Oleh:
Zakariya Muhammad Sisworo
17.3.07.050
1
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN
PRAKTIK KERJA LAPANG II
PROGRAM STUDI BUDI DAYA IKAN
Diajukan oleh:
Zakariya Muhammad Sisworo
17.3.07.050
Dosen Pembimbing
Praktik Kerja Lapang II
Mengetahui,
Ketua Program Studi Budi Daya Ikan
Politeknik Kelautan dan Perikanan Jembrana
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis
dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Praktik Kerja Lapang II (PKL II).
Keberasilan dari penyusunan laporan ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan
oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Bapak IGP Gede Rumayasa Yudana, S.Pi., M.P. selaku Koordinator
Pelaksana Tridarma Perguruan Tinggi Politeknik Kelautan dan Perikanan
Jembrana.
2. Ibu Diah Ayu Satyari, S.Pi., M.Si., selaku Ketua Program Studi Budi Daya ikan
yang telah memberi kesempatan dalam melaksanakan PKL II dan sekaligus
sebagai dosen penguji yang telah menguji dalam pelaksanaan seminar dan
memberi bimbingan dalam penyusunan laporan PKL II.
3. Ibu Amiqatul Fikriyah, S.Pi., M.Biotech selaku dosen pembimbing, yang telah
memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyusun Laporan PKL II.
4. Ibu Endah Kristiarini A.Pi, M.T. selaku Kepala Unit Pelaksana Teknis
Pengembangan Budidaya Laut (UPT PBL) Situbondo yang telah memberi izin
untuk melaksanakan praktik.
5. Bapak Sanhaji selaku pembimbing lapang di UPT PBL Situbondo.
6. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung dan baik sengaja
maupun tidak sengaja telah berperan dalam terselesaikannya laporan ini..
Penulis menyadari apabila dalam penyusunan Laporan PKL II ini ada
kekurangan dan kesalahan untuk itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik
demi kesempurnaanya.
Zakariya Muhammad S.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... viii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2. Tujuan ................................................................................................. 2
1.3. Manfaat ............................................................................................... 2
II. METODOLOGI
2.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan ......................................................... 3
2.2. Metode ............................................................................................... 3
2.3. Sumber Data ....................................................................................... 3
1.3.1. Data Primer .............................................................................. 3
1.3.2. Data Skunder ........................................................................... 4
2.4. Metode Pengumpulan Data ................................................................. 4
2.5. Metode Pengolahan Data .................................................................... 5
2.6. Analisa Data ........................................................................................ 5
2.7. Jadwal Kegiatan PKL II........................................................................ 6
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Sejarah Berdirinya UPT PBL Situbondo…………………………………..7
3.2 Visi dan Misi UPT PBL Situbondo. ....................................................... 8
3.3 Lokasi dan Kondisi Geografis UPT PBL Situbondo .............................. 8
3.4 Organisasi dan Kettenagakerjaan ........................................................ 9
3.4.1 Jenis Perusahaan atau Instasi ................................................. 9
3.4.2 Struktur Organisasi dan Kepegawaian di UPT PBL ................ 10
3.5 Fasilitas di UPT PBL Situbondo ......................................................... 11
3.5.1 Fasilitas Utama ...................................................................... 11
3.5.2 Fasilitas Pendukung ............................................................... 16
3.6 Kegiatan Usaha Utama Pembesaran Udang Vaname di UPT PBL
Situbondo .......................................................................................... 18
3.6.1 Biologi Udang Vaname ........................................................... 18
3.6.2 Persiapan Media Budidaya ..................................................... 19
3.6.3 Manejemen Pakan.................................................................. 25
3.6.4 Pengamatan Parameter Kualitas Air ....................................... 32
IV.KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan ........................................................................................ 36
4.2 Saran ................................................................................................. 36
DAFTAR PUSTAKA… .......................................................................................37
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
3. Bentuk, Dosis dan Frekuensi Pemberian Pakan yang digunakan UPT PBL
Situbondo. .................................................................................................. 26
5. Kincir air untuk sistem airasi pada tambak di UPT PBL Situbondo.............. 15
1
1.2 Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan PKL II adalah:
1. Untuk memperoleh pengetahuan dan wawasan tentang teknik pembesaran
udang vaname.
2. Untuk memperoleh pengetahuan tentang manajemen pengelolaan pakan
pada pembesaran udang vaname.
1.3 Manfaat
Manfaat dari kegiatan PKL II adalah untuk memperoleh pengetahuan dan
pengalaman secara langsung pada kegiatan pembesaran udang vaname, serta
meningkatkan kompetensi peningkatan keterampilan mengenai manajemen pakan
pada budidaya udang.
2
II. METODOLOGI
2.2 Metode
Metode yang digunakan dalam PKL II menggunakan dua metode yaitu survei
dan magang. Metode survei yaitu penyelidikan secara langsung di tempat, untuk
memperoleh fakta dan gejala-gejala yang ada dengan mencari keterangan secara
faktual tentang pengelolaan air dan manajemen pakan pada budidaya udang vaname.
Untuk memperoleh keterampilan di lapangan, digunakan metode sistem magang
(Nazir, 1988). Menurut Narbuka, et al (2005), sistem magang adalah suatu metode
belajar dalam bentuk praktik secara langsung di tempat yang digunakan untuk
magang yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan dan kecakapan dalam
berkreativitas, sikap kritis, rasa percaya diri, dan jiwa kewirausahaan.
3
2.3.2 Data Sekunder
Data sekunder merupakan informasi yang dikumpulkan bukan untuk kepentingan
studi yang sedang dilakukan saat ini. Pengumpulan data sekunder digunakan untuk
beberapa tujuan lainnya. Data sekunder diperoleh dari laporan-laporan, pustaka dan
arsip dari UPT PBL Situbondo yang ada hubungannya dengan manajemen pakan pada
pembesaran udang vaname. Data sekunder meliputi potensi perikanan di UPT PBL
Situbondo dan keadaan topografi lokasi. Pengumpulan data sekunder pada PKL II ini
dilakukan dengan cara mencatat data yang bersumber dari dokumen terkait serta data
pendukung lainnya yang bersumber dari wawancara dan internet.
4
2.5 Metode Pengolahan Data
Dalam mengolah seluruh data yang diperoleh selama pelaksanaan PKL II,
penulis menggunakan teknik editing dan tabulating yang didefinisikan sebagai berikut:
a. Editing
Sebelum data diolah data yang diperoleh perlu di-edit terlebih dahulu.
Dengan perkataan lain data atau keterangan yang telah dikumpulkan dalam
record book, daftar pertanyaan atau pada interview guide perlu dibaca sekali
lagi dan diperbaiki jika disana-sini masih terdapat hal-hal yang salah atau
yang masih meragukan (Nazir, 1988).
b. Tabulating
Metode ini dilakukan dengan membuat tabulasi dengan memasukkan data
ke dalam tabel-tabel, dan mengatur angka-angka sehingga dapat dihitung
jumlah kasus dalam berbagai kategori (Nazir, 1988).
5
1. Perhitungan konversi pakan dilakukan dengan menggunakan rumus dari
NRC (1977), yaitu:
𝐹
𝐹𝐶𝑅 =
𝐵𝑖𝑜𝑚𝑎𝑠𝑠
Keterangan: FCR = Feed Conversion Ratio (Rasio Konversi Pakan), F =
Jumlah pakan yang diberikan selama pratik (kg), Biomass = Biomassa udang
di akhir pemanenan (kg).
2. Kondisi Lingkungan atau kualitas air pada media yang berhubungan dengan
bak pembesaran udang vaname.
3. Perkembangan penyakit yang menyerang pada saat pembesaran udang
vaname yang berhubungan dengan pakan.
6
I. HASIL DAN PEMBAHASAN
7
tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Perikanan dan
Kelautan Propinsi Jawa Timur berubah nama dari UPBL Situbondo menjadi Unit
Pelaksana Teknis Pengembangan Budidaya Laut (UPT PBL).
3.2 Visi dan Misi Unit Pelaksana Teknis Pengembangan Budidaya Laut
Situbondo
Berdasarkan Visi dan Misi Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur,
maka UPT PBL Situbondo menetapkan visinya yaitu “ terwujudnya unit pelaksana
teknis yang menghasilkan produk kelautan dan perikanan yaitu benih ikan atau udang
dan ikan konsumsi yang bermutu ”. Misinya adalah “ mewujudkan masyarakat
perikanan dan kelautan yang sejahtera melalui pengelolaan sumberdaya perikanan
dan kelautan yang berkelanjutan ”.
8
Gambar 1. Lokasi Unit Pelaksanaan Teknis Pengembangan Budidaya Laut
Situbondo .
Berdasarkan topografi lokasi, UPT PBL Situbondo terletak dekat pantai dengan
elevasi landai dan kondisi pantai berpasir serta sedikit berkarang. Kualitas air baik dan
jernih serta sangat mendukung untuk kegiatan pembenihan udang maupun ikan.
Keadaan alam sebelah utara menghadap Selat Madura, keadaan ombak relatif kecil
dengan arus air yang sedang. Bagian barat lokasi terdapat Sungai Mlandingan dan
bagian timur terdapat Sungai Panarukan. Kondisi topografi bagian selatan lokasi
terdapat daerah perbukitan yang disebut Bukit Ringgit. Curah hujan pada lokasi
sedang dengan suhu udara berkisar 28–29 ⁰C. Gambar lokasi UPT PBL dapat dilihat
pada Gambar 1.
9
Pulau Bali yang merupakan salah satu tujuan pemasaran bagi komoditas-komoditas
hasil budidaya laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi seperti ikan kerapu dan
lobster.
10
Tabel 1. Rincian jumlah pegawai di Unit Pelaksana Teknis Pengembangan Budidaya
Laut .
Pegawai di UPT PBL Situbondo
No. Unit Kerja Petugas Petugas Cleaning
PPT
PNS Keamana Teknis Sopir Service Jumlah
-PK
n
1. Pimpinan 1 - - - - - 1
Sub -
2. 3 - 3 1 3 10
Bagian TU
Seksi
Produksi
3. dan 11 3 - 1 - - 15
Penerapan
Teknologi
Seksi
Pelayanan
4. 3 - - - - - 3
Usaha dan
Jasa
Jumlah 18 3 3 1 1 3 29
11
laut dan air tawar (inlet). Setiap wadah memiliki satu saluran air laut yang memiliki
ukuran diameter 6 inci, dan satu saluran air tawar yang memiliki ukuran 4 inci yang
terbuat dari pipa PVC merek NS 100. Saluran inlet ini diletakkan bertopangan dengan
wadah pembesaran. Saluran pembuangan (outlet) pada setiap tambak berjumlah satu
unit yang terbuat dari pipa PVC dengan diameter 8 inci. Saluran outlet diletakkan pada
dasar tambak yang langsung menyambung keluar bak pembuangan air. Pipa inlet dan
outlet dilengkapi dengan jaring berbahan polietilen (PE) penggunaannya dengan dua
lapisan pada inlet yang berfungsi sebagai filter fisik pemasukan air laut dan air tawar
yang terhubung dalam wadah pembesaran udang vaname, sedangkan outlet
berfungsi untuk mencegah udang yang berada di dalam tambak keluar ke saluran
pembuangan pada saat pembuangan limbah kotoran dan pada saat pemanenan.
Selain itu, wadah pembesaran udang vaname juga dilengkapi dengan anco
yang diletakkan pada dasar kolam dan diikat di tiang kolam. Setiap wadah
pembesaran memiliki dua anco yang diletakkan pada ujung kolam. Anco berukuran
40x28x7 cm, dan berbahan dasar plastik PP (poliropilene) dan memiliki bentuk persegi
panjang. Fungsi dari anco yaitu sebagai alat kontrol pakan (try method) dan untuk
melihat pertumbuhan udang. Fasilitas wadah pembesaran udang vaname di UPT PBL
Situbondo dapat dilihat pada Gambar 2.
12
wadah penampungan air laut berbentuk kolam beton yang berjumlah satu petak yang
terdiri dari tiga bak wadah penampungan. Air dari laut tidak langsung diisi ke dalam
wadah petak pembesaran udang vaname melainkan dialirkan ke dalam bangsal bak
pembesaran ikan kakap putih. Ikan kakap putih berfungsi sebagai filter biologis air
laut. Sebelum air masuk ke petak, air terlebih dahulu disaring dengan menggunakan
strimin dengan ukuran 60 µ. Hal ini bertujuan untuk menyaring organisme carrier yang
dapat membawa virus dan menjadi kompetitor.
A
B
Wadah penampungan air tawar berbentuk menara tandon air, yang berjumlah
tiga unit dan letak dari ketiga tandon ini terpisah dikarenakan menyesuaikan sumber
air tawar dari sumur bor. Namun, tando yang digunakan untuk pembesaran udang
vaname hanya satu petak penampung air laut, yang terdiri dari tiga bak. Untuk air
tawar juga digunakan satu tandon air. Selain untuk pembesaran udang vaname, bak
penampung air laut dan tandon air juga digunakan untuk pembesaran dan
pembenihan ikan kerapu, pembesaran rajungan, pembesaran ikan kakap, dan
pembenihan ikan hias air laut. Wadah penampung air yang digunakan di UPT PBL
Situbondo ada pada Gambar 3.
13
b. Air dan Sistem Pengairan
Air yang digunakan di tambak milik UPT PBL Situbondo berasal dari dua sumber
yaitu air awar dan air laut. Air tawar berasal dari air tanah yang diambil dengan pompa
air merk Jetpump Grundfos JD Basic 5 dengan spesifikasi berat 40,0 kg, diameter
pipa hisap 1,25 inci, panjang pipa hisap 50 m, maksimal level air 30 m, dan kapasitas
28 liter/m. Sebelum didistribusikan untuk keperluan sehari-hari, air tawar ditampung
ke dalam menara tendon air yang berbahan beton dengan ukuran 4x2,5x2m dan
menampung sekitar 20 cm3. Air tawar ini akan didistribusikan menggunakan pipa PVC
yang memiliki diameter 6 inci dengan panjang sekitar 500 meter yang ada di dalam
tanah. Air laut berasal dari Laut Perairan Selat Madura yang dialirkan ke kanal. Untuk
pengisian air tandon, air laut di kanal diambil menggunakan pompa stainless steel
merk Showpou (5 HP, 3 phase, 380 volt, dan 85 ampere) yang terdapat di kanal dan
pipa PVC diameter 8 inci sebagai penyalur air ke tandon. Jenis-jenis pompa yang
digunakan di UPT PBL Situbondo sebagaimana terlihat pada Gambar 4.
14
c. Sistem Aerasi
Sistem aerasi merupakan suatu sistem yang menyediakan kebutuhan oksigen
terlarut di tambak untuk menunjang pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang
vaname yang dibudidayakan. Kincir air yang digunakan pada setiap tambak berjumlah
tiga kincir air. Kincir yang digunakan yaitu kincir merek Neptunus dengan berat sekitar
50 kg dengan spesifikasi mode SL 1 HP, voltase 220 volt, kecepatan 1500 Rpm,
kekuatan 0,75Kw, kapasits oli 800ml, dan kuat arus 1,6A.
Kincir air diletakkan di permukaan air yang diikat dengan tiang beton yang ada
di pinggir kolam menggunakan tali rafia. Kincir air yang telah terpasang langsung
disambungkan ke sumber listrik menggunakan kabel anti-air dan langsung
tersambung ke panel listrik. Panel listrik sendiri memiliki fungsi untuk mengatur
penggunaan kincir.
Pemasangan arah putar kincir disesuaikan agar searah, yang memiliki tujuan
agar kincir dapat mensuplai oksigen secara merata pada petak tambak. Kincir
dioperasikan selama 24 jam penuh. Satu unit kincir menghabiskan biaya listrik
Rp.500.000/bulan. Pada saat listrik padam, maka sumber listrik diperoleh dari mesin
genset. Penggunaan jumlah kincir pada tambak milik UPT PBL Situbondo berbeda-
beda tergantung dengan umur udang. Pada saat udang berumur kurang 10 hari kincir
yang digunakan hanya dua unit saja. Saat umur udang lebih dari 20 hari maka kincir
ditambah satu, menjadi 3 kincir pada setiap petakan. Kincir untuk sistem aerasi di
tambak UPT PBL situbondo dapat dilihat pada Gambar 5.
15
Gambar 5. Kincir air untuk sistem aerasi pada tambak di Unit Pelaksana Teknis
Pengembangan Budidaya Laut Situbondo
A B
16
b. Bangunan dan Fasilitas Lainnya
Fasilitas pendukung lain yang ada di Unit Pelaksana Teknis Pengembangan
Budidaya Laut (UPT PBL) yaitu bangunan dan fasilitas lainnya dengan jumlah
bangunan yang ada pada Tabel 2. Bangunan di UPT PBL Situbondo terdiri dari kantor,
ruang pelayanan, ruang makan, aula, musholla, laboratorium, rumah dinas, asrama
untuk peserta Praktik Kerja Lapang (PKL) atau penelitian, pos jaga (satpam), bangsal,
kamar mandi, tandon air tawar, tandon air laut, gudang pakan, gudang mesin,
perpustakaan, dan guest house. Bentuk bangunan yang ada pada UPT PBL
Situbondo dapat dilihat pada Lampiran 3.
Tabel 2. Rincian bangunan di Unit Pelaksana Teknis Pengembangan Budidaya Laut
Situbondo.
No Jenis Bangunan Jumlah Unit
1 Kantor 1
2 Ruang Pelayanan 1
3 Ruang Makan 1
4 Asrama Peserta PKL atau Magang 25
5 Aula 1
6 Laboratorium 1
7 Mushola 1
8 Wadah Air Tawar 1
9 Gudang Peralatan 1
10 Wadah Penampung Air Laut 6
11 Rumah Dinas Pegawai 5
12 Pos Jaga (Satpam) 1
13 Bangsal 8
14 Perpustakaan 1
15 Showroom 1
16 Guest House 2
17
3.6 Kegiatan Pembesaran Udang Vaname di Unit Pelayanan Teknis
Pengembangan Budidaya Laut Situbondo.
1.6.1 Biologi Udang Vaname
Udang vaname atau udang putih merupakan udang yang berasal dari Pasifik
(Pacific white shrimp) golongan decapoda yang masuk dalam famili penaeidae. Tubuh
udang vaname dibentuk oleh dua cabang atau biramous yaitu exopodite dan
endopodite. Udang vaname memiliki tubuh berbuku-buku dan aktivitas berganti kulit
luar atau eksoskeleton secara periodik (moulting) (Haliman & Adiwijaya, 2006).
Kepala udang vaname terdiri dari antenula, antena, mandibula, dan dua pasang
maxilae. Kepala udang vaname juga dilengkapi dengan tiga pasang maxiliped dan
lima pasang kaki berjalan (peripoda) atau kaki sepuluh (decapoda). Siklus hidup
udang vaname, yaitu setelah telur menetas keluar burayak larva yaitu nauplius. Dalam
waktu 46-50 jam nauplius berubah menjadi burayak kedua yaitu zoea. Setelah 5 hari
zoea berubah menjadi mysis, dalam waktu 4-5 hari mysis berubah menjadi burayak
tingkat akhir yaitu post-larva. Selama hidupnya post-larva berkeliaran di pantai, di
dearah air payau, post-larva tumbuh menjadi udang muda atau juvenil. Menjelang
dewasa udang ini mempunyai tugas untuk berkembang biak (Suyanto & Mudjiman,
2002). Udang vaname memiliki sifat kanibal, omnivor, detrivor dan nokturnal. Udang
vaname memiliki keunggulan dibanding udang lain seperti lebih tahan terhadap
penyakit bintik putih atau White Spot Syndrome Virus (WSSV) dan lebih tahan stress
(Haliman & Adiwijaya, 2006). Taksonomi udang vaname adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Sub kingdom : Metazoa
Filum : Arthropoda
Kelas : Crustacea
Subkelas : Eumalacostraca
Superordo : Eucarida
Ordo : Decapoda
Subordo : Dendrobrachiata
Famili : Penaeidae
Genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei
18
Gambar 7. Morfologi udang vaname
Sumber: Haliman dan Adiwijaya (2006)
19
Pengeringan dan Pembersihan Petak Tambak
Pada tahap persiapan, pengeringan petak tambak yang ada di UPT PBL
Situbondo dilakukan sebanyak dua kali. Pengeringan yang pertama dilakukan setelah
panen total pada siklus sebelumnya. Pengeringan tahap pertama dilakukan selama 2
hari. Pengeringan tambak bertujuan untuk membunuh organisme patogen (jamur,
bakteri, virus, dan protozoa) dengan penyinaran matahari secara lagsung, membunuh
hama dan menghilangkan senyawa tereduksi seperti amoniak, H2S, nitrit, dan metan
yang mempunyai sifat toksik dari sisa budidaya sikslus sebelumnya. Hal ini sesuai
dengan pendapat Suyanto dan Mujiman (2002) yang menyatakan bahwa pengeringan
lahan akan membunuh hama dan organisme patogen penyebab penyakit, penguapan
gas beracun H2S dan metan serta mengoksidasi amoniak.
Setelah pengeringan yang pertama kemudian dilakukan pembersihan dinding
dan lantai dasar petak tambak. Pembersihan dilakukan dengan cara membersihkan
dengan sabun atau deterjen yang bersifat antiseptik maupun desinfektan sambil disikat
secara merata, kemudian disemprotkan air yang mengalir. Sikat yang digunakan
sebelumnya dicuci dengan cairan desinfektan. Dengan cara ini maka lumut, lumpur
dan kotoran-kotoran lain yang telah mengering akan ikut terbawa arus semprotan air,
kemudian kotoran-kotoran akan mengalir mengikuti arus air menuju outlet. Setelah
petak tambak bersih, maka dilakukan pengeringan dengan bantuan sinar matahari.
Pengeringan yang kedua ini dilakukan selama 1-2 minggu, sehingga total kegiatan
pengeringan dilakukan selama ± 2 minggu.
20
seperti mesin dan alat penggeraknya. Kincir air juga harus dibersihkan sebelum
digunakan.
Pengisian Air
Pengisian air tambak dilakukan dengan memompa air laut yang berasal dari
bangsal pembesaran ikan kakap putih yang memiliki jarak ± 500 meter dari petak
pembesaran udang vaname dengan salinitas 29-34 ppt yang dialirkan melalui pipa
berukuran 6 dim. Air laut terlebih dahulu ke dalam bangsal bak pembesaran ikan kakap
putih yang bertujuan sebagai filter biologis. Menurut Subandriyo (2001), ikan kakap
digunakan sebagai filter biologi, karena dapat berfungsi dalam memanfaatkan
biomassa fitoplankton dan bahan terurai, membantu daur ulang nutrien dan menjaga
kestabilan perkembangan fitoplankton serta dapat mengurangi beban lingkungan yang
berasal dari partikel organik. Air tawar berasal dari tandon air. Setelah itu, air laut dan
air tawar dicampur ke dalam petak tambak dengan salinitas rata-rata 26-30 ppt. Petak
tambak diisi air setinggi 130 cm.
Sterilisasi air dilakukan juga dengan pemberian Nuvac dengan dosis 1 ppm yang
bertujuan untuk membunuh sejenis crustacea yang merupakan carier atau pembawa
penyakit serta hama kompetitor. Nuvac ditebar secara merata ke seluruh kolam. Pada
hari berikutnya, ditebar cupri sulfat (CuSO4) dengan dosis 2 ppm yang bertujuan untuk
membunuh bibit-bibit tiram, trisipan, sejenis molusca lainnya dan lumut. Sterilisasi yang
terakhir yaitu dengan pemberian kaporit dengan dosis 3 liter dan diendapkan selama 2
hari, yang bertujuan untuk menetralkan air pada petak budidaya dari bahan nuvac dan
kupri sulfat yang berbahaya bagi kehidupan udang. Hal ini sesuai dengan pendapat
Amri (2008) yang menyatakan bahwa saat persiapan air dilakukan sterilisasi dengan
menambahkan desinfektan berupa cupri sulfat, kaporit, atau bahan lain. Sterilisasi
pada petak tambak bertujuan untuk membunuh berbagai jenis mikroorganisme yang
ada pada petak tambak agar air steril dan siap untuk digunakan untuk proses budidaya.
Pemasangan Kincir
Jumlah penggunaan kincir air di tambak UPT PBL Situbondo bertahap
tergantung umur udang. Saat umur udang vaname kurang dari 10 hari kincir air yang
digunakan sebanyak satu unit. Saat udang berumur 10 hari dan seterusnya kincir air
ditambah dua unit, sehingga pada setiap petak tambak terdapat tiga kincir air. Kincir di
21
tambak UPT PBL Situbondo dipasang sesuai dengan arah jarum jam, supaya kotoran
dan sisa pakan dapat terkumpul di tengah tambak, sehingga memudahkan
pembuangan kotoran melalui central drainase dan mengurangi death zone. Fungsi
kincir antara lain adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan suplai kandungan oksigen terlarut atau dissolved oxygen
(DO) dalam tambak.
2. Menimbulkan arus sehingga kotoran dan sisa pakan dapat terkumpul di
tengah tambak.
3. Meminimalisir stratifikasi (perbedaan) suhu pada perairan tambak.
Hal ini sama dengan pendapat Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi
Tengah (2009) yang menyatakan bahwa penggunaan kincir dimaksudkan untuk
menambah suplai oksigen ke dalam media budidaya melalui pergerakan air yang
ditimbulkan oleh kincir tersebut. Tujuan lain peggunaan kincir adalah untuk
mengumpulkan bahan-bahan organik seperti kotoran udang, sisa pakan serta bahan
endapan lain pada sudut yang dikehendaki agar dapat dikeluarkan dengan mudah.
Tata letak kincir dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Tata letak kincir air pada tambak Unit Pelaksana Teknis Pengembangan
Budidaya Laut Situbondo
Penumbuhan Plankton
UPT PBL Situbondo menggunakan penumbuhan plankton adapun alasan
penggunaan sistem plankton ini karena plankton lebih bisa menjaga kualitas air.
Penumbuhan plankton pada tahap awal budidaya yaitu dengan cara pemupukan pada
air menggunakan hasil fermentasi probiotik Super NB. Super NB merupakan probiotik
yang mengandung bakteri menguntungkan seperti Bacillus sp., Pseudomonas sp.,
Nitrosomonas sp., Aereobacter sp., dan Nitrobacter sp. Jenis bakteri tersebut berguna
22
untuk menunjang pertumbuhan plankton dan meningkatkan populasi bakteri yang
menguntungkan.
Pembuatan probiotik yang difermentasi dilakuan secara anaerob (tanpa
diaerasi) menggunakan komposisi bahan di antaranya 2 kg dedak halus, 1 liter
supermedia atau molase yang sudah ditambah dengan bahan-bahan khusus, 9 gram
ragi tape, 9 liter air tawar dan 250 ml probiotik Super NB. Setelah semua bahan
dicampur secara merata maka bahan–bahan tersebut ditutup dan didiamkan selama
24 jam. Tujuan dari fermentasi ini adalah diharapkan probiotik yang difermentas
tersebut mampu menjadi pupuk organik yang mampu menumbuhkan zooplankton.
Hal ini sesuai dengan pendapat Kordi (2007) yang mengatakan bahwa pemupukan
digunakan untuk memasok unsur hara yang sangat diperlukan seperti nitrogen, fosfor
dan kalium untuk pertumbuhan fitoplankton yang terkait dengan produksi oksigen dan
pakan alami.
Pemupukan dilakukan dengan cara menebar hasil fermentasi super NB yang
telah didiamkan selama 24 jam secara merata pada petak tambak. Waktu pemupukan
biasanya pada pagi hari yaitu sekitar pukul 08.00 di saat cuaca cerah. Hal ini
dimaksudkan agar proses fotosintesis terjadi secara maksimal. Apabila cuaca cerah,
maka plankton akan tumbuh dalam waktu 2–3 hari setelah pemupukan. Pada tahap
persiapan, proses pemupukan ini dapat berlangsung selama 2 minggu. Dalam 1
minggu dapat ditebar probiotik yang difermentasi sebanyak satu kali.
23
menggunakan centong nasi. Proses penghitungan benur secara manual dapat dilihat
pada Gambar 9. Benur dibeli dari hatchery PT. Delta Besuki yang dikirim menggunakan
mobil truck box.
Penebaran benur dilakukan pada sore hari pukul 16.00-18.00 WIB dikarenakan
suhu masih stabil sehingga benur yang akan ditebar tidak menglami stress. Penebaran
benur diawali dengan mengambil kantong plastik berisi benur, kemudian dimasukkan
ke dalam petak tambak dalam kondisi kantong masih tertutup. kemudian air dalam
petak tambak disiramkan pada kantong untuk mempercepat proses aklimatisasi.
Aklimatisasi dilakukan kurang lebih selama 15-20 menit. Setelah itu kantong dibuka
dan benur ditebar secara perlahan-lahan ke dalam petak tambak. Jumlah benur yang
ditebar total keseluruhan 150.000 ekor dan dibagi menjadi 2 sehingga setiap tambak
benur yang ditebar yaitu sebanyak 75.000 ekor dalam tambak yang berukuran
20x8x1,5 m dengan padat tebar 313 ekor/m2. Proses aklimatisasi sebelum penebaran
benur dapat dilihat pada Gambar 10.
24
Gambar 10 Penebaran benur di tambak Unit Pelaksana Teknis Pengembangan
Budidaya Laut Situbondo
25
Tabel 3. Bentuk, dosis dan frekuensi pemberian pakan yang digunakan di Unit
Pelaksana Teknis Pengembangan Budidaya Laut Situbondo.
Berat Udang Pemberian Pakan Frekuensi
No Kode Bentuk Pakan (mm)
(gr) (% berat tubuh) (kali/hari)
1 681 V Crumble 0,425 x PL 13-1,0 10,0-8,0 3
0,71
2 682 V Crumble 0,71 x 1.0 1-2 8,0–7,5 4
3 683 PV Crumble 1,0 x 2,0 2-5 7,5–4,5 5
4 683-SP Pellet 1,8 x 2,0 5-14 4,5–2,5 5
5 684 SV Pellet 1,8 x 4,0 14-22 2,5–1,7 5
6 684-S Pellet 2,0 x 5,0 22-panen < 1,7 5
Seperti pada Tabel 3, pakan pada waktu udang masih stadia PL hingga berat
udang 5 gram masih menggunakan pakan berbentuk crumble dengan pemberian
pakan 10-4,5% dari berat tubuhnya, sedangkan pellet mulai diberikan pada saat berat
udang mencapai > 5 gram hingga panen dengan pemberian pakan 4,5 sampai < 1,7%
dari berat tubuh. Sementara itu frekuensi pemberian pakan dilakukan tiga kali untuk
udang pada saat tebar hingga berat 1 gram, kemudian untuk berat 1-5 gram diberi 4
kali sehari. Frekuensi pemberian pakan sebanyak lima kali sehari dilakukan pada saat
berat udang sudah mencapai 5 gram hingga panen. Gambar 11 menunjukkan bentuk
pakan crumble dan pellet merek Irawan.
A B
26
Tabel 4. Kandungan nutrisi pakan merk Irawan yang di produksi oleh PT. Central
Proteina Prima
Protein Lemak Serat Kadar Air
No Kode
(%min.) (%min.) (%max.) (%max.)
1 681 V 30 5 4 12
2 682 V 30 5 4 12
3 683 PV 30 5 4 12
4 683-SP 30 5 4 12
5 684 SV 28 5 4 12
6 684-S 28 5 4 12
Penyimpanan Pakan
Untuk menjaga kualitas pakan diperlukan cara penyimpanan yang baik dan
benar karena dengan penyimpanan yang baik dan benar, makan pakan tidak akan
mudah berjamur, menggumpal dan berbau apek. Cara penyimpanan pakan di UPT
PBL Situbondo adalah sebagai berikut:
1. Pakan disimpan di gudang pakan dengan suhu ruangan 25 oC.
2. Alas tempat tumpukan pakan dibuat dari kayu yang disusun. Hal ini dilakukan
agar pakan tidak lembab dan tetap kering, sehingga dapat mencegah tumbuhnya
jamur pada pakan terutama pada musim hujan.
3. Pakan disusun berbentuk persegi dengan tumpukan maksimum 10 sak pakan.
Hal ini bertujuan agar tumpukan pakan tidak mudah roboh dan mempermudah
ketika pengambilan pakan.
4. Menggunakan konsep first in first out (FIFO) yaitu pengambilan pakan
berdasarkan urutan kedatangan pakan. Pakan yang masuk terlebih dahulu,
27
dikeluarkan terlebih dahulu sehingga pakan yang berada dalam gudang tidak
tersimpan terlalu lama.
Hal ini sesuai dengan pendapat Kordi (2010) yang menyatakan bahwa ruang
penyimpanan pakan harus kering dengan sirkulasi udara yang baik dan sinar yang
tidak berlebihan. Selain itu, suhu di dalam ruangan penyimpanan pakan diusahakan
seragam. Pakan disusun di atas papan atau kayu sebagai alas dengan ketinggian 15
cm di atas lantai. Antar tumpukan pakan harus diberi jarak, gudang tempat
penyimpanan pakan harus bersih. Pakan dalam gudang jangan terkena sinar
matahari secara langsung, sebab kualitas vitamin dan lemak yang terkandung di
dalamnya akan menurun. Susunan pakan dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Gudang pakan milik Unit Pelaksana Teknis Pengembangan Budidaya
Laut Situbondo.
28
dipelihara ekstensif (tradisional). Tabel 5 menunjukkan frekuensi pemberian pakan di
UPT PBL Situbondo dengan waktu pemberian pakan terdapat pada Lampiran 4.
29
Gambar 13. Cara pemberian pakan untuk Udang Vaname yang dilakukan di Unit
Pelaksana Teknis Pengembangan Budidaya Laut Situbondo.
Sampling
Penentuan dosis pakan di UPT PBL Situbnddo menggunakan cara penentuan
dosis berdasarkan feeding rate (FR). Feeding rate merupakan persentase pemberian
pakan harian yang ditentukan berdasarkan ABW (Averange Body Weight) dan
dihitung dari jumlah biomassa udang. Untuk mengetahui FR maka harus dilakukan
sampling (Gambar 14.) terlebih dahulu untuk mengetahui berat udang rata-rata dan
biomassa udang dalam petak rambak. Tujuan melakukan sampling adalah untuk
mengetahui ABW, ADG (average daily gain), dan total biomassa. Di samping itu
sampling juga dilakukan untuk mengetahui nafsu makan dan kesehatan udang.
Sampling di UPT PBL Situbondo dilakukan seminggu sekali dan dengan data yang
terdapat pada Tabel 7.
Tabel 7. Data sampling berat untuk penentuan dosis pakan di Unit Pelaksana Teknis
Pengembangan Budidaya Laut Situbondo
Sampling ADG
No. Tanggal
Petak A Petak B Petak A Petak B
1 17 September 2018 5 gram 5 gram
2 24 September 2018 6,5 gram 6,5 gram 0,15 0,15
3 2 Oktober 2018 7,8 gram 7,8 gram
30
Gambar 14. Kegiatan sampling untuk mengetahui berat udang rata-rata dan biomass
udang dalam petakan tambak
Feed conversion ratio (FCR) merupakan satuan untuk menghitung efesiensi pakan
pada budidaya untuk pembesaran atau penggemukan. Penggunaan FCR yang tepat
dapat menghasilkan pertumbuhan udang yang optimal dan penggunaan pakan yang
efisien. Dalam menentukan kebutuhan pakan perlu dilakukan pengecekan silang
antara kebutuhan pakan berdasarkan perhitungan FCR dengan hasil sampling.
Penggunaan pakan dengan penghitungan FCR dilakukan pada umur udang 30 hari
sampai panen dengan cara sampling. Setelah dilakukan sampling, maka dapat
diketahui berat rata-rata (ABW), biomassa dan populasi. Penghitungan ABW,
Biomassa, dan Populasi dapat dilihat pada Lampiran 3.
Penghitungan FCR sesuai prosentase kebutuhan pakan udang per hari
berdasarkan ABW (berat rata- rata) dan di hitung dari biomassa udang yang ada,
sehingga diperoleh perhitungan untuk petakan 1.
40 gr
ABW = = 5𝑔𝑟𝑎𝑚
8 ekor
Pada sampling 1 pada petak A tanggal 17 September 2018 di dapat ABW 5 gram,
untuk sampling berikunya dan sampling petak B bias dilihat pada table 7. Selanjutnya
perhitungan biomassa, yang di dapat dari pemberian pakan per hari dan FR,
menghitung biomassa sebagai berikut:
75000
%𝑆𝑅 = 𝑋100% = 0.5%
150000
31
75000X0,5X5
Biomassa = = 187,5𝑘𝑔
1000
Pada pengujian sampling pertama di dapat biomassa sebesar 187,5kg patak petak A,
dari penghitungan biomassa bisa di hitung FCR dalam menejemen pakannya sebagai
berikut:
360 𝑘𝑔
𝐹𝐶𝑅 = = 0,13
187,5 𝑘𝑔
Hasil FCR yang diperoleh 1: 0,13 antara petak A dan B sama karena diperlakukan
sama tampa ada pembeda.
32
Salinitas
Pengukuran salinitas dilakukan dengan cara mengambil sampel air pada petak
tambak kemudian sampel air diukur salinitasnya menggunakan refraktometer
(Gambar 15). Hasil pengukuran salinitas di tambak UPT PBL Situbondo menunjukkan
angka pada kisaran 25-30 ppt. Hasil tersebut sesuai dengan pendapat Haliman dan
Adijaya (2005) yang menyatakan bahwa udang muda yang berumur 1-2 bulan
memerlukan kadar garam 15-25 ppt agar pertumbuhannya dapat optimal. Setelah
berumur lebih dari 2 bulan, pertumbuhan relatif baik pada kisaran salinitas 25-30 ppt.
Suhu
Pengukuran suhu di tambak UPT PBL Situbondo dilakukan seminggu sekali
menggunakan termometer yang sudah ditempatkan pada petak tambak dengan
kondisi tercelup air. Dari hasil pengukuran yang dilakukan suhu di UPT PBL
Situbondo, suhu pada lokasi budidaya sesuai dengan pendapat Haliman dan Adijaya
(2005), yang menyatakan suhu optimal untuk pertumbuhan udang berkisar antara 26-
32 ºC.
33
dalam proses nitrifikasi. Apabila DO kurang dari 3 ppm maka proses respirasi akan
terganggu, akibatnya udang menjadi stress dan kekebalan tubuh udang pun menurun.
Hal ini menyebabkan pertumbuhan udang terhambat atau udang akan mengalami
kematian. Akibat lain yang ditimbulkan adalah kematian massal pada plankton dan
dan meningkatnya kadar amoniak, nintrit, serta hidrogen sulfida karena terhambatnya
proses nitrifikasi.
Gambar 16. Pengukuran oksigen terlarut di tambak udang vaname Unit Pelaksana
Teknis Pengembangan Budidaya Laut Situbondo
34
Gambar 17. Pengukuran pH pada tambak udang vaname Unit Pelaksana Teknis
Pengembangan Budidaya Laut Situbondo
35
II. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari pratik kerja lapang II yang telah dilaksanakan di Unit Pelaksana Teknis
Pengembangan Budidaya Laut Situbondo dapat memperoleh pengetahuan tentang
manajemen pengelolaan pakan pada pembesaran udang vaname dan juga
memeperoleh pengetahuan tentang teknik dan wawasan pembesaran udang vaname.
Selain itu kegiatan Kerja Praktik Akhir dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Dalam budidaya Udang Vaname di UPT PBL Situbondo sudah Baik ditandai
dengan :
a. Pengisian air diperlakukan secara bertahap, pertama diisi ketingian 50 cm
dengan diberikan kaporit 100 ppm setelah itu diisi air dengan ketingiaan
100 cm diberikan nuvac. Setelah itu air diperlakukan dengan ditebar
fermentasi, kaptan, dan probiotik tergantung dengan kondisi air saat
budidaya.
b. Teknologi pembesaran Udang Vaname adalah intensif dengan padat
tebar antara 313 ekor/m2 dan benur ditebar berumur PL 10 atau lebih.
2. Sarana dan prasarana di UPT PBL Situbondo cukup lengkap untuk budidaya
Udang Vaname mulai dari alat-alat persiapan tambak, sarana dan bahan
proses budidaya hingga proses kegiatan panen semua sarana sudah cukup
lengkap.
4.2 Saran
Saran yang dapat diberikan selama mengikuti pratik kerja lapang 2 adalah untuk
menejemen pakan lebih menggunakan perhitungan yang akurat dan tertata dan
sebaiknya penerapan biosecurity di kegiatan pembesaran udang vaname mulai dari
awal sampai akhir lebih ditingkatkan lagi. Untuk monitoring kualitas diharapkan lebih
sering di ukur jangan dilakukan seminggu sekali dan ditambah parameter yang di ukur,
seperti kecerahan, nitrit, amoniak, dan lain-lain.
36
DAFTAR PUSTAKA
Cholid, Narbuko,dan Abu Ahmadi. 2001. Metode Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.
Fenni.2013.Teknik Pengumpulan Data.Halaman 1.Analisis system.Yogyakarta.
Gunartodan Hendrajat, E.A. 2008. Budiddaya udang vaname, Litopenaeus vannamei
pola semiintensif denagan aplikasi beberapa jenis probiotik komersial. J. Ris.
Akuakultur 3 (3): 329-338.
Hasan, M. Iqbal.2002.Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya.
Jakarta: Ghalia Indonesia. Hal : 58
Hudi, dan A. Shahab.2005.Optimasi pro-duktivitas budidaya udang vaname
(Litopenaeus vanamei) dengan menggunakan metode respon surface dan non
linear programming. Prosiding Seminar Nasional manajemen Tek-nologi II.
Hlm.:28.1-28.9.
K.,Amri,., dan Kanna, I. 2008. Budi Daya Udang Vannamei. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Kordi. 2007.Pemeliharaan udang vannamei. Surabaya: Surya Indah.
Kordi. 2010.Pakan Udang.Jakarta: Akademia.
Moh. Nazir.1988.Metode Penelitian.Jakarta: Ghalia Indonesia.
National Research Council (NRC),1997.Nutrient Requirement of Warmwater Fish.
National Academy of Sciences. Washington D.C.
Nazir. 1988.Metode Penelitian.Jakarta: Ghalia Indonesia.
R.W.Haliman, dan D, Adijaya. 2005. Udang Vannamei. Jakarta :Penebar Swadaya.
Subandriyo. 2001.Budidaya Udang dengan Sistem Resirkulasi dan Masalahnya.PT.
Chaeron Pokphand Indonesia: Medan.
Suyanto, S. R., dan A. Mudjiman.2002. Budidaya Udang Windu.Jakarta: Penebar
Swadaya.
37
Lampiran 1
NO Uraian Hari Ke -
Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1. Sosialisasi dan X X X
Pengenalan
2. Mengumpulkan X X X X
data profil
perusahaan
3. Mengumpulkan X X X X X X X X X X X X
data kualitas
air + SOP
pengukuran
kualitas air
4. Melengkapi X X X X X X X X X X X X
data
(dokumentasi,
membuat
laporan)
5. Membuat X X X X X X X X X X X X X X
laporan harian
NO Uraian Hari Ke -
Kegiatan
15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
1. Sosialisasi dan
Pengenalan
2. Mengumpulkan X X X X X X X X X X X X X X
data profil
perusahaan
3. Mengumpulkan X X X X X X X X X X X X X X
data kualitas
air + SOP
pengukuran
kualitas air
4. Melengkapi X X X X X X X X X X X X X X
data
(dokumentasi,
membuat
laporan)
5. Membuat X X X X X X X X X X X X X X
laporan harian
1
Lampiran 2
KASIE PRODUKSI DAN PENERAPAN TEKNOLOGI KASIE PELAYANAN USAHA DAN JASA
ATIEK SETIJANI, S.Pi Ir. AUNUR ROFIK, M.Si
NIP. 19701004 200604 2 006 NIP. 19620329 199301 1 001
A B
C D
E F
3
G
A H
I J
K
L
4
M N
5
Lampiran 3
Penghitungan ABW, Biomassa, Survival Rate (SR), dan Feed Conversion Ratio
(FCR)
𝐹
𝐹𝐶𝑅 =
𝐵𝑖𝑜𝑚𝑎𝑠𝑠
6
DATA HARIAN BUDIDAYA UDANG VANAME
7
DATA HARIAN BUDIDAYA UDANG VANAME
8
DATA HARIAN BUDIDAYA UDANG VANAM
9
DATA HARIAN BUDIDAYA UDANG VANAME
10
DATA HARIAN BUDIDAYA UDANG VANAME
11
DATA HARIAN BUDIDAYA UDANG VANAME
12
DATA HARIAN BUDIDAYA UDANG VANAME
13
DATA HARIAN BUDIDAYA UDANG VANAM
14
DATA HARIAN BUDIDAYA UDANG VANAME
15
DATA HARIAN BUDIDAYA UDANG VANAME
16