Anda di halaman 1dari 21

JOURNAL READING

Hemoglobin and Anemia in Relation to Dementia Risk and


Accompanying Changes on Brain MRI

Disusun Oleh :
Teta Dea Kurnia K.W 1810221069

Pembimbing :
dr. Lucie Melanie, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT PERSAHABATAN
PERIODE 26 AGUSTUS 2019 – 28 SEPTEMBER 2019
JOURNAL READING
“Hemoglobin and Anemia in Relation to Dementia Risk and
Accompanying Changes on Brain MRI”

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


Departemen Saraf Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan

Diajukan kepada :
Pembimbing : dr. Lucie Melanie, Sp.S

Disusun Oleh :
Teta Dea Kurnia K.W 1810221069

KEPANITERAAN KLINIK ILMU SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT PERSAHABATAN
PERIODE 26 AGUSTUS 2019 – 28 SEPTEMBER 2019
LEMBAR PENGESAHAN

2
JOURNAL READING
“Hemoglobin and Anemia in Relation to Dementia Risk and
Accompanying Changes on Brain MRI”

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


Departemen Saraf Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan

Disusun Oleh :
Teta Dea Kurnia K.W 1810221069

Mengesahkan :
Pembimbing

dr. Lucie Melanie, Sp.S

3
Hemoglobin dan Anemia dalam Hubungan terkait Resiko Demensia dan
Perubahan yang Menyertai pada MRI Otak

Abstrak

Objektif: Untuk menentukan efek jangka panjang dari kadar hemoglobin dan anemia
dengan resiko demensia, dan mengeksplorasi substansi yang mendasarinya pada MRI
otak dalam populasi umum.

Metode : Serum hemoglobin telah di ukur pada 12.305 orang (peserta) tanpa
demensia berdasarkan penelitian Rotterdam (rata-rata usia 64.6 tahun, 57.7%
perempuan). Kami menentukan resiko penyakit demensia dan Alzheimer (AD)
(sampai 2016) dalam hubungannya terhadap hemoglobin dan anemia. Diantara 5.267
orang (peserta) tanpa demnesia dengan MRI otak, kami menilai hemoglobin dalam
hubungan penyakit vaskular otak, konektivitas struktural, dan cerebral perfusi secara
menyeluruh.
Hasil : Rata-rata selama follow up dari 12.1 tahun, 1.520 individu (memiliki)
perkembangan demensia, 1.194 yang mana memiliki AD. Kami mengobservasi
asosiasi U-shaped antara tingkat hemoglobin dan demensia (p=0.005), seperti bahwa
rendah dan tingginya dari kadar hemoglobin berhubungan dengan peningkatan resiko
demensia (ratio hazard [95% confidence interval (CI)], yg terendah vs tengah quintile
(Q1) 1.29 [1.09-1.52]; yg tertinggi vs tengah quintile (Q2)1.20 [1.00-1.44]). Secara
keseluruhan prevalensi anemia adalah 6.1% dan anemia berhubungan dengan
peningkatan demensia sebesar 34% (95% CI 11%-62%) dan 41% (15%-74%) untuk
AD. Diantara individu tanpa demensia dengan MRI otak, asosiasi yang mirip U-
shaped dapat terlihat pada hemoglobin dengan volume hiperintensitas white matter
(p=0.03), dan konektivitas struktural (untuk rata-rata diffusitas, p < 0.0001), tetapi
tanpa munculnya infark korteks dan lakunar. Pendarahan microserebral lebih umum
dengan anemia. Hubungan tingkat hemoglobin berbanding terbalik dengan serebral
perfusi (p<0.0001).
Kesimpulan : Rendah dan tingginya tingkat hemoglobin berhubungan dengan
peningkatan resiko demensia, termasuk AD, yang mungkin berhubungan dengan
perbedaan dalam integritas white matter dan perfusi serebral.

4
1. Pendahuluan
Kadar rendah hemoglobin adalah sebuah masalah kesehatan utama yang
menyeluruh, mempengaruhi 1.6 miliyar orang di seluruh dunia, dengan prevalensi
anemia dari sekitar 10% setelah usia 65 di Eropa dan orang Amerika, sampai 45% di
negara-negara Afrika dan Asia tenggara. Tingkat hemoglobin rendah (atau ukuran
setara hematokrit) telah di hubungkan dengan beberapa hasil kesehatan yang
merugikan, termasuk penyakit jantung koroner, stroke dan kematian. Sekalipun, data
terbatas tersedia tentang hubungan hemoglobin dengan resiko demensia, dan penyakit
Alzheimer (AD) sebagai sub tipe yg paling umum. Sebagai prevalensi demensia
diharapkan untuk meningkatkan tiga kali lipat selama dekade kedepan, dengan
peningkatan terbesar yang di prediksi pada negara-negara dimana prevalensi anemia
sangat tinggi, hal tersebut sangat krusial untuk mendapatkan banyak sudut pandang
dalam efek potensial jangka panjang dari tingkat hemoglobin abnormal pada
kesehatan otak.
Ketertarikan khusus terhadap AD adalah kapasitas pengikat hemoglobin
kepada β-amyloid 42, sebuah ciri patologis AD, melalui tempat heme yang
mengandung zat besi. Hemoglobin berlokalisasi dengan plak-plak dan endapan
vascular amyloid dalam otak pasien dengan AD, dan affinitas hemoglobin untuk
pengikat amyloid mungkin menberikan pengaruh resiko pada perkembangan AD.
Tiga prospektif kelompok penelitian sejauh ini menyelidiki tingkat hemoglobin di
hubungan peristiwa demensia dalam populasi secara umum. Setiap (penelitian)
menemukan sebuah peningkatan resiko demensia dengan anemia, akan tetapi dengan
rata-rata terbatas follow up (penelitian) selama 3 tahun pada 2 dari 3 penelitian,
memutarbalikan kausalitas (sebab akibat) disebabkan oleh perubahan dalam fase
prediagnosis demensia dapat menjelaskan bagian dari hubungan ini. Sebagai
tambahan, hanya satu penelitian menilai resiko demensia melalui rentang penuh
hemoglobin, dengan laporan terjadi peningkatan resiko AD juga dengan kadar
hemoglobin tinggi, berhubungan dengan resiko-resiko dari penyakit kardiovaskular.
Penemuan-penemuan penelitian ini pantas di pelajari dari kadar hemoglobin, dari
pada anemia itu sendiri, dan demensia memiliki resiko ketika follow-up jangka
panjang pada populasi. Untuk meningkatkan wawasan yang sulit dipahami pada
sesuatu yang mendasarinya, secara bersamaan gambaran otak dapat melengkapi

5
penelitian-penelitian ini terhadap pemahaman yang lebih baik dari sebuah kontribusi
fisiologis hemoglobin dari kesehatan otak.
Oleh karena itu, kami akan meneliti hubungan antara kadar hemoglobin dan
resiko demensia pada sebuah populasi berdasarkan penelitian kohort dan
mengeksplorasi substrat oleh penelitian serupa dari penyakit vaskular otak,
konektivitas struktural, dan perfusi serebral.

2. Metode
Penelitian ini menghasilkan data dari Studi Rotterdam. Detail-detail dari
penelitian kohort prospektif berdasarkan populasi ini di Belanda telah di gambarkan
sebelumnya. Secara singkat, penelitian ini dimulai pada tahun 1990 dengan populasi
penelitan sebanyak 7.983 peserta usia ≥ 55 tahun, yang tinggal di Ommoord, daerah
pinggiran kota Rotterdam. Penelitian Kohort ini kemudian diperluas dua kali,
pertama tahun 1999 termasuk sebuah penambahan 3.011 individu yang telah
mencapai usia yg terpenuhi atau telah pindah pada area penelitian, dan (dilakukan)
lagi pada tahun 2005 dengan 3.932 individu dari area yang sama usia 45 keatas. Para
peserta mengambil bagian dalam wawancara tambahan dan pemeriksaan di sebuah
fasilitas penelitan khusus setiap 4 tahun. Untuk penelitian saat ini, dasar
pemeriksaannya adalah pemeriksaan pertama dan perluasan penelitian kohort (1990-
1993, 1999-2001 dan 2005-2008, masing-masing). Jumlah total dari 14.926 peserta,
13.498 (90.4%) mengunjungi pusat penelitian untuk pemeriksaan fisik. Kami
mengekslusikan 396 peserta karena menderita demensia, 73 peserta karena tidak
cukup penyaringan kognitif pada penilaian dasar demensia, dan 98 peserta yang mana
tidak setuju untuk di- follow up data monitoring, sisanya 13.029 (87.3%) peserta
berhak atau memenuhi syarat untuk penelitian ini. Dari Agustus 2005 dan setelahnya,
MRI otak menggabungkan pada inti protokol penelitian, dan sampai 2014, 5.319
peserta menjalani MRI.
Protokol Standar Pemeriksaan, Pendaftaran dan Persetujuan Pasien
Penelitian Rotterdam telah diterima oleh komite etik medis menurut
“Population Study Act” Rotterdam Studi, di eksekusi oleh Menteri Kesehatan,
Kesejahteraan dan Olahraga Belanda. Formulir persetujuan diisi dari semua peserta.

6
Ukuran Hemoglobin dan Definisi Anemia
Kami mengumpulkan sampel gula darah sewaktu dalam tabung EDTA, dan
konsentrasi hemoglobin yang diukur menggunakan sebuah metode kolorimetrik pada
panjang gelombang 525 nm (Counter T660, Beckman Coulter, Brea, CA). Sampel
darah puasa pada waktu MRI otak di analisa dengan Novel Coulter Act diff2
Hematologi Analyzer dari produsen yang sama. Menurut kriteria WHO, anemia di
artikan sebagai kadar hemoglobin <8.1 mmol/L (13 g/dL) untuk pria dan <7.5
mmol/L (12 g/dL) untuk wanita. Kemudian kami membedakan mikrositik (mean
corpuscular volume <80 fL) dari normositik (80-95 fL) dan makrositik anemia (>95
fL primer dan >100 fL dalam analisis sensitif, masing-masing).

Penyaringan dan Pengawasan Demensia


Pada setiap kunjungan pusat, peserta mengambil pemeriksaan Mini Mental
State (MMSE) dan Geriatrik Mental Schedule (GMS) tingkat organik untuk
penyaringan demensia, penilaian dan wawancara peserta dengan nilai MMSE < 26
atau GMS >0. Sebagai tambahan, hubungan terkomputerisasi dari penelitian database
dengan rekam medis dari praktisi umum dan institusi regional untuk perawatan
kesehatan mental rawat jalan di bolehkan pengawasan terus menerus dari seluruh
penelitian kohort untuk peristiwa demensia.
Data klinik neuroimaging dipakai untuk menentukan sub tipe demensia.
Semua kasus dicurigai untuk demensia ditinjau kembali oleh sebuah panel konsensus,
termasuk konsultan neurologi, yang mana di terapkan kriteria standar untuk demensia
(DSM-III-R) dan AD (Asosiasi Nasional Institusi Neorologi dan Komunikasi Disoder
dan Penyakit Stroke Alzheimer dan Kelainan yg Berhubungan) untuk mendatangkan
sebuah diagnosis final. Follow up sampai 1 Januari 2016, yg mana hampir lengkap
(96.1% orang-tahun potensial) dan peserta di sensor dalam periode ini seperti tanggal
diagnosis demensia, tanggal kematian, tanggal hilangnya tindak-lanjut, atau 1 Januari
2016 yang mana ada terlebih dahulu.

Protokol MRI dan Proses Penggambaran


MRI otak dilakukan pada sebuah 1.5 T scanner (Kesehatan Elektrik Umum,
Milwaukee, WI) menggunakan 8-Channel head coil. Penggambaran akuisisi termasuk
sebagai urutan aksial resolusi tinggi T1-weighted, sebuah rangkaian pemulihan inversi
cairan dilemahkan, sebuah rangkaian kepadatan proton tertimbang, dan sebuah

7
urutan T2 rangkaian gema gradient tertimbang. Detail-detail mengenai rangkaian,
proses, dan klasifikasi alogaritma telah di gambarkan sebelumnya. Total volume
intrakranial dan parenkimal dari hiperintensitas white matter (WMHs) dikenali
melalui segmentasi jaringan. Semua hasil segmentasi secara visual diperiksa dan
diperbaiki secara manual jika diperlukan. Seluruh pemindaian dinilai oleh peneliti
fisik yg terlatih untuk adanya perdarahan serebral (yaitu, putaran kecil untuk
menghindari area-area hipointens pada T2* -weighted images), infark lakunar (yaitu,
lesi fokal ≥ 3 dan < 15 mm), dan infark kortikal. Penilaian ini dilakukan secara
blinding terhadap data klinis.
Dari Maret 2006 dan setelahnya, sebuah gambaran diffuse-weigthed
menggabungkan ke dalam protokol scan, dengan maksimum nilai b dari 1.000 s/mm²
dalam 25 arah non-collinear dan 3 volume tanpa pemberatan diffuse (nilai b = -
s/mm²). sebuah pipa standarisasi praproses dari diffuse data dimulai dengan eddy
current dan koreksi gerakan kepala pada data yang tepat, diikuti oleh ketepatan pada
tensor difusi untuk menghitung rata-rata anisotropi fraksional (FA) dan rata-rata
penyebaran—difusitas (MD) dalam gambaran normal white matter. Kadar rendah FA
dan kadar tinggi MD dipertimbangkan sebagai indikasi dari perburukan konektivitas
struktural.
Untuk pemeriksaan aliran darah serebral, gambaran kontras tahap 2D
dilakukan sebagai penggambaran sebelumnya. Pada gambar tahap kontras 2D sagittal
angiografik, kami memilih sebuah gambar transversal perpendikular ke segmen
prekavernosus dalam arteri basilaris. Kemudian kami memperoleh sebuah 2D
gradient-echo phase-contrast sequence (waktu pengulangan = 20 m/detik, waktu echo
= 4 m/detik, luas lapang pandang = 19 cm², matriks = 256 x 160, sudut membalik =
8⁰, nomor eksitasi = 8, bandwidth= 22.73 kHz, velocity encoding = 120 cm/detik,
ketebalan lapisan = 5 mm), dengan waktu perolehan 51 detik, tanpa muncul cardiac
gating. Kemudian kami menggunakan data interaktif berdasarkan bahasa software
yang lazim (Cineool version 4; General Electric Healthcare) untuk mengalkulasi
aliran dari gambaran fase kontras. Terdapat dua teknik yang menggambarkan regio-
regio secara manual sebagai ketertarikan terhadap pengukuran aliran (interrater
correlations >0.94). Kami mengkalkulasi perfusi otak menyeluruh (mL/min/100 mL)
dengan cara membagi keseluruhan aliran darah serebral dari masing-masing volume
otak pada setiap individu.

8
Pengukuran lainnya
Kami menilai status merokok (yaitu ; sekarang, pernah, tidak sama sekali), tingkat
pendidikan, (yaitu; primer, rendah, menengah dan tinggi, sesuai dengan kira-kira
7,10,13, 19 tahun pendidikan, masing-masing) dan penggunaan obat pada saat
wawancara. Asupan makanan di nilai berdasarkan ceklist mandiri, diikuti dengan
sebuah pertanyaan wawancara terstruktur mengenai frekuensi makanan dengan ahli
diet. Serum total kolesterol dan kolesterol HDL di ukur melalui sebuah prosedur
enzimatik otomatis dalam sampel darah tidak puasa. Tekanan darah di ukur dengan
sebuah random-zero spigmomanometer. Indeks masa tubuh diperoleh dari ukuran
berat dan tinggi (kg/m²). Definisi diabetes termasuk kadar glukosa random ≥ 11.1
mmol/L atau penggunaan obat penurun glukosa darah. Tingkat filtrasi glomerular di
perkirakan dari usia dan jenis kelamin dengan kadar kreatinin (CKD-Epi). Gagal
jantung di tentukan menggunakan sebuah skor yang valid, seperti European Society of
Cardiology’ definition. Riwayat stroke, kanker dan penyakit paru obstruktif kronis
dinilai melalui interview menggunakan PCR pada sampel code DNA dalam dasar
penelitian cohort, dan dengan sebuah biallelic TaqMan assay dalam 2 kohort ekspansi
Rotterdam study.

Analisis
Analisis termasuk semua peserta tanpa demensia yg menghadiri pusat
penelitian untuk dasar pemeriksaan. Kehilangan data kovariat (persentase di
tampilkan dalam footnote table 1) telah di perhitungkan menggunakan 5-fold imputasi
ganda menggunakan sebuah Metode Makrov chain Monte Carlo yang berulang, yang
berdasarkan pada penentu, outcome dan termasuk kovariat. Persebaran kovariat sama
dalam imput vs non-imput data set.
Kami menilai secara keseluruhan prevalensi anemia dan kemudian ditentukan
hubungan antara kadar hemoglobin dan kejadian demensia menggunakan model
hazard Cox proporsional. Dalam antisipasi dari hubungan tidak linear ini , kami
secara formal menilai deviasi (penimpangan linear menggunakan analisis varian, dan
dilanjutkan dengan analisa per Quintile of hemoglobin. Kami melakukan analisa
dengan jenjang waktu bertingkat untuk memverifikasi bahaya asumsi proporsional.
Semua analisa disesuaikan untuk usia dan kelamin (model 1) dan sebagai
tambahannya untuk tingkat pendidikan, kebiasaan merokok, konsumsi alcohol,
tekanan darah sistolik dan diastolik, pengobatan antihipertensi, indeks massa tubuh,

9
total kolesterol,kolesterol HDL, penggunaan obat penurun lipid, diabetes, fungsi
renal, asupan makanan, asupan besi, suplemen vitamin, pengobatan anti anemia,
terapi pengganti hormon, dan genotip APOE (model II).
Tabel 1 Karakteristik Dasar Sampel Penelitian

Kami mengulangi analisa untuk AD hanya setelah sensoring pada saat stroke
dan setelah mengesklusikan individu dengan kemungkinan memiliki potensi

10
eritrositosis (hemoglobin >1.5 SDs diatas rata-rata, dan salah satu dari yg berikut :
penyakit paru obstruktif kronik, gagal jantung, gagal ginjal [eGFR < 60 ], karsinoma,
atau pengggunaan obat yang relevan termasuk eritropoietin dan diuretik; n = 340).
Untuk menunjukan kembali potensi kausalitas, kami juga mengulang analisa setelah
pengeksklusian secara bertahap dari follow-up periode 5 tahun pertama. Estimasi dari
kekuatan terendah dari perancu yang tidak terukur diperlukan untuk menjelaskan
estimasi resiko pengamatan untuk anemia pada demensia dinyatakan sebagai nilai-E.
Komputasi ini cukup mudah menggunakan estimasi point dan Confidience Intervals
(CI) memberikan sebuah indikasi dari besarnya perancu diperlukan untuk mengubah
kesimpulan berdasarkan hasil yang disajikan.
Kemudian kami menentukan hubungan antara kadar hemoglobin dengan
volume WMHs, konektivitas struktural (MD dan FA), perdarahan mikro serebral,
adanya lacunar dan kortikal infrak, dan perfusi serebral pada peserta tanpa demensia
yang mana menjalani MRI otak. Hubungan yang tidak linier dinilai dengan kubik
splines. Model Regresi Linear dan logistik disesuaikan untuk usia, kelamin, jumlah
volume intrakranial, tingkat pendidikan, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol,
tekanan darah sistolik dan diastolik, obat anti hipertensi, indeks massa tubuh, total
kolesterol, kolesterol HDL, obat penurunan lipid, diabetes mellitus, vitamin
suplemen, obat antianemik, dan APOE genotype. Analisa konektivitas struktural
ditambahkan dan disesuaikan untuk white matter dan volume WMHs. Akhirnya,
karena terdapat interaksi yang dilaporkan sebelumnya dengan perfusi otak, kami
menginvestigasi interaksi kadar hemoglobin dengan rata-rata tekanan darah arteri dan
volume WMHs dengan menguji interaksi multiplikatif antara variable yang
berkelanjutan. Karena pembatasan sumber daya, fungsi ginjal, asupan yang dimakan,
asupan zat besi dan protein C-reaktif dinilai lebih kecil dari pada setengah peserta
pada saat MRI. Penyesuaian untuk variable ini tidak mengubah hubungan antara
hemoglobin dan demensia, kami memilih untuk tidak memasukan ini kedalam model
untuk imaging markers, dari pada memasukan jumlah data yang besar.
Semua analisa dilakukan menggunakan IBM SPSS statistic versi 21.0, kecuali
untuk model kubik splines terbatas, yang mana berjalan di R (versi 3.3.3; paket
“survival”, “visreg”, dan “rms”). The α (tipe 1 error) di atur pada 0.05.

Pernyataan Ketersediaan Data

11
Data dapat didapatkan pada permintaan. Permintaan harus diarahkan kepada
tim manajemen Rotterdam Study (secretariat.epi@erasmusmc.nl), yang mana
memiliki sebuah keprotokolan untuk penerimaan permintaan data. Dikarenakan
keterbatasan pada regulasi privasi dan penjelasan dan persetujuan dari peserta, data
tidak dapat di buat tersedia secara bebas untuk repository publik.

3. Hasil
Dari 13.029 peserta yang dapat dipilih, 12.308 (94.5%) dapat menyediakan
sampel darah untuk penilaian kadar hemoglobin. Penilaian yang gagal terdapat pada 3
(0.02%) peserta, sisanya 12.205 (94.4%) adalah individual untuk dianalisis. Dasar
karakteristik dari peserta ditunjukan di tabel 1.
Secara keseluruhan, 745/12.305 (6.1%) peserta memiliki anemia. Prevalensi
anemia meningkat dengan tajam pada usia pria, dari 1.4% dibawah 50 tahun sampai
33.3% usia diatas 90. Kemudian pada wanita, prevalensinya tinggi usia
pramenopause, agak rendah daripada pria yang lebih tua. Pada peserta dengan
anemia, 104 diantaranya memiliki mikrositik dan 68 diantaran memiliki makrositik
anemia.
Ketika rata-rata waktu follow up 12.1 tahun, 1.520 individual berkembang
mengalami demensia, yang mana 1.194 (79%) memiliki klinis AD. Semua kasus
insiden demensia, 222 diantaranya didahului dengan stroke, rata-rata 4.3 tahun
(rentang interquartile 1.4-8.0) sebelum di diagnosis demensia.
Kadar hemoglobin pada dasarnya menunjukan hubungan quadratic dengan
resiko demensia (nilai p untuk non-linear = 0.005; figure e-2), seperti yang beresiko
meningkat pada kedua hemoglobin rendah dan tinggi, dibandingkan dengan tingkat
menengah (tabel 2). Dibandingkan tidak adanya anemia, adanya anemia yang
berhubungan sebesar 34% meningkatkan resiko semua kasus demensia, dan 41%
meningkatkan AD, dengan perkiraan yang tinggi untuk anemia makrositik, diikuti
oleh anemia mikrositik dan normositik > 100fL melebihi >95 fL, dengan tingkat
bahaya (HR) quintile tinggi dan quintile tengah.
Mengkuantifikasi potensi residual yang membingungkan wajib dijelaskan
mengenai observasi hubungan antara anemia dan demensia, penilaian yang membuat
bias perlu di lakukan pengukuran dari kedua hubungan antara anemia dan demensia
dengan masing-masing RR 2, diatas dan pengukuran bias. Untuk limit confidence
yang rendah termasuk ke dalam null ( HR dari 1.0) nomor ini adalah 1.5.

12
Dari 5.319 original peserta penelitian kohort yang melakukan MRI Otak,
5.281 peserta secara bersamaan memiliki pengukuran kadar hemoglobin. 14 peserta
yang memiliki demensia saat MRI di eksklusikan. Dibandingkan dengan penelitian
kohort yang dasar, individu-individu yang melakukan pemeriksaan MRI rata-rata
merupakan individu dengan tingkat pendidikan yang tinggi dan sering mengonsumsi
obat penurun lipid, namun kadar hemoglobinnya serupa (Tabel 1). Hubungan antara
kadar hemoglobin bersamaan dengan MRI dan peningkatan resiko demensia serupa
pada seluruh hasil penelitian kohort (tabel e-4).
Tabel 2 Hemoglobin dan Anemia dalam Hubungannya terhadap Faktor Resiko
Demensia

Serupa dengan resiko demensia, volume dari WMH dan konektivitas


struktural (partikular untuk MD) mengalami perburukan pada kedua kadar rendah
maupun tinggi dari kadar hemoglobin (Gambar 1). MD juga lebih tinggi, indikasi
perburukan konektivitas struktural pada individu dengan anemia daripada individu
tanpa anemia (perbedaan [95% CI] 0.207 [0.114-0.301]). Pola-pola ini serupa dengan
FA, meskipun estimasi resikonya dilemahkan pada rentang teratas hemoglobin
(gambar 1). Hubungan yang signifikan dari kadar hemoglobin yang rendah dengan
konektivitas struktural dipertahankan, walaupun di lemahkan, setelah penambahan
pengaturan untuk volume WMH (tabel e-5).
Perdarahan mikro serebral muncul pada 1,019 (19.3%) peserta (≥2 dalam 419
[8%]), infark lakunar pada 402 (7.6%) peserta, dan infark kortikal pada 182 (3.5%)

13
peserta. Kadar hemoglobin yang rendah berhubungan dengan prevalensi tertinggi dari
perdarahan mikro, seperti individu dengan anemia memiliki 45% lebih tinggi
kemungkinan mengalami setidaknya satu kejadian perdarahan mikro (tabel 3). Odds
Ratio (95% CI) meningkat dari 1.29 (0.90 – 1.86) ke 1.59 (1.10 – 2.31) untuk
kejadian perdarahan mikro ≥2. Kadar hemoglobin dan anemia tidak berhubungan
dengan kejadian infark lakunar atau kortikal (tabel 3).
Akhirnya, kadar hemoglobin dihubungkan secara linier dengan perfusi
serebral (gambar 2), seperti 1 mmol/L meningkat pada hemoglobin 3.2 ml/100
ml/menit lebih rendah dari perfusi serebral (95% CI 2.8 – 3.6, p<0.0001). Hubungan
ini paling banyak ditemukan pada individu dengan volume WMH yang luas (gambar
2; nilai p = 0.0002), dengan efek estimasi peningkatan dari 2.5 (1.7 – 3.2 ) ml
/100ml/menit dalam tertile terendah yaitu 4.0 (3.3 – 4.6) ml/100 ml/menit dalam
tertile tertinggi dari WMH. Tingkat tekanan darah tidak dimodifikasi pada hubungan
antara hemoglobin dan serebral perfusi (MAP: p=0.71).

4. Diskusi
Dalam penelitian berdasarkan jumlah populasi besar ini, kami menemukan
bahwa, kedua kadar hemoglobin rendah dan tinggi berhubungan dengan peningkatan
dalam resiko jangka panjang demenesia, termasuk AD. Anemia berhubungan dengan
34% peningkatan resiko demensia, dan 41 % untuk AD. Pada Brain imaging
ditemukan bahwa white matter, konektivitas struktural, serebral perfusi dan potensi
perdarahan mikro mungkin bertindak sebagai patofisiologis subsrates dalam
keterkaitan ini, memerlukan studi gambaran longitudinal (interventional) untuk
menyelidiki peran mereka sebagai potensial mediator.

14
Gambar 1
Prevalensi anemia dalam studi kami 6%, dan itu mengalami peningkatan yang
tinggi dengan usia kasarnya 30% pada lansia, serupa dengan yang pernah dilaporkan
pada populasi European dan Amerika Utara. Prevalensi dunia dari anemia,

15
bagaimanapun, lebih tinggi, dan region yang paling terpengaruh dengan peningkatan
yang tajam itu adalah insidens danri penyakit non-komunikabel termasuk demensia.
Sesuai dengan 3 laporan sebelumnya, kami menunjukan bahwa ini mungkin memiliki
implikasi-implikasi untuk demensia, sebagaimana hubungan jangka panjang dengan
anemia memperpanjang rentang rendah-normal hemoglobin. Pertanyaan utama yang
tersisa, tentu saja, adalah sejauh mana kadar hemoglobin secara langsung menjelaskan
peningkatan resiko ini (contoh, dengan mereduksi jaringan oksigenasi), atau apakah
hubungan-hubungan ini dapat di jelaskan dengan hal yang mendasarinya atau seiring
vaskular atau perubahan metabolisme, terutama keterlibatan zat besi dan vitamin B9
(folate) dan B12. Anemia dapat bertepatan dengan rentang kondisi kronis, beberapa
diantaranya sangat langka di masyarakat (contoh, sindrom myelodyplastik,
thalassemia), sementara lainnya (contoh, kekurangan zat besi dan inflamasi) adalah
kejadian umum, dan dapat berkontribusi untuk penurunan melalui jalur kognitif ke
hemoglobin. Kami mengontrol berbagai macam seperti (sub) penilaian penyakit
klinik dalam analisa kami, termasuk protein C-reaktif, dan mengkalkulasi bahwa
perancu substansial oleh variabel lain akan diminta untuk menjelaskan hubungan-
hubungan ini. Namun, jalur potensial, juga temasuk faktor yang tidak terukur seperti
zat besi dan pertimbangan bukti lainnya.
Tabel 3 Hemoglobin dan Anemia dala Hubungannya terhadap Penanda Imaging
Fokal dari Penyakit Vaskular Otak

Sebagai dampak langsung, pengurangan oksigenasi dapat membawa ke arah


hipoksia dan peradangan selanjutnya dengan efek yang merusak pada neuron.

16
Korelasi yang kuat dari hemoglobin ke aliran darah serebral yang mana kami temukan
mendukung gagasan mekanisme kompensatori yang mempertahankan pengiriman
oksigen serebral, dan mungkin penting jika mengalami gangguan ekstraksi oksigen
dan kegagalan mekanisme autoregulasi dengan penyakit serebral vessel kecil. Zat besi
chelators diperhatikan untuk mempertahankan kadar faktor yang diinduksi hipoksia 1-
α didalam saraf, berpotensi menghubungkan hemoglobin dengan oksigenasi yang
buruk dan AD. Ketika oksigenasi jatuh dibawah ambang batas iskemia, anemia
mungkin memicu stroke iskemik. Namun, temuan klinis tidak menjelaskan hubungan
itu dalam penelitian kami, dan ketidakadaan dari hubungan antara hemoglobin rendah
dan infark pada MRI otak, sejalan dengan gambar peneltian, menyarankan agar lebih
halus, proses kronis terlibat dalam penurunan kognitif. Ini di ilustrasikan oleh
meningkatnya beban WMHs, dan mengurangi konektivitas struktural dengan kadar
hemoglobin rendah dan tinggi, mencerminkan peningkatan resiko demensia. Juga
difusi gambar tidak dapat membedakan antara kehilangan axonal dan demielinisasi,
temuan-temuan ini dapat menunjukan gangguan zat besi homeostatis sekitar renang
bawah atau atas. Zat besi berakibat fatal bagi berbagai proses seluler di otak, termasuk
neurotransmitter sintesis, fungsi mitokhondrial, dan mielinisasi neuron. Untuk
penelitian selanjutnya menilai plasma dan zat besi otak. (contoh, pada kontemporari
T2 echo gradient MRI), tapi juga transferrin dan folate, sehubungan dengan demensia
dan biomarkers AD dapat mengungkap hubungan ini lebih lanjut.
Sebagai tambahan rentang rendah, kami menemukan bahwa kadar hemoglobin
tinggi juga terkumpul dengan sebuah peningkatan resiko demensia, memperluas
pengamatan jangka pendek dalam studi sebelumnya untuk resiko jangka panjang
masyarakat.

17
Gambar 2 Hemoglobin dan Perfusi Serebral
Meskipun penelitian ini berfokus pada anemia dan kisaran kadar hemoglobin
lebih rendah, atau mencerminkan keadaan yang merusak, pada beberapa cara.
Pertama, lisis dari eritrositis dapat menyebabkan penilaian tinggi di keadaan anemia
fungsional dan kelebihan dari zat besi bebas. Kedua, eritrositosis muncul secara
sekunder pada sistem reduksi dalam oksigenasi darah, sering kali disebabkan oleh
merokok, gagal jantung, penyakit pernapasan kronis atau penyakit ginjal kronis. Ini
semua adalah faktor resiko demensia, belum termasuk peserta dengan penyebab
umum eritrositosis dari penelitian kita tidak mengurangi perkiraan resiko dari
tingginya hemoglobin. Ketiga, viskositas darah yang lebih tinggi dapat menjadi
predisposisi iskemia, seperti biasanya terlihat pada paseien polisitemia vera. Nilai
hematokrit tinggi telah di amati oleh pasien dengan TIA dan stroke dan infark otak
tersembunyi, dan meskipun begitu kami menemukan tidak ada hubungan dari
hemoglobin tinggi dengan infark pada MRI, laporan sebelumnya dilaporkan
hubungan bentuk U dari hematokrit dengan resiko demensia, serta juga pada penyakit
jantung coroner dan storke ischemia ketika follow-up jangka panjang, menguatkan
relevansi potensial dari penyimpangan kedua belah pihak dari rentang normal.
Penelitian kedepannya diperlukan untuk menetukan apakah penemuan ini, disebabkan
karena viskositas tinggi, reduksi oksigenasi pada jaringan dengan kadar paling tinggi
dari hematokrit, atau kadar hematokrit yang lebih tinggi dalam individu dengan
mikroangiopati.
Beberapa keterbatasan penelitian ini perlu untuk di perhitungkan. Pertama,
meskipun kekokohan hubungan yang dilaporkan terhadap penyesuaian berbagai
potensi perancu, termasuk tindakan (sub) klinik penyakit kronis, residu perancu dapat

18
menghambat inferensi kasual. Khususnya, kami tidak mengukur (transport) zat besi
dan vitamin B, dan variasi-variasi dalam tingkat metabolisme mungkin dapat
berkontribusi pada degenerasi neuro. Meskipun begitu, seperti yang ditunjukan nilai-
E dari 2.0, perancu seperti itu perlu memlilki hubungan yang kuat dengan determinan
dan hasil. Kedua, subset dari populasi kami yang menjalani MRI lebih banyak pada
peserta dengan pendidikan tinggi dan sering mengonsumsi obat penurun lipid
daripada penelitian kohort awalnya, walaupun dengan kadar hemoglobin yang serupa
dalam kedua kelompok ini kemungkinan besar tidak akan menyebabkan bias dalam
resiko relative. Ketiga, populasi di Belanda dominannya adalah keturunan Eropa, dan
penelitian kedepan diperlukan konfirmasi bahwa penemuan-penemuan ini memang
berlaku untuk etnis lainnya dan kawasan geografis. Contohnya, mutasi pada gen α-
thalasemia, yang mana umumnya keturunan afrika, dan berbagai prevalensi malaria
dan sel sabit dapat berkontribusi terhadap anemia berbeda dari apa yang kita amati
dalam populasi kita.

5. Kesimpulan
Kedua kadar hemoglobin rendah dan tinggi berhubungan dengan peningkatan
resiko demensia jangka panjang diantara populasi umum. Memberikan implikasi
potensial untuk beban demensia secara global, penelitian dibutuhkan untuk
menidentifikasi subsrates biologikal, berpotensi focus untuk gangguan pada
konektivitas structural otak dan pengaturan aliran darah otak.

19
CRITICAL APPRAISAL

No. Judul & Pengarang +/+


1. Jumlah kata dalam judul < 12 kata - (14 kata)
2. Deskripsi judul +
3. Daftar penulis sesuai aturan jurnal +
4. Korespodensi penulis +
5. Tempat dan waktu penelitian dalam judul -

No. Abstrak +
1. Abstrak 1 paragraf +
2. Secara keseluruhan informative +
3. Tanpa singkatan selain yang baku +
+
4. Kurang dari 250 kata
(246 kata)

No. Pendahuluan +
- (4
1. Terdiri dari 2 bagian
paragraf)
2. Paragraf pertama mengemukakan alas an +
3. Paragraf kedua menyatakan hipotesis/tujuan penelitian -
4. Didukung oleh penelitian relevan +
5. Kurang dari 1 halaman +

No. Bahan & Metode Penelitian +/-


1. Jenis dan rancangan penelitian +
2. Waktu dan tempat penelitian +
3. Populasi sumber +
4. Teknik sampling -
5. Kriteria inklusi +
6. Kriteria eksklusi +
7. Perkiraan dan perhitungan besar sampel -
8. Perincian cara penelitian +
9. Uji statistik +
10. Program komputer +
11. Persetujuan subjektif -

No. Hasil +
1. Jumlah subjek +
2. Tabel karakteristik subjek +
3. Hasil penelitian +
4. Komentar dan pendapat hasil penulis tentang hasil +

20
5. Tabel analisis data dan uji +

No. Pembahasan, kesimpulan, daftar pustaka +/-


1. Pembahasan dan kesimpulan terpisah -
2. Pembahasan dan kesimpulan dipaparkan dengan jelas +
3. Pembahasan mengacu pada penelitian sebelumnya +
4. Pembahasan sesuai dengan landasan teori +
5. Keterbatasan penelitian +
6. Simpulan utama -
7. Simpulan berdasarkan penelitian +
8. Saran penelitian +
9. Penulisan daftar pustaka sesuai aturan +

21

Anda mungkin juga menyukai