Anda di halaman 1dari 3

Apakah Sama Orang-Orang yang Mengetahui dan Orang-Orang yang Tidak

Mengetahui?

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita
Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya dan para pengikutnya

Allah berfirman,

‫ل‬
‫ل َلْق ل‬
‫ه ل‬
‫سبتبوُيِ ب‬ ‫ن ال كبذي ب‬
‫ن َ ل‬ ْ‫ن يبلعلب ل‬
‫موُ ب‬ ‫ن بل ال كبذي ب‬
‫موُ ب‬ ‫ب لْألولْلوُا يببتبذككلْر إبن ك ب‬
ْ‫ماَ يبلعلب ل‬ ‫الل بللبباَ ب‬

Katakanlah (wahai Muhammad) apakah sama orang-orang yang mengetahui dan orang-
orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran. (QS Az Zumar: 9)

Beruntunglah orang-orang yang mau merenungi ayat-ayatNya dan mau mengambil pelajaran
darinya. Sesungguhnya sebaik-baik nasehat adalah Kitabullah, barangsiapa mau mengikuti
nasehat didalamnya sungguh ia telah beruntung dan selamat. Lewat tulisan yang ringkas ini
kami berusaha mengajak pembaca semua untuk sedikit merenungi dan mengambil faedah
dari firman Allah ayat kesembilan dari surat Az Zumar diatas.

Keutamaan ilmu dan Ahli Ilmu

Penulis yakin telah banyak yang mengetahui bahwa ayat diatas adalah salah satu diantara
dalil yang menunjukkan keutamaan ilmu dan orang yang berilmu. Dalam ayat yang mulia ini
Allah menyuruh Rasulullah untuk bertanya “Apakah sama orang yang mengetahui dan orang
yang tidak mengetahui?”. Ini adalah pertanyaan yang tidak perlu dijawab, karena sudah pasti
beda orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengatahui, orang yang berilmu dan
yang tidak berilmu. Jangankan manusia, hewan saja berbeda antara yang berilmu dan yang
tidak berilmu. Allah berfirman, “Katakanlah: Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan
(buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatih nya untuk
berburu” (al Maidah: 4). Hasil tangkapan binatang pemburu yang terlatih (berilmu) halal
dimakan, tidak demikian tangkapan hewan buas pada umumnya.

Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin membawakan dan menjelaskan ayat diatas di awal
bab “Keutamaan Ilmu” dalam “Kitabul Ilmi” beliau. Diantaranya beliau berkata, “Tidak sama
orang yang berilmu dan tidak berilmu, sebagaimana tidak sama orang yang hidup dengan
yang mati, yang mendengar dengan yang tuli, yang melihat dengan yang buta. Ilmu adalah
cahaya yang dengannya manusia mendapat petunjuk, yang denganya manusia keluar dari
kegelapan menuju cahaya. Dengan ilmu Allah mengangkat/melebihkan siapa yang
dikehendakinya dari para makhluqNya. Allah berfirman, Niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat (Al Mujadalah: 11)…” [kitabul Ilmi, hal 13]

Sikap seorang yang berilmu

Salah satu faedah yang berharga dari ayat diatas adalah “Hendaknya seorang yang berilmu
tidak seperti orang-orang yang tidak berilmu”. Ironisnya kita dapati banyak orang yang
bertahun-tahun menuntut ilmu atau bahkan orang-orang yang menisbahkan dirinya dengan
“ahli ilmu” tetapi akhlak, perilaku maupun amalannya tidak menunjukkan ilmu yang dimiliki.
Berikut beberapa sikap yang hendaknya dimiliki seorang yang berilmu:
1. Sikap terhadap diri sendiri

Seorang yang berilmu hendaknya dapat berinteraksi dengan dirinya sendiri dengan baik.
Hendaknya ia melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya sendiri baik dalam urusan
dunia maupun akhirat. Rasulullah bersabda, Bersemangatlah kamu terhadap apa-apa yang
bermanfaat bagi kamu, dan mohonlah pertolongan pada Allah dan jangan merasa lemah
[HR Muslim dari sahabat Abu Hurairah]. Jangan sampai ia menyerupai orang-orang yang
tidak memiliki ilmu yang suka melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat atau bahkan
melakukan hal-hal yang merugiakan dirinya sendiri. Padahal Rasulullah bersabda, Sebagian
dari kebaikan keislaman seseorang ialah meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya
[Tirmidzi (2318), Ibnu Majah (3976), Dihasankan oleh Tirmidzi]. Selain itu, hendaknya
seorang yang berilmu hendaknya ia menghiasi dirinya dengan perangai yang baik. Jangan
sampai ia menyerupai perangai orang-orang yang tidak berilmu, kolot, kasar, suka debat kusir
dan lainnya. Hendaknya ia menjadi orang yang arif, bijaksana, hati-hati dan berbagai
perangai yang baik lainnya yang mencerminkan ilmu yang ia miliki.

2. Sikap terhadap Tuhannya

Seorang yang berilmu hendaknya ia semakin dekat dengan Tuhannya dan semakin takut
dariNya. Allah berfirman ,

َ‫ما‬
‫شىَ َإبن ك ب‬ ‫ن َالل كبه َ ل‬
‫خ ب‬ ‫عبباَبدبه َبم ل‬ ‫الللْعلب ب‬
‫ماَء ب‬

Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. (Al
Fathir: 28)

Kedekatan seseorang dengan Tuhannya tercermin pada amalannya. Seorang yang berilmu
hendaknya dia giat melakukan ibadah dan amalan lainnya baik yang sunnah maupun yang
wajib. Jangan menjadi orang yang menjadikan ilmu hanya sebagai wawasan, tanpa ada
kemauan untuk mengamalkannya. Jika bermalasan dalam beramal lalu apa bedanya dengan
yang tidak berilmu. Dan itulah sifatnya orang yahudi, berilmu tetapi tidak diamalkan.

Sebagaimana telah bersusah payah mencari ilmu, hendaknya berusaha keras juga untuk
mengamalkannya. Kalau kita mengamalkan apa yang telah kita ketahui maka Allah akan
menambah ilmu kita. Sebagaimana dikatakan dalam sebuah perkataan hikmah,

‫يعلم َلم َماَ َعلم َه َاللورثه َعلم َبماَ َعمل َمن‬

“Barangsiapa mengamalkan apa-apa yang ia ketahui maka Allah menganugerahinya ilmu


yang ia belum ketahui.”

Dan hal ini juga dikuatkan dengan FirmanNya

‫ بوات كلْقوُلا‬,‫م َالل لبه‬ ْ‫ل َبوالل للْه َالل للْه َبولْيبعلب ل ل‬
ْ‫ملْك ل‬ ‫يءء َببلْك ب ل‬
‫ش ل‬
‫بعبليِم ب‬

Dan bertakwalah kepada Allah. Allah mengajarmu dan Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 282)
3. Sikap terhadap orang lain

Seorang yang berilmu hendaknya dapat menempatkan diri saat berinteraksi dengan orang
lain. Baik beinteraksi dengan yang lebih tua maupun lebih muda, dengan yang lebih berilmu
maupun dengan orang-orang awam. Dia dapat menempatkan dirinya saat bergaul dengan
sesama penuntut ilmu, dengan gurunya, maupun dengan orang-orang yang jahil. Diantara
sikap seorang yang berilmu terhadap orang lain adalah tawadhu’ dengan ilmu yang dimiliki.
Alangkah indahnya pepatah yang mengatakan “Seperti ilmu padi, semakin berisi semakin
merunduk”. Seorang yang memiliki niat yang benar dalam menuntut ilmu ia akan semakin
tawadhu’ seiring bertambah ilmu yang ia miliki. Ia sadar bahwa ia menuntut ilmu untuk
mengangkat kebodohan pada dirinya dan orang lain, bukan sekedar untuk sok atau bangga-
banggaan dengan ilmu yang dimiliki.

4. Sikap terhadap Agamanya

Seorang yang berilmu memiliki ghirah (kecenderungan) yang tinggi terhadap agamanya. Ia
berada dibarisan terdepan dalam dakwah dan memperjuankan Agamanya. Sebagaimana telah
diketahui bahwa agama tidak mungkin tegak kecuali dengan dua hal: Ilmu (petunjuk) dan
Pedang (perang). Dan itulah jalan para Nabi dan Rasul dan orang-orang yang mengikuti
mereka, mereka mendakwahkan ilmu yang mereka miliki. Allah berfirman,

‫ل‬
‫هـَبذبه َلْق ل‬ ‫ه َإببلىَ َأبلدلْعوُ َ ب‬
‫سببيِبلي َ ب‬ ‫ن َأبنبلاَ َبب ب‬
‫صيِبرءة َبعبلىَ َالل ل ب‬ ‫ات كبببعبني َبوبم ب‬

Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak
(kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata (QS Yusuf: 108)

Semoga tulisan singkat ini bermanfaat. Sholawat dan salam semoga tercurah kepada
Rosulullah serta keluarga dan sahabatnya.

Anda mungkin juga menyukai