Anda di halaman 1dari 9

PERTUMBUHAN KUI.

;TUR KALUS DAN AKAR ADVENTIF


TANAMAN KUMIS
KUCING (Orthosiphon stamineus Benth.)

Marina Silalahi

E - m ail : m ar ina_bio uki@ y ahoo. co m

A&STRACT
A sfurJy an the growth af plant col/us cultures'cat whisker' kurnis
kucing (Orthosiphon
sfsmineus Benth). Young leat' explants of plank O. stamineus
cultured-on M*o{h,rse-
'Skoog medium aith conce_nirulions of plant growth regulators kinetin O,iS; O,iiO;O,zs;
1,0a ppm and NrM p,s; s,a;.7,\
J0,0 ppm. The rr*tt" shawed that the iiitiaiion o1
col/us initiated an clay 7 ta day 1"2, when
qttul initiation peling t'ast ioi i ;;;;;"r-
tained in the proufsion granting NAA T.s and 10.0 pp*, *iir"
the rongest time during
the 12-day prouision contained in NAA 2.5 ppm. G'ro*it', rs
ietermrned from the callus
fresh weight and drv weight of calrus. Highist cailus fresh weight of 2br0 *
and drv weight of callus peak of (572 + 21 md are cintained
ia *s
ii the addition of kiietin
at 0.75 ppm and 7,5 ppm N/,4..

Keyword : Orthosiphon stamineus; NAA; callus


PENDAFIUTUAN anti kanker (Matsubara
Pemanfaatan fumbuhan sebagai bahan
& Bohgaki, lggg),
demam, sipilis gangguan menstruasi dan in_
baku obat terus meningkat. Sampai saat ini, fluensa (Akowuah et al., 2004). Khasiat daun
sebagian besar bahan baku tanaman obat ma_ O.stamineus berhubungan dengan senyawa
sih dipanen dari alam (Lestari dan Mariska, bioaktifnya. Senyawa bioaktif ying terdapat
1997). Sintesis senyawa obat secara alami be_ pada daun O.stamineus adalah sineitesin (An_
lum mencukupi kebutuhan masyarakat karena graeni & Tiiantoro lgg?), terpenoid, senyawa
produksinya masih sangat rendah. Oleh karena fenol (Achmad et al., 2OO9), asam betulinal
ifu dibutuhkan suafu metode untuk meningkal asam rosmarinat (Hossain et al., 2006),
kan kandungan senyawa metabolit sekunder Senyawa sinensetin (Angraeni & iriantoro
tanaman yang berfungsi sebagai senyawa obat 7992) dan diterpenoid (Achmad et al., ZOO})
(Wardani eta1.,2004).
merupakan senyawa yang paling stabil pada
Salah satu jenis fumbuhan obat yang
.banyak O.stamineus. Kadar sinensetin iertinggi ter-
digunakan adalah kumis kucing. Ku_ dapat pada daun tua pada tanaman be-ibunga
mis kucing (Orthosiphon stamineus Benth. si_ ungu sebesar 0,37o sedangkan pada tanaman
ncnim O. aristatus (Bl.) Miq. termasuk famili berbunga putih hanya ditemukan sebesar
fumbuhan Lamiaceae. Tumbuhan kumis kuc- 0,097" (Angraeni & Tiiantoro lgg}). Senyawa
ing (gambar 1) merupakan tumbuhan semak, sinestesin yang dikandung oleh tumbuhan ku_
fumbuh tegak, tinggi 1-2 m, batang segi empat mis kucing sering di;adikan sebagai patokan
agak beralur, bunga berupa tandan yang kelu- unhrk menenfukan mutu simplisianya.
ar di ujung cabang berwarna ungu pr.it utuu
putih, benang sari lebih panjang dari tabung
bunga (de Padua, 7999 & Dalimartha, 2003):
Daun kumis kucing telah terdaftar dalam
Materia Medica Indc'nesia Jilid I yang digu_
nakan sebagai diuretik. Daun dari O. itamin-
eus mempakan bahan baku yang digunakan
dalam jamu untuk mengobati pnnyukit hiper-
tensi dan diabetes (Riswan et a1.,1991& Esai
1995), anti inflamatori, anti alergi dan juga Gambar 1, Gambar tanaman kumis kucing prthosiphon
stamrnaus Benth)

154
Marlnssllolafil, Pertumhuhan Kultur Kolw dan Akar Aduentif Tonomon Kumis Kucing
(Orthoiphon Stomineus Benth. )

Pertumbuhan kalus dan produksi metabo-


Purwandari (2001) menyatakan bahwa
lit sekunder sangat dipengaruhi oleh zat penga-
rata-rata 54 ton simplisia kumis kucing diper-
tur tumbuh. Morris (1986) menyatakan bahwa
dagangkan setiap tahun namun + 60%'dari
pada kultur kalus C.roseus penurunan kadar
totl produl'$i di panen langsung dari alam' 2,4-D mengakibatkan peningkatan produksi
Pemanenu., langsung dari alam berimplikasi
pada jaminan kualitas yang kurang dipertang- alkaloid sedangkan penambahan 2,4-D meng-
kandun- hambat biosintesis alkaloid. Pada kultur akar
iungiawabkan. Hal tesbut disebabkan pule pandak (Rauvolfia serpentine L.) pembe-
sangat di-
Ianlnetabolit sekunder tumbuhan rian konsentrasi indole-butyric acid (lBA) yang
fiengaruhi oleh lingkungan diantalany? curah
'hr:an berbeda tidak mempengaruhi jumlah akaryang
dan kadar mineral tanah' Untuk men-
gaiasi kendala tersebut sudah mulai dilakukan terbentuk (Palestina 2008). Metabolit sekunder
yang biasanya terakumulasi pada organ ter-
6udidaya O. stamineus namun pengembangan
tentu pada umumnya akan diproduksidengan
sangat dibata.i oleh ketersediaan lahan'
J<uttut jaringan dapat digunakan sebagai kandungan yang lebih tinggi bila menggunak-
metode alternatif untuk memperoleh metabolit
an kultur organ tertenfu tersebut (Verpoorte,
1991 ).Penelitian ini dilakukan untuk mengeta-
sekunder. Hal ini disebabkan karena metabolit
sekunder merupakan hasil dari proses-proses
hui pengaruh pemberian zat pengatur tumbuh
biokimia yang terjadi pada tubuh tanaman se- NM dan kinetin terhadap pertumbuhan kalus
pada berakar pada tanaman kumis kucing (O' sta-
cara utuh, dan proses tersebut juga terjadi
kultur in vitro (Wardani et al', 2004 & Mantel mineus Benth.).
& Smith, 1983). Bila dibandingkan dengan
metode konvensional kultur jaringan memiliki METODOLOGI
'Bahan Thnaman
kelebihan antara lain: tidak tergantung pada
Sumber tanaman sebagai sumber eksplan
-lingkungan, produksinya dapat diatur (Kiong
digunakan daun tanaman Orthosiphon stamin-
Lirig et Zt., ZOO1), tidak tergantung pada iklim,
eus Benth. berbunga ungu dari Balai Penelitian
hama (Wiendi etal.,1992) dan juga dapat me-
Tanaman Obat dan Aromatik Bogor.
ningkatkan mutu tanaman (lrawati, 2010)'
Produksi metabolit sekunder melalui kul-
.tur in vitro dapat dilakukan melalui berbagai Seterllteasl eksPlan
cara antara lain melaui kultur kalus atau me-
Untuk sterilisasi eksplan modifikasi dari
lalui kultur sel (Mantel et a1.,1985 & Wardani et Martin et a.l (20O7)' Daun tanaman dibersih-
kan dibawah O. stamineus air mengalir selama
a1.,2004) dan kultur akar adventif (Kiong Ling
et al., 2OO9). Kalus adalah kumpulan massa 10 menit. Permukaan daun disterilisasi den-
gan alkohol707" selama 30 detik. Kemudian
sel yang belum terdifrensiasi' Akar adventif
.adaiah aku, yung muncul dari bagian turr'rbu- eksplan dipindahkan ke dalam 3% sodium hi-
.han yang berbeda (Esau' 7977) atau bukan poklorida dengan 3 tetes tween 20 selama 10
menit. Kemudian dicuci dengan akuades steril
dari:koleoriza (Barlow, 1986)'
Bebarapa peneliti mengemukakan bahwa kul- sebanyak 4 kali. Selanjutnya tanaman dipo-
'tong-potong sebesar 1 x 1 cm dan tanaman
tur kalus dan akar adventif dapat menghasilk-
an metabolit sekunder seperti yang dihasilkan siap untuk diinokulasi'
oleh hrmbunlan utuh. Kultur kalus Catharan-
thus roseus menghasilkan senyawa katharan- Media
Media yang digunakan untuk penanaman
thin, (Pandiangan, 2006) dan ajmalisin (Fitri-
adalah media Murashige and Skoog (MS) den-
ani, '1998 & Mukarlina et al., 2006)' Thlinum
gan penambahan zat pengatur tumbuh kinetin
paniculatum Gaertn. mampu menghasilkan
dungun konsentrasi 0,25; 0,50; 0,75; 1,00 ppm
saponin pada medium murashige ang skoog
yang ditambahkan 2,4-D dan kinetin (Wardani dan NM dengan konsentrasi 2,5; 5,0; 7,5;
2tut.,ZOOq). Wiendi etal' (1992) menvatakan 10,0 ppm. Sumber karbon digunakan sukrosa
bahwa produksi metabolit pada kultur in vitro 3% dan agar 0,8%, pH diatur sekitar 5,8 den-
gan mengunakan 0,1N HClatau 0,1N NaOH'
kadang-136ang tergantung pada tingkat difren-
siasi sel atau jaringan yang dikultur seperti akar
Media disterilisasi dengan menggunakan au-
adventif. toklaf dengan tekanan 15 psi selama 20 menit'

155
Volume 5, Nomor 3, Nouember 2012 : 154 - 16I

Penanaman (okulasi) dilakukan didalam lami- yatakan oleh palestina (200g) bahwa pada
nar air flow dengan cara memasukkan poton- kul
fur akar pada R. serpentina bahwa konsentras
gan eksplan dengan ukuran 0,5 cm * {i,S.m
IBA tidak mempengaruhi pembenfukan akar,
sebanyak 2-3 buah ke dalam botol kultur. Sub- Inisiasi kalus dimulai pada jaringan yang
kultur dilakukan setiap 4 minggu sekali dengan merr
galami luka, hal tersebut berhubungan
cara memindahkan ke media segar yang kom- dengan
sejumlah faktor yang antara lain adilah ,ofrn
posisinya sama, subkultur dilakukan sebanyak
sel tumbuhan terhadap pelukaan, tersedianya
2kali. oksigen yang lebih besar dan nuhien yang
cukup (Yeoman dan Aitchison, l97B) dan zat
Uii Statistik pengatur tumbuh (wardani et al., ZC04).
. Uji statistik yang digunakan untuk menge-
tahui pengaruh pemberian zat pengatur tum_
Pada penambahan 2,5 ppm NAA dengan
penambahan kinetin yang bervariasi semua
buh NAA dan Kinetin terhadap pertumbuhan kultur membentuk kalus berakar. Hal yang
kalus O. stamineus adalah statistika deskriptif. berbeda terjadi pada.saat pemberian 5,0;p;
NAA pada saat pemberian kinetin pada'kon
PEMBAHASAN setrasi yang lebih rendah yaitu 0,25 dan
lnduksi Kalus O. stamineus 0,5
ppm terbentuk kalus berakar sedangkan pada
Eksplan daun O. stamineus yang dltanam pemberian konsentrasil<inetin yang [Uih
pada media Murashige dan Skoog itUS) a.n- tinggi
maka.cenderung membentuk kal;s saja. Akar
gan penambahan kinetin 0,25; 0,50; 0,ZS; pada kultur kalus mulai muncul pada
1,00 ppm dan NAA 2,5; 5,0;7,5; lO,0 ppm minggu
ke_tiSa yang muncul dari bagian tepi
mampu mengiduksi kalus dan kalus berakar. cetah-
celah dari kalus. Akar yang terbentu'k berupa
Pembenfukan kalus diawali dengan adanya in_ rambut-rambut akaryang halus dan jumlahnya
duksi pada bagian tepi daun yang bekas luka. relative sedikit 3-9 akar. Jumlah akar yang
Inisiasi kalus tanaman dimulai O. Stamineus tcr-
bentuk dipengaruhi oleh zat pengatur-fumbuh
pada hari ke-7 hingga hari ke-12 setelah tanam. yang digunakan. Jumlah akar yang terbanyak
Respon awal eksplan terhadap media dimulai sebanyak 9 buah terdapat pada pemberian
dengan makin membesarnya jaringan eksplan NAA 2,5 ppm dan kinetin 0,2-5 ppm.
d3n jerbgntuknya jaringan baru dibagian tepl Setelah terbentuk akar pertumbuhan
elcplan. Perbesaran etaplan terjadi karena ad- akar relative lambat. pada awat pembenfukan
anya proliferasi jaringan sebagi respon terha- akar akar benvarna putih, kemudlan berubah
d_aR zat pengatur tumbuh yang (Ling Kiong
et menjadi coklat. Setelah dilakukan subkultur
al., 2009). Wardani et al., (2004) menyata[an pertumbuhan akar terhambat dan cenderung
bahwa zat pengafur tumbuh akan meiansang terjadi dedifrensiasi menjadi kalus kembali
pembelahan sel untuk membentuk jaringan Hal ini diduga karena adanya perubahan hor-
baru melalui pengaturan reaksienzimatik. - mone yang terdapat pada kalus. Kandungan
Inisiasi kalus tercepat terdapat pada saat hormone pada tanaman dipengaruhi oleh
pemberian kinetin 7,5 dan 10,0 ppm NAA
hormon eksogen dan endog"n. piau konsen-
salam 7 hari. Pembentukan katus paling lam- hasi auksin dan sitokin yang retative seimbang
,b-at
terjadi pada saat pemberian NAA 2,5 ppm maka akan terbentuk kalus. penambahan zat
NAA yaitu selama 12 hari. Sedangkan pem- pengatur tumbuh eksogen mengakibatkan pe-
berian NM 5,0 ppm inisiasi kalus bervariasi rubahan kandungan hormone tunurun secara
yaitu antara 8-10 hari tergantung pada jumtah
keseluruhan
kinetin yang digunakan. Hal yang blrbeda _(George and Sherington l9g4).
Gunawan (1987) menyatakan baf,wa penam-
ditunlukkan oleh Syahid dan Hernini (2004) bahan zat pengatur tumbuh ke dalam media
yang menyatakan bahwa mulai harike-7 sam_
akan menenfukan arah pertumbuhan darijar-
pai ke-9" Kemampuan elsplan membentuk ingan yang ditumbuhkan.
kalus sangat dipengaruhi oleh konsentrasi zat
pengatur tumbuh eksogen yang digunakan, se- Tabel l. lnisiasi kalus 0slammeus (han) dengan berbagai
konsenlrasi trld{ dart linetin (ppm)
makin tinggi konsenhasi kinetin dan NAA yang
digunakan maka respon eksplan membentu[
\Kinetin\ 2,5 5,0 7,5 10,0

kalus semakin cepat. Hat yang berbeda din- 0,2! Kalus berakar Kalus berakar tfttus bcrslrr ftlus

156
Marlna Sllalsh4 Pertumbuhan Kultur Kalus don Akar Aduentif Tanaman Kumis Kucing
(Orthoiphon Stamineus Benth. )
(12 hari) (9 had) (8 hari) (7 had) dengan penamabahan zat pengafur tumbuh
0,5 Kalus berakar Mtus 0eraKar Kalus MIUS NM dan BAP akan membentuk kalus kom-
(1 2 hari) (9 hao (7 hari) (7 had) pak dan berwarna coklat. Hal yang berbeda
0,75 Kalus berakar Kalus Kalus Kalus ditunjukkan oleh Sinurat (2007) menyatakan
(10han) (8hafl (7 ha'i) (7 hari) C. Roseus yang ditanaman pada medium MS
1,0 Kalus beral(ar Kalus Kalus Kalus dengan penambahan 2,4-D akan membenfuk
(10 ha0 (8 ha0 (7 hari) (7 hari) kalus yang berwana putih dan meremah dan
perfumbuhannya relatif capat. Pada hari ke-2L
Kalus yang terbentuk mempunyai struktur kalus mulai terjadi perubahan warna menjadi
kalus kompak dan berwarna putih kehijauan coklat, hal tersebut diduga karena adanya se-
dan kemudian berubah warna menjadi coklat nyawa fenolik yang dihasilkan oleh tanaman
muda. Halyang berbeda ditunjukkan oleh Sya- maupun adanya cekaman yang dialami oleh
hid dan Hernani (240q menyatakan bahwa tanaman. Senyawa fenolik ini akan mengaki-
kalus kultur O. stamineus yang dikultur pada batkan terhambatnya pertumbuhan tanaman.
medium MS akan membentuk kulfur kalus Kecepatan eksplan membentuk kalus juga di-
meremah pada bagian atas dan agak kompak pengaruhi oleh konsentrasi, jenis zat penga-
pada bagianpermukaan bawah. Perbedaan ini fur tumbuh yang digunakan dan jenis eksplan
diduga karena perbedaan zat pengatur tumbuh .yang digunakan. Kiong Ling et al., (2009) me-
yang digunakan yaitu 2,4 diklorofenoksi asetat nyatakanbahwa daun sangat cocok digunakan
(2,4-D). Penggunaan 2,4-D cenderung ekan sebagai eksplan untuk membentuk kultur akar
membentuk kalus meremah dan pertumbu= adventif. Pada penelitian ini menunjukkan
han cepat hal ini telah dibuktikan oleh Sinurat bahwa konsentrasi yang terbaik untuk inisiasi
(2007) dan Fitriani (1998) pada tanaman C. kalus adalah pada saat pemberian kinetin 0,75
roseus penambahan 2,4-D akan membentuk ppm dan NAA 7,5 ppm. Hal yang berbeda
kalus yang meremah berwarna putih, sedang- ditujukkan Fitriani (1998) yang menemukan
kan penambahan NAA akan membentuk kalus bahwa konsentrasi terbaik unfuk perfumbuhan
kompak berwarna coklat. kalus C. Roseus adalah 2,5 p,M NM dan 10
Perbedaan struktur kalus berhubungan pM BAP Perbedaan ini diduga karena adanya
dengan kandungan metabolit sekunder yang perbedaan eksplan, media dan zat pengatur
terdapat pada kalus. Syahid dan Hernani tumbuh yang digunakan. Way-leng & Lai-
(2001) menyatakan bahwa pada kultur kalus keng (2004) kalus dapat di induksi dari tangkai
O. Aristaus pada penambahan 2,4-D mengaki- daun, daun dan batang O. stamineus sedang-
batkan kalus meremah dengan kandungan sin- kan eksplan yang berasal dari akar tidak bisa
estesin yang rendah sedangkan pada penam- membentuk kalus.
bahan 2,4-D dan BAP secara bersamaan akan Setelah terbenfuk kalus, diikuti den-
membentuk kalus relatif lebih kompak dengan gan munculnya bulu akar dibagian atas dan
kandungan sinestesin yang lebih tinggi. Zao et dicelah-celas kalus yang sudah terbentuk.
al., (2001) menyatakan bahwa struktur kalus Pembentukan bulu akar pada diikuti den-
C. roseus " berhubungan dengan kemampuan- gan pembenfukan akar adventif pada 18 hari
nya mensintesis indol alkaloid. Kalus kompak setelah tanam, Jumlah akar adventif yang
C. roseus menghasilkan indole alkaloid lebih terbentuk meningkat sejalan dengan makin
tinggi sebesar 7,9 - 2,4kali dibandingkan den-- meningkatnya konsenhasi kinetin dan NAA
gan kalus meremah (Zao el al., 2001). Hal yang digunakan. Fitriani (1998), menyatakan
yang sama ditunjukkan oleh Morris (1986), bahwa pemberian auksin dan sitokinin relatif
yaifu bahwa kultur kalus C. roseus yang dipe- seimbang maka akan terbentuk kalus.
lihara pada medium Zenk akan membenfuk Pada awalpembentukan kalus laju pertum-
kalus kompak, berwarna coklat dengan kand- buhan kalus larnbat, dan semakin cepat sejalan
ungan ajmalisin yang tinggi. bertambahnya ukuran kalus yang terbenfuk.
Struktur kalus yang terbenfuk sangat di- Pertumbuhan kalus yang lambat diduga dise-
pengaruhi oleh berbagai faktor antara lain me- babkan adanya penumpukan senyawa fenolik
dia, dan zat pengatur tumbuh. Fitriani (1998) yang dihasilkan oleh kalus sebagai reaksi adap-
kalus yang ditanaman pada medium Zenk tasi terhadap lingkungan. Senyawa fenolik ter-

157
Volume 5, Nomor 3, Nouember 2012 : lS4 _ 161

lihat dari adanya perubahan warna kalus yang


lebih besar dan strukturnya tebih kuat. penam_
menjadi coklat. Santoso dan Nursandi (2t)01i
bahan zat pengatur fumbuh paJa-'medium
menyatakan bahwa penghambatan pertumbu-
kuntur akan mengiduksi sintesis piot"in
han dan pencoklatan pada kalus disebabkan yung
selanjutnya akan mempengaruhi pembelahan
oleh adanya senyawa fenolik yang terjadi kare_
dan metabolisme sel dengln #;;t
na adanya cekaman.
enzimatik yang mempengaruhi oiugunog"n_
; reaksi
Untuk merangsang pertumbuhan kalus esis dan produksi metabolit sekunder
yang lebih baik dilakukan subkultur dengan [Wardani
et a1.,2004).
mernindahkan kultur ke medir.rm yang sama
Pada kultur jaringan kalus akan terben-
serta melepaskan sisa eksplan yang tidak men-
tuk pada saat konsentrasi sitokinin dan
jadi kalus. Setelah dilakulmn ,ubkultu, p"r- auksin
yang pada tanaman seimbang, dan
fumbuhan lebih cepat dan pencoklatan mulai "terdapat
apabila konsentrasi auksin secara keseluru-
berkurang. Hal ini memperlihatkan bahwa sel-
han (eksogen dan endogen) lebih tins;i
sel sudah dapat beradaptasi terhadap lingkun_ dari-
pada sitokinin maka kalus akan
$an (Mantel& Smith, lgBS). berJi"densiasi
membentuk akar (Santoso & Nursanji
ZOOI).
Akar munculdari bagian celah_celah
[au. aun
munculnya secara berangsur sejalan dengan
Hub-un-ga1 penambahan zat pengatur
makin bertambahnya uriu kultur. Hai yang
trynbulr dengan pembentukan {atui be. berbeda terjadi padi kuttur
rakar O.stamineue e;[ ;;nl; Gau_
volfi3 gernentine L.), pemberiun Lon.Lnt
Penambahan zat pengatur tumbuh NAA uri
indole-butyric acid (lBA) yang UerbeJi
dan kinetin pada semua [onsenhasi mampu tiaak
mempengaruhi jumlah akar yang terbenfuk
membenfuk kalus dan kalus berakar, namun
jumlah alar yang terbentuk bervariasi jum_ {Palestina, 2008). perbedan t"r."Lri-Jiaugu
karena perbedaan zat pengatur tumbuh yang
lahnya. Jumlah akar yang terbentuk sangat
digunakan.
dipengaruhi oleh konsentrasi kinetin dan Nfir{l
Jumlah akar adventif yang terbentuk
yang digunakan. Sebelum terbentuk akar pada se-
banyak 2-8 akar, Makin tineii ki;n*asi
kultur didahului dengan terbentuknya kalus. (furi 0.,25-0,71ppm)
t<ine-
Morfogenesis melalui kutur jaringan terdapat lin Vang digunakan maka
jumlah atar yang terbentuk makln banfak, na_
dua dapat terjadi secara tangsu;g dan tidak
mun pada pemberian konsenhasiyani
langsung terganfung zat pengut , tumbuh makin
tinggi (1,0 ppm) pembentukan akaiterframbat.
yang digunakan (palestina, 200g & Santoso
Jumlah akar terbanyak (g akar) terdapat
& Nursandi (2004). Secara langsung apabila saat pemberian kinetin sebesar 0,75
paaa
dari ekslplan langsung terbentuk-orgu-n, ."*ru ipm
terendah (2 akar) pada saat konsentrasi
dan
tidak.langsung apabila pembentukai oigan kinetn
di- 1,0 ppm. Penurunan jumlah akar karena
dahului pembentukan kalus. pada kulfur yang kon_
senhasi kinetin sudah melewati ambang
sumber eksplan daun pada umumya terjadi batas
optimum sehingga.menghambat orgairogen_
morfogenesis secara tidak langsung (Aprianita,
esis pembentukan akar.
1999; Mukarlina et al., 2006 & Xiong Ling
ei Selain ditentukan oleh konsentrasi
aI.,2009). kine_
tin jumlah akar juga dipengaruhi konsenhasi
Difrensiasi kalus membentuk akar dimu-
NAA. Pembentukan akir alventif cenJerung
lai pada hari ke-16 sampai hari ke-22. Akar
terhambat pada pemberian NAA d"ngun
yang terbenfuk berupa rambut_rambut kon-
akar sentrasi yang lebih besar (konsenhaii
yang halus berwarna putih, bentuk seperti diatas
ini sering disebut dengan kulfur kalus bera_ ?,5.pprn). Hal yang sama juga ditunjukkan
kar. Akar yang terbentuk disebut juga sebagai
Aprianita (7999) bahwa paaa b. ;;;
ditanam pada medium Zenk kalus Llrakar
yuns
akar adventif.) Akar adventif aaaUnlUr yang
diperoleh dari zat pengatur tumbuh BAp
muncul dari bagian tumbuhan yang berbedl dan
NAA dengan konsentrasi 0,1 pr,lvl Aap
dari tempat biasa seperti dari batingltau aun
daun
(Esau, 1977) atau bukan dari koleoriza (Bar- l0 pltA NM. pemberian zat pengatui trrn_
buh yang terlalu tinggi akan *"n-guf.iluU.un
low, 1986). Setelah terbentuk rambut-rambut
penghambatan diffrensiasi akar. -lftikorian,
akar diikuti dengan pembentukan aka, yang
et al., (1998) dalam pandiangan (Z006i.iuga

ts8
Murlna silslaht, Pertumbuhan Kultur KolLts dan Akar Aduentil ranaman
Kumis Kucing
( O rihoiph on Stamin
eus B enthj
menjelaskan bahwa akar dapat terbentrrk dari berian NAA dan BAp pada konsentrasi ren-
kalus pada medium yang ditambahkan auksin d-uf, iO,irir4) dan terjadi proses dediferensiasi
dengan konsentrasi tinggi dari pada sitokinin.
Proses difrensiasi diffresiasi kalus membenfuk
ut.,nnnjuai karus r."-u"rilJ
tersebut diduga
karena s"t-s"takar telah mampu menghasilkan
akar sangat dipengaruhi konsentrasi auksin sitokininnva
sendiri. penambahan sitokinin
maupun sitokinin eksogen dan endogen yang eksogen
menyebabkan konsentrasi sitokinin
terdapat pada tanaman maupun media. Pio.es dalai
kulfur akar mencapai supra optimal.
diferensiasi juga disebabkan, sel-sel kalus telah Konsentrasi
sitokinin yang terlalu tinggi men-
mampu menghasilkan sitokininnya sendiri, se- gakibatkan
perkembangan akar terhambat dan
hingga penambahan sitokinin eksr:gen menye- menghalangi
efek auksi"in aaram pembentukan
babkan konsentrasi sitokinin dalam kultur.alar ur.uriApJiiu
mencapai supra optimal.Konsentrasi sitokinin rubahan
dalam;;.k;;;;gan terjadi pe_
rasio sitokinin; auksii menjadi tinggi,
yang terlalu tinggi mengakibatkan perkem-
bangan akar terhambat dan menghalangi efek rutur T?ku eksplan v""g irji";" ruu,r., membentuk
u[ul berubJh pr;;; irorfog"n"sisnya
auksin dalam pembenhrkan akar" ke arah pembentukan akar (George and
sher-
pertumbuhan
rtlston 1984)
karus dan akar adventif/ka-
lus berakar O. stamineus ; i

Perfumbuhan kalus berakar diamati dari


penimbangan berat basah dan berat kering
kalus berakar O.stamineus (Gambar 3 dan 4[
Dari gambar tersebut terlihat bahwa berat ba_ LKnO,T5ppm i

sKlnO,lODom I

sah tertinggi sebesar 3,15 +- 24 mg terdapat


pada saat penambahan kinetin 0,75 ppm dan
I NAA 2,S ppm NAA 5,0 ppm ppm
NAA 7,5 ppm dan terendah sebesar ifO t tS NAA 7,5 N& 1O,O ppm

Gambar 3, Hlstogram hubunosn bgrat basah (g)


mg terdapat pada penambahan kinetin 0,25 kalus d8n kalB berakar O. slamiEus yarlg
dltaraman pada medlum MS dengan ponambshan
zal pengalur tumbuh NAA dan
ppm dan NAA 2,5 ppm. Hal ini memperlihat_ ktn6tin

kan bahwa semakin tinggi konsentrasi kinetin 700 ,i..,,.. ,-,...,,,,. .,,,

(4,25-0,75 ppm)dan NAA (2,S-7,S ppm)yang .nn ] ,,

diberikan maka pertumbuhan kalus beiakai 300 1.., ..,,,.,,.


I
)

{X1

semakin cepat, namun penambahan konsen- o* I n7ji: I fl6 0,25 ppm


t -*4!!sno
hasi yang lebih tinggi lagi akan menghambat ; flff 0,50 pph
!! (tn 0,75 ppm
perfumbuhan. Hal yang hampir sama juga r (ln 0,t0 ppm

ditemukan oleh Kiong Ling et al., (2009) paJa


kulfur O.stamineus jumlah akar terbanyak saat
tffi \M 5.0 ppm NM 7,5 ppm NAA lo,o eDm
pemberian 3 mS/L indoleacetic acid (lAA) cambar 3. Hi'togram hrornn"n o"r, *"nnf fn; ;;;. ;; ;; ,";;;;;;;;; ;;
dan berat kering 0,060 + 0,018 g dan jum_ di(ffian pada medium MS dengan penambahan
zat pengatur tumbuh NAA dan
lah akar yang terbentuk cende-n! *nnu*n
saat konsenhasi IAA dinaikkan. Hil tersebut
ACUAN PUSTAKA
diduga bahwa zat pengatur tumbuh yang digu-
nakan sudah supraoptimal yang
-"ngikibit_ Achmad, S.A., Hakim, E.H., Makmur L., Syah
kan penghambatan pertumbuhun toutri. tetapi
YM., Juliawati L.A. & Mujahidin D. (2009).
kemampuan untuk berdifrensiasi membentuk
Ilmu kimia dan kegunaan: Tirmbuh-tumbu_
akar semakin tinggi.
han obat Indonesia Jilid 1. Bandung ITB:
Dalam penelitian ini ditemumukan bahwa
peningkatan laju pertumbuhan tidak selalu 253-274.
Akowuah, G.A., Zhari, I,, Norhayati, I., Sadi-
diikuti dengan kemampuan kalus membenfuk
kum, A. & Khamsah, S.M. (Z}O4).Sinense-
akar. Pada saat penambahan NAA dan kinetin
tin, eupatorin, 3' hydroxy _5,6,7,,4, -tetrame_
semakin tinggi kemampuan unfuk membentuk
thoxyflavone and rosmarinic acid contents
akar semakin tinggi. Hal yang berbeda difun_
jukkan Aprianita (1999) bahwa berat kering and antioxidative effect of Orthosiphon
stamineus from Malaysia. Food C-hem.
tertinggi kalus berakar terjadi pada saat pem_
87:559-566.

159
Volume 5, Nomor 3, Nouetnber 2012 : 154 - 161

Anggraeni dan Triantoto (1992). Kandungan baiki bibit Amorphophalus Titanum. La:':-
utama daun kumis kueing. Prosiding Forum ran Akhir Program Insentif Peneliti Da:
Komunikasi ilmiah hasil penelitian plasma Perkayasa I-ipi Tahun 2010 Pusat KonsE:-
nutfah dan budidaya tanaman obat. Bogor. vasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor. LIPL 2-
P 165-169 hlm.
Aprianita, (1999). Pengaruh pemberian ho- Lestari, E.G., & Mariska. l. (1997). Kultur i:
mogenat jamur Pythium aphanidermatum vitro sebagai metode pelestarian tumbuha:r
(Edson) Fitzp. terhadap kandungan ajmali- obat langka. Buletin Plasma Nuftah 2 t1
sin dalam kultur kalus berakar C. roseus (L) 298-305.
G. Don. Tesis Magister, Jurusarr Biologi, In- Mantell, S.H. & Smith, H. (1983). Culturalfac-
stitut Teknologi Bandung. tor that Influences secondary metabolite ac-
Barlow, PW., (1986). Advetitious root of whole cumulation in plant cell and tissue. In: Plan:
plants: Their forms, function, and evolu- biotechnology, Mantell, S.H. and Smifi.
tion. In New root formation in plants and H, (Eds). Cambrige University Press. Ner,.
cuttings, M.B. Jackson. Dordrecht, Nether- York. p. 75-108.
lands. Maartinus Niihoff Fublishers. Martin A.VR.G., Geetha, VPS.P & Balacha:r-
Dalimartha, S. (2003)' Atlas tumbuhan Indo- dran I, 2007. Low cost alternative for the
nesia, Jlid 2. Trubus Agriwidya: 135-139 micropropagation of Centella asiatica, Jour-
De Padua, L.S, Bunyapraphatsara, N. & Lem- nal of Plant Sciences 2 (6): p.592-599.
nnens, R.H.M.J. (1999). Plant resources of Matsubara, T., Bohgaki, T. (1999). Antihyper-
South-East Asia no 12(1): Medicinal and tensive actions of methylripariochromene A
poison plant 1. Backhuys Publisher, Leiden: from Orthosiphon stamineus, an Indonesian
38r.392. tradisional medicinal plant. Biol. Pharm.
Eisai Indonesia. (1995)' Medicinal herb index Bull. 22( 10) : 1083-1088.
in tndonesia (2nd ed.). PT Eisai Indonesia, Nawil.H"M. & Samad A. (20L2) Successful
Indonesia. plant regeneration of Orthosiphon stamine-
Esau, K. 11977), Anatomy of seeds plants. (Znd us from petiole. Journal of Medicinal Plants
ed,) John Wiley Publisher. New York' Research 6(25), pp. 4276-4280.
Fitriani, A., (1998) Pengaruh pemberian ho- Mukarlina, Esyanti, R.E. &Siregar, A.H. (2006).
mogenat jamur pythium aphanidermatum Pengaruh pemberian elisitor homogenat
(Edson) Fibp. terhadap kandungan ajmali- jamur Pythium aphanidermatum (Edson)
sin dalam kultur kalus catharanthus roseus Fitzp. terhadap kandungan ajmalisin dalam
(t") G. Don. Tesis Magister, Jurusan Biologi, kultr.rr akar Catharanfus roseus (L) G, Don
lnstitut Teknologi Bandung. JurnalMatematika dan Sains 11 (2): M49,
George, E. E & Sherrington, P H. (1984). Plant Pandiangan, D. (2006). Respon pertumbuhan
propagation by tissue culture. Eastern Press kalus Catharanthus roseus yang diberi per-
Exegetic Ltd., England. lakuan triptofan, Biotika 5(2) : 48 - 56
I-lossain, M.A., Salehuddin, S.M. & Ismail, Z. Purwandari, S.S. (2001). Studi serapan tum-
QOA6\. Rosmarinic acid and methylrosmar- buhan obat sebagai bahan baku pada ber-
inate from Orthosiphon stamineus Benth. J. bagai industri obat tradisional di Indonesia
Bangladesh Acad. Sci. 30:167-172. [Tesis]. Program Pascasarjana Institut Perta-
Kiong Ling, A.P, Ming Kok, K., Hussein S. & nian Bogor. Bogor.
Ling Ong S., (2009). Effects of plant growth Palestine, A.S. (2008). Induksi akar pada bi-
regulators on adventitious roots induction akan tanaman Pule Pandak
from different explants of orthosiphon sta- (Rauvolfia Serpentine L.) Secara kultur jarin-
mineus. American-Eurasian Journal of Sus- gan. Universitas Brawijaya Fakultas Perta-
tainable Agriculhrre, 3(3): 493-501. nian Jurusan Budidaya Pertanian Malang.
Koroch, A., Juliani, H.R., Kapteyn, J., & Si- Skripsi.4l" hlm.
mon, J.E. (2002).ln vitro regeneration of Olah, N.K., Radu, L. Mogosan, C., Hanganu
Echinacea putpurea from leaf explants. D. & Gocan, S. (2003). Phytochemical and
Plant CellTiss. Org. 69(1):79-83. pharmacological studies on Orthosiphon
lrawati. ( 2010). Kultur sel untuk memper- stamineus Benth. (Lamiaceae) hydroal-

r60
Iularlna sllalahl. krcumbuhon Kultur Karus dan Akar Aduentif ranaman Kumis Kucing
( Orth oipho n Stamineus B enth. )
coholic extracts. J Pharm Biomed Anal. Wardani PD, , Solichatun & Setyawan, A.D.
75;33(7):717-23. (2W) Pertumbuhan dan produksi saponin
Riswan, S. & Sangat, H. M. (1991). "Jamu as kultur kalus Tilinum paniculafum Gaertn.
a Javanese traditional medicine in Indone- pada variasi penambahan asam 2,4-dik-
sia," The Bioresources-Diversity, Ethnobiol- lorofenoksi asetat (2,4-D) dan kinetin Bio-
ogy Development and Sustainability Inter- farmasi 2 (1): 35-43.
national Centenary Conference, Sydney. Wetter, L. R. & Constabel, E (1991). Metode
Santoso, Untung. & Nursandi E (2004). Kultur kultur jaringan. Edisi 2. Institut Teknologi
jaringan tanaman. UMM-Press, Malang Bandung. Bandung. P 14-15.
Sinurat, N., (2005). Pengaruh pemberian 2,4 Wai-leng, L. & Lai-Keng, C. (2004). Btablish-
diklorofenoksi asetat dan kinetin terhadap ment of orthosiphon stamineus cell suspen-
perfumbuhan kalus pada tanaman Cath- sion culfure for cell growth plant cell, tissue
aranthus Roseus (L.)G"Don, Skripsi, Prodi. and organ cultures 78 (2):101-106.
Pendidikan Biologi. FKIP UKL Verpoorte, R. & van der Heijden, R. (1991).
Syahid, S.E & Hernani (2004). Pengaruh zat Plant biotechnology for the production of
pengafur tumbuh terhadap pembentukan alkaloids : Present stafus and prospects,
dan pertumbuhan serta kandungan si- 1991., in Brossi A. (ed), The alkaloid, 40,
nensetin dalam kalus pada tanaman kumis Academic Press Inc, San Diegq lo9-t42.
kucing (Orthosiphon stamineus, Jurnal Lit- Zhao, J., Zhu, W., Hu, Q., & Guo. y, (2001).
tri 7 (4):99-103 Compact callus cluster suspension cultures
Trimulyono, G., Solichatun & Marliana, S.D. of Catharanthus Roseus with enhanced In-
QA}q. Pertumbuhan kalus dan kandun- dole alkoaloid Biosinthesis J. In Mko cellu-
gan minyak atsiri nilam (Pogostemon cab- lar & developmentalbiology plant (37) (1):
lin (Blanco) Bth.) dengan perlakuan asam 68-72.
[- Naftalen Asetat (NAA) dan Kinetin Bio-
farmasi 2 (7):9-14

l"6t

Anda mungkin juga menyukai