Anda di halaman 1dari 9

FAKTOR RISIKO KERACUNAN PESTISIDA PADA PETANI PENYEMPROT SAYURAN DI KECAMATAN

SELO KABUPATEN
BOYOLALI
IKA HARRIYANI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di Indonesia pestisida banyak digunakan baik dalam bidang pertanian
maupun kesehatan. Di bidang pertanian pemakaian pestisida dimaksudkan untuk
meningkatkan produksi pangan. Banyaknya frekuensi serta intensitas hama dan
penyakit mendorong petani semakin tidak dapat menghindari pestisida. Di bidang
kesehatan, penggunaan pestisida merupakan salah satu cara dalam pengendalian
vektor penyakit. Penggunaan pestisida dalam pengendalian vektor penyakit sangat
efektif diterapkan terutama jika populasi vektor penyakit sangat tinggi atau untuk
menangani kasus yang sangat menghawatirkan penyebarannya (Munawir, 2005).
Pestisida merupakan racun yang mempunyai nilai ekonomis terutama
bagi petani. Pestisida memiliki kemampuan membasmi organisme selektif (target
organisme), meskipun demikian pada praktiknya pemakaian pestisida dapat
menimbulkan bahaya pada organisme non target. Dampak negatif terhadap
organisme non target meliputi dampak terhadap lingkungan berupa pencemaran
dan menimbulkan keracunan bahkan dapat menimbulkan kematian bagi manusia
(Tarumingkeng, 2008).
Pengendalian secara kimiawi dengan aplikasi pestisida merupakan cara
yang paling praktis, ekonomis dan efisien, meskipun demikian dampak negatifnya
seperti meningkatnya residu serta timbulnya pencemaran lingkungan menjadi
masalah yang harus diperhatikan (Kementan RI, 2011). Penggunaan pestisida
memang memberikan keuntungan secara ekonomis, namun juga memberikan
kerugian diantaranya residu yang tertinggal tidak hanya pada tanaman, tapi juga
pada air, tanah dan udara. Penggunaan pestisida secara terus-menerus akan
mengakibatkan efek resistensi berbagai jenis hama. Hal tersebut dapat terjadi
terutama jika pestisida digunakan secara tidak tepat baik pada cara, dosis maupun
organisme sasarannya (Quijano & Rengam, 1999).
Penggunaan pestisida yang tidak tepat dapat memberikan akibat samping
keracunan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ketidaktepatan penggunaan

1
FAKTOR RISIKO KERACUNAN PESTISIDA PADA PETANI PENYEMPROT SAYURAN DI KECAMATAN
SELO KABUPATEN
BOYOLALI
IKA HARRIYANI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
2

pestisida antara lain tingkat pengetahuan, sikap/perilaku pengguna pestisida,


penggunaan alat pelindung diri, serta kurangnya informasi yang berkaitan dengan
resiko penggunaan pestisida. Selain itu, petani lebih banyak mendapat informasi
mengenai pestisida dari petugas pabrik pembuat pestisida dibanding dari petugas
kesehatan (Raini, 2001).
World Health Organization (WHO) memperkirakan setiap tahun terdapat
1-5 juta kasus keracunan pestisida pada pekerja pertanian dengan jumlah kematian
mencapai 20.000 jiwa. Sekitar 80% keracunan pestisida dilaporkan terjadi di
negara-negara berkembang (Kishi et al., 1995). Penelitian dengan pengamatan
gejala klinik dan pengukuran aktivitas enzim kolinesterase di suatu perkebunan
sayur-mayur di Lembang menunjukkan 2 diantara 16 pengguna pestisida (12,5%)
mengalami keracunan, di Kecamatan Pangalengan angka ini dilaporkan lebih
tinggi yaitu 28% hampir separuhnya mengalami keracunan tingkat sedang (Raini,
2004).
Di Desa Kanigoro, Kecamatan Ngablak, Magelang pernah terjadi peristiwa
kematian misterius yang menimpa 9 warga pada bulan Juli 2007. Menurut Harian
Republika, 26 September 2007, hasil pemeriksaan laboratorium kesehatan
dipastikan akibat keracunan pestisida. Pada tahun 1996, data Departemen
Kesehatan (Depkes) tentang monitoring keracunan pestisida organofosfat dan
karbamat pada petani penjamah pestisida organofosfat dan karbamat di 27
provinsi Indonesia menunjukkan 61,82% petani mempunyai aktivitas
kolinesterase normal, 1,3% keracunan berat, 9,98% keracunan sedang dan 26,89%
keracunan ringan (Raini, 2007). Beberapa penelitian tentang residu pestisida pada
sayuran didapatkan residu insektisida golongan organofosfat dengan kandungan
profenofos dan klorpirifos pada bawang merah 0,565 – 1,167 ppm, cabe merah
0,024 – 1,713 ppm dan pada kentang 0,125 – 4,333 ppm (Soemirat, 2003).
Pada tahun 2011, Laboratorium Kesehatan Kabupaten Boyolali telah
melakukan pemeriksaan kolinesterase darah sebagai skrining terhadap kejadian
keracunan pestisida pada 56 petani penyemprot pestisida di 2 kecamatan yaitu
Selo dan Cepogo dan diperoleh hasil 10 orang (18%) mengalami keracunan berat,
13 orang (23%) keracunan sedang, 19 orang (34%) keracunan ringan dan 14 orang

75
FAKTOR RISIKO KERACUNAN PESTISIDA PADA PETANI PENYEMPROT SAYURAN DI KECAMATAN
SELO KABUPATEN
BOYOLALI
IKA HARRIYANI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
3

(25%) normal. Diketahui pula bahwa petani penyemprot telah menggunakan


pestisida golongan organofosfat (berbahan aktif Profenofos dan diazinon).
Kabupaten Boyolali merupakan salah satu wilayah di Jawa Tengah yang
dalam hal ekonomi bertumpu pada sektor pertanian (Rokhani, 2010). Kabupaten
Boyolali terdiri dari 19 kecamatan. Luas wilayah Kabupaten Boyolali adalah
101.510,0965 Ha yang terdiri dari tanah sawah 23.287,4945 Ha (23%), tanah
kering 56.186,0830 Ha (55,3%) dan tanah lain 22.036,5190 Ha (21,7%). Hasil
pertanian yang diunggulkan antara lain tembakau dan sayuran. Beberapa daerah
penghasil tanaman sayuran adalah Kecamatan Selo, Ampel, Cepogo, Musuk,
Mojosongo, Nogosari dan Andong. Dari beberapa kecamatan tersebut, Kecamatan
Selo yang menjadi sentra penghasil tanaman sayuran terbesar di Kabupaten
Boyolali. Jenis sayuran yang ditanam di Kecamatan Selo antara lain bawang
merah, bawang daun, kentang, wortel, kobis/kol, sawi, brokoli, kol bunga, cabai
besar, cabai rawit, tomat, buncis, mentimun dan labu siam. Total luas panen dari
komoditas tersebut pada tahun 2012 adalah 3.426 hektar dengan jumlah hasil
produksi 478.358 kwintal (BPS Kab. Boyolali, 2013).
Kecamatan Selo terdiri dari 10 desa yang tersebar di sisi sebelah Timur
dan Utara lereng Gunung Merapi dan sebelah Barat dan Selatan lereng Gunung
Merbabu. Daerah ini mempunyai ketinggian dari permukaan laut antara 1.200 m
dpl – 1.500 m dpl. Pada tahun 2012, Kecamatan Selo memiliki curah hujan yang
cukup tinggi yaitu 2.384 mm per tahun dengan jumlah hari hujan mencapai 144
hari hujan (BPS Kab. Boyolali, 2013). Iklim yang ada di Kecamatan Selo adalah
iklim tipe C basah. Iklim ini sangat cocok untuk daerah pertanian. Tanah di
Kecamatan Selo sebagian besar digunakan sebagai tanah kering yaitu mencapai
5.572,4 Ha dari 5.607,8 Ha dan sisanya adalah tanah sawah seluas 35,4 Ha. Tanah
Kering tersebut sebagian besar digunakan sebagai tegal/kebun yaitu seluas 1.9272
Ha. Rata-rata tingkat pendidikan masyarakatnya cukup rendah yaitu hanya tamat
SD dengan angka 9.971 jiwa dari total 24.800 jiwa. Mata pencaharian penduduk
Kecamatan Selo umumnya petani baik petani tanaman pangan maupun tanaman
hortikultura (termasuk sayuran) disamping beternak (BPS Kab. Boyolali, 2013).

75
FAKTOR RISIKO KERACUNAN PESTISIDA PADA PETANI PENYEMPROT SAYURAN DI KECAMATAN
SELO KABUPATEN
BOYOLALI
IKA HARRIYANI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
4

Berdasarkan survei awal yang dilakukan, diperoleh data bahwa petani


sayuran pernah mengalami beberapa masalah kesehatan seperti mual, muntah
serta sakit kepala setelah melakukan penyemprotan dengan pestisida. Upaya yang
dilakukan oleh petani adalah dengan istirahat. Bila terjadi kondisi yang serius bagi
kesehatan, petani baru memeriksakan kesehatan ke puskesmas, sehingga tidak
diperoleh data status kesehatan petani yang berkaitan langsung dengan
penggunaan pestisida.
Faktor-faktor yang berpengaruh dengan kejadian keracunan pestisida
adalah faktor dari dalam tubuh (internal) dan dari luar tubuh (eksternal). Faktor
dari dalam tubuh antara lain umur, jenis kelamin, genetik, status gizi, tingkat
pengetahuan dan status kesehatan. Faktor dari luar tubuh juga mempunyai
peranan yang besar. Faktor tersebut antara lain banyaknya jenis pestisida yang
digunakan, jenis pestisida, dosis pestisida, frekuensi penyemprotan, masa kerja
menyemprot, lama menyemprot/lama paparan, pemakaian alat pelindung diri,
kontak terakhir dengan pestisida, ketinggian tanaman, suhu lingkungan, waktu
menyemprot dan tindakan terhadap arah angin (Afriyanto, 2008).
Sayuran merupakan tanaman yang memiliki nilai ekonomis tinggi, umur
yang relatif singkat, namun peka terhadap hama dan penyakit. Hama yang paling
banyak menyerang adalah serangga yang utamanya dikendalikan dengan
insektisida, dimana organofosfat merupakan golongan terbesarnya (Rustia et al.,
2010). Insektisida tersebut mudah terurai di alam tetapi memiliki tingkat
keracunan yang lebih tinggi (Sudarko et al., 2007). Selain itu, juga menyebabkan
kematian terbanyak di seluruh dunia dibanding pestisida jenis lain (Quijano &
Rengam, 1999). Tanaman sayuran membutuhkan penyemprotan pestisida yang
lebih sering dan lebih lama dibandingkan dengan tanaman padi dan gandum
(Chakraborty et al., 2009).
Frekuensi penyemprotan serta tingginya volume pestisida yang digunakan
menunjukkan adanya peranan yang menentukan dari pestisida ini terhadap
produksi tanaman sehingga pestisida ini tidak dapat dilepaskan dari penanaman
sayuran. Oleh karena itu, petani sayuran memiliki resiko yang tinggi mengalami
keracunan pestisida (Rustia et al., 2010). Disamping itu, penggunaan pestisida

75
FAKTOR RISIKO KERACUNAN PESTISIDA PADA PETANI PENYEMPROT SAYURAN DI KECAMATAN
SELO KABUPATEN
BOYOLALI
IKA HARRIYANI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
5

pada tanaman sayuran di dataran tinggi tergolong sangat intensif, baik jenis,
komposisi, takaran, waktu, maupun interval pemakaian. Hal ini terutama
disebabkan kondisi iklim yang sejuk dengan kelembaban dan curah hujan yang
tinggi sehingga sangat baik untuk perkembangbiakan hama dan penyakit tanaman.
Penggunaan insektisida pada tanaman pangan, termasuk sayuran selama 25 tahun
terakhir meningkat 20 kali (Winarti & Miskiyah, 2010). Berdasarkan uraian di
atas, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang faktor resiko yang berhubungan
dengan keracunan pestisida pada petani penyemprot sayuran di Kecamatan Selo
Kabupaten Boyolali Provinsi Jawa Tengah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan penelitian sebagai berikut: Faktor resiko apakah yang menyebabkan
terjadinya keracunan pestisida pada petani penyemprot sayuran di Kecamatan
Selo Kabupaten Boyolali?
C. Tujuan Penelitian
1. Umum
Untuk mengetahui faktor resiko yang menyebabkan terjadinya
keracunan pestisida pada petani penyemprot sayuran di Kecamatan Selo
Kabupaten Boyolali.
2. Khusus
a. Mengetahui tingkat keracunan pestisida pada petani penyemprot sayuran
di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali berdasarkan kadar kolinesterase
dengan metode Edson.
b. Menganalisis faktor resiko tingkat pendidikan, status gizi, masa kerja
menyemprot, frekuensi penyemprotan, lama paparan, dosis pestisida,
jumlah jenis pestisida dan penggunaan alat pelindung diri (APD) terhadap
kejadian keracunan pestisida pada petani penyemprot sayuran di
Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali.

75
FAKTOR RISIKO KERACUNAN PESTISIDA PADA PETANI PENYEMPROT SAYURAN DI KECAMATAN
SELO KABUPATEN
BOYOLALI
IKA HARRIYANI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
6

D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan manfaat bagi:
1. Masyarakat
Dapat memberikan tambahan pengetahuan kepada masyarakat khususnya
petani penyemprot sayuran tentang faktor- faktor resiko yang menyebabkan
terjadinya keracunan pestisida, sehingga masyarakat dapat berperan aktif
dalam melakukan upaya pencegahan dan pengendalian keracunan pestisida.
2. Puskesmas
Memberikan data/informasi tentang kejadian keracunan pestisida di wilayah
kerjanya, sehingga dapat menjadi masukan untuk meningkatan mutu
pelayanan kesehatan di Puskesmas khususnya kesehatan kerja.
3. Dinas Kesehatan
Dapat memberikan informasi tentang faktor-faktor resiko yang berhubungan
dengan kejadian keracunan pestisida pada petani penyemprot sayuran dan
sebagai masukan (referensi) untuk pengambilan kebijakan dalam program
pencegahan dan pengendalian keracunan pestisida khususnya pada petani
penyemprot sayuran di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali.
4. Peneliti
Penelitian ini kiranya dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
terhadap masalah kesehatan khususnya faktor-faktor yang berhubungan
dengan keracunan pestisida pada petani sayuran, serta menambah
pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian ilmiah lainnya.
E. Keaslian Penelitian
Sejauh pengetahuan penulis, penelitian dengan judul faktor resiko yang
berhubungan dengan keracunan pestisida pada petani penyemprot sayuran di
Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali belum pernah dilakukan. Namun, tentang
terjadinya keracunan pestisida pada pengguna khususnya petani penyemprot telah
banyak dilakukan. Dari berbagai macam penelitian serupa yang merupakan
informasi awal dalam penelitian ini, antara lain:

75
FAKTOR RISIKO KERACUNAN PESTISIDA PADA PETANI PENYEMPROT SAYURAN DI KECAMATAN
SELO KABUPATEN
BOYOLALI
IKA HARRIYANI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
7

1. Nasruddin (2001) dengan judul: Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya


keracunan pestisida pada petani hortikultura di Sukoharjo.
2. Mualim (2002) dengan judul: Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat
keracunan pestisida pada petani sayuran di Kabupaten Magelang Jawa
Tengah.
3. Sarjoko (2006) dengan judul: Faktor-faktor resiko keracunan pestisida pada
petani hortikultura di Kabupaten Sleman.
4. Afriyanto (2008) dengan judul: Kajian Keracunan Pestisida pada Petani
Penyemprot Cabe di Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang.
5. Suwastika (2009) dengan judul: Faktor lingkungan, higiene perorangan,
perilaku penyemprot dan tingkat keracunan pestisida petani jeruk di
Kabupaten Timor Tengah Selatan.
6. Panjaitan (2011) dengan judul: Faktor resiko terjadinya keracunan pestisida
pada petani hortikultura di Kabupaten Magelang.
Persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang penulis
lakukan dapat dilihat pada tabel 1.

75
FAKTOR RISIKO KERACUNAN PESTISIDA PADA PETANI PENYEMPROT SAYURAN DI KECAMATAN
SELO KABUPATEN
BOYOLALI
IKA HARRIYANI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
8

Tabel 1. Deskripsi Penelitian Serupa dengan Penelitian ini


Penelitian Hasil Persamaan Perbedaan
Panjaitan, (2011) Terdapat hubungan Subyek penelitian: Variabel bebas:
Faktor Resiko yang signifikan pengguna/ penyimpanan,
Terjadinya Keracunan antara penyimpanan, penyemprot pestisida penyiapan,
Pestisida pada Petani penyiapan, Rancangan penyemprotan
Hortikultura di penyemprotan penelitian: Cross pestisida,
Kabupaten Magelang pestisida, pencucian sectional pencucian alat-
alat aplikasi dan Variabel terikat: alat aplikasi
penggunaan APD Keracunan pestisida
dengan kejadian Variabel bebas: lama
keracunan pestisida tiap penyemprotan,
penggunaan APD
Suwastika, (2009) Faktor-faktor yang Subyek penelitian:
Variabel bebas:
Faktor Lingkungan, memiliki hubungan pengguna/
jumlah pohon
Higiene Perorangan, bermakna dengan penyemprot pestisida
jeruk, waktu
Perilaku Penyemprot kejadian keracunan Rancangan
menyemprot
dan Tingkat Keracunan pestisida adalah penelitian: Cross
terakhir, mencuci
Pestisida Petani Jeruk jumlah pohon, lama sectional
tangan,
di Kabupaten Timor penyemprotan, Variabel terikat:
mengganti
Tengah Selatan mencuci tangan, arah Keracunan pestisida
pakaian, mandi
penyemprotan dan Variabel bebas: lama
dan merokok
penggunaan APD penyemprotan,
setelah
penggunaan APD
penyemprotan,
arah
penyemprotan
Afriyanto (2008) Faktor risiko yang Subyek penelitian: Variabel bebas:
Kajian Keracunan berpengaruh terhadap penyemprot pestisida pengetahuan,
Pestisida pada Petani keracunan pestisida Rancangan sikap, tindakan
Penyemprot Cabe di (P<0,05) yaitu penelitian: Cross menyemprot pada
Kecamatan Bandungan variabel sectional arah angin,
Kabupaten Semarang pengetahuan, sikap, Variabel terikat: kebersihan badan
dosis, lama Keracunan Pestisida Variabel perancu:
penyemprotan, arah Variabel bebas: cuaca (arah angin,
semprot terhadap status gizi, jumlah kelembaban,
arah angin, pestisida, dosis suhu, kecepatan
kebersihan badan pestisida, lama angin)
pemakaian APD menyemprot, Metode
frekuensi pemeriksaan
menyemprot, kolinesterase:
pemakaian APD plasma darah
dengan metode
spektrofotometer

75
FAKTOR RISIKO KERACUNAN PESTISIDA PADA PETANI PENYEMPROT SAYURAN DI KECAMATAN
SELO KABUPATEN
BOYOLALI
IKA HARRIYANI
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
9

Sarjoko, (2006) Faktor yang Subyek penelitian: Rancangan


Faktor-faktor Resiko mempengaruhi pengguna/ penelitian : Case -
Keracunan Pestisida terjadinya keracunan penyemprot pestisida Control
pada Petani adalah tingkat Variabel terikat: Variabel bebas:
Hortikultura di pendidikan petani, Keracunan pestisida kebiasaan petani
Kabupaten Sleman lama menyemprot, Variabel bebas: saat menyemprot,
frekuensi penggunaan APD, higiene
penyemprotan dalam frekuensi perorangan, arah
1 minggu, status gizi menyemprot dalam 1 penyemprotan
minggu, lama
menyemprot per
hari, masa kerja
menyemprot
Mualim, (2002) Tingkat pendidikan, Subyek penelitian: Variabel bebas:
Fakto-faktor yang lamanya kerja pengguna/ penyemprot Pengetahuan dan
Berhubungan dengan penyemprotan dalam 1 pestisida sikap petani
Tingkat Keracunan hari, pengetahuan, Rancangan penelitian: Variabel
Pestisida pada Petani sikap dan penggunaan Cross sectional pengganggu: Umur,
Sayuran di Kabupaten APD memiliki Variabel terikat: tingkat pendidikan,
Magelang,Jawa Tengah hubungan bermakna Keracunan pestisida status gizi
dengan tingkat Variabel bebas: Masa Variabel luar:
keracunan pestisida kerja, frekuensi Pelayanan
penyemprotan dalam 1 kesehatan
minggu, lama
penyemprotan dalam
jam per hari,
penggunaan APD
Nasruddin, (2001) Ada hubungan secara Subyek penelitian: Rancangan
Faktor-faktor yang bermakna antara umur, pengguna/ penyemprot penelitian: Case -
Mempengaruhi lamanya menyemprot pestisida Control
Terjadinya Keracunan dalam 1 hari, frekuensi Rancangan penelitian: Variabel bebas:
Pestisida pada Petani menyemprot dalam 1 Cross sectional Arah angin,
Hortikultura di Sukoharjo minggu, tindakan Variabel terikat: kebersihan badan
terhadap arah angin, Keracunan pestisida Variabel
pemakaian masker Variabel bebas: lama pengganggu: Umur,
dengan kejadian penyemprotan dalam status gizi
keracunan pestisida jam per hari, lamanya
menjadi penyemprot,
frekuensi
penyemprotan dalam 1
minggu, banyaknya
jenis pestisida,
penggunaan APD,
dosis pestisida

75

Anda mungkin juga menyukai