
Dalam DOTS ada seseorang yang akan mengawasi serta mengingatkan penderita minum
OAT yang disebut dengan Pengawas Minum Obat (PMO). Biasanya PMO ini berasal dari
keluarga atau kerabat dekat penderita.
Dengan menggunakan strategi DOTS proses penyembuhan TBC dapat secara cepat dan tepat.
Yang menjadi sumber penyebaran TBC adalah penderita TBC, hal yang paling efektif adalah
mengurangi penderita TBC.
Ada dua cara yang dilakukan pada saat ini dalam mengatasi penyebaran, yaitu terapi dan
imunisasi.
Untuk terapi, WHO merekomendasikan strategi DOTS. Dalam hal ini ada tiga tahapan penting,
yaitu mendeteksi pasien, melakukan pengobatan dan melakukan pengawasan langsung.
Cara kedua adalah imunisasi. Imunisasi akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit
TBC. Vaksin TBC, yang dikenal dengan nama BCG (Bacillus Calmette Guerin) terbuat dari
bakteri Mycobacteria Tubercolusis strain BCG. Bakteri ini menyebabkan TBC pada sapi, tapi
tidak pada manusia. Vaksin BCG hanya diperlukan sekali seumur hidup. Di Indonesia diberikan
kepada balita sebelum berumur dua bulan.
BCG tidak dapat mencegah serangan TBC namun memberikan perlindungan kepada anak pada
bagian vital lain seperti otak (meningitis tuberkolusis) yang dapat berakibat buruk pada
perkembangan otak anak dan bisa menyebabkan kematian.
Pengecekan imunitas yang diberikan dari BCG perlu dilakukan setelah periode waktu tertentu (3
s.d. 5 tahun) sebab kekuatan vaksin dapat menghilang.
- Jangan lupa untuk secara teratur minum obat setiap harinya, sesuai anjuran dokter
- Selalu menutup mulut dengan tisu jika batuk, bersin atau tertawa. Simpan tisu dalam tempat
tertutup dan buang di tempat sampah
- Beraktifitas seperti biasa, seperti sekolah, bermain, dan bekerja. Selama penderita TBC minum
obat dengan benar, maka risiko menularkan akan hilang. Jadi aktifitas sosial dan harian tidak
ada yang perlu dibatasi, artinya penderita TBC jangan dikucilkan atau dijauhi.
- Sirkulasi dalam kamar harus baik, jika perlu tambahkan kipas angin untuk membuang udara di
dalam kamar. Usahakan tinggal dalam kamar atau rumah yang memiliki ventilasi cahaya baik.
Kuman TBC mudah menyebar dalam ruangan tertutup dan tidak ada sirkulasi udara.
Refrensi
http://www.ehow.com/about_6639412_chain-infection-tuberculosis_.html#ixzz2GaKslM50 diakses
pada tanggal 6 januari 2013 jam 18.00
Chandrasoma dan Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi Edisi 2. Jakarta : EGC
http://www.farmasiku.com/index.php?target=pages&page_id=Etiologi_dan_patofisiologi_tbc diakses
pada tanggal 4 januari 2013 jam 12.00