Anda di halaman 1dari 11

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. Karena atas rahmat dan karunia-
Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Shalawat serta salam semoga tetap
tercurahkan kepada junjungan kita Rasulullah SAW beserta keluarganya, para shahabatnya,
serta kita semua para penganut ajarannya hingga akhir zaman.

Makalah yang berjudul TAYAMUM ini, kami susun dan kami ajukan sebagai salah satu
tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Makalah ini menjelaskan tentang hal-hal yang
berkaitan dengan tayamum, termasuk tata cara, beserta dalilnya dan lain sebagainya. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya, baik itu dosen pembimbing selaku penilai.

makalah, mahasiswa sebagai pembahasan dalam mata perkuliahan, ataupun bagi


masyarakat umum. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut
berkontribusi dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini, segala kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat
kami harapkan demi penyempurnaan makalah kami di masa yang akan datang .

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i


DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
BAB II : PEMBAHASAN .......................................................................................... 2
A. Pengertian tayamum............................................................................................ 2
B. Sebab-sebab diperbolehkannya tayamum ........................................................... 3
C. Srarat-syarat tayamum ........................................................................................ 3
D. Rukun-rukun tayamum ....................................................................................... 4
E. Sunat-sunat tayamum................................................. ......................................... 4
F. Batalnya tayamum ............................................................................................. 4
G. Beberapa masalah yang bersangkutan dengan tayamum. ................................... 5
BAB III : PENUTUP ................................................................................................... 8
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 8
B. Saran .................................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 9

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Dalam setiap dimensi kehidupan manusia, hidup bersih sudah merupakan kebutuhan
hidup. Apalagi bagi umat islam yang memang ada syari’at yang mewajibkan umatnya untuk
hidup bersih. Lebih dari itu, kaum muslimin diperintahkan untuk mensucikan raganya dari hadats
besar dan kecil pada saat-saat tertentu, terutama ketika mereka hendak menghadap Rabbnya
dalam shalat. Yang dalam istilah fiqihnya disebut “Thaharah (bersuci)”.

Ketika kita tidak bisa bersuci dari hadats dengan berwudhu atau mandi karena
sebab/keadaan darurat, maka kita masih dapat untuk menghilangkan hadats dengan cara
tayamum. Tayamum ini adalah bentuk kecintaan Allah kepada umat Islam dengan memberikan
keringanan (rukhsah) dalam beribadah menurut kemampuan masing-masing.

Semua rukhsah itu tidak bisa dilakukan jika kita tidak mengetahui syarat, rukun dan tata
caranya. Untuk itu kami susun makalah ini yang memuat didalamnya tentang hal-hal yang
berkaitan dengan thaharah dalam keadaan darurat, dalam hal ini tayamum.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian tayaamum ?


2. Apa sebab-sebab sehingga diperbolehkannya tayamum?
3. Apa syarat-syarat tayamum ?
4. Apa saja rukun / fardu tayamum?
5. Apa sunat-sunat dalam tayamum ?
6. Apa hal-hal yang membatalkan tayamum ?
7. Apa saja masalah yang bersangkutan dengan tayamum ?

C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui apa pengertian dari tayamum.


2. Untuk mengetahui apa saja sebab-sebab sehingga diperbolehkannya tayamum.
3. Untuk mengetahui syarat-syarat tayamum.
4. Untuk mengetahui rukun-rukun / fardu-fardu tayamum.
5. Untuk mengetahui sunat-sunat tayamum.
6. Untuk mengetahui hal-hal yang membatalkan tayamum.
7. Untuk mengetahui beberapa masalah yang sering kita jumpai yang bersangkutan
dengan tayamum.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tayamum

Pengertian Tayamum secara lughat (etimologi) yaitu “menyengaja”, sedangkan secara


sraya’ (terminologi) yaitu “Mendatanakan debu yang suci ke wajah dan kedua tangan sampai
sikut dengan syarat dan rukun tertentu.
Tayamum diperbolehkan pada tahun ke-6 Hijriyah, sebagai keringanan (rukshah) yang
diberikan kepada umat Isalam. Tayamum merupakan pengganti dari thaharah, ketika seseorang
tidak dapat mandi atau wudhu. Salah satu ayat yang sering dijadikan dasar untuk bertayamum
adalah dalam firman Allah surat Al-Maidah ayat 6, yang berbunyi :

َّ ‫س ُح ۡوا بِ ُر ُء ۡو ِس ُك ۡم َواَ ۡر ُجلَ ُك ۡم اِلَى ۡالـكَعۡ بَ ۡي ِنؕ َوا ِۡن ُك ۡنت ُ ۡم ُجنُبًا فَا‬
ؕ‫ط َّه ُر ۡوا‬ َ ‫ق َو ۡام‬ ِ ِ‫اغ ِسلُ ۡوا ُو ُج ۡو َه ُك ۡم َوا َ ۡي ِديَ ُك ۡم اِلَى ۡال َم َراف‬
ۡ َ‫ص ٰلوةِ ف‬
َّ ‫اِذَا قُمۡ ت ُ ۡم اِلَى ال‬
َ ‫طيِبًا فَ ۡام‬
‫س ُح ۡوا‬ َ ‫ص ِع ۡيدًا‬ َ ِ‫سفَ ٍر ا َ ۡو َجا ٓ َء ا َ َحد ٌ ِم ۡن ُك ۡم ِمنَ ۡالغَا ٓ ِٕٮ ِط ا َ ۡو ٰل َم ۡست ُ ُم الن‬
َ ‫سا ٓ َء فَلَ ۡم ت َِجد ُۡوا َما ٓ ًء فَتَيَ َّم ُم ۡوا‬ َ ‫ض ٰٰۤى ا َ ۡو َع ٰلى‬َ ‫َوا ِۡن ُك ۡنت ُ ۡم َّم ۡر‬
‫ بِ ُو ُج ۡو ِه ُك ۡم َواَ ۡيد ِۡي ُك ۡم ِم ۡنهُ (المئدة‬: ٦)
Artinya :
“Jika kamu hendak melakukan shalat, basuhlah mukamu dan tanganmu sampai ke siku. Dan
sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai ke mata kaki. Dan kalau kamu junub (wajib
mandi) bersihkanlah dirimu (mandilah). Dan kalau kamu sedang sakit atau sedang bepergian
atau kembali dari tempat buang air (kakus), atau bersetubuh dengan perempuan, lalu kamu tidak
menemukan air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih), kemudian sapulah wajah
dan tangan kamu dengan tanah tersebut.(QS. Al-maidah : 6)

Dan salah satu hadits Nabi yang berbunyi :


‫سلَّ ْم جعلت لنااٲلرض كلها مسجدا وتربتها طهورا (رواه مسلم‬
َ ‫علَ ْٻ ِه و‬ ٓ ‫صلَى‬
َ ‫ّللا‬ َ ‫)قَال النَّ ِبى‬
Artinya :
“Bumi dijadikan untuk-Ku sebagai mesjid dan debunya dapat mensucikan”. (HR.Muslim)

Dari Firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 6 tersebut telah jelas bahwa tayamum
merupakan pengganti wudhu atau mandi ketika seseorang dalam keadaan udzur, baik seperti
sedang sakit, sedang dalam perjalanan jauh ataupun tidak adanya air ketika hendak berwudhu
atau mandi.
Dalam hal ini tayamum berkedudukan hanya sebagai pengganti wudhu, oleh karenanya
tayamum tidak bisa dikiaskan dengan wudhu, sebab tayamum itu adalah bersuci dalam keadaan
darurat. Jika dimungkinkan masih bisa melaksanakan wudhu maka tidak diperbolehkan untuk
bertayamum.

2
B. Sebab-sebab diperboloehkannya tayamum

Ada beberapa sebab yang mengakibatkan seseorang diperbolehkan untuk bertayamum,


diantaranya :

1. Tidak adanya air


Hal ini bisa disebabkan karena sudah diusahakan untuk mencari air tetapi tidak
mendapatkan air, sedangkan waktu shalat sudah masuk atau karena sedang dalam perjalanan
(musafir). Ada beberapa kriteria musafir yang diperbolehkan bertayamum, yaitu sebagai berikut :

a.) Ia yakin bahwa disekitar tempatnya itu benar-benar tidak ada air, maka ia boleh
langsung bertayamum tanpa harus mencari air terlebih dahulu.
b.) Ia tidak yakin, ia menduga disana mungkin ada air, tetapi mungkin juga tidak. Pada
keadaan yang demikian, ia wajib lebih dulu mencari air di tempat-tempat yang
dianggapnya mungkin terdapat air.
c.) Ia yakin ada air disekitar tempat itu. Akan tetapi menimbang situasi pada saat itu
tempatnya jauh dan dikhawatirkan waktu shalat akan habis dan banyaknya musafir
yang berdesakan mengambil air, maka ia diperbolehkan tayamum.

2. Adanya udzur
Adanya udzur seperti sakit, yang menurut prediksi dokter akan bertambah parah akan
bertambah parah atau semakin lama sembuhnya bila terkena air.

3. Ada perbedaan pendapat


Ada perbedaan pendapat tentang sebab tayamum yang ke-3 ini, Imam Hanafi
berpendapat hanya ada dua yg disebutkan diatas yg merupakan sebab diperbolehkannya
tayamum, menurut Imam Syafi’i sebab ke-3 adalah adanya air sedikit tetapi untuk minum hewan
yang dimulyakan oleh syara’, menurut Imam Malik adanya air sedikit tetapi untuk minum hewan
sekalipun anjing, dan menurut Imam Hambali sebab yang ke-3 adalah mancari air setelah
waktunya shalat tetapi tidak menemukan air.

C. Syarat-syarat tayamum

Tayamum dibenarkan apabila terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut :


1. Dengan tanah yang suci dan berdebu.
Menurut pendapat Imam Syafi’i, tidak sah tayamum selain dengan tanah. Menurut
pendapat imam yang lain, boleh (sah) tayamum dengan tanah, pasir atau batu. Dalil pendapat
yang kedua ini adalah berdasarkan sabda Rasulullah SAW. :
َ ‫طيِبَةً َو‬
‫ط ُه ْو ًر َاو َمس ِْجدًا‬ ُ ‫ت ِلى ْاْلَ ْر‬
َ ‫ض‬ ْ َ‫ُج ِعل‬
Artinya :

3
“Telah dijadikan bagiku bumi yang baik, menyucikan, dan tempat sujud perkataan “bumi”
termasuk juga tanah, pasir dan batu”.
Yang dimaksud dengan tanah (debu) yang suci disini adalah tanah murni (khalis) yang
tidak bercampur dengan barang selainnya (seperti tepung dan sebangsanya), dan bukan pula
tanah yang musta’mal (yang sudah terpakai untuk thaharah).

2.Sudah masuk waktu shalat.


Tayamum disyariatkan untuk orang yang terpaksa. Sebelum masuk waktu shalat ia belum
terpaksa, sebab shalat belum wajib atasnya ketika itu.

3.Menghilangkan najis.
Menurut sebagian ulama, sebelum melakukan tayamum hendaklah ia membersihkan diri
terlebih dahulu dari najis, tetapi menurut pendapat yang lain ada juga yang mengatakan tidak
usah.

D.Rukun- rukun tayamum

1.Niat
2.Mengusap wajah dengan dengan debu
3.Mengusap kedua tangan.
4.Menurut Imam Hanafi dan Imam Hambali hanya ada 3 rukun-rukun tayamum yang

E.Sunat-suunat tayamum

1.Membaca basmallah. Dalilnya adalah hadits sunat wudhu, karena tayamum merupakan
pengganti wudhu.
2. Mengepikan debu dari telapak tangan supaya debu yang berada di telapak tangan menjadi
tipis.
3.Mendahulukan menyapu tangan kanan dari yang kiri dan memulakan bagian atas dari
bagian bawah ketika menyapu muka.
4.Merenggangkan jari-jari ketika menepukannya pertama kali ke tanah.
5.Menyela-nyela jari setelah menyapu kedua tangan
6.Dilakukan dengan tertib
7.Membaca dua kalimat syahadat sesudah tayamum, sebagaiman sesudah selesai berwudhu

F. Batalnya tayamum

1. Semua hal yang membatalkan wudhu juga membatalkan tayamum.


2. Adanya air.

4
Apabila seseorang bertayamum karena tidak ada air dan bukan karena sakit atau luka,
lalu ia mendapatkan air sebelum ia melaksanakan shalat maka tayamumnya itu batal. Oleh
karena itu ada beberapa ketentuan bagi orang yang bertayamum tetapi kemudian
menemukan air, adalah sebagai berikut :

a. Jika menemukan air setelah shalat selesai, maka tidak wajib baginya untuk mengulangi
shalatnya, meskipun waktu shalat itu masih ada. Sebagaimana diteranggkan dalam hadits
berikut yang artinya :
“Dua orang laki-laki melakukan suatu perjalanan dan datanglah waktu shalat, sedangkan
mereka tidak mendapakan air. Maka keduanya bertayamum dengan tanah yang suci, lalu
melaksanakan shalat. Kemudian diantara mereka menemukan air, maka seorang dari
mereka berwudhu dan mengulangi shalatnya, sedangkan yang satunya tidak mengulangi
shalatnya, kemudian mereka menghadap Nabi SAW dan menceritakan peristiwa itu. Maka
Rasulullah SAW bersabda kepada orang yang tidak mengulanginya, “ Engkau telah sesuai
sunnah dan memperoleh pahala dari shalatmu.” Kepada orang yang berwudhu lagi
mengulangi shalatnya, “Bagimu pahala dua kali.”[4]

b. Jika orang yang bertayamum bukan karena sakit,lalu menemukan air sebelum ia
melaksanakan shalat, maka tayamumnya itu batal dan ia harus berwuudhu.

c. Apabila orang yang bertayamum karena junub, lalu ia menemukan air setelah shalat, maka
ia tidak wajib mengulangi wudhu melainkan harus mandi. Sebagaimana diterangkan dalam
hadits Nabi SAW berikut yang artinya :
“Rasulullah SAW melakukan shalat bersama oorang-orang. Ketika beliau berpaling dari
shalatnya, ada seorang laki-laki yang memisahkan diri dan tidak ikut shalat. Maka
Rasulullah bertanya kepadanya, “Kenapa kamu tidak ikut shalat bersama orang-orang?”
Dia menjawab : “ Saya sedng junub dan tidak saya dapati air.” Maka beliau bersabda :
“Pakailah tanah, itu cukup bagimu.” Selanjutknya diceritakan oleh Imran setelah mereka
memperoleh air, maka Rasulullah SAW memberikan setimba air kepadanya seraya
bersabda : ”Pergilah dan kucurkanlah ke tubuhmu (mandilah)”[5].
3. Murtad.

5
G. Beberapa masalah yang bersangkutan dengan tayamum

1. Tayamumnya orang yang memakai perban


Menurut Syaikh Abu Syujak :”Orang yang mempunyai jabiirah, yakni perban pada
anggota wudhunya, cukup mengusap perbannya itu dan dan bertayamum kemudian shalat.
Dan tidak wajib mengulangi, juga waktu meletakan perban itu dia dalam keadaan suci.
Orang yang mengalami patah tulang atau sekedar bergeser tulangnya kadang-kadang
memerlukan perban (jabiirah) dan kadang-kadang tidak memerlukan. Jika memang
pemakaian perban itu diperlukan, karena khawatir mempenggaruhi kesehatan badannya atau
anggota badannya maka orang tersebut boleh memakai perban.
Kemudian lihat situasi dan kondisi. Jika pada waktu bersuci dia boleh melepaskan perban
itu tanpa menimbulkan bahaya, maka ia wajib melepaskan perban itu. Jika tidak, harus
mengusap perban itu dengan tanah/debu, jika perban itu terletak pada anggota tayamum.
Jika perban itu tidak boleh dilepaskan, karena jika dilepaskan akan bahaya seperti
dikhawatirkan hilangnya nyawa, atau hilangnya anggota tubuh atau manfaat dari anggota
tubuh itu, atau khawatir timbul cacat yang buruk pada anggota yang kelihatan, maka orang itu
tidak diharuskan melepaskan perban itu. Tetapi ada beberapa hal yang wajib ia kerjakan
antara lain :
a. Wajib membasuh anggota yang sehat menurut madzhab yang kuat.
b. Wajib membasuh apa saja yang dapat dibasuh, termasuk kulit-kulit yang beradadi bawah
pinggiran perban, dengan meletakan kain yang telah dibasahi atau dengan memeras kain
itu untuk membasuh tempat-tempat yang dapat dibasuh.
c. Wajib mengusap perban itu dengan air. Usapan itu untuk anggota yang sehat dan
tertutup oleh perban. Dan wajib mengusap seluruh perban itu menurut Qaul dan Shahih.
d. Wajib tayamum selain mengusap perban. Inilah menurut Qaul dan Masyhur.

Kemudian seperti apa yang telah dikemukakan diatas, mengenai wajibnya membasuh
anggota yang sehatdan mengusap perban serta wajib tayamum, itu dapat dianggap
cukup setelah nmemenuhi dua syarat :
a. Anggota sehat yang tertutup oleh perban harus anggota yang tidak dapat ditinggalkan
untuk mengikat perban.
b. Meletakan perban harus dalam keadaan suci. Jika tidak, wajib mencopot dan
mengulangi memakainya dalam keadaan suci jika boleh. Jika tidak boleh, perban itu
dibiarakan dan wajib mengqadha shalat apabila sudah sembuh.
2. Bertayamum Dengan Dinding
Tanah yang baik yang dapat dipergunakan untuk tayamum adalah debu yang suci, jika
disekitar tempat tayamum itu tidak ditemukan debu, maka boleh bertayamum dengan
menggunakan dinding. Dengan catatan dinding itu berdebu dan dindingnya tidak kotor
sehingga tidah mencampuri kesucian debunya.

6
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma bahwa dia berkata; Saya datang
bersama dengan ‘Abdullah bin Yasar bekas budak Maimunah isteri Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Tatkala kami bertemu dengan Abu Jahim bin Al-Harits bin Ash-Shamah Al-
Anshari maka Abu Jahim mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah datang dari
arah sumur Jamal. Kemudian ada seorang lelaki yang menemuinya dan mengucapkan salam
kepada beliau. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menjawab salamnya hingga
beliau menyentuh dinding (dengan tangannya, pen) kemudian membasuh wajah dan kedua
telapak tangannya. Baru setelah itu beliau mau menjawab salamnya.” (Muttafaq ‘alaih) Hadits
ini menunjukkan bahwa bertayamum dengan mengusap dinding diperbolehkan)

7
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Adapun beberapa hal yang kami dapat simpulkan dari penyusunan makalah ini adalah sbb :

1. Tayamum menurut bahasa (etimologi) yaitu “menyengaja”, sedangkan menurut istilah


(terminologi) yaitu “Menyampaikan debu yang suci ke wajah dan kedua tangan sampai sikut
dengan syarat dan rukun tertentu”.
2. Tayamum merupakan pengganti dari thaharah, ketika seseorang tidak dapat mandi atau
wudhu karena sedang dalam keadaan udzur, baik seperti sedang sakit, sedang dalam
perjalanan jauh ataupun tidak adanya air ketika hendak berwudhu atau mandi, atau adanya
air sedikit tetapi air itu dipakai untuk minum hewan sekalipun anjing.
3. Tayamum diperbolehkan apabila terpenuhi syarat-syarat seperti harus menggunakan tanah
yang suci dan berdebu, sudah masuk waktu shalat danmenghilangkan najis
4. Rukun tayamum adahal : niat, mengusap wajah dengan dengan debu, mengusap kedua
tangan, dan tertib.
5. Hal yang membatalkan tayamum adalah : semua hal yang menbatalkan wudhu, adanya air
(bagi orang yang bertayamum karena tidak adanya air) dan murtad.

B. Saran

Allah SWT telah memberikan banyak keringanan (rukshah) dalam hal ini tayamum, yang
diberikan kepada umat Isalam dalam menjalankan ibadahnya sesuai kemampuan masing-
masing. Namum kita sebagai umat Islam jangan hanya berpatokan kepada sumua keringanan
yang diberi, sehingga kita lalai dan meremehkan ibadah yang seharusnya kita jalankan.
Dengan banyaknya keringanan-keringan dalam beribadah yang kita peroleh, maka tidak ada
alasan lagi bagi kita umat Islam untuk melalaikan ibadah kita sehingga kita tidak
menjalankannya.
Walaupun dengan banyaknya perbedaan dalam penetapan hukum Islam dalam beribadah
di kalangan madzhab dan alim ulama, semua itu kembali lagi kepada faham mana yang lebih
kita yakini. Sehingga tidak dibenarkan mendiskriminasi golongan yang tidak sefaham
dengan kita. Karena walaupun banyak perbedaan pendapat, tetapi tetap ada dalil yang kuat
yang dijadikan alasan atau sandaran didalam penetapan hukum-hukum Islam tersebut.

8
DAFTAR PUSTAKA

 Fuad, Muhammad. 2007. FIQIH Wanita Lengkap. Jombang: Lintas Media.


 Hidayat. 2009. Thaharah dan Shalah bagi Musafir. . Bandung: IMTIHA
 Hidayat. 2009. Thaharah dan Shalah bagi Musafir. . Bandung: IMTIHA
 Mannan, Abdul. 2007. FIQIH Lintas Madzhab. Kediri: PP Al falah.
 Rasjid, H. Sulaiman. 2012. Fiqh Islam. Cet.ke-55. Bandung: Sinar Baru
 http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/bersuci-dengan-debu.html

Anda mungkin juga menyukai