stratigrafi gunung api, aspek struktur geologi, aspek sejarah geologi dan juga
aspek geologi tata lingkungan yang berkembang pada daerah penelitian. Hasil dari
identifikasi yang dilakukan selama proses pemetaan rinci di lapangan dan juga
Indikasi adanya tubuh gunung api baik yang masih aktif, mati maupun
gunung api purba dapat dikenali dari berbagai macam pendekatan, yaitu
analisis peta geologi, pendekatan analisis stratigrafi maupun litofasies gunung api,
tubuh gunung api. Pada daerah penelitian indikasi adanya beberapa tubuh gunung
api purba yakni relief paling kasar daripada daerah sampingnya. Relief kasar
tersebut berbentuk sebaran lateral yang relatif melingkar (Gambar 4.1). Dari data
Alfian Trisna Adi. S
410014130 72
tersebut sehingga dapat diintrepetasikan terdapat empat khuluk gunung api yaitu
Gambar 4.1 Analisis dari citra SRTM (Shuttle Radar Topographic Mission)
DEMNAS (Anonim, 2018) yang menunjukkan adanya suatu pola
melingkar pada daerah penelitian.
gunung api masa lampau, yaitu berupa pola perbukitan berbentuk sirkular yang
diintepretasikan sebagai sisa tubuh gunung api yang telah tererosi tingkat lanjut
dan kemungkinan strata batuan yang tertindih oleh strata lain diatasnya pada
Gambar 4.3 Bentukan 3D arah timurlaut dari citra DEMNAS (Anonim, 2000)
daerah penelitian.
Alfian Trisna Adi. S
410014130 74
4.1.2. Pendekatan Fasies Gunung Api
Dari analisa data yang didapatkan pada survei awal, diperoleh adanya lava
yang mencirikan fasies pusat suatu gunung api purba. Selain itu dijumpai pula
litologi berupa tuf jatuhan, breksi piroklastika dan lava yang mencirikan sebagai
fasies proksimal. Kehadiran lava disini sebagai kunci adanya pusat erupsi gunung
api karena dengan kehadiran lava pasti ada daerah dimana asal lava itu
dikeluarkan (pusat erupsi). Pusat erupsi dari lava andesit tersebut diinterpretasikan
tidak jauh dan masih berada pada daerah penelitian karena sifat lava andesit
dengan viskositas menengah dan fluiditas menengah, berbeda dengan lava basal
yang mengalir jauh kemana-mana sebagai akibat dari viskositas rendah dan
fluiditas tinggi. Beberapa fasies tersebut bisa saja saling tumpang tindih akibat
proses vulkanisme bisa saling berkaitan dan berjalan secara berlanjut sehingga
aktivitas vulkanisme yang berumur relatif lebih muda bisa menerobos batuan
vulkanik yang lebih tua dimana membuat awalnya termasuk fasies proksimal
maupun medial menjadi fasies sentral akibat aktivitas vulkanisme yang lebih
muda.
4.2. Geomorfologi
pembagian satuan geomorfologi, pola pengaliran, stadia sungai dan stadia daerah
penelitian. Aspek morfometri yang bersifat kuantitatif pada peta sayatan lereng
perhitungan kemiringan lereng & beda tinggi (Lampiran 3, hal. 186), yang
penelitian, dikorelasikan dengan hasil analisa kondisi roman muka bumi melalui
peta topografi serta citra satelit, berdasarkan proses geologi baik endogen maupun
eksogen, pola pengaliran, stadia sungai dan stadia daerah penelitian sehingga
bukan secara empiris atau parametris, misalnya dari kriteria persen lereng saja,
klasifikasi Brahmantyo & Bandono (2006) yaitu meliputi bentang alam vulkanik
Satuan ini menempati sekitar 14,8 % dari luas daerah penelitian, meliputi
desa Padaasih, desa Cidadap, desa Sinarbakti, desa Padasenang dan desa
Sukamaju. Morfologi pada satuan ini secara morfogenesa terbentuk akibat proses
vulkanik yang berlangsung pada daerah penelitian, dari Proses vulkanik tersebut
2006) (Gambar 4.4), akibat adanya proses keluarnya magma kepermukaan bumi
memiliki beda tinggi rata-rata 50,7 Meter dan kelerengan 32,02 %, ketinggian
daerah antara 125 - 250 m di atas permukaan laut (dpl) (Lampiran 3, hal. 186),
termasuk kedalam relief topogafi perbukitan (van Zuidam, 1979). Tersusun oleh
Alfian Trisna Adi. S
410014130 77
litologi lava andesit dan breksi andesit dengan tingkat pelapukan batuan rendah -
tinggi. Tata guna lahan sebagai perkebunan karet Cikasintu, pertanian dan
pemukiman. Pola pengaliran satuan ini dendritik dengan stadia sungai dewasa.
Satuan ini menempati sekitar 1,83 % dari luas daerah penelitian. Meliputi
desa Padasenang. Morfologi pada satuan ini secara morfogenesa terbentuk akibat
proses vulkanik yang berlangsung pada daerah penelitian, dari Proses vulkanik
memiliki beda tinggi rata-rata 45,83 Meter dan kelerengan 20,98%, ketinggian
Alfian Trisna Adi. S
410014130 78
daerah antara 187,5 – 275 m di atas permukaan laut (dpl) (Lampiran 3, hal. 179).
termasuk kedalam relief topogafi perbukitan (van Zuidam, 1979). Tersusun oleh
litologi lava andesit dengan tingkat pelapukan sedang. Tata guna lahan daerah ini
sebagai perkebunan karet Cikasintu. Pola pengaliran satuan ini adalah dendritik.
Satuan ini menempati sekitar 14,57 % dari luas daerah penelitian, meliputi
desa Padasenang, desa Cidadap dan desa Banjarsari. Morfologi pada satuan ini
akibat adanya proses keluarnya produk gunung api kepermukaan bumi yang
memiliki beda tinggi rata-rata 41,67 Meter dan kelerengan 19,4%, ketinggian
daerah antara 150 - 200 m di atas permukaan laut (dpl) (Lampiran 3, hal. 187).
tingkat pelapukan sedang - tinggi. Tata guna lahan sebagai perkebunan karet
Satuan ini menempati sekitar 9,5 % dari luas daerah penelitian. Meliputi
desa Padasenang, desa Banjarsari, desa Sukakerta dan desa Mekartanjung. Secara
Api (Brahmantyo dan Bandono, 2006) (Gambar 4.7), akibat adanya proses
keluarnya produk gunung api kepermukaan bumi yang menghasilkan tuf jatuhan.
memiliki beda tinggi rata-rata 28,12 m dan kelerengan 13,7%, ketinggian daerah
antara 100 - 150 m diatas permukaan laut. Termasuk kedalam relief topogafi
bergelombang lemah (van Zuidam, 1979). Tersusun oleh litologi breksi andesit
dan tuf, tingkat pelapukan batuan sedang - tinggi. Tata guna lahan pada satuan ini
Satuan ini menempati sekitar 15,2 % dari luas daerah penelitian. Meliputi
desa Sukakerta, desa Bojonglarang, desa Sinarbakti dan desa Neglasari. Morfologi
pada satuan ini secara morfogenesa terbentuk akibat proses vulkanisme dan
Dataran Antar Gunung Api (Brahmantyo dan Bandono, 2006) (Gambar 4.8).
antara 100 - 175 m di atas permukaan laut (dpl) (Lampiran 3, hal. 188). Termasuk
kedalam relief topogafi bergelombang lemah (van Zuidam, 1979). Tersusun oleh
litologi batulempung dan produk jatuhan tuf dari Gumuk Neglasari dengan tingkat
pertanian, pemukiman penduduk. Pola pengaliran pada satuan ini adalah dendritik
Satuan ini menempati sekitar 8,1 % dari luas daerah penelitian. Meliputi
desa Sukakerta, desa Sukaraharja dan desa Neglasari. Morfologi pada satuan ini
Gunung Api (Brahmantyo dan Bandono, 2006) (Gambar 4.9), akibat adanya
memiliki beda tinggi rata-rata 31,8 m dan kelerengan 38,3%, ketinggian daerah
antara 187,5 - 300 m di atas permukaan laut (dpl) (Lampiran 3, hal. 188).
termasuk kedalam relief topogafi perbukitan - tersayat kuat (van Zuidam, 1979).
Tersusun oleh litologi produk jatuhan tuf dari Gumuk Neglasari dengan tingkat
pelapukan batuan sedang - kuat. Tata guna lahan pada satuan ini adalah
Gambar 4.9 Kenampakan Satuan Perbukitan Sisa Gunung Api Neglasari (foto
diambil di LP 3 pada koordinat S 07ᵒ 15’ 33,4” & E 106ᵒ 59’ 20,5”).
Meliputi desa Sirnasari, desa Sukaluyu, desa Sukamaju dan desa Sukajaya.
2006) (Gambar 4.10), akibat adanya proses keluarnya produk gunung api
memiliki beda tinggi rata-rata 33,87 m dan kelerengan 19,56 %, ketinggian daerah
antara 125 - 450 m di atas permukaan laut (dpl) (Lampiran 3, hal. 189). termasuk
Tersusun oleh litologi produk jatuhan tuf dari Gumuk Sirnasari dengan tingkat
pelapukan batuan sedang. Tata guna lahan pada satuan ini adalah perkebunan,
Gambar 4.10 Satuan Bergelombang Kuat - Perbukitan Sisa Gunung Api Sirnasari
(foto diambil di LP 65 pada koordinat S 07ᵒ 16’ 18,7” & E 106ᵒ 59’
24,2”).
Alfian Trisna Adi. S
410014130 84
4.2.1.8 Satuan Bergelombang Lemah Dataran Banjir
Satuan ini menempati sekitar 0,9 % dari wilayah penelitian yaitu Desa
Secara morfogenesa satuan morfologi ini terbentuk akibat suplai batuan produk
gunung api yang lepas dan terbawa arus sungai, ukuran endapan bervariasi dari
tinggi rata-rata 17,5 Meter dan kelerengan 10,8%, ketinggian daerah antara 62,5 –
87,5 m di atas permukaan laut (dpl) (Lampiran 3, hal. 190). Termasuk kedalam
relief topogafi bergelombang lemah (van Zuidam, 1979). Pola pengaliran satuan
Pola pengaliran paralel merupakan pola aliran sungai yang mempunyai arah
relatif sejajar, mengalir pada daerah dengan kemiringan lereng sedang sampai
curam, dapat pula pada daerah dengan morfologi yang paralel dan memanjang.
Alfian Trisna Adi. S
410014130 86
Pola ini memiliki kecenderungan berkembang ke arah dendritik atau trellis.
(pohon oak), dan cabang-cabang sungai (anak sungai) berhubungan dengan sungai
yang homogen dengan sedikit atau tanpa pengendalian struktur, contoh pada
batuan beku atau lapisan horisontal. Luas pola pengaliran ini meliputi 49 % dari
Sungai Ci Buni
membentak sudut siku-siku, lebih banyak dikontrol oleh faktor kekar kekar yang
Luas pola pengaliran ini meliputi 13 % dari daerah penelitian. Pola aliran
ini berkembang pada Satuan Geomorfologi Perbukitan Sisa Gunung Api Sirnasari.
bentang alam yang ada pada suatu daerah serta proses - proses geologi (proses
Alfian Trisna Adi. S
410014130 87
endogenik dan eksogenik) yang mengontrolnya (Thornbury, 1969). Proses -
proses endogenik (asal dalam) tersebut meliputi aktivitas vulkanisme dan tektonik
serta proses eksogenik (asal luar) seperti pelapukan, erosi dan sedimentasi. Media
material lepas di permukaan bumi. Jika media berasal dari luar bumi tetapi masih
dalam lingkungan atmosfir disebut sebagai proses eksogen, jika media berasal
penelitian. Aktivitas vulkanisme terjadi mulai dari periode Tersier hingga Kuarter.
terbentuknya morfologi yang khas pada daerah penelitian, sebagai contoh yaitu
terdapat morfologi perbukitan gunung api Padaasih yang diakibatkan bentuk lahan
yang masuk tahapan destruktif, akibat adanya proses eksogenik maka bentuk
tubuh Khuluk Padaasih tersebut sudah tidak lagi sempurna akibat tahapan
merusak menyisakan bentukan sisa gunung api berupa pola melingkar pada citra
dengan adanya proses eksogenik seperti; pelapukan, erosi dan transportasi, yang
berlangsung intensif hingga saat ini. Proses destruksional ini secara keseluruhan
terjadi pada daerah penelitian secara menerus yaitu berupa pelapukan intensif
maupun erosional. Hal ini dapat terlihat dari keterdapatan soil yang tebal ± 2,5
meter.
Alfian Trisna Adi. S
410014130 88
4.2.4 Stadia Sungai
sungai dewasa. Stadia sungai Dewasa terdapat pada sebagian besar daerah
penelitian meliputi sungai Ci Buni dan Ci Balapulang. Stadia ini dicirikan dengan
erosi vertikal berimbang dengan erosi lateral, lembah berbentuk U, aliran sungai
berkelok-kelok, terdapat meander, bentuk sungai relatif lurus seperti yang terdapat
pada Sungai Ci Buni di daerah Desa Padaasih dan mulai berkelok di Daerah
Stadia ini dicirikan oleh kecepatan aliran yang mulai berkurang, gradien
sungai sedang, dataran banjir mulai terbentuk, erosi secara lateral berimbang
dengan dengan erosi secara vertikal. Sungai Ci Buni (Gambar 4.13) memiliki arah
Gambar 4.13 Sungai Ci Buni memiliki bentuk lembah U stadia dewasa (foto
diambil pada koordinat S 07ᵒ 17’ 22,9” & E 106ᵒ 58’ 5,8”).
Alfian Trisna Adi. S
410014130 89
Gambar 4.14 Sungai Ci Balapulang memiliki bentuk lembah U, menunjukkan
stadia dewasa (foto diambil pada koordinat S 07ᵒ 15’ 06,2” & E
106ᵒ 57’ 40,9’’).
morfologi suatu daerah telah berubah dari morfologi aslinya. Tingkat kedewasaan
daerah atau stadia daerah dapat ditentukan dengan melihat keadaan bentang alam
dan kondisi sungai yang terdapat pada daerah tersebut. Stadia daerah penelitian
dikontrol oleh litologi, struktur geologi dan morfologi baik proses endogenik
penelitian merupakan bentang alam asal gunung api yang telah mengalami
erosional sehingga tidak berbentuk kerucut lagi dan mengalami proses pendataran
sehingga bentukan gunung api sudah tidak begitu jelas. Sungai yang ada di daerah
penelitian memiliki stadia dewasa menuju ke tua, sedangkan dari struktur geologi
Sirnasari, sebagian produk vulkanik dari Khuluk Padaasih ditutupi oleh tuf
jatuhan dari Gumuk Sirnasari, produk vulkanik jatuhan dari Gumuk Sirnasari
umumnya ditutupi oleh tanah penutup yang cukup tebal. Keadaan geomorfologi
gunung api yang terdapat pada daerah penelitian, proses endogen dan eksogen
yang berkembang serta stadia sungai, apabila bandingkan dengan model bentang
alam gunung api menurut Hartono (2000) secara umum stadia daerah penelitian
termasuk kedalam tahapan pendataran gunung api, terutama gunung api yang
Padasenang dantahapan sisa gunung api yang meliputi Khuluk Padaasih, Khuluk
terhadap aspek-aspek geologi yang terdapat pada daerah penelitian, hal ini
4.3 Stratigrafi
daerah penelitian, terdapat tubuh gunung api. Proses penamaan satuan batuan
yang tercantum dalam Sandi Stratigrafi Indonesia pada Bab III pasal 26 dan pasal
dan gumuk. Khuluk gunung api. Dimaksudkan untuk menata batuan atau endapan
gunung api berdasarkan urutan kejadian agar evolusi pembentukan gunung api
peneliti terdahulu Sukamto, dkk (1975) yang membagi daerah penelitian terdiri
dari Formasi Jampang berumur Tersier (Miosen Awal) yang dapat disetarakan
dengan Khuluk Padaasih, kemudian Formasi Beser (Miosen Akhir) yang dapat
Formasi Bentang (Miosen Akhir), Bagian Atas Formasi Bentang (Miosen Akhir-
Pliosen) yang dapat disetarakan dengan Khuluk Sirnasari dan paling muda
endapan aluvium (Holosen) hadir sebagai endapan pasir dan kerikil. Secara
penelitian. Khuluk ini tersusun oleh Satuan Aliran Lava Padaasih (PAl1) dan
subbab selanjutnya.
Satuan ini tersusun oleh aliran lava yang merupakan produk erupsi fase
konstruktif paling pertama dari keterbentukan khuluk Padaasih pada kala Miosen
Awal.
Penyebaran satuan ini meliputi ± 3,2 % dari total luas daerah penelitian,
meliputi Desa Padaasih, Desa Sinarbakti dan Desa Cidadap. Ketebalan singkapan
Secara megaskopis satuan ini terdiri dari litologi lava andesit (Gambar
4.15). Ciri litologi meliputi warna segar abu-abu kehitaman, warna lapuk coklat
sedikit kemerahan, struktur masif, ciri khas berupa kekar tiang/kolom (Columnar
Gambar 4.15 Kenampakan Aliran Lava Andesit dengan struktur columnar joint
dengan arah foto N 20 ᵒ E (foto diambil di LP 71 koordinat S 07ᵒ
17’ 30,1” & E 106ᵒ 58’ 49,9”).
abuan, pada pengamatan nikol silang sampel berwana hitam abu-abu gelap dan
putih. bertektur porfiro-afanitik dan tektur khas trakhitik dimana mineral fenokris
tertanam pada massa dasar kristal yang lebih halus. Komposisi fenokris
(2,7%), magnetit (2,7%), hornblenda (3,63%)), masa dasar gelas (5,45%) dan
c. Penentuan Umur
Pada satuan aliran lava Padaasih tidak ditemui kandungan mikrofosil, penentuan
Satuan aliran lava Padaasih berada di paling bawah dari strata batuan yang ada di
daerah penelitian atau disebut sebagai batuan alas. Secara fasies gunung api,
satuan ini termasuk kedalam fasies pusat (Vessel dan Davies , 1981) Khuluk
Padaasih.
Satuan ini tersusun oleh aliran breksi piroklastika yang merupakan produk
Penyebaran satuan ini meliputi ± 11,6 % dari total luas daerah penelitian,
meliputi meliputi Desa Padaasih, Desa Sinarbakti dan, Desa Sukamaju Desa
(Tabel 4.2).
b. Litologi Penyusun
Secara megaskopis satuan ini terdiri dari litologi breksi andesit piroklastik
(Gambar 4.16). Ciri fisik litologi di lapangan meliputi fragmen batuan dengan
warna segar abu-abu kehitaman, warna lapuk coklat kemerahan, struktur masif-
dari plagioklas, kuarsa, gelas. Matriks berupa tuf, warna segar putih keabuan,
ukuran butir kasar >2 mm, sortasi buruk, kemas terbuka, komposisi litik dan
gelas.
silang sampel berwana hitam abu-abu gelap dan putih. bertektur porfiroafanitik
dan tektur khas trakhitik dimana mineral fenokris dan masa dasar pada sayatan
euhedral - subhedral, inequigranular tertanam pada massa dasar kristal yang lebih
(3,63%)), masa dasar berupa gelas (13,63%) dan mikrokristal plagioklas (38,18%)
1976).
putih keabu-abuan, pada pengamatan nikol silang sampel berwana hitam abu-abu
gelap dan putih. Komposisi antara lain litik (47,27%), gelas (20,9%), piroksen
(8,18%), mineral opak (5,45%) dan, kuarsa(3,6%) (Lampiran 4, hal. 197). Secara
c. Penentuan Umur
Pada satuan ini tidak ditemui kandungan mikrofosil foraminifera, penentuan umur
Satuan menindih secara selaras di atas satuan aliran lava Padaasih yang
merupakan batuan tertua di daerah penelitian. Secara fasies gunung api, satuan ini
termasuk ke dalam fasies proksimal (Vessel dan Davies , 1981) dari Khuluk
Padaasih.
Khuluk Cikarang terletak di barat luar daerah penelitian. Satuan khuluk ini
Gumuk Padasenang tersusun atas tiga satuan batuan yaitu Satuan Aliran
Lava Padasenang (PDl1) dan Satuan Aliran Piroklastik Padasenang (PDa2) dan
Alfian Trisna Adi. S
410014130 98
Satuan Jatuhan Piroklastika Padasenang (PDj3). Berdasarkan analisis citra SRTM,
Satuan ini tersusun oleh aliran lava yang merupakan produk pertama dari
Penyebaran satuan ini meliputi ± 1,83 % dari total luas daerah penelitian,
b. Litologi Penyusun
Secara megaskopis satuan ini terdiri dari litologi lava andesit (Gambar
4.17). Ciri litologi meliputi warna segar abu-abu gelap agak cerah, lapuk coklat
kuarsa, gelas.
Alfian Trisna Adi. S
410014130 99
Gambar 4.17 Kenampakan Lavai Andesit Gumuk Padasenang dengan arah foto N
223ᵒ E (foto diambil di LP 42 koordinat S 07ᵒ 16’ 24,3” & E 106ᵒ
57’ 14,4”).
sejajar sampel berwarna putih keabu-abuan dan abu-abu gelap. Pada pengamatan
nikol silang (XPL) sampel berwana hitam sampai abu-abu gelap sampai cokelat
masa dasar gelas (6,36%) dan mikrokristal plagioklas (18,18%) (Lampiran 4, hal.
Alfian Trisna Adi. S
410014130 100
199). Nama batuan Andesit Secara petrografi disebut Andesit piroksen
(Streckeisen, 1976).
c. Penentuan Umur
regional menurut Sukamto (1992), yaitu Formasi Beser berumur Miosen Akhir,
Satuan aliran lava Padasenang berumur Miosen Akhir menindih secara tidak
selaras di atas satuan aliran piroklastika Padaasih yang berumur Miosen Akhir.
Secara fasies gunung api, satuan ini termasuk ke dalam fasies pusat (Vessel dan
Satuan ini tersusun oleh aliran lava yang merupakan produk kedua dari
Penyebaran satuan ini meliputi ± 14,57 % dari total luas daerah penelitian,
4.4).
b. Litologi Penyusun
Secara megaskopis satuan ini terdiri dari litologi breksi andesit piroklastik
(Gambar 4.18). Litologi satuan ini terdiri dari fragmen dan matriks. Ciri litologi
meliputi fragmen batuan dengan warna segar abu-abu agak gelap, warna lapuk
lokasi lapuk sedang – kuat. Matriks berupa tuf, warna segar putih keabuan, warna
lapuk coklat sedikit kekuningan, ukuran butir halus <2 mm, sortasi sedang, kemas
(PPL) sampel berwarna putih keabu-abuan dan abu-abu gelap. Pada pengamatan
mikroskop nikol silang (XPL) sampel sayatan berwana hitam sampai abu-abu
anhedral, inequigranular tertanam pada massa dasar kristal yang lebih halus
piroksen (9,09%), kuarsa (6,36%), magnetit (2,73%)), masa dasar gelas (6,36%)
dan mikrokristal plagioklas (18,18%) yang tersebar hampir merata pada sayatan
1976).
putih keabu-abuan, pada pengamatan nikol silang sampel berwana hitam abu-abu
gelap dan putih. Secara mikroskopis memiliki ciri-ciri tekstur piroklastika, sortasi
(8,18%), dan mineral opak (7,27%), kuarsa (2,72%), dan gelas vulkanik (8,18 %)
(Lampiran 4, hal. 204). Secara petrografi disebut Lithic Tuff (Schmid, 1981).
c. Penentuan Umur
Pada satuan ini tidak ditemui kandungan mikrofosil foraminifera, penentuan umur
ini.
aliran lava Padasenang yang berumur Miosen Akhir. Secara fasies gunung api,
satuan ini termasuk ke dalam fasies proksimal (Vessel dan Davies , 1981) dari
Gumuk Padasenang.
Satuan ini tersusun oleh aliran lava yang merupakan produk ketiga dari
Penyebaran satuan ini meliputi ± 9,5 % dari total luas daerah penelitian, meliputi
b. Litologi Penyusun
Secara megaskopis satuan ini terdiri dari litologi tuf jatuhan (Gambar
4.19). Ciri litologi Tuf memiliki ciri fisik warna segar putih keabuan agak
halus <2 mm, struktur masif, sortasi baik, kemas tertutup, komposisi litik, gelas
abuan – coklat kehitaman dan dalam pengamatan nikol silang sampel berwana
abu - bau sampai abu-abu gelap sampai cokelat dan kuning. memiliki ciri-ciri
(30,9%), piroksen (13,63%), dan mineral opak (2,72%) (Lampiran 4, hal. 206).
Gambar 4.19 Kenampakan Tuf Jatuhan Gumuk Padasenang dengan arah foto N
170 ᵒE (foto diambil di LP 39 koordinat S 07ᵒ 14’ 47,1’’ E 106ᵒ
57’ 10,8”).
c. Penentuan Umur
aliran piroklastika Padasenang yang berumur Miosen Akhir. Secara fasies gunung
api, satuan ini termasuk ke dalam fasies proksimal (Vessel dan Davies , 1981) dari
Gumuk Padasenang.
Penyebaran satuan ini meliputi ± 15,2 % dari total luas daerah penelitian, meliputi
(Tabel 4.6).
Secara megaskopis satuan ini terdiri dari litologi batulempung (Gambar 4.20).
Memiliki ciri fisik warna segar abu-abu gelap kehijauan, lapuk coklat
kekuningan, struktur masif, tekstur klastika, ukuran butir clay (<1/256) mm,
bentuk butir rounded, sortasi baik, porositas buruk, kemas tertutup, komposisi
dan di pengamatan nikol silang sampel berwana coklat sampai abu-abu gelap.
(1,82%) dan pori (7,27%) (Lampiran 4, hal. 208). Secara petrografi disebut
c. Penentuan Umur
Gambar 4.21 Kenampakan Lapisan tipis karbon dengan arah foto N 43 ᵒE (foto
diambil di LP 65 koordinat S 07ᵒ 16’ 18,7” & E 106ᵒ 59’ 24,2”).
Alfian Trisna Adi. S
410014130 109
e. Hubungan Stratigrafi dan Fasies Gunung Api
Padasenang yang berumur Miosen Akhir. Secara fasies gunung api, satuan ini
termasuk ke dalam fasies distal (Vessel dan Davies , 1981) dari Gumuk
Padasenang.
Khuluk ini dibagi menjadi satu satuan gumuk, yaitu Gumuk Neglasari yang
penelitian. Gumuk ini terletak pada bagian timurlaut dari daerah penelitian dan
merupakan bagian dari Khuluk Bojongkasih. Gumuk Neglasari tersusun satu (1)
Satuan ini tersusun oleh tuf jatuhan yang merupakan produk dari keterbentukan
Gumuk Neglasari.
Penyebaran satuan ini meliputi ± 8,1 % dari dan Desa Sukaraharja, Desa
hingga 2,5 meter (Tabel 4.7), di beberapa tempat dijumpai kontak dengan satuan
batulempung.
b. Litologi Penyusun
Secara megaskopis satuan ini terdiri dari litologi berupa tuf jatuhan
(Gambar 4.22). memiliki ciri fisik warna segar putih keabuan, warna lapuk coklat
kekuningan, tekstur piroklastika, ukuran butir halus <2 mm , ukuran butir, struktur
masif, sortasi baik, kemas tertutup, komposisi litik dan gelas, di di beberapa
dan di pengamatan nikol silang sampel berwana coklat sampai abu-abu gelap,
mineral opak (2,72%), piroksen (8,18%), kuarsa (6,36%), litik (21,8%), masa
dasar gelas (20%) (Lampiran 4, hal. 210). Nama batuan secara petrografi disebut
c. Penentuan Umur
menurut Sukamto (1992), yaitu Formasi Bentang Bawah berumur Miosen Akhir.
betulempung yang berumur Miosen Akhir. Secara fasies gunung api, satuan ini
daerah penelitian. Khuluk Sirnasari pada daerah penelitian tersusun oleh dua
satuan litologi yaitu Satuan Jatuhan Piroklastika Sirnasari 1 (SIj1) dan Satuan
Penyebaran satuan ini meliputi ± 21,03 % antara lain Daerah Desa Sinarbakti,
(Tabel 4.8).
Satuan ini terdiri dari tuf (Gambar 4.23). Tuf memiliki litologi yaitu warna
segar putih keabuan, lapuk coklat kekuningan, tekstur piroklastika, ukuran butir
halus <2 mm, struktur masif, komposisi gelas vulkanik dan kuarsa.
masa dasar gelas (28,18%) (Lampiran 4, hal. 212). Secara petrografi nama batuan
satuan betulempung. Secara fasies gunung api, satuan ini termasuk ke dalam
Satuan ini meliputi ± 21,03 % daerah penelitian, yaitu Desa Sirnasari dan
Satuan ini secara ciri litologi tersusun oleh tuf jatuhan (Gambar 4.24). Tuf
memiliki ciri fisik warna segar putih keabuan agak gelap, warna lapuk coklat
kekuningan, tekstur piroklastika, ukuran butir abu halus <2 mm struktur berlapis -
masif, sortasi sedang, kemas tertutup, komposisi litik dan gelas vulkanik. Di
batuan.
Gambar 4.24 Kenampakan Tuf Jatuhan Sirnasari 2 dengan arah foto N 293 ᵒ E
(foto diambil di LP 94 koordinat S 07ᵒ 18’ 27,4” & E 106ᵒ 59’
44,6’’).
feldspar (5,45%), mineral opak (1,8%), piroksen (5,45%), kuarsa (2,7%), masa
dasar berupa gelas vulkanik (30%) (Lampiran 4, hal. 214 ). Nama batuan secara
c. Penentuan Umur
(1975), yaitu dengan Formasi Bentang Atas (Tmbu) yang berumur Miosen Akhir-
Pliosen.
setempat-setempat berupa fosil cangkang moluska pada batuan tuf, berupa Nucula
1929)
menindih secara selaras di atas Satuan jatuhan piroklastika Sirnasari 1 (SIj1) yang
berumur Miosen Akhir. Secara fasies gunung api, satuan ini termasuk ke dalam
Penyebaran satuan ini meliputi ± 0,9 % yaitu Daerah Desa Cidadap dan Desa
(Tabel 4.9).
b. Litologi Penyusun
Satuan Endapan Pasir Kerikil (Gambar 4.25), satuan ini berupa material lepas
dengan ukuran yang bervariasi, dari butiran berukuran pasir dengan warna coklat
c. Penentuan Umur
(1975), yaitu Satuan Aluvium & Endapan Pantai (Qha) berumur Kuarter Holosen.
Gambar 4.25 Kenampakan Satuan Endapan Pasir – kerikil dengan arah foto N
315 (foto diambil di LP 114 koordinat S 07ᵒ 18’ 21,4” E 106ᵒ 58’
04,8”).
Satuan Endapan Pasir - Kerikil menindih secara tidak selaras di atas Satuan
jatuhan piroklastika Sirnasari 1 (SIj1) yang berumur Miosen Akhir. Secara fasies
gunung api, satuan ini termasuk ke dalam fasies gunung api distal (Vessel dan
Davies , 1981).
Dari hasil analisis secara keseluruhan pada satuan batuan yang terdapat di
antara stratigrafi daerah penelitian dengan stratigrafi regional dalam bentuk kolom
kesebandingan.
naskah TA 2 ini tidak menggunakan analisis fosil maupun dating untuk penentuan
antara yang diperoleh dari hasil pemetaan di lapangan dengan ciri fisik setiap
sebanding dengan Formasi Jampang (Tmjv) yang berumur Kala Miosen Awal,
Khuluk Cikarang dan Gumuk Padasenang setara dengan Formasi Beser (Tmbv)
Akhir, Khuluk Bojongkasih dan Gumuk Neglasari setara Formasi Beser yang
berumur Miosen Akhir, Khuluk Sirnasari setara dengan Formasi Bentang bagian
bawah (Tmbl) dan Formasi Bentang bagian atas (Tmbu) yang berumur Miosen
Akhir – Pliosen, yang terakhir endapan dan paling muda di daerah penelitian yaitu
satuan pasir – kerikil yang setara dengan Satuan Aluvium dan endapan pantai
daerah penelitian termasuk dalam 6 (enam) satuan stratigrafi pada Peta Geologi
4.10).
Alfian Trisna Adi. S
410014130 120
Tabel 4.11. Kolom korelasi stratigrafi regional dengan stratigrafi gunung api
daerah penelitian.
peta topografi & data bukti keberadaan struktur geologi yang ditemui pada saat
Berdasarkan hasil dari analisis data struktur geologi terhadap citra SRTM
terlihat pola kelurusan berarah timurlaut-baratdaya dan pola yang lebih dominan
ditinjau lebih lanjut pada pemetaan rinci nantinya apakah pola kelurusan itu
lainnya.
Gambar 4.26 Pola melingkar dan kelurusan daerah penelitian berdasarkan citra
DEMNAS (Anonim, 2018).
tersebut relatif serupa dengan kelurusan hasil analisis pada peta SRTM
kelurusan dengan arah relatif timur laut – barat daya (NE-SW) dan barat laut –
vulkanisme. Pada batuan sedimen, kekar bisa terbentuk mulai pada saat
terbentuk akibat proses pendinginan. Dalam proses deformasi, kekar bisa terjadi
pada saat mendekati proses akhir atau bersamaan dengan terbentuknya struktur
lain seperti sesar atau lipatan. Selain itu kekar bisa terbentuk sebagai struktur
penyerta dari struktur sesar maupun lipatan yang diakibatkan oleh tektonik.
proses pembekuan batuan beku dengan didominasi oleh struktur Columnar joint
yang berada pada litologi berupa lava andesit Khuluk Padaasih (Gambar 4.28).
Gambar 4.28 Struktur kekar columnar joint pada litologi lava andesit Padaasih
akibat proses pendinginan batuan (Foto diambil dari LP.135
koordinat 07ᵒ 17’ 22,9” E 106ᵒ 58’ 28,5” lensa menghadap timur).
Alfian Trisna Adi. S
410014130 124
4.4.4. Struktur Sesar
Data lapangan yang dijumpai berupa kekar gerus dan kekar tarik yang
terdapat pada permukaan tuf halus Sirnasari (Gambar 4.29), namun kondisi batuan
yang ada di daerah penelitian yang relatif mengalami pelapukan sehingga data
kekar cukup sulit didapatkan dan diukur. Hasil analisis data kekar gerus yang ada
Gambar 4.29. Release joint (merah) dan kekar gerus (hitam) yang merupakan data
lapangan dari indikasi awal keberadaan sesar naik Sukamaju (Foto
diambil dari LP.97 koordinat 07ᵒ 18’ 37,5” & E 106ᵒ 59’ 29,0”
lensa menghadap ke barat)
Dari hasil analisis stereografi yang dilakukan berdasarkan data kekar gerus
yang diukur di lapangan, dari bidang sesar, shear fracture dan gash fracture
melihat keterkaitan atara bidang sesar dan gash fracturenya. Dimana bidang sesar
53ᵒ E menunjukkan hasil ploting sesar naik yaitu Reverse left Slip fault (Rickard,
1973).
batuan termuda yang terkena struktur geologi pada daerah penelitian adalah
Gambar 4.30. Kenampakan kelurusan lereng sesar naik Sukamaju yang memiliki
kelurusan memanjang timurlaut – baratdaya.
pengendalian lingkungan hidup yang didasarkan pada aspek aspek geologi yang
Alfian Trisna Adi. S
410014130 126
ada di suatu daerah. Lingkungan dikontrol oleh beberapa aspek geologi yang
mencakup sifat keteknikan, tanah dan batuan terhadap kemantapan lereng, letak
dan potensi batuan untuk bahan galian, letak endapan potensial dan potensi
hidup antar manusia dan alam serta mencegah akumulasi masalah yang dapat
4.5.1. Sesumber
air permukaan dan sumber daya tanah dan sumber daya bahan galian. Keberadaan
potensi sesumber yang ada tersebut ditemui hanya di beberapa titik lokasi
bagi semua makhluk hidup. Sumber daya air dijumpai pada daerah
penelitian berupa air tanah dangkal yang berasal dari sumur gali warga
untuk pertanian dan sungai utama yaitu sungai Ci Buni yang dimanfaatkan
Gambar 4.32 Sumber daya air sungai Ci Buni daerah penelitian sebagai mata air
dan irigasi (kiri) dan sumur gali dangkal di lokasi penelitian di
sekitar lahan pertanian (kanan).
bahan galian golongan C yang berupa batuan beku, tuf, dan endapan pasir
sungai. Sumber daya bahan galian ini terdapat di Desa Padaasih berupa
pengambilan batuan beku lava andesit (Gambar 4.33) yang diambil oleh
4.34) di desa Cidadap yang hasilnya digunakan sebagai pegeras jalan dan
oleh masyarakat berupa batuan tuf (Gambar 4.35) digunakan untuk diolah
Gambar 4.33 Pemanfaatan sumber daya bahan galian daerah penelitian berupa
lava andesit di daerah Padaasih (foto diambil di LP 71 koordinat S
07ᵒ 17’ 30,1” & E 106ᵒ 58’ 49,9”).
Gambar 4.35 Pemanfaatan sumber daya bahan galian daerah penelitian berupa tuf
jatuhan di daerah Sukakerta (foto diambil di LP 36 koordinat S 07ᵒ
14’ 39,5” E 106ᵒ 59’ 23,8”).
Bencana alam merupakan suatu gejala alam yang disebabkan oleh alam
kerugian bagi makhluk hidup di alam tersebut terutama bagi manusia. Bencana
alam pada umumnya dapat berupa tanah longsor, gempa bumi, letusan gunung
tanah tipe longsoran (slide) dan banjir oleh sungai. Gerakan tanah ini terjadi pada
batuan tuf yang diakibatkan oleh faktor kejenuhan air dan tingkat pelapukan yang
tinggi dari batuan. Sedangkan banjir dapat terjadi jika musim penghujan tiba
akibat luapan air sungai Ci Buni, akibatnya banjir tersebut merusak struktur
detail yang dikaitkan dengan data geologi regional dari peneliti terdahulu, dalam
Selatan Jawa Barat, periode ini merupakan fase konstruktif pertama dari
keterbentukan khuluk Padaasih, ditandai oleh aliran lava yang keluar menuju
Gambar 4.37 Model sejarah geologi periode pertama daerah penelitian pada kala
Miosen Awal, terbentuk Khuluk Padaasih.
beberapa tempat memiliki struktur columnar joint, kemudian fase kedua dari
produk berupa breksi piroklastika andesit. Pada fase ini mulai terbentuk
antara lava dan material piroklastika hasil dari beberapa periode erupsi
sebelumnya, kemudian pada akhir kala Miosen Awal menuju Miosen Tengah
setelahnya.
Pada periode ini daerah penelitian mengalami fase hiatus dari kala Miosen
Cikarang yang dimulai Kala Miosen Akhir pada daerah penelitian (Gambar 4.38).
Gambar 4.38 Model sejarah geologi periode kedua daerah penelitian pada kala
Miosen Akhir, terbentuk Khuluk Cikarang.
Alfian Trisna Adi. S
410014130 133
Periode ini dimulai dengan munculnya gunung api baru yaitu Gumuk Padasenang
yang merupakan bagian dari Khuluk Cikarang, membentuk satuan aliran lava
Padasenang dan breksi andesit Padasenang, pada akhir fase erupsinya, terjadi fase
yang dapat dienterpretasi pada citra DEMNAS SRTM bagian barat daerah
penelitian. Pada periode ini diikuti oleh produk sedimen batulempung yang
tertransport menuju ke lokasi penelitian dari arah barat laut menuju tenggara yang
Pada periode ketiga terjadi pada kala Miosen Akhir, setelah terbentuknya
Khuluk Cikarang (Gambar 4.39) kemudian pada masa ini terbentuk Khuluk
Miosen Akhir. Periode ini dimulai dengan munculnya gunung api membentuk
sebuah kaldera akibat menurunnya tubuh gunung api yang sekarang terlihat di
eksplosif besar yang merupakan fase destruktif dari gunung api ini, menyebabkan
terbentuknya produk erupsi gunung api yaitu satuan piroklastika jatuhan Neglasari
berupa tuf. Pada akhir fase erupsinya, kenampakan dari Khuluk ini berupa sisa
depresiasi lingkaran yang dapat dienterpretasi pada citra DEMNAS SRTM bagian
timur laut.
Pada periode ini terbentuk pada Kala Miosen Akhir – Pliosen, Merupakan
dan hujan material piroklastika jatuhan di sekitar zona lemah dan menutupi
produk gunung api di sekitarnya maupun khuluk yang lebih tua yaitu Padaasih
(Gambar 4.40). terjadi fase erupsi eksplosif yang sangat besar menyebabkan
karena itu, tubuh gunung api ini membentuk sebuah kaldera yang terlihat
penelitian terjadi fase naiknya air laut ditunjukkan oleh adanya temuan berupa
penelitian.
Kuarter yang berupa endapan pasir-kerikil yang berasal dari material rombakan
gunung api sebelumnya yang mengalir dari utara ke selatan lokasi penelitian,
Gambar 4.40. Model sejarah geologi periode keempat daerah penelitian pada kala
Miosen Akhir - Pliosen, terbentuk Khuluk Sirnasari.