Anda di halaman 1dari 31

PENUNTUN PRAKTIKUM

KIMIA ANALITIK

OLEH:

A. A. ISTRI SRI WIADNYANI, S.TP., M.SC

IR. A. A. G. N. ANOM JAMBE, M.SI

NI LUH ARI YUSASRINI, S.TP., M.P

JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2017

i
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadapan Ida Hyang Widhi Wasa, diktat Penuntun

Praktikum Kimia Analitik dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penuntun praktikum ini

dimaksudkan untuk dipergunakan sebagai pegangan bagi mahasiswa Jurusan Ilmu dan

Teknologi Pangan pada Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana dalam

melakukan praktikum mata kuliah Kimia Analitik

Penuntun praktikum ini disusun dengan tujuan untuk memberikan petunjuk kepada

mahasiswa dalam melakukan pekerjaan dilaboratorium, sebagai dasar untuk melakukan

penelitian yang berhubungan dengan penyelesaian studi ataupun tugas penelitian lainnya.

Penuntun ini akan diuji-cobakan kepada mahasiswa dan apabila praktikum ini dalam

pelaksanaanya tidak mencapai sasaran yang diinginkan maka penuntun ini akan

disempurnakan kemudian.

Kami sadar sepenuhnya bahwa diktat ini masih banyak kekurangannya dan dengan

segala kerendahan hati, untuk tujuan penyempurnaan tersebut kami membutuhkan kritik dan

saran membangun dari semua pihak untuk penerbitan berikutnya. Besar harapan kami

mudah-mudahan diktat penuntun ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Denpasar, Februari 2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Kata pengantar ………………………………………………………………… ii

Daftar isi ……………………………………………………………………… iii

Tata tertib ……………………………………………………………………… iv

Format laporan ……………………………………………………………….. v

I. ASIDI ALKALIMETRI……………………………………………………. 1

II. PERMANGANOMETRI ….…………………………………………………. 5

III. IODOMETRI ……….………………………………………………………. 9

IV. ARGENTOMETRI …………………………………………………………. 14

V. KOMPLEKSOMETRI ………………………………………………………. 22

Daftar Pustaka ……………………………………………………………………. 26

iii
TATA TERTIB PRAKTIKUM

1. Mahasiswa berpakaian sopan, tidak: oblong/t-shirt, baju ketat, sandal jepit pada
waktu mengikuti praktikum.
2. Pada saat praktikum wajib mengenakan jas lab dan membawa penuntun praktikum
3. Pada waktu praktikum semua handphone harus dalam keadaan mati/silent.
4. Mahasiswa wajib menjaga kebersihan alat-alat maupun ruangan laboratorium selama
mengikuti praktikum
5. Keterlambatan masuk praktikum hanya diijinkan maksimal 15 menit dari jadwal.
Lewat dari batas tersebut mahasiswa boleh masuk tapi tidak mendapat presensi
kecuali dengan alasan yang jelas dan tepat.
6. Tidak diperkenakan melakukan keributan di Laboratorium dalam bentuk apapun
selama praktikum.
7. Bila berhalangan, maka mahsiswa diwajibkan memberi keterangan tertulis/surat
keterangan dokter. Surat keterangan tersebut harus diserahkan selambat-lambatnya
sebelum praktikum dimulai. Bila tidak, dianggap tidak tidak ikut praktikum dan pada
sesi tersebut diberi nilai nol.
8. Bagi mahasiswa yang berhalangan diberikan satu kali waktu praktikum khusus setelah
semua percobaan selesai dengan sepengetahuan dan seijin dosen pengampu mata
kuliah ini.
9. Mahasiswa wajib membuat laporan sementara yang diberi paraf/Acc oleh
dosen/asisten dosen
10. Laporan Praktikum disetorkan paling lambat 1 minggu setelah praktikum dilakukan
yang sesuai dengan topik yang dipraktikumkan atau sebelum praktikum selanjutnya
dilakukan.
11. Penilaian praktikum meliputi
a. Pre/post- test (30 %)
b. Praktikum harian (70%)

iv
FORMAT LAPORAN

I. PENDAHULUAN

II. TUJUAN

III. TINJAUAN PUSTAKA (Sesuaikan dengan ndic praktikum)

IV. METODELOGI

4.1. Bahan-bahan

4.2. Alat-alat

4.3. Cara Kerja

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.2. Pembahasan

VI. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN (foto-foto dan laporan sementara)

v
PRAKTIKUM I

ASIDI ALKALIMETRI

I. PENDAHULUAN

1.1. TEORI

Dasar titrasi asam-basa adalah reaksi netralisasi, yaitu reaksi antara ion H+ (H3O)+
dari asam dengan ion OH- dari basa yang akan membentuk air. Sebagai contoh reaksi antara
NaOH dengan HCl:

Asam : HCl H+ + Cl

H+ + H2O H3O+

HCl + H2O H3O+ + Cl-

Basa: NaOH Na+ + OH-

Asam + basa: HCl + H2O H3O+ + Cl

NaOH Na+ +OH-

H3O+ + OH- H2O

HCl + NaOH Na+ + Cl- + H2O

Asidimetri adalah titrasi larutan basa dengan larutan baku asam. Alkalimeri adalah titrasi
larutan asam dengan larutan baku basa.

Indikator asam basa

Indikator asam-basa pada umumnya adalah senyaw organic yang bersifat asam atau
basa lemah dan dalam larutan mengalami ionisasi sbagai berikut:

Hin H+ + In-

(bentuk asam) (bentuk basa)

Bila hanya salah satu bentuk-bentuk itu yang berwrna tertentu disebut indicator satu wrana,
misalnya timoolftalein (tak berwarna-biru), fenolftalein (tak berwarna-merah), bila kedua
1
bentuk itu mempunyai warna yang berbeda disebut indicator dua warna, misalnya metal
orange (merah-orange), metal merah (merah-kuning) dan banyak lainnya. Pada titrasi asam
basa indicator yang dipilih harus dapat berubah warna tepat pada saat titik ekivalen tercapai.

Bobot ekivalen

Bobot ekivalen untuk reaksi netralisasi didefinisikan sebagai berikut : satu ekivalen
asam/basa adalah banyaknya asam/basa yang dapat melepaskan satu mol H+ atau OH-

Misalnya:

1. HCl H+ + Cl-

1 ek. HCl = 1 mol

2. H2SO4 2H+ + 2 SO42-

1 ek. H2SO4 = ½ mol

3. NaOH Na+ + OH-

1 ek. NaOH = 1 mol

1.2. TUJUAN:

1. Mahasiswa mampu memahami prinsip-prinsip reaksi netralisasi


2. Mahasiswa mampu melakukan analisis ndicator secara titrasi ndic alkalimetri

II. CARA PEMBUATAN LARUTAN


a. Pembuatan larutan baku primer asam oksalat
Timbang dengan teliti menggunakan neraca analitik sekitar 6,3470 gram asam oksalat
dihidrat dan lakukan dalam air suling pada labu ukur 1 liter sampai tanda batas. Hitung
normalitas larutan tersbut sampai 4 angka di belakang koma.
b. Pembuatan larutan baku sekunder NaOH
Timbang pada neraca teknis kira-kira 4 gram NaOH dan larutkan dalam 1 liter air suling.
c. Indikator fenolftalein 1 %
Dilarutkan 1 gram fenolftalein dalam 100 ml etanol 70%

2
III. CARA KERJA
a. Pembakuan larutan NaOH
1. Pipet 10 ml larutan bku asam oksalat dengan pipet volume yang kering dan bersih,
kemudian masukkan larutan ke dalam ndicator .
2. Tambahan 2-3 tetes indicator fenolftalein
3. Titrasi dengan larutan NaOH sampai terjadi perubahan warna dari tak berwarna
menjadi merah muda
4. Catat volume NaOH yang digunakan
5. Ulangi pekejaan di atas sekali lagi
6. Hitung normalitas rata-rata NaOH sampai empat angka di belakang koma
b. Menentukan kadar sampel
1. Pipet 10 ml larutan sampel dengan pipet volume yang kering dan bersih, kemudian
masukkan larutan ke dalam Erlenmeyer
2. Tambahkan 2-3 tetes indicator fenolftlein
3. Titrasi dengan larutan NaOH sampai terjadi perubahan warna dari tak berwarna
menjadi merah muda
4. Catat volume NaOH yang digunakan
5. Ulangi Pekerjaan di atas dua kali lagi
6. Hitung kadar rata-rata sampel sampai dua angka di belakang koma dalam satuan
gram/100 ml (% b/v)

3
LEMBAR PENGAMATAN
PRAKTIKUM I: ASIDI ALKALIMETRI
Nama :
NIM :
Tanggal :
1. Menentukan normalitas larutan baku primer asam oksalat (H2C2O4.2H2O)

Berat asam oksalat:

Volume asam oksalat:

2. Menentukan normalitas larutan baku sekunder NaOH:

Indikator yang digunakan:

Perubahan warna yang terjadi:

Data penentuan normalitas larutan baku sekunder NaOH:

Percobaan Volume H2C2O4.2H2O Volume NaOH

II

III

Hitung: Normalitas NaOH pada percobaan I, II dan III


Normalitas rata-rata NaOH
3. Menentukan kadar sampel (asam asetat)
Indikator yang digunakan:
Perubahan warna yang terjadi:
Data penentuan kadar sampel (asam asetat)
Percobaan Volume CH3COOH Volume NaOH

II

III

Hitung: Kadar asam asetat dlam percobaan I,II dan III dalam gram/100ml
Kadar-rata-rata asam asetat dalam gram/100ml
Paraf Dosen Pengawas
4
PRAKTIKUM II

PERMANGANOMETRI

I. PENDAHULUAN

1.1. TEORI

Permanganometri adalah salah satu contoh titrasi oksidimetri, yaitu titrasi yang
berhubungan dengan reaksi oksidasi-reduksi. Titrasi permanganometri adalah titrasi yang
menggunakan oksidator KmnO4 sebagai larutan baku. Biasanya titrasi dengan KmnO4
dilakukan dalam suasana asam dengan persamaan reaksi sebagai berikut:
MnO4- + 8H+ + 5 e Mn 2+ + 4 H2O
Untuk mengasamkannya digunakan asam sulfat encer, karena asam sulfat tidak mudah
teroksidasi dan juga tidak sebagai oksidator.

Bobot ekivalen
Bobot ekivalen dari reaksi redoks didefinisikan sebagai berikut: bobot ekivalen suatu
oksidator/reduktor adalah jumlah perubahan bilangan oksidasi dari semua olume yang ada
dalam suatu molekul oksidator/reduktor. Jadi untuk reaksi KmnO4 di atas 1 ek. KmnO4 = 1/5
mol KMnO4.
Kalium permanganat tidak dapat digunakan sebagai larutan baku primer karena sukar
didapatkan dalam keadaan murni dan hampir selalu bercampur dengan MnO2, mudah
tereduksi oleh reduktor organik yang ada dalam air suling. Oleh karena itu kalium
permanganat harus dibakukan yang biasanya dilakukan dengan larutan baku primer asam
oksalat. Reaksi redoks antara asam oksalat dengan KMnO4 dalam suasana asam adalah
sebagai berikut:

Reduksi : MnO4- + 8 H+ + 5 e Mn 2+
+ 4 H2O X2
Oksidasi : C2O4 2- 2 CO2 + 2 e X5

2 MnO4- + 16 H+ + 5 C2O4 2- 2 Mn 2+ + 8 H2O + 10 CO2

jadi 1 ek. H2C2O4 = ½ mol

5
Reaksi di atas dalam suasana netral atau basa dan dingin akan berjalan lambat. Untuk
mempercepat reaksi, disamping membuat dalam suasana asam juga dibuat dalam suasana
panas (60 – 70OC). kalau reaksi berjalan di atas 80OC, maka KMnO4 akan terurai menjadi
MnO2.
Pada titrasi menggunakan KMnO4 mula-mula larutan nerwarna violet (merah muda
untuk larutan encer) dan setelah reaksi sempurna larutan akan tidak berwarna, oleh karena itu
titrasi dengan KMnO4 tidak memerlukan indicator khusus karena KMnO4 disamping sebagai
2+
oksidator juga berfungsi sebagai indicator (autoindikator). Disamping itu Mn bertindak
pula sebagai katalisator yang menyebabkan semakin lama reaksi semakin cepat. Reaksi
KMnO4 dalam suasana asam dengan F2SO4 dapat terjadi seperti reaksi berikut:

Reduksi : MnO4 - + 8 H+ + 5 e Mn 2+ + 4 H2O


Oksidasi : Fe 2+ Fe 3+ + e

MnO4 - + 8 H+ + 5 Fe 2+ Mn 2+ + 4 H2O + 5 Fe 3+
Jadi 1 ek. Fe SO4 = 1 mol

1.2. TUJUAN:

1. Mahasiswa mampu memahami prinsip-prinsip reaksi reduksi oksidasi


2. Mahasiswa mampu melakukan analisis ndicator secara titrasi permanganometri

II. CARA PEMBUATAN LARUTAN

a. Cara pembuatan larutan asam oksalat (cara sama dengan prsoedur di praktikum 1)
b. Cara membuat larutan KmnO4
Timbang pada neraca teknis kira-kira 3,35 gram KmnO4, larutkan dengan 1 liter air
suling. Larutan dididihkan selama 30 menit, lalu didinginkan. Saring larutan dengan
glasswool, lalu larutan disimpan dalam botol berwarna gelap pada tempat yang gelap.

III. CARA KERJA


a. Menentukan normalitas larutan KmnO4
1. Pipet 10 ml larutan baku primer asam oksalat dengan pipet volume yang kering dan
bersih, masukkan ke dalam Erlenmeyer.
2. Tambahkan 10 ml H2SO4 2 N panaskan 60-70OC
6
3. Titrasi dengan larutan KmnO4 sampai timbul warna merah muda
4. Ulangi pekerjaan ini dua kali lagi
5. Hitng normalitas rata-rata sampai 4 angka dibelakang koma.
b. Menentukan kadar sampel
1. Pipet 10,0 ml larutan dengan pipet volume yang kering dan bersih, masukkan ke
dalam Erlenmeyer
2. Tambahkan 10 m H2SO4 2 N
3. Titrasi dengan larutan KmnO4 sampai timbul warna merah muda
4. Ulangi pekerjaan ini dua kali
5. Hitung kadar sampel rata-rata sampai 2 angka di belakang koma dalam satuan
gram/100ml (%b/v)

7
LEMBAR PENGAMATAN
PRAKTIKUM II: PERMANGANOMETRI
Nama :
NIM :
Tanggal :
1. Menentukan normalitas larutan baku primer asam oksalat (H2C2O4.2H2O)

Berat asam oksalat:

Volume asam oksalat:

2. Menentukan normalitas larutan baku sekunder KmnO4:

Indikator yang digunakan:

Perubahan warna yang terjadi:

Data penentuan normalitas larutan baku sekunder KmnO4:

Percobaan Volume H2C2O4.2H2O Volume KmnO4

II

III

Hitung: Normalitas KmnO4 pada percobaan I, II dan III


Normalitas rata-rata KmnO4
3. Menentukan kadar sampel (asam askorbat)
Indikator yang digunakan:
Perubahan warna yang terjadi:
Data penentuan kadar sampel (asam askorbat)
Percobaan Volume asam askorbat Volume KmnO4

II

III

Hitung: Kadar asam askorbt dalam percobaan I,II dan III dalam gram/100ml
Kadar-rata-rata asam askorbat dalam gram/100ml
Paraf Dosen Pengawas
8
PRAKTIKUM III

IODOMETRI

1. Pendahuluan

1.1. Teori

Dasar teori iodo-iodimetri adalah reaksi oksidasi reduksi atau redoks. Yang digunakan
sebagai oksidator dapat berupa larutan iodium dalam air atau dapat pula suatu campuran
pereaksi yang menghasilkan iodium bebas. Iodium yang bebas ini dapat dititrasi dengan suatu
reduktor misalnya larutan natrium thiosulfat. Iodium sedikit larut dalam air, tetapi mudah
larut dalam KI, karena akan terbentuk ion kompleks triodida (I3).

I 2- + I- I3 –

Baik I2 maupun I3- merupakan oksidator yang cukup kuat, tetapi kurang kuat dibandingkan
dengan kalium permanganate atau kalium bikromat. Pada titrasi langsung menggunakan
larutan I2 dalam KI yang menghasilkan ion yang reaktif yaitu triodida. Semua reaksi yang
berhubungan dengan iodium sebaiknya ditulis dengan I3-. Contohnya :

I3- + 2S2O32- 3I- + S4O62-

Tetapi untuk menyederhanakan sering ditulis :

I2- + 2S2O32- 2I- + S4O62-

Yang reaksi redoksnya sebagai berikut :

I3- + 2e 2I- (Reduksi)

2S2O32- S4O62- + 2e (Oksidasi)

I2 + 2S2O32- 2I- + S4O62-

Jadi 1 ek I2 = ½ mol

1 ek. Na2S2O3 = 1 mol

9
Sebagai larutan primer dalam titrasi iodometri banyak digunakan campuran larutan KI
dengan KIO3 karena campuran ini sangat stabil dan bila ditambahkan asam dihasilkan iodium
yang dapat dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat. Reaksinya sebagai berikut :

IO3- + 6H+ + 6e I3- + 3H2O (Reduksi)

6- 3I2 + 2e (Oksidasi)

Disamping larutan kalium iodidat (KIO3) dapat pula digunakan kalium bikromat (K2Cr2O7)
sebagai larutan baku primer. Dalam suasana asam kalium bikromat direduksi oleh ion iodida
menjadi garam kromi yang berwarna hijau.

Reaksinya :

Cr2O72- + 14 H+ + 6e 2Cr3+ + 7H2O (Reduksi)

6 I- 3 I2 + 6e (Oksidasi)

Cr2O72- + 14 H+ + 6 I- 2Cr3+ + 3 I2 + 7H2O

Jadi 1 ek. K2Cr2O7 = 1/6 mol.

Larutan iodium dalam air yang mengandung KI berwarna kuning sampai coklat, oleh karena
itu pada titrasi larutan yang berwarna, iodium disamping sebagai oksidator, dapat pula
berfungsi sebagai indicator. Tetapi untuk memperjelas perubahan warna dapat digunakan
larutan amilum yang dengan ion iodium memberikn warna biru. Pada pemakaian indicator
amilum perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Indikator amilum tidak dapat digunakan dengan asam kuat (pH kecil) karena mudah
terhidrolisa.

2. Indikator amilum pada titrasi tidak boleh ditambahkan pada permulaan titrasi (pada
waktu konsentrasi I2 masih banyak), karena I2 dengan amilum dapat membentuk
senyawa kompleks yang sukar larut. Karena itu penambahan indikator amilum baru
boleh dilakukan bila sudah mendekati titik akhir titrasi.

1.2. Tujuan

1.2.1. Mahasiswa mampu memahami prinsip-prinsip reaksi reduksi oksidasi


1.2.2. Mahasiswa mampu melakukan analisis indikator secara titrasi iodometri
10
2. Cara Pembuatan Larutan

a. Pembuatan larutan amilum 1 %

Buat adonan 1 gram amilum dengan sedikit air, kemudian dilarutkan dalam 100 mL air
mendidih, didihkan selama 1 menit, kemudian didinginkan dan ditambahkan 2 – 3 gram
KI, campurkan sampai homogen.

b. Pembuatan larutan baku primer K2Cr2O7

Timbang dengan teliti 4,9 gram K2Cr2O7 menggunakan neraca analitik, masukkan ke
dalam labu ukur 1 liter, tambahkan air sampai tepat garis tanda. Hitung normalitas
larutan ini sampai empat angka dibelakang koma.

c. Pembuatan larutan Na2S2O3

Timbang dengan neraca teknis 25 gram Na2S2O3.5H2O, lalu dimasukkan ke dalam labu
ukur 1 liter. Tambahkan air suling dingin yang sudah didihkan sampai volumenya tepat
pada garis tanda. Kocok sampai homogen dan tambahkan 3 tetes kloroform atau 10 mg
HgI2 (sebagai stabilisator) dan disimpan pada tempat yang gelap.

3. Cara Kerja

a. Penentuan normaliatas larutan Na2S2O3

1. Masukkan ke dalam erlenmeyer bertutup 10 ml air suling dingin yang sudah


didihkan, tambahkan kira-kira 1 gram KI dan 1 gram NaHCO3, lalu kocok sampai
larut semua dan tambahkan 3 mL HCl pekat pelan-pelan sambil erlenmeyer diputar-
putar supaya bercampur homogen.

2. Pipet 10,0 mL larutan K2Cr2O7 menggunakan pipet volumen lalu tambahkan ke


dalam larutan tadi. Tutup erlenmeyer dan kocok sampai homogen.

3. Bilas dinding erlenmeyer dengan air suling, diamkan selama 5 menit, bilas tutup
erlenmeyer.

4. Titrasi dengan latutan natrium thiosulfat sampai larutan hijau kekuningan (dekat titik
akhir titrasi), tambahkan 1 mL larutan amilum dan teruskan titrasi sampai larutan
berwarna hijau.

11
5. Baca volume larutan natrium thiosulfat yang digunakan

6. Ulangi pekerjaan ini sekali lagi

7. Hitung normalitas rata-rata larutan natrium thiosulfat.

b. Penentuan kadar sampel (I2)

1. Pipet 10 mL larutan sampel menggunakan pipet volume lalu tambahkan 10 mL air


suling.

2. Titrasi dengan larutan natrium thiosulfat sampai warna larutan kuning muda (dekat
titik akhir titrasi, jangan sampai warna kuning hilang).

3. Tambahkan 1 mL larutan amilum dan teruskan titrasi sampai warna biru tepat
hilang.

4. Baca volume larutan natrium thiosulfat yang digunakan.

5. Ulangi pekerjaan ini sekali lagi.

6. Hitung kadar rata-rata larutan sampel sampai dua angka dibelakang koma dalam
satuan gram/100 mL (% b/v)

12
LEMBAR PENGAMATAN
PRAKTIKUM III : IODOMETRI
Nama :
NIM :
Tanggal :
1. Menentukan normalitas larutan baku primer asam oksalat (H2C2O4.2H2O)

Berat K2Cr2O7 :

Volume K2Cr2O7 :

2. Menentukan normalitas larutan baku sekunder KMnO4:

Indikator yang digunakan:

Perubahan warna yang terjadi:

Data penentuan normalitas larutan baku sekunder Na2S2O3:

Percobaan Volume K2Cr2O7 Volume Na2S2O3

II

III

Hitung: Normalitas Na2S2O3 pada percobaan I, II dan III


Normalitas rata-rata Na2S2O3
3. Menentukan kadar sampel (iodium) dalam larutan
Indikator yang digunakan:
Perubahan warna yang terjadi:
Data penentuan kadar sampel (I2)
Percobaan Volume sampel (I2) Volume Na2S2O3

II

III

Hitung: Kadar sampel (I2) dalam percobaan I,II dan III dalam gram/100ml
Kadar-rata-rata sampel (I2) dalam gram/100ml
Paraf Dosen Pengawas
13
PRAKTIKUM IV

ARGENTOMETRI

1. Pendahuluan

1.1. Teori

Titrasi pengendapan adalah titrasi yang didasarkan pada reaksi pengendapan. Salah
satu jenis titrasi ini adalah argentometri, yaitu titrasi dengan menggunakan larutan argentum
nitrat untuk menentukan kadar halogenida. Argentum nitrat dengan garam halogenida akan
membentuk endapan argentum halogenida (AgX)

NaX + AgNO3  AgX(s) + NaNO3

X = halogenida

Titrasi ini dapat dipakai untuk menentukan kadar-kadar senyawa-senyawa yang


dengan argentum membentuk endapan. Ada dua cara titrasi argentometri :

1. Cara langsung dengan menggunakan :

a. Metode Mohr

b. Metode Fajans

2. Cara tidak langsung dengan menggunakan metode Volhard

Metode Mohr

Titrasi ini menggunakan indikator K2CrO4. Titik akhir titrasi ditunjukkan oleh
terbentuknya endapan Ag2CrO4 yang berwarna merah bata. Mula-mula ion Ag- yang
ditambahkan akan bereaksi membentuk endapan yang berwarna putih untuk AgCl, kuning
muda untuk AgBr dan kuning untuk AgI. Apabila ion halogen praktis sudah habis bereaksi di
dalam larutan, maka kelebihan ion Ag+ akan bereaksi dengan ion CrO42- dan membentuk
endapan Ag2CrO4 yang berwarna merah bata.

14
Metode Fajans

Dalam titrasi ini digunakan indikator adsorpsi yaitu fluorescein. Titik akhir titrasi ditunjukkan
dengan perubahan warna endapan yang mula-mula putih menjadi merah muda. Hal ini terjadi
karena mula-mula ion Ag+ yang ditambahkan akan bereaksi dengan ion halogen membentuk
endapan koloidal yang warnanya sesuai dengan warna ion halogennya. Koloid ini akan
mengabsorpsi ion halogen yang masi hada dalam larutan sehingga partikel-partikel koloid ini
bermuatan negatif yang menyebabkan fluorescein yang juga bermuatan negatif tidak akan
diadsorpsi oleh partikel-partikel koloid. Bila ion halogen sudah habis bereaksi dengan ion
Ag+, kelebihan sedikit ion Ag+ akan menyebabkan koloid bermuatan positif dan hal ini pada
akhirnya menyebabkan fluorescein akan teradsorpsi oleh partikel-partikel koloid yang
menyebabkan warna merah muda. Warna merah muda ini akan lebih jelas terlihat bila
endapan Ag+ halogenida tetap dalam keadaan koloid. Untuk tetap mempertahankan keadaan
koloid ini perlu ditambahkan larutan amilum sebagai pelindung.

Metode Volhard.

Pada metode ini ke dalam larutan sampel yang akan dianalisis ditambahkan larutan
baku AgNO3 berlebih dan kelebihan AgNO3 dititrasi kembali dengan larutan thiosianat dan
sebagai indikator digunakan garam feri ammonium sulfat.

X- + Ag+ (berlebih)  AgX (s) + Ag+ (sisa)

Ag+ (sisa) + SCN-  AgSCN (s)

Fe3+ (indicator) + SCN  `[Fe(SCN)]2+

Pada titik akhir titrasi terjadi perubahan yaitu berubahnya warna larutan menjadi berwarna
merah karena terbentuknya kompleks antara besi (III) dengan thiosianat.

Bobot ekivalen

Pada reaksi pengendapan dan reaksi pembentukan kompleks, bobot ekivalen


didifinisikan sebagai “satu ekivalen sama dengan bobot dari zat itu yang mengandung atau
bereaksi dengan satu mol kation univalent atau setengah mol kation bivalen atau sepertiga
kation trivalent” dimana bobot ekivalennya sama dengan bobot atomnya dibagi valensinya.

15
3.1. Tujuan

3.1.1. Mahasiswa mampu memahami prinsip-prinsip reaksi reduksi pengendapan


3.1.2. Mahasiswa mampu melakukan analisis indicator secara titrasi argentometri

4. Cara Pembuatan Larutan

a. Pembuatan larutan baku primer NaCl

Timbang sekitar 5,8460 gram NaCl dengan neraca analitik, kemudian masukkan ke
dalam labu ukur 1 lite dan dilarutkan dengan air sampai tepat garis tanda. Hitunglah
konsentrasi laruta tersebut sampai empat angka di belakang koma.

b. Pembuatan larutan baku sekunder AgNO3

Timbang dengan neraca teknis 17 gram AgNO3 dan dilarutkan dalam 1 liter air suling.
Simpan larutan dalam tempat yang gelap.

5. Cara Kerja

a. Pembakuan larutan AgNO3

1. Metode Mohr

a) Pipet 10 ml larutan NaCl dengan pipet volumen yang kering dan bersih dan
masukkan ke dalam erlenmeyer.

b) Tambahkan kira-kira 5-10 tetes indikator K2CrO4 dan 1 ml larutan NaHCO3

c) Titrasi dengan larutan AgNO3 sampai terbentuk endapan merah bata yang
tidak hilang setelah dikocok.

d) Catat volumen AgNO3 yang diperlukan.

e) Ulangi pekerjaan ini sekali lagi.

f) Hitung normalitas rata-rata larutan AgNO3 sampai empat angka di belakang


koma.

16
2. Metode Fajans

a) Pipet 10 ml larutan NaCl dengan pipet volumen yang kering dan bersih dan
masukkan ke dalam erlenmeyer.

b) Tambahkan 5-10 tetes larutan fluorescein dan 1 ml larutan amilum, lalu kocok.

c) Titrasi dengan larutan AgNO3 sampai endapan koloid berubah warna menjadi
merah muda.

d) Catat volume AgNO3 yang digunakan.

e) Ulangi pekerjaan ini sekali lagi.

f) Hitung normalitas rata-rata larutan AgNO3 sampai empat angka dibelakang


koma.

b. Penentuan kadar sampel

1. Metode Mohr

a) Pipet 10 ml larutan sampel dengan pipet volume yang kering dan bersih dan
masukkan ke dalam erlenmeyer.

b) Tambahkan kira-kira 5-10 tetes indikator K2CrO4 dan 1 ml larutan NaHCO3.

c) Titrasi dengan larutan AgNO3 sampai terbentuk endapan merah bata yang
tidak hilang setelah dikocok.

d) Catat volumen AgNO3 yang digunakan.

e) Ulangi pekerjaan ini dua kali lagi.

f) Hitung kadar rata-rata larutan sampel sampai dua angka dibelakang koma
dalam satuan gran/100 ml.

2. Metode Fajans

a) Pipet 10 ml larutan sampel dengan pipet volumen yang kering dan bersih dan
masukkan ke dalam erlenmeyer.

b) Tambahkan 5-10 tetes larutan fluorescein dan 1 ml larutan amilum, lalu kocok.
17
c) Titrasi dengan larutan AgNO3 sampai endapan koloid berubah warna menjadi
merah muda.

d) Catat volumen AgNO3 yang digunakan.

e) Ulangi pekerjaan ini dua kali lagi.

f) Hitung kadar rata-rata larutan sampel sampai dua angka di belakang koma
dalam satuan gram/100 ml.

18
LEMBAR PENGAMATAN
PRAKTIKUM IV : ARGENTOMETRI
Nama :
NIM :
Tanggal :
1. Menentukan normalitas larutan baku primer NaCl

Berat NaCl :

Volume NaCl :

2. Pembakuan larutan AgNO3

a. Metode Mohr

Indikator yang digunakan:

Perubahan warna yang terjadi:

Data penentuan normalitas AgNO3

Percobaan Volume NaCl Volume AgNO3

II

III

Hitung: Normalitas AgNO3 pada percobaan I, II dan III


Normalitas rata-rata AgNO3

b. Metode Fajans
Indikator yang digunakan:

Perubahan warna yang terjadi:

19
Data penentuan normalitas AgNO3

Percobaan Volume NaCl Volume AgNO3

II

III

Hitung: Normalitas AgNO3 pada percobaan I, II dan III


Normalitas rata-rata AgNO3

3. Menentukan kadar sampel

Metode Mohr
Indikator yang digunakan:
Perubahan warna yang terjadi:
Data penentuan kadar sampel
Percobaan Volume sampel Volume AgNO3

II

III

Hitung: Kadar sampel dalam percobaan I,II dan III dalam gram/100ml
Kadar-rata-rata sampel dalam gram/100ml

Metode Fajans
Indikator yang digunakan:
Perubahan warna yang terjadi:

20
Data penentuan kadar sampel
Percobaan Volume sampel Volume AgNO3

II

III

Hitung: Kadar sampel dalam percobaan I,II dan III dalam gram/100ml
Kadar-rata-rata sampel dalam gram/100ml

Paraf Dosen Pengawas

21
PRAKTIKUM V

KOMPLEKSOMETRI

I. PENDAHULUAN
1.1. TEORI
Dalam analisa ndicator yang dimaksud dengan titrasi kompleksometri adalah
titrasi yang berdasarkan pembentukan senyawa kompleks. Sejumlah senyawa organik dapat
membentuk kompleks dengan ion-ion logam, terutma senyawa organik yang mengandung
nitrogen yang bersifat basa. Senyawa-senyawa pembentuk kompleks disebut komplekson
atau ligand. Untuk analisa volumetri dipilih komplekson yang dapat membentuk kompleks
secara kuantitatif. Banyak sekali senyawa-senywa yang dapat dijdikan komplekson untuk
titrasi volumetri, misalnya:
EDTA : Etilene Diamine Tetra Acetic acid, yang disebut juga komplekson III atau titriplex
III
NTA : Nitrilo Tri Acetic acid atau komplexon I
DCTA : 1,2- Diaminocyclohexane-NNN’N’-Tetra Acetic acid atau komplexon IV
Yang banyak digunakan dalam volumetri adalah EDTA. Rumus molekul EDTA
adalah H4C10H12O8N2, merupakan asam bebasa empat sehingga sering ditulis sebagai H4Y.
Sebagai asam lemah, EDTA mengalami ionisasi bertahap elepas ion hidrogen satu persatu.
Yang digunakan sebagai komplekson adalah garam dinatriumnya (Na2 H4C10H12O8N2 atau
Na2H4Y).
Di dalam air, garam ini terionisasi menghasilkan ion:
Na2H2Y 2 Na+ + H2Y2-
Kompleks logam-EDTA adalah kompleks 1:1, artinya satu ion logam selalu mengikat satu
ion EDTA. Reaksinya dengan kation-kation adalah sebagai berikut:
M2+ + H2Y2- MY2- + 2H+
M3+ + H2Y2- MY- + 2H+
M4+ + H2Y2- MY + 2H+
M5+ + H2Y2- MY+ + 2H+
Mn+ + H2Y2- MY(n-4) + 2H+
Disini terlihat bahwa setiap mol logam bereksi dengan 1 mol EDTA, dimana selalu
dilepaskan 2 mol H+. hal ini mengakibatkan konsentrasi ion hidrogen makin besar (Ph makin

22
kecil) dan konsentrasi ion loga makin kecil(Pm makin besar). Untuk mengatasi agar Ph tidak
turun terus maka ke dalam larutan dapat ditambahkan lrutan buffer (biasanya buffer salmiak).
Pada titrasi dengan EDTA ini titik akhir titrasi ditunjukkan dengan pemakaian
indicator yang sensitive terhadap perubahan Pm. Indikator yang umum digunakan adalah
EBT (Erio Black T). kompleks logam-EBT adalah kompleks 1:1. Indikator ini mempunyai
rumus molekul NaH2C20H10O7N3S atau disingkat dengan NaH2In yang dalam air terionisasi
memberikan ion berwarna:
H2In- Hin2- In3-
Ph ,3-7,3 (biru) Ph 10,5-12,5 (orange-kuning)
pada Ph 7-11 warna indicator biru tetapi apabila ditambahkan ion logam warnanya akan
berubah menjadi merah anggur karena terbentuk kompleks logam-indikator.
Mn+ + Hin2- Min- + H+
(biru) (merah anggur)

Syarat yang diperlukn agar indicator itu dapat digunakan adalah bahwa stabilitas komplk
logam-indikator harus lebih kecil dari stabilitas logam-EDTA, sehingga pada titrasi dapat
terjai reaksi berikut substitusi:
Min- + H2Y2- MY2- + Hin2-
(merah anggur) (biru)
Akibatnya pada titik ekivalen semua logam bereaksi dengan EDTA atau jumlah mol logam
sama dengan jumlah mol EDTA
1.2. TUJUAN:

1. Mahasiswa mampu memahami prinsip-prinsip reaksi pembentukan senyawa komplek


2. Mahasiswa mampu melakukan analisis ndicator secara titrasi kompleksometri

II. CARA PEMBUATAN LARUTAN


a. Cara membuat larutan indikator EBT
Timbang kira-kira 0,4 gram EBT, larutkan dalam 100 ml methanol
b. Cara membuat larutan buffer salmiak
Timbang dengan neraca teknis 17,5 gram NH4Cl dan larutkan di dalam 142 ml larutan
amoniak pekat, kemudian encerkan dengan air sehingga volumenya menjadi 250 ml.
c. Cara membuat larutan EDTA

23
Timbang dengan neraca teknis 37.7 gram EDTA dan larutkan dalam 1 liter air suling (air
yang benar-benar bebas dari ion-ion logam polivalen)
d. Cara membuat larutan baku primer ZnSO4
Timbang dengan teliti menggunakan neraca analitik sekitar 28,75 gram ZnSO 4.7H2O,
masukkan ke dalam labu ukur 1 liter, tambahkan air suling sampai tepat garis tanda.
Hitung normalitas larutan ini sampai empat angka di belakang koma.

III. CARA KERJA


a. Penentuan normalitas EDTA
1. Pipet 10,0 ml larutan baku ZnSO4 menggunakan pipet volume yang kering dan bersih,
masukkan ke dalam Erlenmeyer.
2. Tambahkan 1-2 ml larutan buffer salmiak dan 3 tetes indicator EBT
3. Titrasi dengan larutan EDTA sampai warna larutan berubah dari merah anggur
menjadi biru
4. Baca volume EDTA yang digunakan
5. Ulangi pekerjaan ini dua kali
6. Hitung normalitas rata-rata EDTA sampai empat angka di belakang koma
b. Penentuan kadar sampel
1. Pipet 10,0 ml larutan sampel menggunakn pipet volume yang kering dan bersih,
masukkan ke dalam Erlenmeyer
2. Tambahkan 1-2 ml larutan buffer salmiak dan 3 tetes indicator EBT
3. Titrasi dengan larutan EDTA sampai larutan berubah dari merah anggur menjadi biru
4. Baca volume EDTA yang digunakan
5. Ulangi pekerjaan ini dua kali lagi
6. Hitung kadar rata-rata sampel sampai dua ngka di belakang koma dalam satuan
gram/100ml

24
LEMBAR PENGAMATAN
PRAKTIKUM V: KOMPLEKSOMETRI
Nama :
NIM :
Tanggal :
1. Menentukan normalitas larutan baku primer ZnSO4

Berat ZnSO4:

Volume ZnSO4:

2. Menentukan normalitas larutan baku sekunder EDTA:

Indikator yang digunakan:

Perubahan warna yang terjadi:

Data penentuan normalitas larutan baku sekunder EDTA:

Percobaan Volume ZnSO4 Volume EDTA

II

III

Hitung: Normalitas EDTA pada percobaan I, II dan III


Normalitas rata-rata EDTA
3. Menentukan kadar sampel
Indikator yang digunakan:
Perubahan warna yang terjadi:
Data penentuan kadar sampel (asam askorbat)
Percobaan Volume sampel Volume EDTA

II

III

Hitung: Kadar asam askorbt dalam percobaan I,II dan III dalam gram/100ml
Kadar-rata-rata sampel dalam gram/100ml
Paraf Dosen Pengawas
25
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2004. Petunjuk Praktikum Kimia Analisis Kuantitatif. Staf Laboratorium Kimia
Analitik, Jurusan Kimia-FMIPA, Universitas Udayana.

Muhilal, M., Sihombing, R., Marrschal, dan Djoko, S. 1989. Penuntun Praktikum Kimia
Dasar, Bag. Pendidikan Akademi Gizi Jakarta; peningkatan Pengembangan Kegiatan
Selected Centre, Jakarta.

Nursanyoto, H. 1995. Petunjuk Praktikum Kimia Dasar. Pendidikan Ahli Madya Gizi
Departemen kesehatan Republik Indonesia, Denpasar.

26

Anda mungkin juga menyukai