Anda di halaman 1dari 126

SOSIOLOGI PENDIDIKAN

1
SOSIOLOGI PENDIDIKAN

1. Pemahaman Sosiologi Pendidikan

Pendidikan adalah pembelajaran, pengetahuan, keterampilan, dan


kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi
berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan sering
terjadi dibawah bimbingan orang lain tetapi juga memungkinkan secara
otodidak. Pendidikan berkenaan dengan perkembangan dan perubahan
kelakuan anak didik. Pendidikan bertalian dengan transmisi pengetahuan
sikap, kepercayaan, keterampilan dan aspek-aspek kelakuan lainnya kepada
generasi muda. Pendidikan adalah proses mengajar dan belajar pola-pola
kelakuan manusia menurut apa yang diharapkan oleh masyarakat.
Lingkungan social adalah tempat dimana masyarakat saling
berinteraksi dan melakukan sesuatu secara bersama-sama antar sesama
maupun lingkungannya. Antara pendidikan dan perkembang-an masyarakat
dapat di pisahkan satu dengan yang lain. Kemajuan masyarakat dan suatu
bangsa sangat di tentukan pembangunan sector pendidikan dalam penyiapan
sumber daya manusia (SDM) yang sesuai dengan perkembangan zaman.
Pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1
Perilaku manusia pada hakekatnya hampir seluruhnya bersifat social,
yakni dipelajari dalam interaksi dengan manusia lainnya, hampir segala
sesuatu yang kita pelajari merupakan hasil hubungan kita dengan orang lain
dirumah, sekolah, tempat permainan, pekerjaan, dan sebagainya.2 Bahan
pelajaran atau isi pendidikan ditentukan oleh kelompok atau masyarakat
seseorang. Demikian pula kelompok atau masyarakat menjamin kelangsungan
hidupnya melalui pendidikan agar masyarakat itu dapat melanjutkan

1
Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta : Rahagrasindo Perkasa, 2011), hlm.60
2
S.Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara:2010), hlm.10
2
eksistensinya, maka kepada anggota mudanya harus diteruskan nilai-nilai,
pengetahuan, keterampilan dan bentuk kelakuan lainnya yang diharapkan akan
memiliki setiap anggota.
Tiap masyarakat meneruskan kebudayaanya dengan beberapa
perubahan kepada generasi muda melalui pendidikan, melalui interaksi social
dengan demikian pendidikan dapat diartikan sebagai sosialisasi. Dalam arti ini
pendidikan dapat di artikan dimulai dengan interaksi pertama individu itu
dengan anggota masyarakat lainnya, misalnya pada saat pertama kali bayi di
biasakan minum menurut waktu tertentu.
Dalam definisi ini tidak diadakan perbedaan antara orang tua dengan
anak, antara guru dengan murid. Yang diutamakan ialah adanya hubungan
yang erat antara individu dengan masyarakat. Belajar adalah sosialisasi yang
kontinyu artinya setiap individu dapat menjadi murid dan menjadi guru. Individu
belajar dari lingkungan sosialnya dan juga mengajar dan mempengaruhi orang
lain.
Dalam masyarakat primitive tidak ada pendidikan formal yang
tersendiri, setiap anak harus belajar dari lingkungan sosialnya dan harus
menguasai sejumlah kelakuan yang diharapkan daripadanya pada saatnya
tanpa adanya guru tertentu yang bertanggung jawab atas kelakuannya.
Kemudian dalam masyarakat yang maju kebanyakan kebiasaan dan pola
kelakuan yang pokok dalam kebudayaan dipelajari melalui proses pendidikan
atau sosialisasi informal.3
Bahasa, kebiasaan, makanan dan kepribadian fundamental sebagian
besar diperoleh melalui pendidikan Non formal. Orang yang berpendidikan
ialah orang yang telah bersekolah, melalui pendidikan terbentuklah kepribadian
seseorang boleh dikatakan seluruh kelakuan individu bertalian dengan atau
dipengaruhi orang lain. Maka karena itu kepribadian pada hakikatnya gejala
social. Aspek-aspek yang sama terdapat dalam kelakuan semua orang dalam
masyarakat dapat disebut kebudayaan masyarakat, kepribadian individu selalu
bertalian erat dengan kebudayaan lingkungan tempat iya tinggal.

3
Ibid, hlm.11
3
2. Faktor-Faktor Perkembangan Manusia

Seorang etnometodologis mempelajari bagaimana warga masyarakat


membentuk kebiasaan atau menyimpang dari kebiasaan yang merupakan
suatu realitas dan tertib social tertentu tujuan utamanya adalah untuk
mnegungkapkan latar belakang dari perilaku yang dianggap biasa. Tokoh-tokoh
etnometodologi adalah Harold Garfinkel, Harvey Sacks, Aaron V. Cicourel,
David Sudnow, Hugh Mehan Serta Houston Wood.4
Perkembangan manusia dipengaruhi oleh berbagai-bagai factor yaitu:
a. Faktor Biologis Lingkungan Alamiah
Adalah seperti iklim dan faktor-faktor geografis lainnya memberikan
tempat dan bahan yang perlu bagi kehidupan seperti oksigen, bahan untuk
produksi bahan makan, hujan, matahari, dan sebagainya, demikian pula
adanya alat-alat, transportasi, perumahan, pakaian, dan sebagainya.
Lingkungan alam merangsang bentuk kelakuan tertentu, seperti laut untuk
menangkap ikan, berlayar, berdagang, padang rumput untuk beternak, dan
sebagainya. Walaupun dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi orang dapat melepaskan diri dari pengaruh lingkungan dekat.

b. Faktor Biologis lingkungan Sosial Budaya


Perkembangan manusia lingkungan social. Semua orang hidup dalam
kelompok dan saling berhubungan melalui lambang-lambang, khususnya
bahasa. Manusia mempelajari kelakuan dari orang lain dilingkungan
sosialnya. Hampir segala sesuatu yang dilakukannya, bahkan apa yang
dipikirkannya dan dirasakannya bertalian dengan orang lain.
Aqidah atau ideologi memiliki pengaruh yang sangat signifikan
terhadap hal-hal tersebut, karena manusia dikendalikan dan diarahkan
oleh ideologi mereka sendiri5. Anak yang dididik diluar masyarakat
manusia, seperti anak-anak yang dibesarkan ditengah-tengah serigala

4
Soerjono Soekanto, Teori Sosiologi, (Jakarta timur : Yudistira, 1984), hlm.10
5
Syaikh Abdullah dan Syaikh Muhammad, Mukhtasar Aqidah Islam, (Surabaya : Pustaka Elba,
2016), hlm.295
4
dihutan tidak menunjukkan kelakuan manusia biasa bahkan tak dapat
berjalan atau makan seperti manusia.
Bahasa, kebiasaan, makan, pakaian, kepercayaan peranan dalam
kelompok, dan sebagainya. Dipelajari dari lingkungan social budaya,
karena lingkungan ini berbeda-beda, maka terdapat pula perbedaan dalam
pola kelakuan manusia. Selanjutnya lingkungan social budaya memberikan
model atau contoh bentuk kelakuan yang diterima dan diharapkan oleh
masyarakat. Anak-anak diharapkan berkelakuan sesuai dengan apa yang
dilakukan oleh anggota masyarakat lainnya. Seluruh pendidikan
berlangsung melalui interaksi social. Inilah hakikat pendidikan.

5
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

6
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
1. Pendididkan
Setiap bangsa pada umumnya menginginkan pendidikan, dengan
pendidikan yang dimaksud disini adalah pendidikan formal artinya makin
banyak dan makin tinggi pendidikan maka semakin baik pula individunya.
Fungsi sekolah ialah pendidikan intelektual yakni mengisi otak anak
dengan berbagai macam ilmu pengetahuan.
Sekolah dalam kenyataanya masih mengutamakan latihan mental
formal, yaitu suatu tugas yang pada umumnya tidak dapat dipenuhi oleh
keluarga atau lembaga lainnya, oleh sebab itu memerlukan tenaga yang
khusus di persiapkan untuk itu yaitu seorang guru. Dalam pendidikan
formal yang biasanya memegang peran utama ialah guru dengan
mengontrol reaksi dan merespon murid.
Anak-anak biasanya belajar dibawah tekanan dan bila perlu paksaan
tertentu dan kelakuannya dikuasai diatur dengan berbagai aturan.
Kurikulum pada umumnya juga ditentukan oleh petugas pendidikan guru
atau orang dewasa lainnya akan tetapi oleh murid sendiri.
Adapun Fungsi Sekolah yaitu :
a. Sekolah mempersiapkan anak untuk suatu pekerjaan;
b. Sekolah memberikan keterampilan dasar;
c. Sekolah membuka kesempatan memperbaiki nasib;
d. Sekolah menyediakan tenaga pembangunan;
e. Sekolah membantu memecahkan masalah-masalah social;
f. Sekolah mentransmisi kebudayaan;
g. Sekolah membentuk manusia yang social;
h. Sekolah merupakan alat mentrasnformasi kebudayaan.
Antara pendidikan sekolah, keluarga dan masyarakat terdapat saling
keterkaitan, karena pendidikan adalah bagian dari kehidupan yang dituntut
mampu mengikuti perkembangan di dalamnya, misi diemban pendidikan
tidak larut dalam penagruh lingkungan sekitarnya. Pendidikan dalam hal ini
tidak diharapkan hanya menjadi buih karena gelombang perkembangan

7
zaman berdasarakan nilai-nilai di idealkan, pendidikan akan selalu
berupaya menjalani kehidupan.
Dalam sejarah perkembangan peradaban manusia, bukanlah taken for
granted tetapi jauh sebelumnya telah mengalami suatu proses yang
panjang yakni “belajar”, pendidikan dan pengalaman tersendiri
berdasarkan zamannya. Mereka mungkin tidak sekolah secara formal di
sekolah, tetapi mereka belajar dari pengalaman. Proses belajar dan
pendidikan yang dialami mereka dalam zaman yang berbeda tersebut
telah menjadikan manusia mampu memenuhi kebutuhan, menjalani
kehidupan hingga memasuki zaman peradaban seperti sekarang ini.6

2. Kebudayaan
Kebudayaan yaitu sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk
mengolah dan mengubah alam. Dengan demikian dapat di simpulkan
bahwa kebudayaaan atau budaya menyangkut keseluruhan aspek
kehidupan manusia baik material maupun non-material. Sebagian besar
ahli yang mengartikan kebudayaan seperti ini kemungkinan besar sangat
di pengaruhi oleh pandangan evolusionisme, yaitu suatu teori yang
menyatakan bahwa kebudayaan itu akan berkembang dari tahapan yang
sederhana menuju tahapan yang lebih konpleks.
Kebudayaan yang diciptakan manusia dalam kelompok dan wilayah
yang berbeda-beda menghasilkan keragaman kebudayaan. Tiap
persekutuan hidup manusian (masyarakat, suku, atau bangsa) memiliki
kebudayaan sendiri yang berbeda dengan kebudayaan kelompok lain.
Kebudayaan yang dimiliki sekelompok manusia membentuk ciri dan
menjadi pembeda dengan kelompok lain. Dengan demikian, kebudayaan
merupakan identitas dari persekutuan hidup manusia.
Dalam rangka memenuhi hidupnya manusia akan berinteraksi dengan
manusia lain, masyarakat berhubungan dengan masyarakat lain, demikian
pula terjadi hubungan antar persekutuan hidup manusia dari waktu ke
waktu dan terus berlangsung sepanjang kehidupan manusia. Kebudayaan

6
Abdullah, Op.Cit, hlm.59
8
yang ada ikut pula mengalami dinamika seiring dengan dinamika
pergaulan hidup manusia sebagai pemilik kebudayaan. Berkaitan dengan
hal tersebut kita mengenal adanya pewarisan kebudayaan, perubahan
kebudayaan, dan penyebaran kebudayaan.
Bahwa dalam rangka pemenuhan hidupnya manusia akan berinteraksi
dengan sesama, masyarakat dengan masyarakat lain yang terjadi
antar persekutuan hidup manusia sepanjang hidup manusia. Berkaitan
dengan hal tersebut kita mengenal adanya tentang kebudayaan yaitu :
a. Pewaris kebudayaan yaitu proses pemindahan, penerusan,
pemilikan dan pemakaian dari generasi ke generasi;
b. Perubahan kebudayaan yaitu perubahan yang terjadi karena
ketidaksesuaian diantara unsur-unsur budaya;
c. Penyebaran kebudayaan atau difusi adalah proses menyebarnya
unsur-unsur kebudayaa dari suatu kelompok ke kelompok yang
lain atau dari masyarakat ke masyarakat yang lain.
Kebudayaan setiap bangsa atau masyarakat terdiri dari unsur-unsur
besar maupun kecil yang merupakan bagiann dari suatu kebulatan yang
bersifat sebagai kesatuan, misalnya dalam kebudayaan Indonesia dapat
dijumpai unsure besar seperti umpamanya majelis permusyawaratan
rakyat, disamping adanya unsur-unsur kecil seperti sisir, kancing, baju,
peniti, baju, dan lain-lainnya yang dijual pinggir jalan.
Menurut Melville J, Herskovits mengajukan empat unsur pokok
kebudayaan yaitu :
a. Alat-alat teknologi,
b. Sistem ekonomi,
c. Keluarga, dan
d. Kekuasaan politik.7
Keaneka ragaman masyarakat yang ada dan perubahan perubahan
kebudayaan menimbulkan fenomena baru didalam masyarakat. Keaneka
ragaman merupakan suatu keadaan yang dapat mendatangkan fenomena

7
Soejarno Soekanto dan Budi Sulistyowati, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta : Kharisma
Putra Utama, 2012), hlm.153
9
baru baik itu fenomena positif maupun fenomena negatif. Namun jika
kedua-duanya kita telusuri dan kita kaji lebih jauh, maka hal tersebut
merupakan suatu gejala-gejala wajar yang terjadi dimasyrakat. Keaneka
ragaman dan perubahan kebudayaan dapat mendorong terjadinya konflik,
inergasi, disinteragasi dan reintentegrasi.8

3. Pendidikan Sebagai Pengubah


Pendidikan berfungsi untuk menyampaikan, meneruskan mentransmisi
kebudayaan, diantara nilai-nilai nenek moyang kepada generasi muda. Dalam
fungsi ini sekolah itu Konservatif dan berusaha mempertahankan status quo
demi kestabilan politik, kesatuan dan persatuan bangsa. Disamping itu sekolah
juga turut mendidik generasi muda agar hidup dan menyesuaikan diri dengan
perubahan-perubahan yang cepat akibat perkembangan ilmu pengentahuan
dan teknologi.
Dalam hal ini sekolah mempunyai fungusi “agent of change” lembaga
pengubah. Sekolah mempunyai fungsi transformative artinya sekolah harus
dapat mengikuti perkembangan agar bangsa jangan ketinggalan dalam
kemampuan dan pengetahuan di banding dengan bangsa-bangsa lain. Untuk
itulah kurikulum harus senantiasa mengalami perubahan atau pembaharuan.
Dalam kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan sekolah memegang peranan
penting sebagai “agent of change” untuk membawa perubahan-perubahan
social.9
Akan tetapi masih dalam norma-norma social seperti struktur keluarga,
agama, filsafat bangsa. Sekolah cenderung untuk mempertahankan sistem
lama dan dengan demikian mencegah terjadinya perubahan yang dapat
mengancam keutuhan bangsa. Perubahan social adalah proses diamana
terjadi perubahan struktur dan fungsi suatu sistem social. Setiap masyarakat
senantiasa berada dalam proses social.
Dengan perubahan social juga merupakan gejala yang melekat pada
masyarakat yang dapat diketahui dengan membandingkan keadaan

8
Binti Maunah, Sosiologi Pendidikan, (Yogyakarta : Kalimedia, 2016), hlm.112
9
S.Nasution, Op.Cit, hlm.22
10
masyarakat pada waktu dengan keadaan masyarakat pada masa lampau. Laju
kecepatan perubahan social tidak selalu sama antara satu masyarakat dengan
masyarakat lainnya. Misalnya antara masyarakat desa dengan masyarakat
kota. Demikian juga antara masyarakat yang terisolasi dengan masyarakat
terbuka mempunyai hubungan social dengan masyarakat lain.
Masyarakakt terisolasi mempunyai laju perubahan yang sangat lambat,
sehingga sering disebut masyarakat statis. Disebut masyarakat statis tentu saja
bukan berarti tidak mengalami perubahan sama sekali, tetapi perubahan yang
terjadi berlangsung dengan lambatnya sehingga hamper tidak menunjukkan
gejala perubahan. Sedangkan masyarakat yang terbuka hubungannya dengan
masyarakat luas mengalami perubahan yang berlangsung cepat, sering kali
disebut masyarakat dinamis, perubahan social yang terjadi dalam masyarakat
menimbulkan ketidak sesuaian anatara unsure social yang ada dalam
masyarakat.10
Dengan kata lain perubsahan social mengubah struktur dan fungsi dari
unsur-unsur social dalam masyarakat. Dengan demikian perubahan social
dalam masyarakat mengandung pengertian ketidak sesuain diaatara unsure-
unsur social yang saling berbeda dalam masyarakat sehingga menghasilkan
suatu pola kehidupan yang tidak serasi fungsinya bagi masyarakat yang
bersangkutan.
Struktur social merupakan bentuk jalinan diantara unsur-unsur social yang
pokok dalam masyarakat yang menunjukan pada bentuk seluruh jaringan
hubungan antar individu dalam masyarakat diamana terjalin interaksi dan
komunikasi social. Seddangkan sistim social menunjukan pada bagaimana
hubungan antara unsur-unsur social dalam masyarakat sehingga membentuk
suatu kebulatan yang berfungsi.
Perubahan social dapat dikatan bahwa perubahan pada segi structural
masyarakat seperti pola-pola perilaku dan pola interaksi antar anggota
masyarakat, perubahan pada segi cultural masyarakat seperti nilai-nilai, sikap-
sikap, serta norma-norma social masyarakat, perubahan di berbagai tingkat

10
Abdullah, Op.Cit. hlm.208
11
masyarakat dunia perubahan yang dapat menimbulkan ketidak seimbangan
dalam suatu sistim masyarakat11.
Dilihat dari bentuknya perubahan social dapat dibedakan ke dalam
beberapa bentuk, baik perubahan lambat dan perubahan cepat.
a. Perubahan memerlukan waktu yang lama dan rentetan perubahan kecil
yang saling mengikuti dengan lambat yang dianamakan evolusi. Pada
evolusi perubahan terjadi dengan sendirinya tanpa rencana atau kehendak
tertentu. Perubahan tersebut terjadi karena usaha masyarakat untuk
menyesuaikan diri dengan keperluan, keadaan dan kondisi baru yang
timbul sejalan dengan pertumbuhann masyarakat. Rentetan berbagai
perubahan tersebut tidak perlu sejalan dengan rentetan kejadian didalam
sejarah masyarakat yang bersangkutan.
b. Perubahan kecil dan perubahan besar. Sedikit sulit untuk merumuskan
masing-masing. Perubahan kecil adalah perubahan yang terjadi pada
unsure-unsur struktur social yang tidak membawa pengaruh langsung atau
berarti bagi masyarakat. Perubahan metode pakaian. Misalnya tak akan
pengaruhh apa-apa bagi masyarakat dalam keseluruhannya.
c. Perubahan yang dikehendak atau perubahan yang direncanakan dan
perubahan yang tidak dkehendaki. Perubahan yang dikehendaki
merupakan perubahan yang diperkirakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak
yang menghendaki perubahan yang dianamakan agent of change yaitu
seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan
masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga masyarakat.
Kemudian perubahan yang tidak direncanakan merupakan perubahan
yang terjadi tanpa dikehendaki berlangsung dliuar jangkaun pengawasan
masyarakat dan dapat menyebabkan timbulnya akibat-akibat social yang
tidak diharapkan masyarakat.12

11
Ibid, hlm.209
12
Ibid, hlm.210
12
4. Pendidikan dan Pembaharuan Masyarakat
Para pendidik yang menaruh kepercayaan yang besar sekali akan
kekuasaan pendidikan dalam membentuk masyarakat baru. Karena itu setiap
anak diharapkan memasuki sekolah dan dapat diberikan ide-ide baru tentang
masyarakat yang lebih indah daripada yang sudah-sudah. Sekolah dapat
merekonstruksi atau mengubah dan membentuk kembali masyarakat baru.
Pihak yang berkuasa disuatu Negara pada umumnya menggunakan
sekolah untuk mempertahankan dasar-dasar masyarakat yang ada, perubahan
yang asasi tak akan terjadi tanpa persetujuan pihak yang berkuasa dan
masyarakat. Tak dapat diharapkan bahwa guru-guru lah yang akan mengambil
inisiatif untuk mengadakan reformasi, oleh sebab guru sendiri diangkat oleh
pihak yang berkuasa dan telah menerima norma-norma yang di persyaratkan
oleh atasannya.
Perubahan yang dapat diadakan hanya kecil-kecilan saja dibawah
pimpinan yang berwenang. Sekolah tak dapat melepaskan diri dari masyarakat
tempat ia berada dan dari control pihak berkuasa. Sekolah hanya dapat
mengikuti perkembangan dan perubahan masyarakat dan tak mungkin
memelopori atau mendahuluinya. Jadi tidak ada harapan sekolah dapat
membangun masyarakat baru lepas dari proses perubahan social yang
berlangsung dalam masyarakat tersebut.
Dalam dunia yang dinamis ini tak dapat setiap masyarakat akan
mengalami perubahan. Tidak turut berubah dan mengikuti pertukaran zaman
akan membahayakan eksistensi masyarakat itu. Tiap pemerintahan akan
mengadakan perubahan yang diinginkan demi kesejahteraan rakyatnya dan
keselamatan bangsa dan negaranya. Dalam pada itu diusahakan adanya
keseimbangan anatara dinamika dengan stabilitas. Perubahan-perubahan itu
antara lain tercermin dalam perubahan dan pembaruan kurikulum dan system
pendidikan. Peralihan dari zaman colonial ke zaman kemerdekaan memerlukan
berbagai perubahan kurikulum sampai sesuai dengan filsafat bangsa.

13
5. Pengertian Pendidikan dan Stratifikasi Sosial
a. Pengertian pendidikan
Menurut Langeveld pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh,
perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju pada
pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap
melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Sedangkan menurut UU No.
2 Tahun 1989, pendidikan merupakan usaha sadar untuk menyiapkan
peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan
bagi peranannya dimasa yang akan datang. Dari pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif untuk mengembangkan potensi dirinya agar memiliki
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya dan masyarakat.
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat diartikan pula bahwa
pendidikan mempunyai fungsi atau kegunaan. Menurut Horton dan Hunt
pendidikan mempunyai dua fungsi yakni fungsi manifest dan fungsi laten.
Sebagai fungsi manifest, pendidikan dapat membantu seseorang untuk
dapat mencari nafkah. Melalui pendidikan seseorang akan mempunyai
keterampilan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dan dari keterampilan
itulah, ia akan mampu untuk mencari nafkah. Sebagai fungsi laten,
pendidikan berfungsi sebagai sarana untuk memperpanjang masa ketidak
dewasaan, mengurangi pengendalian orangtua,dan sebagainya.
Pendidikan adalah suatu lembaga yang bertujuan untuk
mengembangkan potensi setiap peserta didiknya, sehingga bisa dikatakan
bahwa melalui pendidikan lah seseorang bisa memperlihatkan dan
mengembangkan kemampuannya yang kemudian akan diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari di masyarakat.13

13
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiati, Ilmu Pendidikan, (Jakrta : PT. Bhineka Cipta, 2007), hlm.68
14
b. Pengertian Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial merupakan sebuah pengelompokan masyarakat
untuk membedakan antara satu masyarakat dengan masyarakat yang
lainnya. Didalam masyarakat dasar-dasar pembentukan stratifikasi sosial
dilihat dari empat hal.
1) Dilihat dari ukuran kekayaan. Kekayaan (materi atau kebendaan)
dapat dijadikan ukuran penempatan anggota masyarakat ke dalam
lapisan-lapisan sosial yang ada, barang siapa memiliki kekayaan
paling banyak mana ia akan termasuk lapisan teratas dalam sistem
pelapisan sosial, demikian pula sebaliknya, yang tidak mempunyai
kekayaan akan digolongkan ke dalam lapisan yang rendah. Kekayaan
tersebut dapat dilihat antara lain pada bentuk tempat tinggal, benda-
benda tersier yang dimilikinya, cara berpakaiannya, maupun
kebiasaannya dalam berbelanja.
2) Dilihat dari ukuran kekuasaan dan wewenang. Dalam hal ini jika
seseorang mempunyai kekuasaan atau wewenang paling besar maka,
ia akan menempati lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial
dalam masyarakat yang bersangkutan. Ukuran kekuasaan sering tidak
lepas dari ukuran kekayaan, sebab orang yang kaya dalam
masyarakat biasanya dapat menguasai orang-orang lain yang tidak
kaya, atau sebaliknya, kekuasaan dan wewenang dapat
mendatangkan kekayaan.
3) Dilihat dari ukuran kehormatan. Disini ukuran kehormatan dapat
terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang-orang
yang disegani atau di hormati akan menempati lapisan atas dari
sistem pelapisan sosial masyarakatnya. Ukuran kehormatan ini sangat
terasa pada masyarakat tradisional, biasanya mereka sangat
menghormati orang-orang yang banyak jasanya kepada masyarakat,
para orang tua atau pun orang-orang yang berprilaku dan berbudi
luhur.

15
4) Dilihat dari ukuran ilmu pengetahuan.Ukuran ilmu pengetahuan sering
dipakai oleh anggota-anggota masyarakat yang menghargai ilmu
pengetahuan. Seseorang yang paling menguasai ilmu pengetahuan
akan menempati lapisan tinggi dalam sistem pelapisan sosial
masyarakat yang bersangkutan. Penguasaan ilmu pengetahuan ini
biasanya terdapat dalam gelar-gelar akademik (kesarjanaan), atau
profesi yang disandang oleh seseorang, misalnya dokter, insinyur,
doktorandus, doktor ataupun gelar profesional seperti profesor. Namun
sering timbul akibat-akibat negatif dari kondisi ini jika gelar-gelar yang
disandang tersebut lebih dinilai tinggi daripada ilmu yang dikuasainya,
sehingga banyak orang yang berusaha dengan cara-cara yang tidak
benar untuk memperoleh gelar kesarjanaan, misalnya dengan
membeli skripsi, menyuap, ijazah palsu dan seterusnya.14

c. Pengolongan Sosial
Dalam tiap masyarakat orang menggolongkan masing-masing dalam
berbagai kategori, dari lapisan yang paling atas sampai yang paling bawah.
Dengan demikian terjadilah stratifikasi sosial. Ada masyarakat yang
mempunyai stratifikasi sosialyang sangat ketat. Seorang lahir dalam
golngan tertentu dan ia tidak mungkin meningkatkan kegolongan yang
lebih tinggi. Keanggotaanya dalam suatu kategori merupakan faktor utama
yang menentukan tinggi pendidikan yang dapat ditempuhnya, jabatan yang
dapat didukinya, orang yang dapat dikawininya, dan sebagainya. Golongan
yang ketat serupa ini biasanya diebut kasta.
Biasanya pebggolongan sosial tidak seketat itu akan tetapi fleksibel
dengan batas-batas yang agak kabur dan senantiasa dapat mengalami
perubahan. Dalam masyarakat yang demikian anak seorang jenderal dapat
bekerja sebagai penyanyi di night club dan kawin dengan putri keturunan
bangsawan zaman dulu.15

14
Soerjono Soekanto dan Budi Sulistyowati, Sosiologi Suatu Pengatar, (Jakarta : Rajawali Pers,
2014), hlm.195
15
Ibid, hlm.197
16
d. Cara-cara Menentukan Golongan Sosial
Konsep tentang penggolongan sosial bergantung pada cara seorang
menentukan golongan sosial itu. Adanya golongan sosial timbul karena
adanya perbedaan status dikalangan anggota masyarakat. Untuk
menentukan stratifikasi sosial dapat diikuti tiga metode, yaitu :
1) Metode obyektif, yaitu stratifikasi yang ditentukan berdasarkan kriteria
obyektif antara lain : jumlah pendapatan, lama atau tinggi pendidikan,
jenis pekerjaan. Menurut suatu penelitian di Amerika Serikat pada
tahun 1954, bahwa dokter menempati kedudukan yang sangat tinggi
sama dengan gubernur Negara bagian. Juga professor tinggi
kedudukannya sama dengan ilmuwan, anggota kongres, Dewan
Perwakilan Rakyat. Guru sekolah menduduki tempat yang lebih
rendah dari kapten tentara, pemain orkes atau kontraktor, akan tetapi
lebih tinggi dari penyiar radio, masinis, polisi. Yang paling rendah
kedudukannya adalah tukang semir sepatu.
2) Metode Subyektif, yaitu dimana dengan menggunakan metode ini
kelompok/golongan social dirumuskan berdasarkan pandangan
menurut anggota masyarakat menilai dirinya dalam hierarki kedudukan
dalam masyarakat itu. Kepada mereka diajukan pertanyaan : “menurut
pendapat saudara termasuk golongan manakah saudara dinegara ini,
golongan atas, golongan menengah, atau golongan rendah?.
3) Metode reputasi, metode ini dikembangkan oleh W. Lloyd Warner cs.
Dalam metode ini golongan social dirumuskan menurut bagaimana
anggota masyarakat menempatkan masing-masing stratifikasi
masyarakat itu. Kesulitan penggolongan objektif dan subyektif ialah
bahwa penggolongan itu sering tidak sesuai dengan tanggapan orang
dalam lingkungan sehari-hari yang nyata tentang golongan social
masing-masing. Oleh sebab itu W.L Warner mengikuti suatu cara yang
realistis yakni memberi kesempatan kepada orang dalam masyarakat
itu sendiri untuk menentukan golongan-golongan mana yang terdapat

17
pada masyarakat itu lalu mengidentifikasi anggota masing-masing
golongan itu.16

e. Jenis-Jenis Strattifikasi Sosial


Didalam bukunya, Saripudin menyebutkan bahwa macam-macam
stratifikasi sosial terdiri dari beberapa kelompok, antara lain:
1) Stratifikasi pada masyarakat pertanian, dalam masyarakat ini sistem
stratifikasi dilihat dari kepemilikan tanah.
2) Stratifikasi sosial pada masyarakat feodal, seperti yang kita ketahui
feodalisme merupakan sistem sosial politik yang memberikan
kekuasaan yang besar pada golongan bangsawan. Hampir sama
dengan stratifikasi pada masyarakat pertanian, pada masyarakat
feodal stratifikasi sosial dilihat dari kepemilikan tanah yang terdiri dari
dua kelas utama yakni para bangsawan (tuan tanah) dan buruh.
3) Stratifikasi sosial pada masyarakat industri, pada masyarakat ini
sistem pelapisan sosial lebih bersifat terbuka dimana seseorang
memiliki kesempatan untuk melakukan mobilitas.17

Selain itu, didalam bukunya Saripudin juga menjelaskan bahwa


stratifikasi sosial mempunyi beberapa tipe antara lain:
1) Stratifikasi Sosial Tertutup
Stratifikasi tertutup adalah stratifikasi di mana tiap-tiap anggota
masyarakat tersebut tidak dapat pindah ke strata atau tingkatan sosial
yang lebih tinggi atau lebih rendah. Contoh stratifikasi sosial tertutup yaitu
seperti sistem kasta di India dan Bali serta di Jawa ada golongan darah
biru dan golongan rakyat biasa. Tidak mungkin anak keturunan orang
biasa seperti petani miskin bisa menjadi keturunan ningrat/ bangsawan
darah biru.

16
S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Bandung ; 1983), hlm.26
17
Soerjono, Op.Cit, hlm.200
18
2) Stratifikasi Sosial Terbuka
Stratifikasi sosial terbuka adalah sistem stratifikasi di mana setiap
anggota masyarakatnya dapat berpindah-pindah dari satu strata/tingkatan
yang satu ketingkatan yang lain. Misalnya seperti tingkat pendidikan,
kekayaan, jabatan, kekuasaan dan sebagainya. Seseorang yang tadinya
miskin dan bodoh bisa merubah penampilan serta strata sosialnya menjadi
lebih tinggi karena berupaya sekuat tenaga untuk mengubah diri menjadi
lebih baik dengan sekolah, kuliah, kursus dan menguasai banyak
keterampilan.

3) Stratifikasi Sosial Campuran


Stratifikasi sosial campuran adalah gabungan dari stratifikasi sistem
terbuka dan stratifikasi sistem tertutup dimana masyarakat tersebut dapat
untuk pindah kelapisan lebih atas, namun di sisi lain dapat melakukan
mobilitas vertical dengan status sama. Contohnya dapat kita temukan pada
masyarakat Bali. Misalnya seseorang yang berkasta Brahmana
mempunyai kedudukan terhormat di Bali, namun apabila ia pindah ke
Jakarta menjadi buruh, maka ia akan memperoleh kedudukan rendah,
maka ia harus menyesuaikan diri dengan aturan kelompok masyarakat di
Jakarta.18

f. Penyebab Terjadinya Stratifikasi Sosial


Kehidupan manusia tidak lepas dari adanya lapisan dalam masyarakat
atau yang sering disebut dengan stratifikasi sosial. Keadaan masyarakat
yang majemuk memungkinkan terjadinya perbedaan-perbedaan dalam
masyarakat karena faktor-faktor tertentu. Sistem lapisan sosial dalam
masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya atau sengaja disusun untuk
mengejar tujuan bersama.
Menurut Soekanto alasan terbentuknya lapisan masyarakat yang
terjadi dengan sendirinya adalah kepandaian, tingkat umur, sifat keaslian
keanggotaan kerabat seorang kepala masyarakat, dan mungkin juga harta

18
Ibid, hlm.203
19
dalam batas-batas tertentu. Pelapisan sosial ini terjadi karena adanya
perkembangan dan perubahan dalam masyarakat tersebut. Hal ini dapat
dilihat pada masyarakat Batak dimana marga tanah, yaitu marga pertama-
tama membuka tanah dianggap mempunyai kedudukan yang tinggi.
Demikian pula dengan golongan pembuka tanah kalangan orang Jawa di
Desa dianggap sebagai pembuka tanah dan pendiri desa yang
bersangkutan.19
Soekanto mengatakan untuk meneliti terjadinya proses-proses lapisan
masyarakat dapat berpedoman pada hal-hal berikut, yaitu:
1) Sistem lapisan mungkin berpokok pada sistem bertentangan dalam
masyarakat. Sistem demikian hanya mempunyai arti yang khusus bagi
masyarakat-masyarakat tertentu yang menjadi objek penelitian.
2) Sistem lapisan dapat dianalisis dalam ruang lingkup unsur-unsur
antara lain :
a) Distribusi hak-hak istimewa yang objektif seperti penghasilan,
b) Kekayaan,
c) Keselamatan, dan
d) Wewenang;

Sistem pertentangan yang diciptakan para warga masyarakat; kriteria


sistem pertentangan, yaitu :
a) Apakah di dapat berdasarkan kualitas pribadi,
b) Keanggotaan kelompok kerabat tertentu,
c) Milik, wewenang atau kekuasaan;
d) Lambang-lambang kedudukan seperti tingkah laku hidup, cara
berpakaian, perumahan, dan keanggotaan pada suatu organisasi;
mudah atau sukar bertukar kedudukan; solidaritas diantara
individu-individu atau kelompok-kelompok yang menduduki
kedudukan yang sama dalam sistem sosial masyarakat.”

19
Ary H Gunawan, Sosiologi Pendidikan (Susatu Analisis Sosiologi Tentang Berbagai Problem
Pendidikan), (Jakarta : Rineka Cipta, 2010), hlm.32
20
Pembedaan atas lapisan merupakan gejala universal yang merupakan
bagian sistem sosial setiap masyarakat. Walaupun secara teoritis seluruh
manusia dapat dianggap sederajat. Namun tidak demikian, sesuai dengan
kenyataan hidup kelompok-kelompok sosial manusia dalam masyarakat
terbentuk lapisan-lapisan dengan manusia lainnya sebagai suatu makhluk
sosial.
Beberapa hal yang menyebabkan munculnya stratifikasi sosial menurut
Saripudin antara lain:
1) Munculnya lapisan sosial dalam masyarakat didasarkan pada adanya
pertentangan dan pembedaan.
2) Tidak adanya keseimbangan dalam pembagian atau distribusi hak dan
kewajiban, hak-hak istimewa (penghasilan, kekayaan, ilmu) dimiliki
oleh hanya segelintir orang atau kelompok tertentu.
3) Kelompok-kelompok yang memiliki hak-hak istimewa tersebut
biasanya menggunakan lambang-lambang yang menjadi symbol
kedudukan, lambang tersebut baik berupa pakaian, tingkah laku,
rumah, dan keanggotaan pada suatu organisasi.20

g. Pengaruh Stratifikasi Sosial


Dalam kehidupan bermasyarakat, stratifikasi sosial sangatlah
berpengaruh. Stratifikasi sosial (Pelapisan sosial) sudah mulai dikenal
sejak manusia menjalin kehidupan bersama. Terbentuknya pelapisan
sosial merupakan hasil dari kebiasaan manusia berhubungan antara satu
dengan yang lain secara teratur dan tersusun, baik secara perorangan
maupun kelompok.
Pada masyarakat yang taraf kebudayaannya masih sederhana, maka
pelapisan yang terbentuk masih sedikit dan terbatas, sedangkan
masyarakat modern memiliki pelapisan sosial yang kompleks dan tajam
perbedaannya. Stratifikasi sosial akan selalu di temukan dalam masyarakat
selama di dalam masyarakat tersebut terdapat sesuatu yang dihargai.
Mungkin berupa uang atau benda-benda bernilai ekonomis, atau tanah,

20
Ibid, hal.33
21
kekuasaan, ilmu pengetahuan, kesalehan agama, atau keturunan keluarga
terhormat. Seseorang yang banyak memiliki sesuatu yang dihargai akan
dianggap sebagai orang yang menduduki pelapisan atas.
Sebaliknya mereka yang hanya sedikit memiliki atau bahkan sama
sekali tidak memiliki sesuatu yang dihargai tersebut, mereka akan
dianggap oleh masyarakat sebagai orang-orang yang menempati
pelapisan bawah atau berkedudukan rendah. Stratifikasi sosial akan
membedakan warga masyarakat menurut kekuasaan dan pemilikan materi.
Kriteria ekonomi selalu berkaitan dengan aktivitas pekerjaan, kepemilikan
kekayaan, atau kedua-duanya. Dengan begitu, pendapatan, kekayaan,
dan pekerjaan akan membagi anggota masyarakat ke dalam beberapa
stratifikasi atau kelas ekonomi.21
Dalam stratifikasi sosial terdapat tiga kelas sosial, yaitu: Masyarakat
yang terdiri dari kelas atas (upper class), Masyarakat yang terdiri kelas
menengah (middle class) dan kelas bawah (lower class). Orang-orang
yang berada pada kelas bawah (lower) biasanya lebih banyak dari pada di
kelas menengah apalagi pada kelas atas. Semakin keatas semakin sedikit
jumlah orang yang berada pada posisi kelas atas.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam kehidupan
masyarakat terdapat kriteria yang dipakai untuk menggolongkan orang
dalam pelapisan sosial dilihat dari ukuran kekayaan, kekuasaan,
kehormatan, dan ukuran ilmu pengetahuan yang dimiliki.dilihat dari ukuran
itu, dapat disimpulkan bahwa pelapisan sosial dapat mempengaruhi
kehidupan masyarakat, seperti adanya perbedaan gaya hidup dan
perlakuan dari masyarakat terhadap orang-orang yang menduduki
pelapisan tertentu.
Stratifikasi sosial juga menyebabkan adanya perbedaan sikap dari
orang-orang yang berada dalam strata sosial tertentu berdasarkan
kekuasaan, privilese dan prestise. Dalam lingkungan masyarakat dapat
terlihat perbedaan antara individu, atau satu keluarga lain, yang
dapatdidasarkan pada ukuran kekayaan yang dimiliki. Yang kaya

21
Ibid, hlm.35
22
ditempatkan pada lapisan atas dan miskin pada lapisan bawah. Atau
mereka yang berpendidikan tinggi berada dilapisan atas sedangkan yang
tidak sekolah pada lapisan bawah. Dari perbedaan lapisan sosial ini terlihat
adanya kesenjangan sosial. Hal ini tentu merupakan masalah sosial dalam
masyarakat.22

h. Golongan Sosial Sebagai Lingkungan Sosial


Golongan sosial menentukan lingkungan seseorang. Pengetahuan,
kebutuhan dan tujuan, sikap, watak seseorang sangat dipengaruhi oleh
lingkungan sosialnya. Sistem golongan sosial menimbulkan batas-batas
dan rintangan ekonomi, kultural dan sosial yang mencegah pergaulan
dengan golongan-golongan lain. Golongan sosial membatasi dan
menentukan lingkungan belajar anak. Orang yang termasuk golongan
sosial yang sama cenderung bertempat tinggal di daerah tertentu. Misalkan
orang golongan atas akan tinggal di daerah elite karena anggota golongan
rendah tidak mampu tinggal di sana. Orang akan mencari pergaulan
dikalangan yang dianggap sama golongan sosialnya.Namun demikian ada
kemungkinan terjadi perpindahan sosial.23

i. Tingkat Pendidikan
Dalam berbagai studi, disebutkan tingkat pendidikan tertinggi yang
didapatkan seseorang digunakan sebagai indeks kedudukan sosialnya.
Menurut penelitian memang terdapat korelasi yang tinggi antara
kedudukan sosial yang seseorang dengan tingkat pendidikanyang telah
ditempuhnya,meski demikian pendidikan yang tinggi tidak dengan
sendirinya menjamin kedudukan sosial yang tinggi.
Korelasi antara pendidikan dan golongan sosial antara lainterjadi
karena anak dari golongan rendah kebanyakan tidak melanjutkan
pelajarannya sampai perguruan tinggi. Sementara orang yang termasuk
golongan atas beraspirasi agar anaknya menyelesaikan pendidikan sampai

22
Ibid, hal.37
23
S.Nasution, Op.Cit, hlm.30
23
perguruan tinggi.Orang yang berkedudukan tinggi, bergelar akademis,
yang mempunyai penapatan besar tinggal dirumah elite dan merasa
termasuk golongan atas akan mengusahakan anknya masuk universitas
dan memperoleh gelar akademis. Sebaliknya anak yang orangtuanya buta
huruf mencari nafkahnya dengan mengumpulkan puntung rokok, tinggal
digubuk kecil, tak dapat diharapkan akan mengusahakan anaknya
menikmati perguruan tinggi. Ada 3 faktor yang mempengaruhi tingkat
pendidikan seorang anak, Yaitu: Pendapatan orangtua, Kurangnya
perhatian akan pendidikan dikalangan orangtua dan Kurangnya minat si
anak untuk melanjutkan ke perguruan tinggi.24

24
Ibid, hlm.31
24
GOLONGAN SOSIAL DAN
JENIS PENDIDIKAN

25
GOLONGAN SOSIAL DAN JENIS PENDIDIKAN
1. Pemahaman Golongan Sosial
Golongan sosial tidak hanya berpengaruh terhadap tingginya jenjang
pendidikan anak tetapi juga berpengaruh terhadap jenis pendidikan yang
dipilih. Tidak semua orangtua mampu membiayai studi anaknya diperguruan
tinggi. Pada umumnya anak-anak yang orangtuanya mampu, akan memilih
sekolah menengah umum sebagai persiapan untuk belajar di perguruan
tinggi.Sementara orangtua yang mengetahui batas kemampuan keuangannya
akan cenderung memilih sekolah kejuruan bagi anaknya, dengan pertimbangan
setelah lulus dari kejuruan bisa langsung bekerja sesuai dengan keahliannya.
Dapat diduga sekolah kejuruan akan lebih banyak mempunyai murid dari
glongan rendah daripada yang berasal dari golongan atas.
Karena itu sekolah menengah dipandang lebih tinggi statusnya daripada
sekolah kejuruan.Demikian pula dengan mata pelajaran atau bidang studi yang
berkaitan dengan perguruan tinggi dipandang mempunyai status yang lebih
tinggi , misal matematika, fisika dipandang lebih tinggi dari pada tata buku.
Sikap demikian bukan hanya terdapat dikalangan siswa tetapi juga dikalangan
orangtua dan guru yang dengan sengaja atau tidak sengaja menyampaikan
sikap itu kepada anak-anaknya.25

2. Bakat dan Golongan Sosial


Berdasarkan penelitian tentang angka-angka murid menunjukkan bahwa
angka-angka yang tinggi lebih banyak ditemukan pada murid dari golongan
sosial yang tinggi. Kegagalan dalam pelajaran lebih banyak terdapat
dikalangan murid dari golongan rendah. Walaupun dalam tes intelegensi
ternyata kelebihan IQ anak-anak golongan atas, namun tak semua kegagalan
dan angka - angka rendah yang kebanyakan dari anak golongan rendah dapat
dijelaskan dengan IQ. Ini menandakan bahwa Iq mengandung unsur pengaruh
lingkungan.Atas pengaruh lingkungan IQ dapat berubah. Lingkungan yang baik
dapat meningkatkan IQ.

25
Ibid, hlm.31
26
Pada umumnya ada perbedaan bakat atau pembawaan diantara ank-anak
dari berbagai golongan sosial. Disamping itu terdapat pula perbedaan pula
perbedaan minat mereka terhadap kurikulum yang berlaku dan motivasi untuk
mencapai angka yang tertinggi. Guru-guru dapat memperhatikan bahwa
banyak anak dari golongan rendah mempunyai perhatian yang kurang terhadap
pelajaran akademis meskipun mempunyai IQ yang tinggi.
Anak-anak dari golongan rendah biasanya turut mencari nafkah keluarga
sehingga mengurangi minat belajar. Selain itu ada kemungkinan perbedan
partisipasi anak-anak dari berbagai golongan sosial dalam berbagai kegiatan
ekstra kurikuler yang memerlukan waktu dan biaya, seperti kegiatan olahraga,
kemping, musik, seni lukis, kepramukaan dan sebagainya, kecuali bila
diharuskan bagi semua siswa.26

3. Sosiomentri
Dalam KBBI, Sosiometri adalah : teknik penelitian yang umumnya
bertujuan untuk meneliti hubungan sosial psikologis antara individu di dalam
suatu kelompok. Biasanya metode ini dilakukan sbb. Kepada anak-anak
diminta menulis nama satu orang dengan siapa dia duduk sebangku, dapat
juga kita minta nama dua orang menurut prioritas anak itu bahkan ditambah
dengan nama ank yang tidak disukai.
Selain teman sebangku, juga bisa diganti dengan teman menonton,
teman belajar, teman bermain dll. Dari nama-nama yang ditulis dapat diolah
menjadi sosiogram yang menunjukkan gambar diagram hubungan sosial dalam
kelas. Anak yang paling dipilih diberi julukan "bintang", anak yang tidak dipilih
oleh siapa pun disebut "isolate". Selain itu bakal muncul dua orang yang saling
memilih disebut "pair/pasangan",kemudian tiga orang yang saling memilih
disebut "triangle/segitiga" dan di temukan juga satu kelompok yang erat
hubungan anggotanya disebut " klik/ clique ".27

26
Veithzal Rivai dan Sylvyana Murni, Education Management (Analisis Teori dan Praktik),
(Jakarta : Rajawali Pers, 2010), hlm.168
27
S.Nasution, Op.Cit, hlm.34
27
4. Mobilitas Sosial
Dalam tiap masyarakat modern terdapat mobilitas sosial atau
perpindahan golongan yang cukup banyak. Perpindahan orang dari
golongan sosial yang lain, yang lebih tinggi atau lebih rendah disebut
mobilitas sosial vertical. Mobilitas sosial ini berarti bahwa individu itu
memasuki lingkungan sosial yang berbeda dengan sebelumnya.
Ada faktor penghambat mobilitas seperti agama,kesukuan, jenis
kelamin dan sebagainya. Kenaikan golongan sosial dapat diselidiki
dengan: Meneliti riwayat pekerjaan seseorang dan Membandingkan
kedudukan sosial indifidu dengan kedudukan orang tuanya, jadi tidak ada
negara yang sepenuhnya “terbuka” atau “tertutup bagi mobilitas sosial,
kerena dalam masyarakat terbuka orang lebih mudah naik kegolongan
sosial yang lebih tinggi. boleh dikatakan bahwa, status sosial seseorang
bergantung pada usaha dan kemauannya untuk meningkatkan golongan
sosialnya.
Sedangkan dalam masyarakat tertutup kenaikan sosial mengalami
banyak kesulitan, diantaranya ada yang tidak dapat diatasi oleh individu
itu sendiri, karena ditentukan oleh keturunan. Walaupun dalam
masyarakat terbuka setiap orang mencapai tingkat sosial yang paling
tinggi yaitu, terdapat banyak mobilitas, yang naik lebih banyak dari pada
yang turun, namun kenaikan itu terbatas dinegara maju. Faktor lain yang
memperluas.
Pada umumnya kenaikan status sosial dianggap bai, karena
membuktikan keberhasilan usaha seseorang. Namun, ada mensyinyalir
aspek negatif, yakni bagi individu timbulnya rasa ketegangan,
keangkuhan dengan memamerkan kekayaan, keguncangan kehidupan,
keluarga dengan bertambahnya perceraian atau eretakan keluarga.
selain itu, moblitas sosial dapat memeperlemah solidaritas kelompok
karena, mereka yang beralih golongan sosial akan menerima norma-
norma baru dari golongan yang dimasukinya dengan meninggalkan
norma-norma golongan sosial semula.28

28
Ibid, hlm.35
28
5. Jenis-Jenis Mobilitas Sosial
a. Mobilitas Sosial Horizontal.
Diartikan sebagai suatu peralihan status sosial seseorang atau
sekelompok orang dalam lapisan sosial yang sama. Dengan kata lain
mobilitas horisontal merupakan peralihan individu atau obyek-obyek
sosial lainnya dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya
yang sederajat. Contoh: Pak Jarwo seorang warga negara Amerika
Serikat, mengganti kewarganegaraannya dengan kewarganegaraan
Indonesia, dalam hal ini mobilitas sosial Pak Amir disebut dengan
Mobilitas sosial horizontal karena gerak sosial yang dilakukan Pak Amir
tidak merubah status sosialnya.
b. Mobilitas Sosial Vertikal.
Diartikan sebagai suatu peralihan status sosial yang dialami seseorang
atau sekelompok orang pada lapisan sosial yang berbeda. Terbagi
menjadi dua yaitu mobilitas vertical ke atas (Sosial Climbing) dan
mobilitas vertikal ke bawah (Social sinking).
c. Saluran Mobilitas Sosial Vertikal
Menurut Pitirim A. Sorokin, mobilitas sosial vertikal memiliki saluran-
saluran dalam masyarakat. Proses mobilitas sosial vertikal ini
disebut social circulation.
Berikut ini saluran-saluran terpenting dari mobilitas sosial.
1) Angkatan Bersenjata
2) Lembaga-Lembaga Keagamaan,
3) Lembaga-Lembaga Pendidikan,
4) Organisasi Politik,
5) Organisasi Ekonomi,
6) Organisasi Keahlian

29
d. Mobilitas Sosial Antargenerasi
Mobilitas sosial antargenerasi ditandai oleh perkembangan atau
peningkatan taraf hidup dalam suatu garis keturunan. Mobilitas seperti
ini bukan menunjuk pada perkembangan keturunan itu sendiri,
melainkan kenaikan kedudukan (status sosial) dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Dengan kata lain, mobilitas sosial antargenerasi
yaitu perpindahan kedudukan seseorang/anggota masyarakat yang
terjadi antara dua generasi atau lebih. Contoh: generasi orang tua (ayah
ibu) dengan generasi anak.29

29
Ibid, hlm.36
30
PENDIDIKAN DAN MOBILITAS SOSIAL

31
Pendidikan dan Mobilitas Sosial
1. Pengertian Mobilitas Sosial
Pendidikan dipandang sebagai jalan untuk lebih baik
didalam masyarakat. Makin tinggi pendidikan diperoleh, makin
besar untuk mencapai tujuan itu. dengan demkian, terbuka kesempatan
untuk meningkat kegolongan sosial yang lebih tinggi. oleh
karena itu dikatakan bahwa pendidikan merupakan jalan bagi
mobilitas sosial. dengan memperluas dan merata pendidikan, diharapkan
dicairkannya batas-batas golongan-golongan sosial. dengan
demikian, perbedaan golongan sosial akan di kurangi jika tidak dapt
dihapus seluruhnya. Mengenai mobilitas sosial terdapat dua pengertian :
a. Suatu sektor dalam masyarakat secara keseluruhan berubah
kedudukannya terhadap sektor lain. Misalnya buruh industri
yang dahulu mempunyai kedudukan yang rendah mendapat
posisi yang baik setelah mendapat gaji yang lebih tinggi,
kekuasaan politik yang lebih besar dan sebagainya.
b. Tentang mobilitas sosial ialah kemungkinan bagi individu untuk
pindah dari lapisan satu untuk pindah kelapisan yang satu lagi.
Pendidikan membuka kemungkinan adanya mobilitas sosial.
Pendidikan secara merata memberikan persamaan dasar
pendidikan dan mengurangi perbedaan antara golongan tinggi
dan rendah. walaupun terdapat mobilitas sosial secara sektoral,
banyak pula golongan randah yang tetap dianggap rendah.
Namun, kedudukan golongan rendah tidak statis, akan tetapi
dapat terus bergerak maju bila diberi pendidikan yang lebih
banyak.30

2. Mobilitas sosial melalui pendidikan


Banyak contoh-contoh yang dapat kita liat disekitar kita, tentang
orang yang meningkat dalam status sosialnya berkat pendidikan yang
diperolehnya. salah satu contohnya yaitu pada jaman dahulu orang yang

30
Ibid, hlm.38
32
menyelesaikan pelajarannya pada HIS yaitu SD pada jaman belanda,
mempunyai harapan menjadi pegawai dan mendapatkan kedudukan
sosial yang terhormat. Apa lagi kalau ia lulus MULO, AMS, atau
Perguruan tinggi, maka makin besarlah kesempatannya untuk
mendapatkan kedudukan yang baik. dengan demikian, masuk golongan
sosial menengah atas. kini pendidikan SD bahkan SMA hampir tidak ada
pengaruhnya dalam mobilitas sosial.
Karena, kini pendidikan tinggi dianggap suatu syarat bagi mobilitas
sosal.di samping ijazah perguruan tinggi, ada lagi faktor-faktor lain
membawa seseorang kepada kedudukan tinggi dalam pemerintahan
atau dunia usaha. Dapat kita pahami bahwa, anak-anak golongan rendah
lebih suka mendapat kedudukan sebagai pimpinan perusahaan dibanding
anak pemimpin perusahaan itu sendiri. hubungan pribadi, rekomendasi
dari orang yang berkuasa disamping ijazah dan prestasi turut berperan,
untuk mendapatkan posisi yang tinggi. Mobilitas sosial bagi individu agak
kompleks karena adanya macam-macam faktor yang membantu
sesorang meningkat dalam jenjang sosial. Misalnya, sekolah sebagai
jalan bagi mobilitas sosial.31

3. Tingkat sekolah dan mobilitas sosial


Diduga bahwa bertambah tingginya taraf pendidikan. Makin besarnya
kemungkinan mobilitas bagi anak-anak golongan rendah dan menengah.
ternyata ini tidak selalu benar, bila pendidikan itu hanya terbatas pada
pendidikan tingkat menengah. jadi, walaupun kewajiban belajar
ditingkatkan sampai SMA , masih menjadi pertanyaan, apakah mobilitas
sosial akan meningkat. Mungkin sekali tidak akan terjadi perluasan
mobilitas sosial. Akan tetapi, pendidikan tinggi masih dapat mamberikan
mobilitas itu. walaupun dengan bertambahnya lulusan perguruan tinggi,
makin berkurang ijazah untuk meningkat dalam status sosial.32

31
Ibid, hlm.39
32
Ibid, hlm.40
33
PENDIDIKAN MENURUT
PERBEDAAN SOSIAL

34
Pendidikan menurut perbedaan sosial
1. Pendidikan menurut perbedaan sosial
Pada umumnya dinegara demokrasi, orang sukar menerima, adanya
golongan-golongan sosial dalam masyarakat. Menurut Undang-Undang semua
warga negara sama, dalam kenyataannya tak dapat disangkal adanya
perbedaan sosial itu, yang tampak dari sikap rakyat biasa terhadap pembesar,
orang miskin terhadap orang kaya, pembantu terhadap majikan, dan lain-lain.
Perbedaan itu nyata dalam symbol-simbol status seperti mobil mewah, rumah
mentereng, perabot luks, dll. suka atau tidak suka perbedaan sosial terdapat
disepanjang masa, walaupun sering perbedaan tidak selalu
mencolok.Pendidikan bertujuan untuk membekali setiap anak agar masing-
masing dapat maju dalam hidupnya mencapai tingkat setinggi-tingginya. Akan
tetapi sekolah sendiri tidak mampu meniadakan, batas-batas tingkat sosial itu.
Pendidikan selalu merupakan bagian dari sistem sosial. namun, segera timbul
keberatan terhadap pendirian yang demikian. karena dianggap bertentangan
dengan prinsip demokrasi dengan mengadakan driskriminasi dalam
pendidikan. Cara demikian akan memperkuat penggolongn sosial dan
menghambat mobilitas sosial yang diharapkan dari pendidikan. Darapan ini
tidak mudah diwujudkan karena banyak daya-daya lain diluar sekolah yang
menibulkan, stratifikasi sosial yang jauh lebih kuat daripada pendidikan formal.
Pada saat ini sekolah-sekolah meneruskan cita-cita untuk menebarluaskan
ideal dan norma-norma kesamaan dan mobilitas secara verbal. Disamping
adanya daya-daya stratifikasi yang berlangsung terus dalam masyarakat. ini
berarti bahwa usaha untuk mengajarkan kesamaan dan mobilitas akan
menghadapi kesulitan dalam dunia nyata. mobilitas sosial adalah perluasan
dan peningkatan pendidikan untuk memenuhi tenaga kerja bagi pembangunan
yang kian meningkat, khususnya pendidikan tinggi.33

33
Ibid, hlm.41
35
2. Pendidikan dan Hubungan Antar Kelompok
a. Prasangka dalam Hubungan Antar Kelompok
Bermacam-macam teori yang telah dikemukakan bahwa prasangka
adalah sebagai sesuatu yang wajar yang sendirinya timbul bila terjadi
hubungan antara dua kelompok yang berlainan. Sikap bermusuhan yang
ditujukan terhadap suatu kelompok tertentu atas dasar dugaan bahwa
kelompol tersebut mempunyai ciri yang tidak menyenangkan . sikap ini
dinamakan prasangka, sebab dugaan yang dianut orang yang tidak
didasarkan pada pengetahuan, pengalaman ataupun bukti yang cukup
memadai. Manusia sadar akan kesamaan dalam kalangannya sendiri dan
merasa solider dengan kelompok itu.34
1) Prasangka sebagai sesuatu yang dipelajari.
Teori ini memandang prasangka sebagai hasil proses belajar
seperti halnya dengan sikap-sikap lain yang terdapat pada
manusia. Sikap senang atau tidak senang terhadap golongan lain
adalah hasil pengalaman pribadi yang berlangsung lama atau
berdasarkan pengalaman yang traumatis.35
2) Prasangka sebagai alat mencapai tujuan praktis.
3) Golongan yang dominan ingin menyingkirkan golongan minoritas
dari dunia persaingan. Sikap itu terdapat dikalangan penjajah
terhadap bangsa yang dijajah agar dapat dieksploitasinya. Untuk
membenarkan diri mereka mencari alasan penindasan itu dengan
jalan rasionalisasi.
4) Prasangka sebagai aspek pribadi.
Menurut penelitian Murphy dan Likert ada dua orang yang
mempunyai pribadi yang berprasangka. Orang yang pribadinya
berprasangka menaruh prasangka terhadap berbagai hal. Maka
kepribadian merupakan suatu faktor penting bila kita ingin
memahami hakikat dan perkembangan prasangka.36

34
S. Nasution, SosiologiPendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 1995), hlm.47
35
Ibid, hlm.49
36
Ibid, hlm.142
36
Dalam berbagai faktor yang dapat menimbulkan prasangka dapat
diambil kesimpulan bahwa untuk memahami prasangka harus kita gunakan
pendekatan yang multi dimensional. Prasangka dalam hubungan antar-
kelompok perlu kita ketahui bahwa prasangka bukanlah suatu instink yang
dibawa lahir, melainkan sesuatu yang dipelajari. Karena prasangka itu
dipelajari, maka prasangka itu dapat diubah atau dikurangi bahkan dapat
dicegah timbulnya.37
Melalui dimensi sikap kita dapat mengamati sikap suatu kelompok
terhadap anggota lain,dan sebaliknya.

b. Dimensi Hubungan Antar Kelompok


Hubungan antar kelompok mempunyai berbagai dimensi. Dimensi yang
dijabarkan adalah dimensi sejarah, dimensi sikap, dimensi institusi, dimensi
gerakan sosial,dan dimensi tipe utama hubungan antar kelompok.penjabaran
tentang dimensi diatas sebagai berikut:
1) Dimensi Sejarah

Dimensi ini mengarahkan kajian kepada masalah tumbuh dan


berkembangnya hubungan antarkelompok. Kapan dan bagaimana
terjadinya kontak pertama antara kelompok satu dengan kelompok yang
lain yang kemudian berkembang menjadi hubungan dominasi kelompok
terseut terhadap kelompok lainnya. Menurut Noel (1968), stratifikasi etnik
dapat terjadi dengan tiga prasyarat: etnosentrisme, persaingan, dan
perbedaan kekuasaan.
Tiga prasyarat ini tidak bisa dipisahkan karena apabila satu prasyarat
saja tidak terpenuhi, stratifikasi tidak akan terjadi. Kemudian stratifikasi
jenis kelamin juga memilik sejarahnya. Stratifikasi ini pada awalnya terjadi
karena perbedaan kekuatan fisik yang akhirnya memunculkan dominasi
dan eksploitasi kau laki-laki terhadap perempuan. (Kamanto Sunarto,
2004: 147-148).

37
Ibid, hlm.148
37
2) Dimensi institusi

Institusi berfungsi sebagai pengendalian sosial, sikap dan hubungan


antarkelompok. Namun begitu, institusi juga bisa menghilangkan pola
hubungan tersebut. Contohnya adalah kebijakan apartheid yang
dicanangkan di Afrika Selatan pada masa lampau, merupakan kebijakan
yang ditegakkan oleh institusi politik dan ekonomi.
3) Dimensi gerakan sosial

Kajian dalam sudut pandang ini memperhatikan berbagai gerakan


sosial yang sering terjadi karena dilakukan oleh suatu kelompok tertentu
karena pengaruh dominasi dan kekuasaan. Kelompok-kelompok tertentu
yang di dominasi oleh kelompok lain akan berusaha melakukan gerakan
pembebasan. Sebagai contoh adalah gerakan Black Panthers di Amerika
Serikat dan gerakan pembebasan perempuan (Woman’s Liberation
Movement).
4) Dimensi sikap

Hubungan antarkelompok akan menimbulkan perwujudan sikap


berupa prasangka (prejudice). Sikap ini merupakan istilah yang mengacu
kepada sikap bermusuhan karena kelompok lain memiliki suatu ciri yang
tidak menyenangkan, namun dugaan ini tidak di dasarkan pada
pengetahuan, pengalaman, atau bukti yang cukup konkret.

c. Konsep Pembagian Kelompok


Setiap kelompok dapat dibagi-bagi berdasarkan perbedaan dan
persamaan ciri. Dalam membagi kelompok-kelompok tersebut, terdapat
beberapa konsep mengenai kelompok-kelompok yang mempunyai definisi
berbeda.

38
1. Konsep yang pertama adalah konsep ras. Konsep ras diartikan
sebagai suatu tanda peran (role sign) yang di dasarkan pada ciri
fisik.38
2. Konsep yang kedua adalah konsep yang didasari oleh persamaan
kebudayaan, yaitu kelompok etnik. Dalam konsep ini, kelompok etnik
merupakan suatu bentuk Gemeinschaft dengan persamaan warisan
kebudayaan dan ikatan batin di antara anggotanya.
3. Konsep ketiga adalah rasisme, yaitu suatu ideologi yang didasarkan
kepada keyakinan bahwa ciri tertentu yang dibawa sejak lahir
menandakan bahwa pemilik ciri tersebut lebih rendah sehingga
didiskriminasi.
4. Konsep keempat yang juga merupakan ideologi adalah seksisme.
Dalam seksisme, hal yang menjadi dasar klasifikasi adalah
kecerdasan dan kekuatan fisik. Contohnya laki-laki dianggap lebih
tinggi daripada perempuan karena fisiknya kuat.
5. Konsep berikutnya adalah ageisme, yang menjadikan faktor usia
sebagai dasar klasifikasi.
6. Konsep yang terakhir adalah rasialisme. Rasialisme merupakan
bentuk praktik disktriminasi terhadap kelompok lain, seperti tidak
menjual atau menyewakan rumah kepada ras atau etnik tertentu.

d. Pendidikan Umum dan Hubungan Antar Kelompok


Menurut penelitian, makin tinggi pendidikan seseorang makin kurang
prasangkanya terhadap golongan lain, makin toleran sikapnya terhadap
golongan minoritas. Mereka yang berpendidikan universitas ternyata
menunjukkan sikap yang paling toleran. Namun ada tidaknya prasangka tidak
semata-mata ditentukan oleh pendidikan saja. Pendidikan dapat merupakan
faktor yang menentukan kedudukan, rasa harga diri dan rasa ketentraman
hidup.

38
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, 2004), hlm.50

39
STRUKTUR HUBUNGAN ANTAR
KELOMPOK DI SEKOLAH

40
Struktur Hubungan Antar Kelompok di Sekolah
1. Struktur Hubungan Antar Kelompok di Sekolah
Salah satu aspek yang biasa terlupakan oleh sekolah adalah memupuk
hubungan sosial di kalangan murid-murid. Biasanya sekolah terlalu fokus pada
peningkatan kualitas akademik saja. Program pendidkan antar murid, antar
golongan ini bergantung pada sruktur sosial murid-murid. Ada tidaknya
golongan minoritas di kalangan mereka mempengaruhi hubungan kelompok-
kelompok itu. Kebanyakan negara mempunyai penduduk yang multi rasial,
menganut agama yang berbedabeda, dan mengikuti adat kebiasaan yang
berlainan. Perbedaan golongan dapat juga disebabkan oleh perbedaan
kedudukan sosial dan ekonomi.
Murid-murid di sekolah sering menunjukkan perbedaan asal kesukuan,
agama, adat istiadat, dan kedudukan sosial. Berdasarkan perbedaan-
perbedaan itu mungkin timbul golongan minoritas di kalangan murid-murid,
yang tersembunyi ataupun yang nyata-nyata.
Menurut penulis, kelompok dalam sekolah dapat dikategorikan
berdasarkan.
1) Status sosial orang tua murid
Status sosial orang tua sangat mempengaruhi pergaulan siswa
tersebut. Tidak dapat dipungkiri, seorang siswa yang merupakan anak
pejabat akan cenderung bergaul dengan teman yang se-level. Hal ini dapat
terjadi di dalam maupun di hingga pergaulan di luar sekolah. Anak pejabat
enggan bergaul dengan anak buruh. Jikalau ada jumahnyapun sangat
sedikit.39 Kesamaan hobi mendorong timbulnya rasa kebersamaan
diantara mereka. Anakanak yang suka olahraga sepak bola cenderung
intensif bergaul dengan teman se klub mereka. Biasanya di sekolah
terdapat beberapa jenis kegiatan ekstra kurikuler seperti KIR (Kelompok
Ilmiah Remaja), Rohis, kelompok seni, pramuka, PMR, dan keolahragaan.
Masing-masing membentuk ikatan emosianal diantara anggotanya.

39
S.Nasution, Op.Cit, hlm.146
41
2) Intelektualitas
Ada juga peluang terjadi kelompok-kelompok berdasarkan tingkatan
intelektualitas mereka, meskipun in tidak dominan. Orang pintar karena
biasanya suka membaca lebih sering berada di pepustakaan daripada di
kantin. Kehidupan mereka di sekolah benar-benar padat dengan kegiatan
akademis.
3) Jenjang kelas
Perbedaan jenjang kelas ini merupakan faktor dominan yang sering
terjadi di sekolah. Biasanya anak kelas tiga yang merasa lebih tua sering
berbuat sesuka hati kepada adik kelasnya. Anak-anak kelas satu karena
takut dengan seniornya lebih nyaman bergaul dengan teman-teman satu
tingkatnya. Hal ini menyebabkan pergaulan mereka menjadi terkotak-kotak
dan kurang harmonis.
4) Agama
Ada peluang terbentuknya kelompok karena persamaan agama.
Kegiatan perayaan dan peribadatan agama yang mereka anut sering
mempertemukan mereka dalam kebersamaan dan kepemilikan. Namun
demikian ini bukanlah faktor dominan di kalangan anak sekolahan.40

Kesamaan asal daerah juga memberikan peluang bagi terbentuknya


kelompok di sekolah, namun bukan juga merupakan faktor dominan. Hal ini
disebabkan karena sebagian besar siswa di skolah tersebut berasal dari
daerah yang sama. Berbeda dengan kehidupan kampus yang nuansa
kedaerahannya sangat kental, di sekolah biasanya murid cenderung lebih
menaruh minat pada mood dan hobi ketimbang regionalitas.

2. Pendidikan dalam Mengatasi Masalah


Dalam sebuah sekolah, tentunya sering atau pernah terjadi
kesalahpahaman antara orang-orang di dalamnya. Hal itu bisa saja terjadi
antara murid kelas yang satu dengan kelas yang lainnya. Siswa dari daerah

40
Ibid, hlm.149

42
yang satu dengan yang lainnya, banyak motif yang dapat memicu hal ini,
terlebih lagi jika ada golongan minoritas. Ada beberapa upaya yang dapat
dilakukan oleh pihak sekolah untuk mengatasi masalah yang muncul dalam
hubungan antar kelompok. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Pemberian informasi, diskusi kelompok, hubungan pribadi, dan
sebagainya. Guru dapat memberikan informasi tentang hakikat dan
perbedaan rasial dan kultural dengan menekankan bahwa perbedaan-
perbedaan di kalangan manusia bukanlah disebabkan oelh
pembawaan biologis, melainkan karena dipelajari dari lingkungan
kebudayaan masing-masing. Informasi semacam ini juga dapat
diperoleh dalam pelajaran biologi dan ilmu-ilmu sosial.

2) Memberikan informasi tentang sumbangan minoritas kepada


kelompok. Guru dapat menceritakan bagaimana setiap kelompok itu
sangat berpengaruh terhadap kelompok lainnya. Orang arab, yahudi,
dan india meberikan sumbangan yang berarti bagi seuruh masyarakat
dunia. Hal yang sama juga dilakukan oleh kelompok-kelompok kecil
yang berusaha meraih kemerdekaan di tanah air ini, sumbangan
mereka merupakan salah satu sebab merdekanya Indonesia.

3) Menanamkan nilai-nilai toleransi antar siswa. Nilai toleransi ini sangat


penting. Jika mereka mempunyai sikap toleran maka mereka dapat
mempengaruhi sikap murid-murid lain ke arah toleransi yang lebih
besar. Guru dapat memobilisasi tenaga-tenaga ini untuk memupuk
sikap yang sehat dikalangan murid-murid.

4) Membuka kesempatan seluas-luasnya untuk mengadakan hubungan


atau pergaulan antara murid-murid dari berbagai golongan.Jika
mereka dapat saling berkunjung dan menghadiri kegiatan atau
upacara dalam keluarga masing-masing, maka diharapkan lahirnya
saling pengertian yang lebih mendalam dan toleransi yang lebih besar.

43
5) Menggunakan teknik bermain peranan atau sosiodrama.
Peristiwa yang terjadi dalam masyarakat dapat dimainkan dalam kelas
dalam bentuk sosiodrama dengan menyuruh golongan mayoritas
memainkan peranan golongan minoritas. Tujuannya adalah agar lebih
memahami perasaan golongan minoritaa dan dapat mengidentifikasi
diri dengan keadaan mereka.

6) Menggalakkan kegiatan ekstrakurikuler


Kegiatan ekstrakurikuler bisa melibatkan banyak orang dengan
berbagai latar belakang murid yang berbeda. Keseringan komunikasi
dan kerjasama diantara mereka menumbuhkan kebersamaan yang
mendalam. Hal ini dapat menceah sekaligus meredam masalah-
masalah seputar gap antara kelompok sosial.

44
EFEKTIFITAS PENDIDIKAN

45
Efektifitas Pendidikan
1. Efektifitas Pendidikan
Usaha-usaha perbaikan hubungan antar keolmpok didasarkan atas
anggapan atauasumsitertentu;
a. Prasangka disebabkan oleh kurangnya pengetahuan.
b. Pengalaman di sekolah dapat mengubah kelakuannya di luar sekolah
dan situasi-situasi lain.
c. Hubungan pribadi dengan anggota kelompok lain akan mengurangi
prasangka.
Sekolah merupakan lembaga yang efektif untuk mengurangi prasangka
tidak dapat didukung dengan bukti-bukti yang meyakinkan. Efektifitas program
khusus tentang hubungan antar kelompok tidak mudah di nilai. Kebanyakan
program itu corak pemberian informasi yang kemudian diuji dengan tes tertulis.
Perlu kita sadari bahwa sekolah hanya salah satu dari sejumlah daya-daya
sosial yang mempengaruhi hubungan antar-golongan. Sekolah tak mampu
mengubah masyarakat. Untuk menghilangkan prasangka terhadap golongan
lain, seluruh masyarakat harus turut serta termasuk pemerintah dan guru-guru
harus menjadi model pribadi yang toleran dalam ucapan maupun
9
perbuatannya.

2. Dasar-dasar bagi Pendidikan Antar Golongan


Program-program tentang hubungan antar-golongan dapat dilakukan
menurut pola pelajaran yakni dengan menyampaikan informasi seperti
pelajaran sejarah, geografi, dan lain lain. Prasangka dapat pula menjadi aspek
kebudayaan yang diperoleh melalui proses sosialisasi, melalui situasi yang
dihadapi anak dalam hidupnya. Sekolah dapat memberikan pelajaran agar
anak tidak berprasangka, namun apakah akan terjadi transfer ke dalam situasi-
situasi lain di luar sekolah menjadi pertanyaan, karena kelakuannya akan
bertentangan dengan yang lazim dilihatnya dalam masyarakat.

46
3. Masyarakat dan Kebudayaan Sekolah
Masyarakat adalah makhluk sosial. Ia hidup dalam hubungannya dengan
orang lain dan hidupnya bergantung kepada orang lain. Karena itu masyarakat
tak mungkin hidup layak diluar masyarakat.41 Masyarakat terdiri dari
sekelompok manusia yang menempati daerah tertentu, menunjukkkan integrasi
berdasarkan pengalaman bersama berupa kebudayaan,memiliki sejumlah
lembaga yang melayani kepentingan bersama,mempunyai kesadaran akan
kesatuan tempat tinggal dan dapat bertindak bersama.
Tiap masyarakat mempunyai sesuatu yang khas, yang memberi suatu
kekhasan dalam masyarakat adalah hubungan sosialnya. Hubungan sosial ini
anatara lain dipengaruhi oleh besarnya masarakat itu. Dimasyarakat kecil
orang saling berkenalan seperti dalam suatu keluarga hubungan sosial bersifat
primer. Dalam masyarakat yang luas seperti dikota terdapat kebanyakan
hubungan sekunder. Norma-norma sosial dalam kedua macam masyarakat itu
berbeda.
Disamping itu masyarakat mempunyai perbedaan lain seperti kota industri
berbeda dengan daerah perkampungan nelayan, daerah pertambangan
berbeda dengan kampung pertanian, daerah pemukiman berbeda dengan kota
universitas dan sebagainya. Fungsi kota atau masyarakat turut menentukan
sistem sosialnya. Untuk memahami suatu masyarakat hal-hal yang perlu
diselidiki ialah sistem nilai dan struktur kekuasaan.42
Menurut Mac Iver dan Jp.Gillin terbentuknya masyarakat karena individu-
individu selalu bergaul dan berinteraksi mempunyai nilai dan norma yang
merupakan kebutuhan hidup bersama sehingga individu tersebut membentuk
kesatuan sosial yang disebut masyarakat. Sedangkan menurut John Locke
masyarakat terbentuk karena pada dasarnya manusia mengadakan interaksi
antara satu dan lainnya, sehingga terbentuk solidaritas dan kesamaan
pandangan seperti latar belakang sejarah,kebudayaan,norma dan adat istiadat.

41
S.Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2010), hlm.150
42
Ibid, hlm.151
47
Dari uraian diatas dapat disimpulkan ciri-ciri masyarakat sebagai berikut :
1) Merupakan sekelompok orang yang menempati suatu wilayah tertentu.
2) Berinteraksi secara terus-menerus baik langsung maupun tidak
langsung.
3) Saling berhubungan dalam usaha-usaha pemenuhan kebutuhan.
4) Terikat dalam satu-satuan sosial yang mempunyai latar belakang
perasaan sosial,kebudayaan dan politik. 43

43
Sugiharyanto, Geografi dan Sosiologi, (Bogor : Quadra, 2007), hlm.135
48
KEBUDAYAAN SEKOLAH

49
Kebudayaan Sekolah
1. Kebudayaan Sekolah
Kebudayaan (culture) adalah produk dari seluruh rangkaian proses sosial
yang dijalankan oleh manusia dalam masyarakat dengan segala aktifitasnya.
Dengan demikian, maka kebudayaan adalah hasil nyata dari sebuah proses
sosial yang dijalankan oleh manusia bersama masyarakatnya. Dalam kamus
lengkap bahasa Indonesia,kebudayaan adalah hasil kegiatan dan penciptaan
akal budi manusia.
Kebudayaan (cultuur dalam bahasa Belanda), (culture dalam bahasa
Inggris), berasal dari bahasa latin “colere” yang berarti mengolah, mengerjakan,
menyuburkan dan mengembangkan, terutama mengolah tanah atau bertani.
Dari segi arti ini maka berkembanglah arti culture yang berarti “segala daya
dan aktivitas manusia untuk mengubah alam” Sedangkan dari sudut bahasa
Indonesia, kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta “buddhayah”, yaitu
bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau akal karena itu dibedakan
antara pengertian budaya dengan kebudayaan. Budaya adalah aspek lahiriah
manusia dari berupa cipta, rasa dan karsa, sedangkan kebudayaan adalah
hasil dari cipta rasa dan karsa manusia.44
Unsur-unsur kebudayaan dibagi menjadi sebagai berikut:
a. Ide, gagasan manusia yang dilontarkan menjadi manusia sebagai olah
fikirnya.
b. Aktifitas, segala kegiatan yang dihasilkan manusia dalam
bermasyarakat.
c. Artefak, sebagai barang-barang hasil budi daya manusia seperti,
perkakas,senjata dan lain sebagainya.

Sedangkan unsur universal kebudayaan menurut C.Cluckhon ada tujuh,


dinamakan unsur universal karena selalu dapat dijumpai di setiap kebudayaan
yaitu :
a. Sistem pencaharian hidup
b. Sistem peralatan dan tekhnologi

44
Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, 1991, hal.58
50
c. Sistem organisasi kemasyarakatan
d. Sistem pengetahuan
e. Bahasa
f. Kesenian
g. Sistem religi dan upacara keagamaan 45

2. Kebudayaan Sekolah
Kebudayaan sekolah ialah hasil cipta karya yg dihasilkan oleh manusia
melaui proses belajar mengajar dalam pendidikan sekolah.Sekolah adalah
pusat pendidikan belajar mengajar, dikatakan termasuk dalam kriteria sekolah
harus memenuhi unsur, yaitu yg diajar disebut pelajar, yg mengajar disebut
pengajar atau guru dan sistem yg harus dilaksanakan dalam kegiatan sekolah
tersebut.
Sistem pendidikan mengembangkan pola kelakuan tertentu sesuai dengan
apa yang diharapkan oleh masyarakat dan murid-murid. Kehidupan disekolah
serta norma-norma yang berlaku disekolah disebut kebudayaan sekolah.
Timbulnya kebudayaan sekolah juga terjadi oleh sebab sebagian besar waktu
murid terpisah dari kehidupan orang dewasa. Dalam situasi ini berkembang
pola kelakuan yang khas yang tampak dari pakaian, bahasa,k ebiasaan
kegiatan - kegiatan serta upacara - upacara. Sebab lain timbulnya kebudayaan
sekoalah ialah tugas sekolah yang khas yaitu mendidik anak dengan
menyampaikan sejumlah pengetahuan, sikap, keterampilan yang sesuai
dengan kurikulum, metode, tekhnik kontrol tertentu yang berlaku disekolah.
Berikut ini ciri-ciri yang khas dalam kebudayaan yang ada sekolah yaitu:

a. Kenaikan Kelas
Belajar dengan rajin agar naik kelas merupakan patokan yang
mempengaruhi kehidupan anak selama bersekolah. Untuk itu ia harus
menguasai bahan pelajaran yang ditentukan oleh kurikulum yang sering
di olah dalam bentuk buku pelajaran,diktat atau kitab catatan. Dengan
tes atau ulangan guru menilai kemampuan anak, angka dari guru

45
Burhan Bungin, Sosiologi komunikasi, (Jakarta : Kencana,2006), hlm.54
51
sangat penting bagi murid. Hak guru memberi angaka atau nilai
memberinya kekuasaan yang disegani oleh murid. Angka rapor menjadi
dasar bagi kenaikan kelas. Mereka yang naik kelas memasuki fase baru
,makin tinggi tingkat kelas makin banyak yang diharapkan misalnya
kelakuan yang lebih matang. Oleh sebab itu kenaikan kelas sangatlah
penting, maka murid-murid biasanya belajar untuk memperoleh angka
yang baik disamping pentingnya ilmu itu sendiri.46

b. Upacara-Upacara
Peristiwa yang biasanya dilakukan dengan upacara ialah
penerimaan murid baru. Misalnya suatu sekolah menerima siswa atau
mahasiswa baru dengan upacara perpeloncoan yang mengandung
unsur-unsur yang tidak bertanggung jawab bahkan cenderung sadisme.
Maka tak heran kegiatan ini sering dilarang karena pada masa
“perkenalan” ini sering banyak yang menyimpang dari tujuannya yakni
memperkenalkan sekUolah sebagai lembaga pendidikan kepada siswa-
siswa baru. Sedanngkan kegiatan atau upacara yang menggembirakan
ialah upacara wisudah melepaskan siswa hyang telah lulus, yang
kemudian akan melanjutkan pelajaran pada lembaga pendidikan yang
lebih tinggi atau mengadu nasibnya dalam dunia pekerjaan.

c. Upacara Bendera
Ada sekolah yang memulai sekolah dengan lebih dahulu
mengumpulkan murid untuk melakukan upacara tertentu dengan acara
yang berbeda-beda menurut sekolahnya. Sekolah swasta beragama
mungkin memulai sekolah dengan doa, pengumuman dari kepala
sekolah. Ada pula yang memulai dengan senam pagi atau dengan
kegiatan lainnya. Upacara ini mempunyai fungsi kontrol, juga
menanamkan rasa identifikasi anak dengan sekolahnya dan semangat
persatuan serta rasa turut betanggung jawab atas nama baik
sekolahnya. Upacara yang diwajibkan disetiap sekolah di negara kita

46
Ibid, hlm.65
52
ialah upacara bendera pada hari senin setiap minggu, setiap tanggal 17
agustus. Upacara ini bertujuan untuk menanamkan rasa kebangsaan.
Dalam menghimpun murid-murid untuk suatu upacara tiap sekolah
dapat mengembangkan cara-cara yang khas bagi sekolah itu yang pada
akhirnya dapat menjadi tradisi disekolah itu. Upacara-upacara lain yang
terdapat disekolah ialah pergantian pengurus OSIS, penyerahan tanda
penghargaan atas kemenangan dan perlombaan. Kemenangan ini
sangat meningkatkan rasa kebangsaan atas sekolah sendiri serta
identifikasi murid dengan sekolahnya.47

3. Norma-Norma Sosial Dalam Belajar


Kegiatan belajar yang berpusat dalam ruang kelas hanya dapat berjalan
lancar karena adanya pola-pola kebudayaan sekolah yang menentukan
kelakuan yang diharapkan dari murid-murid dalam proses belajar mengajar.
Interaksi yang terus menerus antara guru dengan murid mengharuskan
masing-masing memahami norma-norma kelakuan serta isyarat-isyarat yang
melambangkan norma-norma tertentu .Disekolah murid tidak diperbolehkan
bercakap-cakap, ribut maupun berjalan mondar-mandir karena mengganggu
jalannya proses pelajaran. Dengan isyarat-isyarat tertentu guru dapat menuntut
ketentraman kelas dan meminta perhatian penuh. Disekolah modern yang
menjalankan disiplin “permissive” dan memberkan lebih banyak kebebasan pun
terdapat norma-norma yang harus dipahami dan ditaati oleh semua. Tanpa
disiplin kegiatan tak dapat berjalan dengan baik . Pelanggaran akan terjadi bila
isyarat-isyarat itu tidak dipahami atau tidak diterima dengan baik.48
Norma~norma sosial dalam situasi belajar yaitu aturan dalam beretika
yang dilaksanakan seseorang yang sedang belajar pada saat proses belajar
mengajar. Seorang pelajar atau siswa wajib menjunjung tinggi etika kepada
guru atau pengajar, etika kepada tata tertib sekolah dan etika kepada sesama
pelajar atau murid dan juga diterapkan secara luas seorang murid harus
memiliki moral etika kepada keluarga, lingkungan dan masyarakat secara
sesuai dengan norma~norma yang berlaku.

47
Ibid, hlm.67
48
Ibid, hlm.69
53
Maka dari itu untuk menciptakan manusia yang bermoral etika dan
berakhlak mulia, dibutuhkan pendidikan dimulai dari orang tua dan seluruh
anggota keluarga didalam kehidupan keluarga, kemudian peranan pendidik
atau guru dan pihak sekolah dilingkungan sekolah dengan menciptakan
norma~norma sosial yang baik, nyaman dan berkualitas dalam suasana
belajar.
Disini dituntut seorang guru harus memiliki keimanan dan berakhlak mulia
serta berkompetensi sesuai bidang yang di ajarkannya, prilaku pendidik harus
punya rasa kasih sayang, tegas yang terkendali dan bermental baja.
Pengendalian sosial dalam belajar adalah menciptakan sosial suasana belajar
menjadi terkendali, sehingga proses belajar mengajar menjadi baik, asyik
danterkendali. Cara pengendalian sosial dalam suasana belajar dapat
dilakukan secara persuatif dan kurasif. Persuasif yaitu pengendalian sosial
belajar yang menekankan pada usaha untuk mengajak atau membimbing
berupa anjuran. Sedangkan kurasif yaitu pengendalian sosial dengan tindakan
ancaman.Pengendalian sosial belajar dapat bersifat prefentif dan refresif.
Preventif dilakukan sebelum terjadi pelanggaran dengan tujuan untuk
mencegah terjadinya pelanggaran dalam proses belajar mengajar, misalnya
guru memberi strategi pembelajaran agar murid aktif belajar yang baik
sehingga tidak berpikir melakukan pelanggaran.
Sedangkan refresif dilakukan setelah terjadinya pelanggaran dan dicari
solusi untuk dilaksanakan agar tidak terjadi pelanggaran kembali dalam proses
belajar mengajar. Misalnya guru dapat memberikan sanksi yang mendidik dan
bermanfaat kepada murid yang melakukan pelanggaran, sehingga murid tidak
mengulangi lagi pelanggaran yang telah diperbuatnya. Inilah pentingnya
peranan semua pihak terkait untuk menciptakan norma~norma sosial dalam
proses belajar dengan suasana yang baik dan menyenangkan.

4. Latar Belakang Guru


Dalam kelas guru merupakan daya utama yang menentukan norma-norma
di dalam kelasnya dan otoritas guru sukar dibantah. Dialah menentukan apa
yang harus dilakukan muridnya agar ia belajar. Ia menuntut agar anak-anak

54
menghadiri setiap pelajaran,berlaku jujur dalam ulangan,datang pada waktunya
49
ke sekolah dan melakukan tugasnya dengan penuh tanggung jawab. Guru
merupakan faktor utama dan berpengaruh dalam pandangan siswa,guru
memiliki otoritas dalam bidang akademis. Oleh karena itu pengaruh guru
terhadap siswanya sanagatlah besar.
Kepribadian guru mempunyai pengaruh langsung terhadap kebiasaan-
kebiasaan belajar siswa. Sejumlah percobaan dan hasil-hasil observasi
menguatkan kenyataan bahwa banyak sekali yang dipelajari siswa dari
gurunya. Siswa akan menyerap sikap-sikap,keyakina meniru tingkah
laku,prestasi dan hasrat belajar yang terus-menerus pada diri siswa yang
bersumber dari kepribadian guru.
Karena kepribadian guru sangat berpengaruh terhadapa siswa,maka guru
perlu memiliki cirisebagai orang yang berkepribadian matang dan sehat.
Menurut AllPort dalam bukunya mengemukakan bahwa ciri-ciri yang memiliki
kepribadian matang adalah:
a. Meningkatkan kesadaran diri dan melihat sisi lebih dan kurang diri
sendiri.
b. Mampu menjalin relasi hangat dengan orang lain.
c. Memiliki kemampuan untuk megontrol emosi dan mampu menjauhi
sikap berlebihan, biasanya guru yang memiliki ciri ini mempunyai
toleransi yang tinggi.
d. Memiliki persepsiyang realistis terhadap kenyataan. Guru yang
memiliki ciri ini berorientasi pada persoalan riil yang dihadapi bukan
hanya pada diri sendiri.
e. Memiliki pemahaman akan diri sendiri. Guru dengan ciri ini biasanya
mengetahui kemampuan dan keterbatasan dirinya. Selain itu ia juga
memiliki sense of humor (rasa humor). Ketika ia mempunyai masalah
maka ia mampu memecahkan masalah yang pelik tersebut dengan
cara yang sederhana diselingi unsur humor.
f. (Filsafat hidup dalam mempersatukan) Memiliki pedoman hidup untuk
menyatukan nilai-nilai yang kuat dalam kehidupan. Guru dengan ciri ini

49
Ibid, hlm.70
55
biasanya memiliki kematangan dalam membangun pemahaman
tentang tujuan hidup.

Selain berkepribadian matang, guru juga perlu memiliki kepribadian sehat.


Karakteristik yang mencerminkan kepribadian sehat menurut Elizabeth B
Hurlock adalah sebagai berikut :
a. Mampu menilai diri secara realistis
b. Mampu menilai situasi secara realistis
c. Mampu menilai prestasi yang duperoleh secara realistis
d. Menerima tanggung jawab
e. Kemandirian
f. Dapat mengontrol emosi
g. Berorientasi tujuan
h. Berorientasi keluar
i. Diterima secara sosial
j. Memiliki filsafat hidup
k. Berbahagia

Sementara itu yang melatarbelakangi profesionalisme seorang guru adalah


sebagai berikut:
a. Ahli di bidang Teori dan praktik keguruan. Guru profesional adalah guru
yang menguasai ilmu pengetahuan yang diajarkan dan ahli dalam
mengajarkannya. Dengan kata lain guru mampu mengajarkan siswanya
entang pengetahuan yang dikuasainya dengan baik.
b. Memiliki latar belakang pendidikan pendidikan keguruan yang memadai.
Keahlian guru dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan diperoleh
setelah menempuh pendidikan keguruan tertentu dan kemampuan
tersebut tidak dimiliki masyarakat pada umumnya yang tidak pernah
mengikuti pendidikan keguruan sebelumnya. Kriteria guru profesional
sesuai standar yang telah ditetapkan menurut undang-undang Nomor
14 tahun 2005 yaitu berpendidikan akademik S-1 atau D-IV dan telah
lulus sertifikasi pendidikan.

56
Dalam konteks kepribadian guru, paparan tersebut memiliki kemampuan
untuk menilai diri sendiri sehingga dia dapat mengetahui kelebihan dan
kekurangan dirinya. Guru juga harus mampu mengendalikan diri dan
memecahkan berbagai permasalahan baik yang berkaitan dengan dirinya
maupun siswa. Selain itu guru juga harus bisa menerima masukan untuk
perbaikan pembelajaran serta mengembangkan kemampuan guru melalui
pembelajaran yang terus menerus.
Dalam konteks kepribadian guru, paparan tersebut memiliki kemampuan
untuk menilai diri sendiri sehingga dia dapat mengetahui kelebihan dan
kekurangan dirinya. Guru juga harus mampu mengendalikan diri dan
memecahkan berbagai permasalahan baik yang berkaitan dengan dirinya
maupun siswa. Selain itu guru juga harus bisa menerima masukan untuk
perbaikan pembelajaran serta mengembangkan kemampuan guru melalui
pembelajaran yang terus menerus.50

5. Struktur Sosial
Pengertian Struktur Sosial sekolah menjalankan fungsinya sebagai
lembaga edukatif dengan baik.Bicara tentang "struktur" bangunan maka yang
dimaksud adalah: Materialnya, hubungan antara bagian-bagian bangunan, dan
Bangunan itu dalam keseluruhannya sebagai gedung sekolah, kantor, dan
sebagainya. Demikian pula dengan struktur sosial di sekolah adalah
materialnya, kedudukan dan peranannya, struktur sosial orang dewasa di
sekolah, kedudukan guru/murid.51
Struktur adalah aturan-aturan dalam masyarakat yang merupakan unsur
utama paradigme fakta sosisal.52 Material bagi sekolah adalah kepala sekolah,
guru, pegawai, pesuruh, murid-murid pria maupun wanita yang masing-masing
mempunyai kedudukan dan peranan. Dalam struktur sosial terdapat sistem
kedudukan dan peranan anggota-anggota kelompok yang kebanyakan bersifat
hierarkis, yakni dari kedudukan yang tinggi yang memegang kekuasaan yang
paling banyak sampai kedudukan yang paling rendah.

50
Suyanto,Asep Jihad, Menjadi Guru Profesional, (Jakarta : Erlangga, 2013), hlm.16
51
Nasution, Sosiologi Pendidikan,Jakarta, PT. Bumi Akasar,2010,hlm.73
52
Anselmus, JE Toenlioe, Sosiologi Pendidikan, Bandung, PT. Refika Aditama, 2016,hlm.,25
57
Dalam struktur sosial sekolah kepala sekolah menduduki posisi yang
paling tinggi dan pesuruh kedudukan yang paling rendah. Dalam kelas guru
mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari pada murid. Biasanya murid-
murid kelas rendah merasa mempunyai kedudukan yang lebih rendah dari
pada murid-murid kelas yang lebih tinggi. Struktur itu memungkinkan sekolah
menjalankan fungsinya sebagai lembaga edukatif dengan baik. Masing-masing
mempunyai kedudukan tertentu dan menjalankan peranan seperti yang
diharapkan menurut kedudukan itu. Dengan demikian dapat dicegah berbagai
konflik dan dapat dijamin kelancaran segala usaha pendidikan.53

53
Nasution, Loc.Cit,hlm.73
58
KEDUDUKAN GURU DALAM STRUKTUR SOSIAL

59
Kedudukan Guru dalam Struktur Sosial
1. Kedudukan dan Peran
Kedudukan atau status menentukan posisi seseorang dalam struktur
sosial, yakni menentukan hubungannya dengan orang lain, misalnya apa yang
dapat diharapkan, oleh suami dari istrinya, apa yang diharapkan majikan dari
pekerjaan pegawainya, bagaimana orang tua. Atau guru memperlakukan anak
dan sebaliknya.Status atau kedudukan menentukan kelakuan orang
tertentu.Dalam kedudukannya sebagai guru mengharapkan kelakuan tertentu
dari murid, lepas dari pribadinya sebagai individu, apakah peramah, keras,
pandai, rajin atau pemalas. Setiap guru dalam kedudukannya sebagai guru
dapat mengharapkan kelakuan tertentu dari murid, siapa pun guru itu dan
siapa pun murid itu.
Status atau kedudukan individu, apakah diatas atau dibawah status orang
lain mempengaruhi peranannya. Peranan adalah konsekuensi atau akibat
kedudukan atau status seseorang. Seorang mandor diharapkan memberikan
perintah kepada pekerja. Guru diharapkan mematuhi instruksi kepala sekolah
akan tetapi menuntut agar murid-murid belajar. Akan tetapi cara-cara seorang
membawakan peranannya dapat berbeda menurut kepribadian seseorang.
Guru dapat bersikap otokratis atau demokratis dalam menjalankan peranannya.
Tiap orang dalam masyarakat mempunyai berbagai kedudukan.
Seorang murid mempunyai kedudukan sebagai pelajar, ketua murid,
anggota regu sepak bola atau sebagai kakak terhadap murid-murid yang lebih
rendah kelasnya,sedangkan di rumah berkedudukan sebagai anak terhadap
orang tuanya,adik terhadap kakaknya dan di luar rumah ia menjadi teman bagi
sejumlah anak-anak lainnya. Demikian pula guru itu berkedudukan sebagai
suami atau istri, bapak atau ibu bagi anaknya, anggota paduan suara atau ada
kalanya menjadi sopir kendaraan umum. Dalam tiap kedudukan ia menjalankan
peranan tertentu.Berdasarkan kedudukan daripadanya diharapkan kelakuan
tertentu.54

54
Nasution,ibid,
60
2. Kedudukan dalam Masyarakat
Masyarakat adalah sekelompok orang, yang menduduki suatu wilayah
yang saling berinteraksi. Ada beberapa tipe-tipe masyarakat untuk dapat
mengklasifikasikannya sebagai berikut:55 Jumlah penduduk, Luas, kekayaan
dan kepadatan penduduk daerah pedalaman, Fungsi-fungsi khusu masyarakat
setempat terhadap sekuruh masyarakat dan Organisasi masyarakat setempat
yang bersangkutan.
Sekolah, seperti system sosial lainnya dapat dipelajari berdasarkan
kedudukan anggota dalam kelompok itu. Setiap orang yang menjadi anggota
suatu kelompok mempunyai bayangan tentang kedudukna masing-masing
dalam kelompok itu. Setiap anak mempunyai gambaran tentang kedudukan
ayah, ibu, dan anggota keluarga lainnya. Demikian juga di sekolah kita
mempunyai bayangan tentang kedudukan kepala sekolah, guru-guru, staf
administrasi, pesuruh dan murid-murid sendiri serta hungan antara berbagai
kedudukan itu. Biasanya gambaran seseorang tentang berbagai kedudukan itu
bercorak pribadi dan berkaitan dengan tokoh tertentu.
Namun yang akan kita selidiki bukanlah yang bersifat pribadi itu, melainkan
yang bersifat umum. Kita ketahui kedudukan seorang ayah pada umumnya
dalam keluarga serta hubungannya dengan kedudukan ibu, anak-anak dan
pembantu, walaupun setiap ayah menjalankan peranannya dengan cara yang
khas menurut pribadinya dalam keluarga. Demikian pula dapat diselidiki
kedudukan kepala sekolah pada umumnya walaupun tipa kepala sekolah
mempunyai pribadi tersendiri yang unik dan menjalankan peranannya menurut
pribadi masing-masing.
Dalam mempelajari struktur sekolah akan kita selidiki berbagai jenis
anggota menurut kedudukannya masing-masing dalam sisitem persekolahan.
Dengan kedudukan atau posisi dimaksud kategori atau tempat seseorang
dalam system klasifikasi sosial .Misalnya anak wanita ,pria dewasa,nenek
menunjukan posisi atau kedudukan dalam sistem penggolongan menurut usia

55
Soerjono Soekanto,Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, PT. Raja Grafondo
Persada,2006,hlm.,135
61
jenis kelamin.Tiap individu dapat mempunyai berbagai kedudukan menurut
system klasifikasi,misalnya: seperti pria dewasa,sebagai bapak dalam
keluarga,sebagai pegawai di kantor, sebagai teman dalam pergaulan atau
permainan atau sebagai anggota golongan menengah.
Dalam tiap kedudukan individu diharapkan menunjukan pola kelakuan
tertentu. Perbuatannya, ucapannya, perasaannya nilai-nilainya, dan
sebagainya harus sesuai dengan apa yang diharapkan bertalian dengan
kedudukannya. Menurut kedudukan atau posisinya ia harus menjalankan
peranan tertentu.Peranan menentukan kelakuan yang diharapkan dalam situasi
sosial tertentu.
Dalam setiap kelompok orang mengenal kedudukan atau posisi masing –
masing.Orang mempunyai gambaran tentang kelakuan yang diharapkan dari
masing-masing menurut kedudukan yang ditempatinya. Jadi di masyarakat
sekolah dari kepala sekolah ,guru,murid,pegawai sekolah diharapkan kelakuan
tertentu.
Pada umumnya dapat kita bedakan dua tingkat dalam struktur sosial
sekolah yakni yang berkenaan dengan orang dewasa serta hubungan diantara
mereka,jadi mengenai kepala sekolah, guru-guru, pegawai administrasi,
pesuruh, pengurus yayasan pada sekolah swasta, Kanwil pada sekolah negeri.
Tingkat ke dua berkenaan dengan sistem kedudukan dan hubungan antara
murid-murid. Selanjutnya akan diselidiki hubungan diantara kedua tingkat itu.56

3. Struktur Sosial Orang Dewasa di Sekolah


Kepala sekolah menduduki posisi yang paling tinggi disekolah berkat
kedudukannya, tetapi juga sering karena pengalaman, masa kerja dan
pendidikannya. ialah yang berhak mengambil keputusan yang harus dipatuhi
oleh seluruh sekolah. Di samping hak itu ia memikul tanggung jawab penuh
atas kelancaran pendidikan di sekolah. Kepala sekolah merupakan perantara,
antara atasan yakni Kanwil dengan guru-guru. Keputusan-keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan disampaikan oleh Kanwil melalui kepala sekolah
kepada guru-guru dan murid-murid. ia juga merupakan perantara antara guru

56
Nasution,Op.Cit ,hlm, 76
62
dengan atasan, misalnya mengenai kenaikan gaji atau tingkat. Pada sekolah
swasta, kepala sekolah menjadi perantara antara pengurus yayasan dengan
guru-guru dan sebaliknya.
Kepala sekolah juga berkedudukan sebagai konsultan yang memberikan
petunjuk, nasihat, saran-saran kepada guru-guru dalam usaha untuk
memperbaiki mutu sekolah. Dalam hal ini is didukung oleh kemampuan
profesionalnya serta pengalamannya sebagai guru dan kematangan
pribadinya. ia dapat memaparkan filsafat sekolah, tujuan pendidikan yang
harus dicapai serta cara-cara yang harus ditempuh untuk mewujudkan
kurikulum sekolah. la dianggap lebih bijaksana untuk mengatasi masalah-
masalah antara guru dengan murid, juga antara sesama guru. Guru yang
meminta nasihatnya tentang tindakan terhadap anak sebenarnya
memindahkan tanggung jawab kepada kepala sekolah dan mengharapkan agar
kepala sekolah memberi dukungannya. Jadi guru menggunakan kepala
sekolah sebagai pelindung dan perisai terhadap reaksi dari pihak orang tua.
Kepala sekolah juga memegang kepemimpinan di sekolah dan ia
diharapkan sanggup memberi pimpinan dalam segala hal yang mengenai
sekolah, dalam menghadapi masyarakat, murid-murid maupun guru-guru. Pada
satu pihak guru-guru mengharapkan keputusan dan tindakan yang tegas, di
lain pihak mereka menginginkan agar keputusan diambil dengan cara
musyawarah. Kepala sekolah harus dapat bergerak di antara harapan-harapan
yang bertentangan itu.
Tak semua keputusan perlu dirundingkan lebih dahulu. Banyak pula
putusan yang diterima dari atasan yang harus dilaksanakan. Tidak ada sifat-
sifat universal tertentu yang menyebabkan seseorang menjadi pemimpin.
Kepemimpinan itu tidak umum, artinya tak ada orang yang dapat menjadi
pemimpin dalam segala macam situasi, kepemimpinan itu spesifik bagi situasi
tertentu. Kepala sekolah pemimpin di sekolah mengenai soal-soal pendidikan,
sedangkan dalam situasi informal di luar sekolah mungkin sekali ia bukan
orang yang paling sesuai untuk bertindak sebagai pemimpin, walaupun
seorang dapat menjadi pemimpin dalam berbagai macam situasi di luar
sekolah.

63
Di sekolah yang kecil, khususnya yang tidak mempunyai pegawai
administrasi, kepala sekolah sering harus berfungsi sebagai petugas
administrasi, mengurus korespondensi, mengantar surat kepada berbagai
instansi, membuat laporan-laporan, dan sebagainya, karena biasanya ia
mempunyai jam mengajar yang dikurangi, bahkan dapat dibebaskan dari tugas
mengajar. Dalam pekerjaan administrasi itu kepala sekolah dapat dibantu oleh
guru. Akan tetapi di Sekolah Menengah biasanya kepala sekolah dibantu oleh
pegawai administrasi.57
Hadari Nawawi memberikan pengertian, administrasi pendidikan adalah
rangkaian kegiatan atau keseluruhan proses pengendalian usaha kerja sama
sejumlah orang untuk mencapai tujuan pedidikan secara berencana dan
sistematis yang di selenggarakan di lingkungan tertentu, terutama berupa
lembaga pendidikan formal.58

4. Kedudukan Guru dalam Struktur Sosial


Guru adalah seorang administrator, informator, konduktor, dan
sebagainya.59 Kedudukan guru lebih rendah dari pada kepala sekolah dan
karena itu ia harus menghormatinya dan bersedia untuk mematuhinya dalam
hal-hal mengenai sekolah. Dalam kenaikan pangkat ia bergantung pada
disposisi atau rekomendasi yang baik dari kepala sekolah dan karena itu
banyak sedikitnya masa depannya ditentukan oleh hubungannya dengan
kepala sekolah itu. Sebagai pegawai atau bawahan ia dibawah kekuasaan
kepala sekolahnya. Guru mempunyai kedudukan sebagai pegawai, dan dalam
kedudukan itu harus mematuhi segala peraturan yang ditetapkan oleh atasan
Pemerintah ataupun yayasan.
Pelanggaran dapat diberi tindakan yang setimpal, bahkan dipecat yang
berarti pencabutan sumber pendapatannya. Kedudukan guru tidak sama. Pada
umumnya dianggap bahwa kedudukan guru SMP lebih tinggi daripada guru SD
akan tetapi lebih rendah daripada guru SMA. Petugas inspeksi yang
mengawasi sekolah dianggap lebih tinggi pula kedudukannya daripada guru

57
Nasution,ibid,hlm,77
58
Ahmad Ruhani, Administrasi pendidikan sekolah, (Cet. I; Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 5
59
Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan,Jakarta, Rineka Cipta,2010,hlm, 46
64
maupun kepala sekolah. Di dalam Sekolah Menengah sendiri kedudukan guru
juga tidak sama. Guru yang mengajarkan bidang studi tertentu dianggap lebih
tinggi daripada yang lain. Pada umumnya bidang studi akademis seperti
matematika, fisika, kimia menduduki tempat yang lebih terhormat daripada
yang memegang bidang studi agama, PKK atau Pendidikan Jasmani yang tidak
termasuk mata ujian dalam tes masuk Perguruan Tinggi.
Kedudukan guru juga turut ditentukan oleh lama masa kerja.
Berkat usia dan pengalamannya mengajar guru lama mengharapkan rasa
hormat dari guru-guru barn atau yang lebih muda. Kegagalan untuk memenuhi
harapan ini akan bertentangan dengan bayangan golongan tua tentang
kedudukan golongan muda.60

5. Hubungan Guru dan Peserta Didik


Hubungan antara guru dan murid mempunyai sifat yang relatif stabil yaitu:
Ciri has dari hubungan ini adalah bahwa terdapat status yang tak sama antara
guru dan murid. Dalam hubungan guru-murid biasanya hanya murid diharapkan
mengalami perubahan kelakuan sebagai hasil belajar. Aspek ke tiga ini
mertalian dengan aspek ke dua yakni perubahan kelakuan yang diharapkan
mengenai hal-hal tertentu yang lebih spesifik dan umum. Guru akan lebih
banyak mempengaruhi kelakuan murid apabila dalam memberi pelajaran dalam
kelas hubungan itu tidak sepihak.
Dikalangan guru-guru sering terjadi pengelompokan atau pembentukan
“klik” (clique) yang bersifat informal.Ada kelompok yang dibentuk berdasarkan :
Jenis kelamin, Minat professional, Sosial dan Kedudukan formal yang sama.
Klik memegang peranan dalam mengambil berbagai keputusan. Maka besar
faedahnya bila kepala sekpolah mengetahui tentang adanya berbagai
kelompok serta hubungan antar kelompok itu atau pertentangan diantaranya.
Yang termasuk golongan ini antara lain pegawai administrasi dan pesuruh
sekolah secara formal kedudukan mereka lebih rendah dari kepala sekolah dan
tenaga pengajar.Hierarki itu juga diterima oleh yang bersangkutan dan oleh
masyarakat.

60
S. Nasution, Teknologi Pendidikan, Cet. I; Jakarta: Bumi Aksara, 1994). H. 13
65
Dalam praktik ada kemungkinan pegawai administrasi yang telah lama
memegang jabatannya dan telah mengenal seluk beluk sekolah mempunyai
kedudukan yang lebih tinggi.

6. Struktur sosial peserta didik di Sekolah


Sekolah bagi murid-murid dapat dipandang sebagai sistem persahabatan
dan hubungan-hubungan sosial. Bedanya dengan orang dewasa ialah, bahwa
struktur sosial ini lebih bersifat tak formal. Struktur sosial pada orang dewasa
lebih formal, karena kedudukan mereka yang berkaitan dengan jabatannya
telah ditentukan dan dapat dirumuskan serta merupakan suatu bagian dari
sistem sosial dalam masyarakat.
Pada umumnya orang dalam masyarakat mengetahui kedudukan seorang
guru di suatu sekolah. Tak demikian halnya dengan kedudukan murid sebagai
misalnya anggota regu basket atau ketua kelompok belajar. Kedudukan murid
hanya dikenal dalam lingkungan sekolah saja. Ada juga kedudukan murid yang
lebih formal seperti ketua OSIS yang telah mempunyai bentuk resmi menurut
ketentuan Pemerintah. Akan tetapi kebanyakan kedudukan murid bersifat tak
formal dan hanya diketahui dalam kalangan sekolah itu saja.
Ada dua metode utama untuk mempelajari struktur informal para pelajar.
Yang pertama dan yang paling banyak digunakan ialah teknik sosiometri.
Dalam garis besarnya kepada murid ditanyakan siapakah di antara murid-
murid, satu orang atau lebih, yang paling disukainya sebagai ternan belajar,
menonton bioskop, diundang ke rumah atau untuk kegiatan lainnya, atau
sebaliknya yang paling tidak disukainya, yang tidak dianggapnya sebagai
teman.
Dari hasil pertanyaan itu yang diajukan kepada setiap murid dalam kelas
atau kelompok murid dapat disusun suatu diagram yang disebut sosiogram
yang secara visual jelas menunjukkan kedudukan seseorang dalam hubungan
sosial dengan murid-murid lain. Sosiogram itu dapat segera memperlihatkan
pengelompokan atau klik (clique) di kalangan murid- murid.
Metode kedua ialah metode partisipasi-observasi, yakni sambil turut
berpartisipasi dalam kegiatan kelompok selama beberapa waktu mengadakan

66
observasi tentang kelompok. Melalui partisipasi itu pengamat menganalisis
kedudukan setiap murid dalam hubungannya dengan murid- murid lainnya di
dalam kelompok itu. Seorang pengamat yang turut serta dalam kegiatan murid
yang terlatih sebagai pengamat akan dapat menemukan dan merumuskan
berbagai hubungan yang terdapat diantara anggota- anggota kelompok itu. Di
suatu sekolah dapat kita temukan macam-macam kedudukan murid dan
hubungan antar- murid, antara lain:
a. Hubungan dan kedudukan berdasarkan usia dan tingkat kelas.
Struktur sosial berhubungan dengan kurikulum.
b. Klik atau kelompok persahabatan di sekolah.
c. Hubungan antara struktur masyarakat dengan pengelompokan di
sekolah.
d. Kelompok elite.
e. Kelompok siswa yang mempunyai organisasi formal.61

7. Kedudukan menurut usia dan kelas


Murid-murid suatu kelas, yang pada umumnya mempunyai usia yang sama
cenderung untuk menjadi suatu kelompok yang merasa dirinya kompak dalam
menghadapi kelas lain, bahkan menghadapi guru misalnya dalam pertandingan
dan peristiwa-peristiwa yang menyangkut nama dan kehormatan kelas itu.
Terhadap kelas Yang lebih tinggi mereka merasa dirinya orang bawahan
sebagai adik terhadap kakak yang pantas menunjukkan rasa hormat dan patuh.
Sebaliknya terhadap kelas yang lebih rendah mereka merasa sebagai "atasan"
atau "kakak" yang patut dipatuhi dan disegani. Demikian pula murid-murid SMA
merasa dirinya lebih tinggi daripada murid SMP akan tetapi memandang
mahasiswa sebagai kakak yang lebih tinggi.
Antara murid- murid yang berbeda tingkat kelasnya terdapat hubungan
atasan-bawahan, super-ordinat sub-ordinat atau kakak-adik. Murid-murid yang
tinggi kelasnya mempunyai kekuasaan dan kontrol terhadap murid-murid yang
kelasnya lebih rendah dan usianya lebih muda. Kedudukan atasan dan
kekuasaan murid-murid kelas tinggi diperkuat oleh berbagai tugas kehormatan

61
S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, op.cit., h. 81-82.
67
yang diberikan kepada mereka, sebagai ketua OSIS, ketua regu olah raga atau
berbagai panitia, pengurus berbagai perkumpulan lainnya atau pemimpin
berbagai kegiatan siswa. Dalam berbagai kegiatan sekolah senantiasa murid
kelas tertinggi ditunjuk sebagai pemimpin. Dalam tiap kelas terdapat pula
macam-macam kumpulan, akan tetapi perkumpulan itu hanya terbatas pada
murid-murid di kelas itu Baja. Namun ada perkumpulan dan kegiatan yang
melewati batas- batas kelas, misalnya regu olah raga, band musik, dan lain-
lain. Oleh sebab murid- murid yang menonjol prestasi atau keterampilannya
tersebar di semua kelas.62

62
S. Nasution, op.cit., h. 83
68
STRUKTUR SOSIAL HUBUNGAN
DENGAN KURIKULUM

69
Struktur Sosial Hubungan dengan Kurikulum
1. Struktur Sosial Hubungan dengan Kurikulum
Pada umumnya tidak diadakan diferensiasi kurikulum berdasarkan
perbedaan jenis kelamin. Murid-murid di SD, SMP, SMA, wanita maupun pria
mengikuti pelajaran yang sama. Di sana-sini terdapat perbedaan kecil,
misalnya sepak bola yang hanya diikuti oleh murid pria dan keterampilan
menjahit yang lebih sesuai bagi murid wanita. Bidang studi akademis sama
bagi semua anak pria maupun wanita. Belajar sebagai kegiatan utama di
sekolah ada pertaliannya dengan struktur sosial murid-murid. Berhasil gagalnya
seorang murid dalam pelajarannya turut menentukan kedudukannya dalam
kelompoknya. Seorang dikenal sebagai jago matematika, fisika, bahasa, dan
lain-lain. Murid-murid yang pandai diberikan guru tugas-tugas khusus. Biasanya
hanya murid-murid yang rapornya baik diizinkan menjadi anggota pengurus
perkumpulan sekolah. Dalam kelompok belajar murid yang pandai akan
dijadikan pemimpin. Ada sekolah-sekolah yang termasuk besar yang
membentuk kelas yang terdiri atas murid-murid yang berprestasi tinggi.
Di SMA setelah semester pertama diadakan pembagian dalam jurusan-
jurusan, menurut teorinya menyalurkan murid-murid menurut bakat masing-
masing. Dalam kenyataannya murid-murid yang berprestasi yang memadai
akan masuk jurusan IPA yang dianggap mempunyai kedudukan yang lebih
tinggi daripada misalnya jurusan IPS, karena jurusan itu membuka pintu ke
jabatan yang terhormat seperti insinyur atau dokter. Maka murid-murid yang
masuk IPS dapat dicap sebagai yang "kurang pandai" yang mereka rasakan
sebagai pukulan terhadap harga diri mereka. Pukulan yang lebih besar dialami
oleh mereka yang tinggal kelas yang merasa malu karena ditinggalkan oleh
teman-temannya. Mereka sering berusaha untuk pindah ke sekolah lain.63

2. Pengelompokan Sekolah
Pengelompokan atau pembentukan klik mudah terjadi disekolah. Suatu klik
terbentuk bila dua orang atau lebih saling merasa persahabatan yang akrab

63
S. Nasution,ibid., h. 84
70
dan Karena itu banyak bermain bersama,saling bercakap-cakap,merencanakan
dan melakukan kegitan yang sama didalam maupun di luar sekolah bila klik ini
mempunyai sikap anti sosial maka klik itu dapat menjadi “geng” Stabilitas klik
dapat diselidiki dengan menggunakan teknik sosiometri pada jangka waktu
tertentu, misalnya dengan jarak waktu 1, 2 atau 3 tahun. Dengan
membandingkan sosiogram nya dapat kita lihat perubahan-perubahan yang
terjadi. Faktor yang paling penting dalam pembentukan klik adalah usia atau
tingkat kelas. Menurut pengamatan sehari-hari tampaknya anggota suatu klik
mempunyai minat atau kegemaran yang sama misalnya musik, olah raga dan
sebagainya.

3. Pengaruh Terhadap Sekolah


Berbagai hal diluar sekolah yang dapat mempengaruhi system sekolah
antara lain: a) Pengaruh terhadap peranan murid: Peranan murid antara lain
ditentukan oleh guru akan tetapi oleh pandangan masyarakat tentang peranan
murid antara lain oleh keluarga murid, kelompok sepermainan, model-model
bagi kelakuannya termasuk tokoh-tokoh media masa. Orang tua dapat
mempengaruhi sikap anak terhadap otoritas guru, dapat mendukung atau
mencela guru dalam tindakannya. b) Pengaruh luar terhadap guru. Peranan
guru sebagian besar ditentukan oleh harapan-harapan kepala sekolah dan
pihak atasan.Murid-murid sendiri jarang menantang kedudukan guru. Akan
tetapi pihak luar dapat mempengaruhi peranannya, antara lain: Orang tua
murid, Perkumpulan guru dan Keluarga dan teman sepergaulan guru.
Walaupun orang tua jarang berhadapan muka dengan guru kecuali dalam hal-
hal khusus, namun pengaruh orang tua sangat besar atas kelakuan guru. c)
Pengaruh luar terhadap sekolah. Tiap sekolah berada dalam lingkungan sosial
tertentu, yakni masyarakat sekitar, daerah, maupun Negara. Norma-norma
yang berlaku dalam masyarakat sekitar sekolah mau tidak mau harus di
hormati guru.

71
PERANAN GURU DALAM
MASYARAKAT

72
Peranan Guru dalam Masyarakat
Apakah hubungan antara kegiatan guru dalam masyarakat dengan
prestasi murid? Bagaimana reaksi murid terhadap partisipasi guru dalam
masyarakat? Guru hendaknya mengenal masyarakat agar dapat berusaha
menyesuaiakan pelajaran dengan keadaan masyarakat sehingga relevan.
Guru-guru kita diharapkan mengabdi kepada manyarakat dengan pengetahuan
dan keterampilan yang dimilikinya dan dengan demikian turut memberi
sumbangannya kepada pembangunan Negara.Dimana saja guru berada,
khussusnya didesa, cukup kesempatan baginya untuk berpartisipasi dan
berbakti dalam masyarakat.
Keberadaan Pendidikan sebagai faktor perubahan social, peran guru/
pendidik memiliki peran strategis dalam mewujudkan anak didik agar siap
dalam menghadapi perubahan social yang diharapkan, karena pendidikan
sebagai suatu proses social, dan terdapat banyak jenis masyarakat. Suatu
kriteria untuk mengkritisi dan membangun pendidikan berimplikasi pada suatu
masyarakat yang ideal.
Para siswa tidak begitu menghiraukan ada tidaknya partisipasi guru dalam
berbagai kegiatan masyarakat. Guru yang baik mereka menilai berdasarkan
kemampuannya mengajar, sikapnya terhadap murid akan tetapi tidak dikaitkan
dengan banyaknya kesibukkan guru dalam masyarakat.Juga tidak kelihatan
bukti-bukti bahwa guru yang turut serta dalam berbagai kegiatan masyarakat
meningkatkan kemampuannya mengajar sehingga mempertinggi prestasi
belajar murid. Bahkan ada kemungkinan partisipasi guru dalam berbagai
kegiatan diluar sekolah akan mengurangi waktu dan perhatiannya untuk murid
dan dengan demikian, merugikan murid dan sekolah.

73
PERKEMBANGAN
PRIBADI GURU

74
Perkembangan Pribadi Guru
1. Perkembangan Pribadi Guru
Guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur
sekolah atau pendidikan formal atau non formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah, dengan tugas utamanya mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Guru merupakan sumber pengetahuan utama bagi murid-muridnya.64 Setiap
guru mempunyai pribadi masing-masing sesuai ciri-ciri pribadi yang mereka
miliki. Ciri-ciri inilah yang membedakan seorang guru dengan guru lainnya.
Kepribadian guru merupakan titik tumpu sebagai penyeimbang antara
pengetahuan mengenai pendidikan dan keterampilan melaksanaka profesi
sebagai pendidik terutama dalam bidang pembelajaran. Jika titik tumpu ini kuat,
maka pengetahuan dan keahlian bekerja secara seimbang dan dapat
menimbulkan perobahan perilaku yang positif dalam pembelajaran65. Namun
jika titik tumpu ini lemah, yaitu dalam keadaan kepribadian guru tidak banyak
membantu, maka pengetahuan dan keterampilan guru tidak akan efektif
digunakan, bahkan dapat merusak keseluruhan proses dan hasil pendidikan.
Ada beberapa pengertian kepribadian menurut ahli sosiologi, diantaranya:
a. Menurut Horton (1982)
Kepribadian adalah keseluruhan sikap, perasaan, ekspresi dan
tempramen seseorang. Sikap perasaan ekspresi dan tempramen itu akan
terwujud dalam tindakan seseorang jika di hadapan pada situasi tertentu.
b. Menurut Schever Dan Lamm (1998)
Kepribadian adalah sebagai keseluruhan pola sikap, kebutuhan ciri-ciri
khas dan prilaku seseorang. Pola berarti sesuatu yang sudah menjadi
standar atau baku, sehingga kalau di katakan pola sikap, maka sikap itu
sudah baku berlaku terus menerus secara konsisten dalam menghadapai
situasi yang di hadapi.

64
.Nasution, Sosiologi Pendidikan (Bandung:Bumi Aksara 1983),hlm.102
65
Jurnal Al Ta‟lim,Volume 2,diakses Kamis,19 April2017 pukul 20.00 wib
75
c. Menurut Prince
Kepribadian diartikan sejumlah sifat, kemampuan dan
66
kecenderungan baik bawaan maupun perolehan.
Guru hendaknya memiliki kepribadian, yaitu diantaranya:
1. Kepribadian yang mantap dan stabil67
a. Bertindak sesuai dengan norma hukum
b. Bertindak sesuai dengan norma sosial
c. Memiliki konsisten dengan norma sosial
d. Kepribadian berakhlak mulia
e. Berakhlak mulia dan menjadi teladan
f. Memiliki perilaku yang diteladani oleh peserta didik
2. Kepribadian yang dewasa:
a. Menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik
b. Memiliki etos kerja sebagai guru
3. Kepribadian yang arif :
a. Menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan
peserta didik, sekolah dan masyarakat
b. Menunjukkan dalam berfikir dan bertindak
4. Kepribadian yang berwibawa:
a. Memiliki perilaku yang bersifat positif terhadap peserta didik
b. Memiliki perilaku yang disegani
Kepribadian akan turut menentukan apakah para guru dapat disebut
sebagai pendidik yang baik atau sebaliknya, justru perusak .perusak anak
didiknya. Kemuliaan hati seorang guru diwujudkan dalam kehidupan
sehari-hari. Guru secara nyata dapat berbagi dengan anak didiknya. Guru
tidak akan merasa lelah dan tidak mungkin mengembangkan sifat iri hati,
munafik, suka menggunjing, menyuap, malas, marah-marah dan berlaku
kasar terhadap orang lain, apalagi terhadap anak didiknya. Guru sebagai
pendidik dan murid sebagai anak didik dapat saja dipisahkan
kedudukannya, akan tetapi mereka tidak dapat dipisahkan dalam

66
Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Proses Psikologi Pendidikan (Bandung:Rosda
Karya,2004),hlm.151
67
Binti Maunah,Sosiologi Pendidikan (Yogyakarta:Kalimedia, 2016),hlm.153
76
mengembangkan diri murid dalam mencapai cita-citanya. Disinilah
kemanfaatan guru bagi orang lain atau murid benar-benar dituntut,
Kepribadian sesungguhnya adalah sesuatu yang abstrak, sukar dilihat atau
diketahui secara nyata, yang dapat diketahui adalah penampilan atau
bekasnya dalam segala aspek kehidupan. Misalnya dalam tindakan,
ucapan, caranya bergaul, berpakaian, dan dalam menghadapi persoalan
atau masalah. Ada 3 faktor yang menentukan dalam perkembangan
kepribadian
a. Faktor Bawaan
Unsur ini terdiri dari bawaan genetic yang menetukan diri fisik
primer (warna mata, kulit) selain itu juga kecenderungan-
kecenderungan dasar misalnya kepekaan, penyesuaian diri.
b. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan seperti sekolah, atau lingkungan
sosial/budaya seperti teman, guru, dan lain-lain. Dapat
mempengaruhi terbentuknya kepribadian.
c. Interaksi bawaan dan lingkungan
Interaksi yang terus menerus antara bawaan dan lingkungan
menyebabkan timbulnya perasaan aku/diriku dalam diri
seseorang.
Kepribadian guru terbentuk atas pengaruh kelakuan seperti yang
diharapkan oleh masyarakat dan sifat pekerjaannya. Guru harus
menjalankan peranannya menurut kedudukannya dalam berbagai situasi
sosial. Tingkah laku atau moral guru pada umumnya,
merupakanpenampilan lain dari kepribadian. Bagi anak didik yang masih
kecil guru adalah contoh teladan yang sangat penting dalam
pertumbuhannya, guru adalah orang pertama sesudah orang tua, yang
mempengaruhi pembinaan kepribadian anak didik. Jika tingkah laku atau
akhlak guru tidak baik, maka umunya akhak-akhlak anak didik akan rusak,
karena anak mudah terpengaruh oleh orang-orang yang dikaguminya. Atau
dapat juga menyebabkan anak didik gelisah, cemas atau terganggu jiwa
karena ia menemukan contoh yang berbeda atau berlawanan dengan

77
contoh yang selama ini didapatnya di rumah dari orang tuanya. Sifat –
sifat yang harus dimiliki oleh seorang guru antara lain68
a. Adil, Jujur dan obyektif
Seorang guru dituntut memiliki sikap adil, jujur obyektif
terhadapseluruh anak didik, artinya dia tidak berpihak atau
mengutamakan anak dan kelompok tertentu
b. Simpati, luwes dan bijaksana
Sosok seorang guru harus simpatik supaya minat anak didik untuk
belajar lebih meningkat dan suasana dalam kegiatan belajar
mengajar menyenangkan, sehingga anak didik antusias untuk
mengikuti kegiatan belajar.
c. Sabar, tegas dan demokratis
d. Disiplin, ulet dan tekun.

Dalam situasi kelas, guru menghadapi sejumlah murid yang harus


dipandangnya sebagai anaknya. Sebaliknya murid-murid akan
memperlakukannya sebagai bapak guru dan ibu guru. Berkat
kedudukannya, maka guru di dewasakan atau di tuakan, sekalipun
menurut usia yang sebenarnya belum pantas menjadi orang tua. Dalam
menjalankan peranannya sebagai guru, ia lambat laun membentuk
kepribadiannya. Ia diperlakukan oleh lingkungan sosialnya sebagai guru
dan ia bereaksi sebagai guru pula. Jadi ia menjadi guru karena
diperlakukan dan belaku sebagai guru. Kedudukannya sebagai guru, akan
membatasi kebebasannya serta dapat membatasi pergaulannya. Seorang
guru tidak akan diajak melakukan kegiatan yang rasanya kurang layak bagi
guru, tetapi seorang guru akan mencari pergaulannya terutama dari
kalangan guru yang sependirian dengannya

68
Syafruddin Nurdin dan Bassyiruddin Usman,GURU PROFESIONAL DAN IMPLEMENTASI
KURIKULUM(Jakarta:Intermasa.2002),hlm.79
78
2. Ciri-ciri Streotip Guru dan Memilih Jabatan Guru
Stereotip guru adalah hal-hal yang sering dilakukan oleh para guru.
Stereotip juga bisa diartikan sebagai sifat kepribadian. Yang berkembang
dimasyarakat adalah adanya suatu anggapan bahwa yang stereotip selalu
dianggap benar, sedangkan yang diluar stereotip dianggap salah
Ciri-ciri stereotip guru69 yaitu:
a. Guru tidak memperlihatkan kepribadian yang fleksibel
b. Guru pandai menahan diri
c. Guru cenderung untuk menjauhkan diri untuk bergaul dengan orang
lain
d. Guru berusaha menjaga harga diri dan merasa keterikatan
kelakuannya pada norma-norma yang berkenaan dengan
kedudukannya
e. Guru cenderung bersikap otoriter dan ingin “menggurui” dalam diskusi
f. Guru pada umumnya tidak didorong oleh motivasi yang kuat untuk
menjadi guru
g. Guru menunjukan kesediaan untuk berbakti dan berjasa
h. Guru pada umumnya tidak mempunyai ambisi yang kuat untuk
mencapai kemajuan
Ciri-ciri guru diatas tidak dapat dibuktikan kebenarannya, namun orang
akan mempunyai suatu bayangan tertentu tentang pribadi guru pada umumnya,
orang akan berinteraksi dengan guru berdasarkan gambaran apa adanya.
Sebelum kita menetapkan apakah mengajar merupakan tugas guru yang
termasuk profesi atau tidak atau bahkan sekedar tergolong pekerjaan biasa,
kiranya perlu kita ketahui persyaratan yang dibutuhkan dalam sebuah aktivitas
termasuk profesi. Memilih jabatan sering tidak dilakukan secara rasional.
Lulusan SMA atau sederajat tidak bebas memilih dan memperoleh jurusan atau
fakultas menurut keinginan masing-masing. Karena keterbatasan tempat dan
banyaknya clon maka seorang menerima apa saja yang diperoleh dan meresa
beruntung walaupun tempat itu tidak sesuai dengan keinginan atau bakatnya.
Studi khusus yang mendalam perlu dilakukan untuk meneliti riwayat hidup dan

69
A.Nasution,Loc.Cit,hlm.104-105
79
motivasi individu yang bersangkutan.Dalam penelitian tentang latar belakang
social mereka yang memiliki profesi guru ternyata bahwa kebanyakan berasal
dari golongan rendah atau menengah-rendah seperti anak petani, pegawai
rendah, saudagar kecil, walaupun ini tidak berarti bahwa semua anak-anak
golongan ini akan memilih jabatan sebagai guru.
Profesi keguruan, khususnya pada tingkat SD, makin lama makin banyak
dipegang oleh kaum wanita. Lambat laun guru-guru wanita juga mengajar pada
tingkat SMA bahkan perguruan tinggi. Bila guru terdiri atas kebanyakan wanita
seperti di SD maka jabatan guru akan diidentifikasikan dengan pekerjaan
wanita sehinnga kaum pria akan menjauhinya bila terbuka pekerjaan itu.
Dalam kenyataan dilihat bahwa guru-guru menunjukan kepribadian tertentu
sesuai dengan jabatannya. Apakah mereka memiliki kepribadian itu sebelum
memasuki lembaga pendidikan guru, jadi memilih jabatan sesuai dengan
bakatnya ataukah kepribadian guru itu terbentuk selama menjalani pendidkan
atau setelah mereka bekerja sebagai guru dan menyesuaikan diri dengan
norma kelakuan seperti yang diharapkan oleh masyarakat, banyak diantara
mereka yang terdidik sebagai guru, khususnya lulusan IKIP mencari pekerjaan
di luar keguruan yang rasanya memberi kepuasan yang lebih besar.
Namun banyak juga guru bekerja dengan dedikasi dan menunjukan
kesediaan yang tinggi untuk berbakti kepada pendidikan anak dan masyarakat.
Sebagai seorang pendidik dengan profesionalismenya harus dapat
mengantisipasi tantangan globalisasi antara lain70 :
a. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat dan
mendasar.
b. Krisis moral yang melanda bangsa dan Negara akibat pengaruh iptek
dan gloalisasi yang terjadi pergeseran nilai-nilai yang ada dalam
masyarakat
c. Krisis social
d. Krisis identitas sebagai bangsa.

70
Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan (Jakarta:Raja Grafindo,2011),hlm.235-236
80
3. Ketegangan Dalam Profesi Keguruan
Setiap pekerjaan mengandung aspek-aspek yang dapat menimbulkan
ketegangan. Ketegangan itu, tidak hanya ditentukan oleh sifat pekerjaan itu,
akan tetapi juga bergantung pada orang yang melakukannya. Ketegangan
timbul, sebagai akibat hambatan untuk mencari kepuasan yang dicari individu
dalam pekerjaannya. Begitu juga dengan profesi keguruan berikut beberapa
ketegangan dalam profesi keguruan71:
a. Tiap pekerjaan mengandung aspek-aspek yang dapat menimbulkan
ketegangan. Ketegangan timbul sebagai akibat hambatan untuk
mencapai kepuasan yang dicari individu dari kedudukannya. Jabatan
guru tidak dapat dikatakan menjadi idaman atau panggilan bagi
kebanyakan pemuda. Walaupun tugas itu mulia, akan tetapi tidak
selalu memberi kepuasan yang dicari orang dalam jabatannya.
1) Keuntungan ekonomis, imbalan, financial gaji/uang
2) Status, kedudukan yang terhormat dalam masyarakat
3) Otoritas, kewibawaan, kekuasaan atas orang lain
4) Status Profesional
b. Gaji pekerja atau pegawai pada umumnya tidak tinggi dibandingkan
dengan gaji orang di negara-negara yang maju
c. Mengenai status guru di dalam masyarakat
d. Sumber ketegangan lain bagi guru ialah otoritas guru untuk
menghukum atau memberi penghargaan kepada murid.
e. Ketegangan juga dapat ditimbulkan oleh persoalan apakah pekerjaan
guru dapat diakui sebagai profesi.
f. Sumber ketegangan jiwa terletak dalam pekerjaan guru di dalam
kelas. 72

4. Gangguan Fisik dan Mental Guru


Berdasarkan penelitian guru sangat rentan terhadap penyakit yang
berhubungan dengan radang tenggorok sampai sariawan. Hal ini dikarenakan

71
S.Nasution,Op.Cit ,hlm.108-110
72
Jurnal Pendidikan dan kebudayaan, Masihkah Profesi Guru Diminati?, Edisi November 2009,
Jakarta: BalitBang Depdiknas, hlm. 1062 diakses pukul 21.00 wib
81
intensitas mengajar yang tinggi tanpa ditopang dengan asupan vitamin yang
memadai, akhirnya yang terjadi system immune kekebalan ) menurun dan ia
menjadi gampang terserang berbagai macam penyakit, terutama dua penyakit
di atas.
Disamping faktor kesehatan fisik yang terganggu, para guru juga
mengalami banyak gangguan mentalnya. Ada kemungkinan, menurut pendapat
sejumlah peneliti, bahwa tidak adanya hidup kekeluargaan yang normal dan
frustasi dalam hubungan seks yang normal turut menambah gangguan mental
guru-guru wanita yang tidak kawin. Guru pria dianggap mempunyai mental
yang lebih stabil bila mereka mempunyai keluarga yang normal.
Berdasarkan penelitian itu dapat dibuktikan adanya guru yang mengalami
gangguan mental, bahwa ada diantaranya yang memerlukan perawatan
psikiater. Akan tetapi penelitian itu tidak menunjukkan apakah gangguan
mental itu lebih banyak terdapat di kalangan guru dibandingkan dengan profesi
lain. Juga tidak diketahui apakah gangguan mental itu telah ada pada calon
guru, nyata atau laten, sebelum ia melakukan profesinya ataukah gangguan
mental itu timbul sebagai akibat pekerjaannya sebagai guru. Selanjutnya tidak
diketahui hingga manakah gangguan mental itu merugikan murid dan proses
belajar mengajar. Guru sangat rentan terhadap penyakit yang berhubungan
dengan radang tenggorokan sampai sariawan. Hal ini dikarenakan guru
biasanya tidak memperdulikan kesehatan dan memperhatikan pola makan.
Disamping faktor kesehatan yang terganggu para guru juga mengalami
gangguan mental, ada kemungkinan menurut pendapat sejumlah peneliti,
bahwa tidak adanya hidup kekeluargaan yang normal. Misalnya seperti
keluarga yang tidak harmonis dan masalah-masalah yang ada disekolah.
Berdasarkan penelitian dapat dibuktikan adanya guru yang mengalami
gangguan mental, bahwa ada diantaranya yang memerlukan perawatan
psikiater. Akan tetapi penelitian itu tidak menunjukkan apakah gangguan
mental itu lebih banyak terdapat di kalangan guru dibandingkan dengan profesi
lain. Juga tidak diketahui apakah gangguan mental itu telah ada pada calon
guru, sebelum ia melakukan profesinya ataukah gangguan mental itu timbul
sebagai akibat pekerjaannya sebagai guru. Selanjutnya tidak diketahui hingga

82
dimana gangguan mental itu merugikan murid dan proses belajar mengajar.
Andaikan lebih banyak terdapat gangguan mental pada guru dibandingkan
dengan profesi lain maka ada dua kemungkinan yaitu73: Mereka yang
terganggu jiwanya atau cenderung mempunyai gangguan jiwa lebih banyak
memasuki profesi guru dari pada memilih pekarjaan lain.Guru yang berasal dari
populasi normal memperoleh gangguan mental dalam presentase yang lebih
tinggi dibandingkan dengan profesi lain. Guru yang terganggu mentalnya,
apalagi yang sakit jiwa, tentu dapat merusak anak didik. Akan tetapi taraf yang
demikian merusak, jarang terdapat dan sebelumnya sudah dapat dicegah.
Pada umumnya, sekalipun ada terdapat gangguan mental pada guru tidak ada
bukti-bukti yang nyata tentang adanya kerusakan yang ditimbulkan pada anak.
Bahkan ada kemungkinan adanya gangguan keseimbangan dapat menambah
efektivitas guru. Orang tidak senang mengalami keadaan terganggu dan akan
dan berusaha untuk melenyapkannya dengan usaha yang lebih giat untuk
mencapai kepuasan.

5. Jenis Hubungan Peserta Didik


Pada dasarnya pendidikan disekolah merupakan bagian dari pendidikan
dalam keluarga, yang sekaligus merupakan lanjutan dari pendidikan dalam
keluarga. Tugas mendidik tidak semuanya dapat dilaksanakan oleh orang tua
dalam keluarga, terutama dalam hal ilmu pengetahuan dan berbagai macam
keterampilan.
Sebagai lembaga pendidikan merupakan suatu wahana sosialisasi
sekunder dan merupakan tempat berlangsungnya proses sosialisasi secara
formal. Ketika anak berada disekolah, maka ia tidak hanya membaca, menulis,
dan berhitung saja namun juga belajar akan kemandirian (independence),
prestasi (achievement), universalisme (universal) dan kekhasan atau speisifitas
(specifity).74
Guru di sekolah adalah pendidikan yang kedua, secara teoritis. Mereka
menghadapi hal yang sama dengan yang dihadapi orangtua di rumah, yaitu

73
Ibid,hlm.112
74
Binti Maunah, Sosiologi Pendidikan, (Depok Sleman Yogyakarta : Kalimedia, 2016), hlm.124
83
masalah kekurangan waktu, juga masalah gempuran kebudayaan global.
Sementara tanggung jawab sekolah sekarang lebih besar dari pada zaman
dahulu karena guru di sekolah harus mengambil alih sebagian tugas mendidik
yang tadinya dilakukan oleh orangtua dirumah.
Pada tingkat ekstrem, tatkala rumah tidak lagi menjalankan fungsinya
sebagai tempat pendidikan, maka seluruh tugas rumah tangga itu harus diambil
alih sekolah. Ini tidak boleh tidak, bila sekolah tetap berfungsi sebagai lembaga
memanusiakan manusia.75
Guru memang memiliki posisi yang sangat penting dan integral. Posisi
tersebut terlihat baik dilingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat.
Dalam proses pendidikan, guru tidak hanya menjalankan fungsi alih ilmu
pengetahuan (transfer of knowledge), tetapi juga berfungsi untuk menanamkan
nilai (value) serta membangun karakter (character building) peserta didik
secara berkelanjutan dan berkesinambungan. Pendidik mempunyai tanggung
jawab sebagai model yang harus memiliki nilai-nilai norma dan selalu
memanfaatkan kesempatan untuk mempengaruhi dan mengajak peserta
didiknya.
Peranan guru sangat mempengaruhi proses belajar mengajar. Peranan
guru harus bisa mempengaruhi murid dan membuat murid menjadi lebih
baik.Dalam segi kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Peranan guru terhadap
murid-muridnya merupakan peran vital dari sekian banyak peran yang harus ia
jalani.
Hal ini dikarenakan komunitas utama yang menjadi wilayah tugas guru
adalah di dalam kelas untuk memberikan keteladanan, pengalaman serta ilmu
pengetahuan kepada mereka. Guru harus memiliki peran jika berada didepan
harus memberikan contoh, jika berada ditengah harus dapat membangkitkan
rasa untuk mau belajar, dan jika berada dibelakang harus dapat memberi
motivasi kepada peserta didik.76

75
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam (Integrasi Jasmani, Rohani, dan Kalbu Memanusiakan
Manusia), (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2012), hlm.174
76
Ibid, hlm.153

84
Guru harus mampu mempengaruhi kelakuan murid dan harus bisa menjadi
teladan bagi murid, sehingga dalam dunia pendidikan terciptalah hubungan
sosial antara guru sebagai pendidik disekolah dan peserta didik sebagai
seseorang yang dididik. Untuk mewujudkan tanggung jawab tersebut guru
mempunyai cara sudut pandang tersendiri dan berbeda-beda, seperti halnya
mempunyai pandangan bahwa guru disekolah memiliki kekuasaan penuh atas
peserta didiknya. Adanya kekuasaan cenderung tergantung dari hubungan
antara pihak yang memiliki kemampuan untuk melancarkan pengaruh dengan
pihak lain yang menerima pengaruh itu, rela atau karena terpaksa, kemudian
mempunyai wewenang yang mempunyai dukungan atau mendapatkan
pengakuan dari masyarakat.77
Dengan kekuasaan tersebut dapat mempengaruhi proses belajar
mengajar. Hubungan guru murid banyak ragamnya bergantung pada guru,
murid serta situasi yang dihadapi. Tiap guru mempunyai hubungan yang
berbeda menurut pribadi dan situasi yang dihadapi. Untuk mempelajarinya, kita
dapat berpegang pada tipe-tipe guru, misalnya guru yang otoriter yang
menjagajarak dengan murid dan guru yang ramah, yang dekat serta akrab
dengan muridnya.
Guru yang otoriter tak mengizinkan anak melewati batas atau jarak social
tertentu. Guru itu tak ingin murid menjadi akrab dengan dia. Juga dalam situasi
rekreasi ia mempertahankan jarak itu. Guru tetap merasa berkuasa dan berhak
untuk memberikan perintah. Di harapkannya agar perintah itu juga di taati.
Guru yang otoriter ini yang mungkin dianggap kurang ramah tidak akan
diajak oleh murid-muridnya dalam kegiatan santai yang gembira. Murid juga
tidak akan mudah membicarakan soal-soal pribadi dengan dia. Jadi antara guru
dan murid tidak terdapat hubungan yang akrab. Guru seperti ini disegani,
ditakuti, mungkin juga kurang disukai atau justru dikagumi bila ia juga memiliki
sifat-sifat baik.78
Sebaliknya guru yang ramah akan dekat kepada muridnya. Murid-murid
suka meminta dia turut serta dalam kegiatan rekreasi dan membicarakan soal-

77
Soerjono Soekanto dan Budi Sulistyowati, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 2014), hlm.225-226
78
S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2011), hlm.115
85
soal pribadi, namun mungkin dianggap kurang berwibawa. Tipe guru yang
murni, yang sepenuhnya otoriter atau sepenuhnya ramah tentu tidak ada. Tiap
guru akan mempunyai kedua sifat itu dalam taraf tertentu. Akan tetapi kedua
tipe itu dapat dijadikan pegangan yang berguna untuk menganalisis hubungan
antara guru dan murid.
Peranan yang dijalankan oleh guru dalam hubungannya dengan murid-
muridnya akan mendekati salah satu tipe itu dalam taraf yang berbeda-beda.
Respons murid terhadap peranan guru itu merupakan faktor utama yang
menentukan efektivitas guru. Tipe kelakuan guru tertentu mungkin lebih efektif
terhadap murid tertentu, misalnya bagi sejumlah murid tipe guru yang otoriter
yang efektif, sedangkan bagi murid lain tipe guru yang ramah lebih sesuai.79
Adapun hubungan guru-murid dikatakan baik apabila hubungan itu
memilki sifat-sifat sebagai berikut:
a. Keterbukaan, sehingga baik guru maupun murid saling bersikap jujur
dan membuka diri satu sama lain,
b. Tanggap, bilamana seseorang tahu bahwa dia dinilai oleh orang
lain;,
c. Saling ketergantungan antara satu dengan yang lain;
d. Kebebasan yang memperbolehkan setiap orang tumbuh dan
mengembangkan keunikannya, kreatifitasnya dan kepribadian-nya,
e. Saling memenuhi kebutuhan, sehingga tidak ada kebutuhan satu
orang pun yang tidak terpenuhi.80

Ada pula klasifikasi yang lain tentang peranan guru yakni dengan
membedakan tipe guru yang dominative dan yang intregratif. Tipe guru yang
dominative mendominasi atau menguasai murid, menentukan dan mengatur
kelakuan murid dan menginginkan konformitas dalam kelakuan mereka. Guru
ini sering mencampuri apa yang dilakukan murid dan hal ini dapat menimbulkan
konflik antara dia dengan murid.81

79
Ibid, hlm.116
80
Thomas Gordon, Guru Yang Efektif, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1990), hlm.26
81
S.Nasution, Loc.Cit, hlm.116
86
Tipe guru yang dominative merasa mempunyai kekuasaan, karena
mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain. Kekuasan terdapat
disemua bidang kehidupan dan dijalankan.Kekuasaan mencangkup
kemampuan untuk memerintahkan (agar yang diperintah patuh) dan juga untuk
memberi keputusan-keputusan yang secara langsung maupun tidak
langsung.82
Sebaliknya guru yang intregratif membolehkan anak untuk menentukan
sendiri apakah ia suka melakukan apa yang disarankan oleh guru. Murid-murid
diajak berunding dan merencanakan bersama apa yang dikerjakan atau
dipelajari untuk mencapai tujuan yang di tentukan bersama. Guru tidak akan
banyak mencampuri, mengatur atau menegur pekerjaan anak itu, akan tetapi
membiarkannnya bekerja menurut kemampuan dan cara masing-masing. Tiap
anak dihargainya menurut pribadinya masing-masing. Dengan demikian terjadi
integrasi atau keharmonisan guru dan anak tanpa menimbulkan pertentangan.
Guru yang bersikap integrative ini cocok bagi pengajaran atau kurikulum
yang “student-centered“.Sikap serupa ini lebih mengembang-kan kepribadian
anak menjadi dengan penuh tanggung jawab. Sebenarnya klasifikasi guru
dalam tipe dominative dan integrative boleh dikatakan sama dengan tipe
otoriter dan ramah atau “permissive“. Istilah lain yang banyak digunakan ialah
tipe otoriter dan demokratis yang kira-kira sama artinya dengan pertolongan
diatas.83 Oleh karena itu tak jarang murid memperlakukan guru yang satu
berbeda dengan guru yang lainnya.

6. Reaksi Guru Terhadap Peranan Guru


Proses pendidikan banyak terjadi dalam interaksi social antara guru dan
murid. Sifat interaksi ini banyak bergantung pada tindakan guru yang
ditentukan antara laian oleh tipe peranan guru.Bagaimana reaksi murid
terhadap peranan guru dapat diketahui dari ucapan murid tentang guru itu.
Frank hart tahun 1934 menanyakan kepada sejumlah 10.000 siswa Sekolah
Menengah Atas (SMA) guru yang bagaimana yang paling mereka sukai apa

82
Soerjono, Op.Cit, hlm.228
83
S.Nasution, Op.Cit, hlm.117
87
sebab mereka menyukainya. Alasan yang paling banyak dikemukakan ialah
bahwa guru disukai bila ia “berperikemanusian, bersikap ramah, serta
bersahabat”. Juga sering disebut alasan seperti “suka membantu dalam
pelajran, riang, gembira, mempunyai rasa humor, dan menghargai lelucon”.
Sifat- sifat yang dihargai murid-murid itu sesuai dengan gambaran guru yang
demokratis. Ternyata bahwa guru yang paling disukai itu kebanyakan juga
termasuk guru terbaik dalam hal mengajar.
Dalam penelitian lain diperoleh hasil yang sama dengan metode yang agak
berbeda. Murid-murid diminta menilai guru-guru mengenai kesanggupannya
mengajar dan kelakuan guru terhadap murid.Yang paling disenangi oleh para
siswa ialah guru yang ramah, yang paling sering turut serta dalam kegiatan
rekreaksi, yang dapat dipercayakan soal-soal pribadi, dan yang suka
membantu dalam pelajaran.
Yang kurang disukai ialah guru-guru yang sering mencela, marah,
menggunakan sindiran atau kata-kata yang tajam dapat merendahkan konsep
anak tentang dirinya. Bila guru mencela dan mengecap anak sebagai murid
yang bodoh, ia akan percaya bahwa ia bodoh. Konsep tentang dirinya ini
selanjutnya akan mempengaruhi prestasinya.
Pada umumnya guru yang disenangi ialah guru yang sering dimintai
nasehatnya, yang mau diajak bercakap-cakap dalam suasana yang
menggembirakan, tidak menunjukkan superioritasnya dalam pergaulan sehari-
hari dengan murid, selalu ramah, selalu berusaha memahami anak didiknya.
Sebaliknya guru yang tidak disukai bila ia sering marah, tak pernah
ketawa, suka menyindir, tak mau membantu anak dalam kesulitan belajar, dan
menjauhkan diri dari murid diluar kelas. Guru serupa ini ternyata juga bukan
guru yang mengajar baik. Jadi tanggapan murid tentang baik tidaknya seorang
guru erat hubungannya dengan disukai atau tidak disukainya tindakan guru.

88
HUBUNGAN ANTARA HASIL BELAJAR
PESERTA DIDIK DENGAN
PERILAKU GURU

89
1. Hubungan Hasil Belajar Peserta Didik dengan Perilaku Guru
Untuk menilai efektivitas guru dalam mengajar dapat diminta pendapat
pemilik sekolah, kepala sekolah, dan juga murid. Walaupun banyak aspek
peranan guru dan murid yang tidak seimbang, konseptualisasi interaksi antara
guru dan murid berasumsi bahwa murid dan guru saling mempengaruhi antara
yang satu dengan yang lain. Aspek-aspek interaksi antara guru dan murid yang
tampaknya mempengaruhi sikap dan penampilan akademis murid terutama
dalam hasil belajar murid.
Dalam suatu penelitian ternyata pertambahan pengetahuan murid dalam
pelajaran rendah korelasinya dengan taraf disukainya guru oleh murid
tersebut.Jadi guru yang di sukai, yang ramah, dll ternyata bukan guru yang
efektif dalam menyampaikan ilmu.Walaupun penelitian belum dapat di
percaya.84
Pendidik dan peserta didik merupakan dua jenis status yang dimiliki oleh
manusia-manusia yang memainkan peran fungsional dalam wilayah aktivitas
yang terbingkai sebagai dunia pendidikan. Reaksi murid yang berlainan
terhadap tuntutan guru yang kurang dikehendaki antara lain : mengganggu
jalannya pelajaran dalam kelas dan mengancam adanya perbedaan antara
status guru dan murid.
Proses pendidikan banyak terjadi dalam interaksi sosial antara guru dan
murid. Sifat interaksi ini banyak tergantung pada tindakan guru yang ditentukan
antara lain oleh tipe peranan guru. Bagaimana reaksi murid terhadap peranan
guru dapat diketahui dari ucapan murid tentang guru itu. Tentang hal ini telah
dilakukan sejumlah penelitian.85
Murid cenderung terlalu santai dan tidak semuanya harus dari diri murid
sendiri, terkadang dalam beberapa segi murid perlu dipaksa dan di sikapi
dengan tegas.Karena sifat murid cenderung malas-malasan dan belum
mengetahui pentingnya belajar, mereka cenderung suka bermain dan
bersenang-senang.Guru yang ramah, tidak ingin memaksa. Guru tersebut lebih

84
Ibid, hlm.117-118
85
Sanapiah Faisal, Sosiologi Pendidikan, (Surabaya : Usaha Nasional, 2010), hlm.170
90
ingin murid belajar berdasarkan keinginan sendiri, tapi guru yang otoriter
cenderung memaksa sehingga mau tidak mau murid akan belajar.

2. Perilaku Peserta Didik dengan Perilaku Guru


Kita dapat mengamati kelakukan anak dalam kelas dan mencoba melihat
hubungannya dengan tindakan guru.Tak semua perbuatan anak diakibatkan
perbuatan guru.Juga tidak selalu mudah dipastikan bahwakelakuan anak ada
hubungannya dengan kelakuan guru. Kelakuan guru yang sama mungkin
berbeda pengaruhnya terhadap murid di SD dan di SMA.
Bila kita ambil tipe guru yang dominative dan integrative, maka kelakuan
guru dapat kita klasifikasikan sebagai berikut :
a. Dominasi guru dengan menimbulkan konflik;
b. Dominasi guru tanpa menimbulkan konflik;
c. Dominasi guru dengan mengakibatkan adanya kerjasama dikalangan
murid;
d. Integrasi tanpa bukti adanya kerjasama ;
e. Integrasi dengan adanya tanda kerjasama.
Kelakuan anak dalam kelas yang kita amati dapat berupa :
a. Perbuatan yang menunjukkan ketegangan, rasa cemas yang tampak
pada anak SD dengan mengicap jari, menarik-narik rambut;
b. Perbuatan yang tak bertalian dengan pelajaran sepeti melihat-lihat ke
depan, kiri-kanan;
c. Bercakap-cakap atau berbisik-birik dengan anak lain;
d. Main-main dengan sesuatu;
e. Mematuhi apa yang disuruh lakukan oleh guru;
f. Tidak mematuhi perintah guru, melakukan sesuatu yang mengganggu
pelajaran.
Pada umumnya perbuatan anak sebagai reaksi terhadap kelakuan guru
dapat bersifat menurut atau tidak menurut, menyesuaikan diri dengan perintah
guru atau menentangnya. Anak yang menurut akan menunjukkan kerjasama,
turut memberi sumbangan pikiran, mengajukan pertanyaan, memberi bantuan
dan dengan demikian memperlancar pelajaran.

91
Dalam penelitian pada murid-murid SD ternyata bahwa bila guru itu
dominatif maka lebih banyak murid yang bercakap-cakap, berbisik-bisik atau
mengadakan kontak satu sama lain secara tersembunyi, bermain-main dengan
sesuatu secara diam-diam. Jadi sebenarnya tidak mengindahkan guru. Mereka
kurang atau jarang mengemukakan saran-saran atau buah pikirannya secara
sukarela, kurang terdorong untuk menjawab pertanyaan guru atau mengajukan
pertanyaan atau menyatakan sesuatu secara spontan. Pada guru yang
integratif anak-anak lebih berani dan bersedia untuk mengemukakan
pendapatanya, lebih spontan dalam ucapannya dan suka bekerjasama.
Perbuatan anak yang agak menyimpang tidak segera ditegur dan
dibiarkan saja oleh guru. Menekan pelanggaran kecil serupa itu
akanmenimbulkan rasa takut dan mematikan spontanitas murid. Lagi pula taka
ada guru yang dapat mengontrol setiap gerak-gerik murid, sekalipun ia sangat
dominative. Selalu saja ada akal untuk mempermainkan peraturan guru
betapapun dominatifnya guru itu.
Peraturan hendaknya dapat diterima oleh murid dan bila mungkin
dirundingkan dengan mereka. Dominasi guru tak selalu berhasil untuk
mencapai kepatuhan sepenuhnya, bahkan dapat menimbulkan konflik atau
tantangan sekalipun dalam bentuk yang tersembunyi. Selain itu dominasi guru
terhadap murid dapat menimbulkan dominasi murid terhadap murid-murid yang
lain yang lebih lemah. Khususnya anak yang paling banyak didominasi oleh
guru cenderung untuk menunjukkan kekuasaannya terhadap anak-anak lain
sebagai kompensasi. Berdasarkan studi ini dapat dikemukakan hipotesis yang
berikut:
a. Guru yang dominatif dalam kelas akan menghadapi murid-murid
yang tidak menunjukkan sikap kerjasama,
b. Murid-murid di bawah pimpinan guru-guru dominatif juga akan
bersikap dominatif terhadap murid-murid lain,
c. Guru-guru yang integratif atau koperatif dalam hubungannya dengan
murid akan menimbulkan sikap kerjasama pada muridnya, baik
terhadap guru mapun terhadap murid lainnya.

92
Tampaknya dalam interaksi sosial, anak-anak meniru gurunya dan
melakukannya dalam hubungan mereka dengan anak-anak lain. Dominasi guru
mereka tafsirkan sebagai sikap yang tidak mau memepertimbangkan keinginan
orang laindalam situasi social. Maka anak sendiri juga tidak akan
menghiraukan keinginan guru. Mendominasi anak-anak lain dapat menjadi
kebiasaan murid. Sebaliknya guru yang integrative yang selalu
memperhitungkan keinginan dan buah pikiran orang lain mendidik anak-anak
untuk memperhatikan keinginan guru dan juga keinginan teman-temannya
dalam berbagai situasi social. Anak-anak dapat dipengaruhi oleh teladan
guru.86
Ada kemungkinan terdapat perbedaan antara renspons anak SD dan
murid-murid SMA.Murid-murid SMA yang harus dipersiapkan untuk Perguruan
Tinggi dan harus banyak belajar perlu didorong dan dipaksa.Untuk itu mereka
inginkan guru yang berwibawa, otoriter, disipliner atau dominative.
Dalam bidang akademis tampaknya guru otoriter lebih berhasil daripada
guru demokratis-integrative.Hasil belajar murid, khususnya dalam bidang
akademis, banyak bergantung pada kemampuan guru mengajar. Dari sekolah
diharapkan agar anak dikembangkan menjadi warga Negara yang baik yang
mengenal, menghargai serta menerapkan nilai-nilai dan norma yang dijunjung
tinggi oleh bangsa dan Negara.87
Dengan adanya wibawa ini, berarti diharapkan terjadinya suatu bimbingan
aktif, dan orang yang mempunyai wibawa, dalam hal ini adalah pendidik atau
orang dewasa. Karena, perlu diingat bhwa walaupun pada diri anak tersebut
terdapat potensi untuk berkembang sendiri, tetapi pada diri anak juga terdapat
keinginan memperoleh perlindungan, baik secara jasmani maupun rohani,
bersifat (kodrot) anak yang membutuhkan pertolongan.88
Guru yang dominatif dapat menimbulkan sikap menentang.Mereka ingin
diakui kepribadiannya.Khususnya pemuda pada masa pubertas justru ingin

86
S.Nasution, Op.Cit, hlm.119-120
87
Ibid, hlm.123
88
Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan (Individu, Masyarakat, Dan Pendidikan), (Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada, 2011), hlm.86
93
membentuk kepribadiannya sebelum memasuki masa kedewasaannya.89
Karena itu mereka peka akan ucapan atau tindakan yang menyinggung
perasaan dan harga dirinya. Terhadap tindakan yang demikian mereka
berontak secara terbuka atau tersembunyi.Akan tetapi, dalam hal pelajaran dan
sekolah mereka ingin mendapat guru yang berwibawa, yang tegas, yang dapat
menegakkan dan memelihara disiplin. Mereka tahu, tanpa disiplin, tanpa
kewibawaann, otoritas atau dominasi guru, murid-murid tidak akan belajar
sungguh-sungguh.
Dominasi guru dapat dijalankan tanpa menyinggung perasaan atau harga
diri murid dan secara obyektif dapat ditujukan untuk mencapai hasil belajar
yang diharapkan.Untuk mencapai hasil akademis tampaknya guru yang
dominatif lebih serasi daripada guru yang integratif atau demokratis. Guru yang
demoratis-integratif akan lebih disenangi oleh murid akan tetapi dalam
pelajaran mengenai informasi atau pengetahuan mereka akan ketinggalan.
Dalam pergaulan, murid-murid yang diajar oleh guru dominatif cenderung untuk
mendominasi teman-temannya, sedangkan murid-murid guru yang integratif
akan cenderung untuk bersikap ramah dalam persahabatannya.
Dalam Negara demokrasi inginkan terbentuknya anak-anak dan warga
Negara yang demokratis, yang suka memberi sumbangan pikirannya dan turut
berpatisipasi dalam pemecahan masalah, yang spontas dan menunjukkan
inisiatif.Akan tetapi, dalam Negara yang demokratispun dalam banyak aspek
kehidupan terdapat dan diperlukan tindakkan yang otoriter, yang menuntut
kepatuhan tanpa rundingan sebelumnya. Kolonialisme, feodalisme,
patriarkatisme telah sejak berabad-abad membiasakan bangsa kita untuk
mematuhi perintah atasan tanpa bertanya.
Dalam rumah tangga, disekolah, dalam pekerjaan banyak terdapat unsur-
unsur otoriter yang perlu demi kelancaran dan efektivitas.Peraturan peraturan
harus dipatuhi.Tentu diharapkan agar peraturan itu dipahami dan diterima serta
dilaksanakan dengan sepenuh hati. Murid-murid juga mau mematuhi peraturan
yang diakuinya baik bagi dirinya dan bagi sekolah.90

89
S.Nasution, Loc.Cit, hlm.120
90
Ibid, hlm.121
94
SOSIALISASI DI SEKOLAH

95
1. Sosialisasi
Proses pembimbingan individu ke dalam dunia sosial disebut
Sosoalisasi. Sosialisasi dilakukan dengan mendidik individu tentang
kebudayaan yang harus dimiliki dan di ikutinya agar ia menjadi anggota
yang lebih baik dalam masyarakat dan dalam berbagai kelompok khusus.
Sosialisasi dapat dianggap sama dengan pendidikan. Sosialisasi adalah
soal belajar.91
Dalam proses sosialisasi individu belajar tingkah laku, kebiasaan,
serta pola-pola kebudayaan. Juga keterampilan sosial seperti berbahasa,
bergaul, berpakaian, dan cara makan. Seluruh proses sosialisasi
berlangsung dalam interaksi individu dengan lingkungannya.92
Dalam pengertian yang lain disebutkan bahwa sosialisasi adalah
proses mempelajari, menghayati, dan menanamkan suatu nilai, norma,
peran, pola perilaku yang diperlukan individu-individu untuk dapat
berpartisipasi yang efektif dalam kehidupan masyarakat. Sosialisasi
diartikan sebagai sebuah proses seumur hidup bagaimana seorang
individu mempelajari kebiasaan-kebiasaan yang meliputi cara-cara hidup,
nilai-nilai, dan norma-norma sosial yang terdapat dalam masyarakat agar
dapat diterima oleh masyarakatnya.
Berikut pengertian sosialisasi menurut para ahli:
a. Charlotte Buhler
Sosialisasi adalah proses yang membantu individu-individu belajar
dan menyesuaikan diri, bagaimana cara hidup, dan berpikir
kelompoknya agar ia dapat berperan dan berfungsi dengan
kelompoknya.
b. Peter Berger
Sosialisasi adalah suatu proses seorang anak belajar menjadi
anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat.

91
S.Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2010), hlm.126
92
Ibid, hlm.127
96
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
sosialisasi adalah proses individu dalam mempelajari keperluan-keperluan
sosial dan kultural di sekitarnya yang mengarah ke dunia sosial.Sosial
adalah segala faktor ekstern yang mempengaruhi perkembangan pribadi
manusia.93
Sosialisasi terjadi melalui “conditioning” oleh lingkungan yang
menyebabkan individu mempelajari pola kebudayaan yang fundamental
seperti berbahasa, cara berjalan, duduk, makan, apa yang di makan,
berkelakuan sopan, mengembangkan sikap yang dianut dalam masyarakat
seperti sikap terhadap agama, seks, orang yang lebih tua, pekerjaan,
rekreasi dan segala sesuatu yang perlu bagi warga masyarakat yang baik.
Sosialisasi tercapai melalui komunikasi dengan anggota masyarakat
lainnya.94 Pola kelakuan yang berbeda-beda atau yang bertentangan
Kesulitan lain dalam proses sosialisasi ialah perubahan-perubahan yang
terjadi dalam masyarakat sebagai akibat modernisasi, industrialisasi, dan
urbanisasi.

2. Sosialisasi di Sekolah
Anak mengalami perubahan dalam kelakuan sosial setelah ia masuk
ke sekolah. Sekolah merupakan lembaga tempat anak terutama diberi
pendidikan inetelektual, yakni mempersiapkan anak untuk sekolah yang
lebih lanjut. Selain aspek intelektual, aspek lain seperti pendidikan moral
melalui pendidikan agama dan moral Pancasila juga diperhatikan, namun
dapat kita katakan bahwa pendidikan sosial masih belum mendapat tempat
yang menonjol.
Untuk mengetahui hingga manakah pendidikan sosial di sekolah
dilakukan, kita perlu mempelajari hal-hal berikut:
a. Nilai-nilai yang dianut sekolah.
b. Corak kepemimpinan, apakah otokratis atau demokratis.

93
Soerjono Soekanto, Sosiologi Keluarga, (Jakarta : Rineka Cipta, 1990), hlm. 80
94
Ali Mufron, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Aura Pustaka, 2015) hlm.173
97
c. Hubungan antar-murid, apakah misalnya terutama dipengaruhi
oleh suasana persaingan atau kerja sama.

3. Nilai - Nilai Yang di anut di Sekolah


Pada umumnya nilai-nilai yang dianut di sekolah sejalan dengan yang
berlaku dalam masyarakat sekitarnya. Ada pula norma-norma yang dianut
oleh masyarakat tempat sekolah itu berada yang perlu diperhatikan oleh
sekolah. Norma-norma yang diajarkan di sekolah tidak boleh bertentangan
dengan adat istiadat masyarakat sekitar.
Antara sekolah dan masyarakat harus ada hubungan dan kesesuaian
mengenai norma-norma dan nilai-nilai. Nilai-nilai di sekolah juga ditentukan
oleh guru-guru. Norma-norma kelakuan yang diajarkan oleh guru tak dapat
tiada menurut apa yang dianggapnya baik.95

4. Pengaruh Iklim Sosial Terhadap Sosialisasi Anak


a. Iklim demokratis
Dalam iklim demokratis anak-anak mendapat lebih banyak
kebebasan untuk berkelakuan menurut kepribadian masing-
masing.
b. Iklim Otokratis
Kelakuan anak dikontrol ketat oleh guru.

5. Persaingan dan Kerja Sama


Dalam banyak hal murid harus bersaing dengan murid-murid lain.
Persaingan itu paling menonjol dalam hal angka-angka. Angka-angka
sering ditentukan atau dasar perbandingan jadi persaingan. Dalam
masyarakat sendiri persaingan senantiasa timbul dalam usaha untuk
meningkatkan mutu serta melebihi lawan.
Kerja sama atau gotong-royong sangat di hargai dalam masyarakat
kita dan karena itu sudah selayaknya di pupuk pula di sekolah. Dapat kita
lihat bahwa kesempatan kerja sama ini di sekolah kurang mendapat
perhatian. Kerja kelompok sebagai metode mengajar jarang dilakukan.
95
S.Nasution, Op.Cit, hlm.129
98
6. Model dan Peranan
Dalam masyarakat tradisional orang tua menjadi teladan atau model
bagi generasi muda. Sedangkan model dalam masyaraskat kota sangat
kompleks. Komunikasi massa melalui radio, TV, film, menyodorkan
bermacam-macam tokoh yang menjadi idaman pemuda-pemudi Dalam
dunia yang kian kompleks ini anak harus sanggup memainkan aneka-
ragam peranan dalam bermacam-macam segmen kehidupan. Untuk itu ia
memerlukan berbagai model kelakuan di luar orang tua dan guru.96

7. Model – Model Bagi Murid di Sekolah


Anak-anak diperkenalkan dengan model-model dari berbagai segmen
masyarakat di luar sekolah dan mendapatkan interaksi sosial dengan
kelompok-kelompok lain. Mobilitas zaman modern, dari daerah pedesaan
ke perkotaan, dari daerah yang satu ke daerah lain, bahkan ke negara-
negara lain, menuntut perlunya murid-murid memahami macam-macam
kelakuan manusia. Kesempatan berinteraksi sosial yang luas dan aneka-
ragam jarang diberikan oleh sekolah.97

8. Guru sebagai model


Dapat kita katakan bahwa guru-guru menunjukan heterogenitas, dan
mereka semuanya diharapkan menjadi guru “baik” di mana pun mereka
mengajar dan dapat menjadi model atau teladan bagi anak didiknya.
Adanya kecenderungan kedudukan guru makin banyak di tempati oleh
kaum wanita dapat timbul masalah tentang model khususnya bagi anak
pria jika seluruh staf guru terdiri atas wanita. Bila kelakuan guru berbeda
sekali dengan cita-cita murid maka ia akan mencari model yang lain di luar
sekolah.

96
Rusman, Manajemen Kurikulum, (Jakarta : Rajawali Pers, 2011), hlm.119
97
Ibid, hlm.121
99
9. Apa yang di harapkan oleh guru
Guru-guru pada umumnya mengharapkan agar murid-murid
mempelajari yang di ajarkan dan di tugaskan. Tiap murid harus menguasai
keterampilan membaca, menulis, dan berhitung serta bidang studi lainnya.
Guru yang baik adalah guru yang dapat memelihara disiplin dalam
kelasnya. Bagi guru pelanggaran disiplin kelas dan sekolah dianggap
serius. Disiplin yang ketat, melarang anak-anak bicara atau kerja sama
dalam pelajaran sebenarnya menghalangi sosialisasi anak dan
perkembangan pribadinya.

10. Apa yang di harapkan orang tua


Orang tua mengirimkan anaknya ke sekolah agar menjadi “pandai”
artinya menguasai apa yang diajarkan di sekolah. Mengharapkan agar
anaknya mematuhi perintah gurunya serta berkelakuan baik.
Mengharapkan pula agar anaknya mendapat raport yang baik agar dapat
melanjutkan pelajarannya ke sekolah yang lebih tinggi.
Harapan atau aspirasi orang tua tentang anaknya juga bergantung
pada tingkat sosial orang tua. Orang tua mengutamakan prestasi akademis
dan perkembangan intelektual, karena itu mereka tidak terlampau
mementingkan perkembangan pribadi dan sosialisasi anak. Bahkan
mereka melihat bahaya dan kerugian bila anaknya terlampau banyak
berteman karena menyimpangkan perhatian anak dari pelajaran sekolah.

11. Apa yang di Harapkan Oleh Murid-murid


Di sekolah anak-anak harus menyediakan diri dengan teman-
temannya. Harapan teman-teman faktor utama dalam proses sosialisasi di
sekolah. Anak kelas rendah SD masih mengikuti norma-norma yang
ditentukan oleh guru dan orang tua. Tetapi murid Sekolah Menengah lebih
cenderung mengikuti harapan teman-temannya daripada orang tua. Apa
yang diharapkan oleh teman-temannya sering berbeda dengan harapan
orang tua. 98

98
Ibid, hlm.123
100
PENYESUAIAN DIRI

101
1. Penyesuaian Diri
Diri Penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni
pada diri sendiri dan pada lingkungannya. Sehingga permusuhan,
kemarahan, depresi, dan emosi negatif lain sebagai respon pribadi yang
tidak sesuai dan kurang efisien bisa dikikis.
Dalam Pengertian yang lain dinyatakan bahwa penyesuaian diri dapat
di definisikan sebagai suatu proses yang mencakup respon-respon mental
dan perilaku yang diperjuangkan individu agar dapat berhasil menghadapi
kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik, serta untuk
menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu
dengan tuntutan dunia luar atau lingkungan tempat individu berada.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
penyesuaian diri adalah proses mengubah diri sesuai dengan norma atau
tuntutan lingkungan dimana dia hidup agar dapat berhasil menghadapi
kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi dan konflik sehingga
tercapainya keharmonisan pada diri sendiri serta lingkungannya dan
akhirnya dapat diterima oleh kelompok dan lingkungannya.99

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


Proses sosialisasi tidak selalu berjalan lancer, Karena adanya sejumlah
kesulitan: Pertama, ada kesulitan komunikasi dan Kedua adanya pola
kelakuaan yang berbeda-beda atau yang bertentangan, Individu akan
berkembang menjadi makhluk sosial melalui proses sosialisasi. Dalam proses
ini ada beberapa faktor yang mempengaruhi. Menurut F.G. Robbins, ada lima
faktor yaitu :
a. Sifat dasar, yaitu merupakan keseluruhan potensi-potensi yang
diwarisi oleh seseorang dari ayah dan ibunya.

99
„Abdullah Nashih „Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, ( Jawa Barat : Fathan Media Prima,
2016), hlm.143

102
b. Lingkungan prenatal, yaitu lingkungan dalam kandungan ibu. Dalam
periode ini individu mendapatkan pengaruh-pengaruh tidak langsung
dari ibu, misal beberapa jenis penyakit (diabetes, kanker, siphilis)
berpengaruh secara tidak langsung terhadap pertumbuhan mental,
penglihatan, pendengaran anak dalam kandungan.
c. Perbedaan individual, meliputi perbedaan dalam ciri-ciri fisik (bentuk
badan, warna kulit, warna mata, dan lain-lain), ciri-ciri fisiologis
(berfungsinya sistem endokrin), ciri-ciri mental dan emosional, ciri
personal dan sosial.
d. Lingkungan, meliputi lingkungan alam (keadaan tanah, iklim, flora dan
fauna), kebudayaan, manusia lain dan masyarakat di sekitar individu.
e. Motivasi, yaitu kekuatan-kekuatan dari dalam diri individu yang
menggerakkan individu untuk berbuat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses sosialisasi tersebut berasal dari


luar dan dalam diri individu. Faktor yang berasal dari dalam diri individu yaitu
sifat dasar, perbedaan individual, dan motivasi. Sedangkan faktor yang berasal
dari luar individu yaitu lingkungan prenatal, dan lingkungan sekitar. Media
sosialisasi merupakan tempat dimana sosialisasi itu terjadi atau disebut juga
sebagai agen sosialisasi (agent of socialization) atau sarana sosialisasi.
Yang dimaksud dengan agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang
membantu seseorang individu menerima nilai-nilai atau tempat di mana
seorang individu belajar terhadap segala sesuatu yang kemudian
menjadikannya dewasa. Secara rinci, beberapa media sosialisasi yang utama
adalah :
a. Keluarga
Anak yang baru lahir (bayi) mengalami proses sosialisasi yang paling
pertama adalah di dalam keluarga dengan Mengazankan pada telinga
kanannya dan mengiqomahkan pada telinga kirinya, hal tersebut di
lakukan ketika lahir. Dari sinilah anak pertama kali mengenal lingkungan
sosial dan budayanya, juga mengenal seluruh anggota keluarganya ayah,
ibu, dan saudara-saudaranya sampai anak itu mengenal dirinya sendiri.

103
b. Kelompok Bermain
Kelompok bermain baik yang berasal dari kerabat, tetangga maupun
teman sekolah merupakan agen sosialisasi yang pengaruhnya besar
dalam membentuk pola-pola perilaku seseorang. Di dalam kelompok
bermain, anak mempelajari berbagai kemampuan baru yang acapkali
berbeda dengan apa yang mereka pelajari dari keluarganya.
Di dalam kelompok bermain individu mempelajari norma nilai, kultural,
peran, dan semua persyaratan lainnya yang dibutuhkan individu untuk
memungkinkan pertisipasinya yang efektif di dalam kelompok
permainannya.

c. Sekolah
Sekolah merupakan media sosialisasi yang lebih luas dari keluarga.
Sekolah mempunyai potensi yang pengaruhnya cukup besar dalam
pembentukan sikap dan perilaku seorang anak, serta mempersiapkannya
untuk penguasaan peranan-peranan baru di kemudian hari di kala anak
atau orang tidak lagi menggantungkan hidupnya pada orang tua atau
keluarganya.
Sosialisasi murid disekolah dipengaruhi oleh:
a. Iklim sosial di sekolah,
b. Adanya model bagi murid,
c. Peranan murid seperti yang diharapkan.
Peranan yang diharapkan murid dapat dilihat dari tiga segi yakni
menurut harapan guru, orang tua dan murid - murid lainnya

d. Lingkungan Kerja
Di dalam lingkungan kerja inilah individu saling berinteraksi dan
berusaha untuk menyesuaikan diri dengan nilai dan norma yang berlaku di
dalamnya.

104
3. Kriteria Penyesuaian Diri
Scheneiders mengemukakan beberapa kriteria penyesuaian yang
tergolong baik (well adjusment) ditandai dengan :
a. Pengetahuan dan tilikan terhadap diri sendiri,
b. Obyektivitas diri dan penerimaan diri,
c. Pengendalian diri dan perkembangan diri,
d. Keutuhan pribadi,
e. Tujuan dan arah yang jelas,
f. Perspektif, skala nilai dan filsafat hidup memadai,
g. Rasa humor,
h. Rasa tanggung jawab,
i. Kematangan respon,
j. Perkembangan kebiasaan yang baik,
k. Adaptabilitas,
l. Bebas dari respon-respon yang simptomatis (gejala gangguan
mental),
m. Kecakapan bekerja sama dan menaruh minat kepada orang lain,
n. Memiliki minat yang besar dalam bekerja dan bermain,
o. Kepuasan dalam bekerja dan bermain, dan
p. Orientasi yang menandai terhadap realitas.

4. Variasi Penyesuaian Diri


Empat variasi penyesuaian diri yang lebih penting dan krusial dalam
kehidupan seorang manusia yaitu:
a. Penyesuaian dengan dirinya sendiri (Personal Adjustment),
b. Penyesuaian sosial (Social Adjustment),
c. Penyesuaian diri dengan pernikahan (Marital Adjustment),
d. Penyesuaian diri dengan pekerjaan (Vocation

105
SEKOLAH DAN MASYARAKAT

106
1. Sekolah dan Masyarakat
Sekolah yang beroreantasi penuh kepada kehidupan masyarakat disebut
community school atau “sekolah masyarakat”. Sekolah ini beroreantasi pada
masalah masalah kehidupan dalam masyarakat seperti masalah manusia
melestarikan alam, memanfaatkan sumber sumber alam dan manusia,masalah
kesehatan, kewarganegaraan,penggunaan waktu senggang, komunikasi dan
senagainya.dalam kurikulum ini anak dididik agar turut serta dalam kegiatan
masyarakat. Murid murid mempelajari lingkungan sosialnya untuk
mengidentifikasi masalah masalah yang dapat dijadikan pokok bagi suatu unit
pelajaran, kususnya yang memberikan kesempatan murid murid untuk
meningkatkan mutu kehidupan dalam masyarakat sekitarnya.
Dalam melaksanakan program sekolah,masyarakat diturut sertakan,tokoh
tokoh dari setiap aspek kehidupan masyarakat seperti dari dunia
perusahaan,pemerintah, agama, politik, dan sebagainya diminta bekerja sama
dengan sekolah dalam proyek perbaikan masyarakat.
Meminta waktu dan tenega tokoh tokoh masyarakat dalam suatu proyek
sekolah akan menemui banyak rintangan.demikian pula bila anak ingin
mengunjungi kantor,pabrik, perusahaan dan sebagainya. Kurikulum yang
sepenuhnyaa didasarkan atas masalah masalah masyarakat mendapat
kecaman yang prdas dari golongan yang menginginkan kurikulum akademis
berdasarkan disiplin ilmu.
Sekarang mungkin jarang terdapat orang yang berpegang sepenuhnya
pada prinsip prinsip community school.setiap kurikulum harus relevan dengan
kebutuhan masyarakat karna sekolah didirikan oleh masyarakat untuk
mempersiapkan anak untuk masyarakat. Menurut Nasution, manusia adalah
makhluk sosial, ia hidup dalam hubungannya dengan orang lain dan hidupnya
bergantung pada orang lain. Karena itu manusia tidak mungkin hidup layak di
luar masyarakat. Masyarakat sangat luas meliputi seluruh umat manusia.
Masyarakat terdiri atas bebagai kelompok besar maupun kecil.
Menurut Nasution, dalam pengelompokannya masyarakat sering
dibedakan menjadi, yaitu:

107
a. Kelompok primer merupakan kelompok pertama dimana ia mula-mula
berinteraksi dengan orang lain yakni: keluarga, kelompok sepermainan
dan lingkungan tetangga. Dalam kelompok primer terdapat hubungan
temu muka langsung dalam suasana akrab. Dalam kelompok ini ia
mempelajari kebiasaan fundamental seperti bahasa, soal baik buruk,
kemampuan untuk mengurus diri sendiri, kerjasama dan bersaing,
disiplin dan sebagainya. Kelompok primer ini juga sering
disebut gemeinschaft.
b. Kelompok sekunder dibentuk dengan sengaja atas pertimbangan
tertentu berdasarkan kebutuhan tertentu seperti perkumpulan profesi,
organisasi agama, dan partai politik yang anggotanya mungkin tidak
pernah saling bertemu. Kelompok sekunder ini dapat hidup lama
melampau suatu generasi.Kelompok sekunder sering disebut
dengan gesellschaft

Masyarakat setempat (community) yaitu yang menunjuk pada warga


sebuah desa, kota, suku, atau bangsa.Apabila anggota anggota sesuatu
kelompok, baik kelompok itu besar maupun kecil, hidup bersama sedemikian
rupa sehingga merasakan bahwa kelompok tersebut dapat memenuhi
kepentingan kepentingan hidup yang utama, kelompok tadi disebut masyarakat
setempat. Sebagai suatu perumpamaan, kebutuhan, seseoarang tidak mungkin
secara keseluruhan terpenuhi apabila dia hidup bersama sama rekan lainnya
yang sesuku.dengan demikian kriteria yang utama bagi adanya suatu
masyarakat setempat adalah adanya social relationship antara anggota suatu
kelompok. Maka dapat dikatakan bahwa masyarakat setempat menunjuk pada
bagian masyarakat yang tinggal disuatu wilayah (dalam arti geografis) dengan
batas batas tertentu dimana factor utama yang menjadi dasar adalah interaksi
yang lebih besar diantara para anggotanya, dibandingkan dengan penduduk
diluar batas wilayahnya.100

100 Soerjono Soekamto,Budi sulistiowati,Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta :Rajawali pers,2014)hlm. 130

108
2. Mengenal Masyarakat
Masyarakat terdiri atas sekelompok manusia yang menempati daerah
tertentu, menunjukkan intregasi berdasarkan pengalaman bersama berupa
kebudayaan, memiliki sejumlah lembaga yang melayani kepentingan bersama,
mempunyai kesadaran akan kesatuan tempat tinggal dan bila perlu dapat
bertindak bersama.
Tiap masyarakat memiliki sesuatu yang khas, lain dari pada yang lain,
walaupun tampaknya sama dari luar misalnya mengenal hal hal fisik seperti
bentuk rumah, pakaian, bentuk rekreasi dan sebagainya. Yang memberi suatu
kekhasan suatu masyarakat adalah hubungan sosialnya.Hubungan social ini
dipengaruhi oleh besarnya masyarakat itu. Dimasyarakat kecil orang saling
berkenalan seperti dalam suatu keluarga dan hubungan social bersifat
primer.dalam masyarakat yang luas seperti dikota terdapat kebanyakan
hubungan sekunder.norma norma social dalam kedua masyarakat itu
berbeda.Disamping itu masyarakat mempunyai perbedaan lain seperti kota
industry berbeda dengan daerah pertambangan atau kampong nelayan, kota
universitas berbeda dengan kampong pertanian, daerah pertokoan berbeda
dengan daerah pemukiman, dan sebagainya.fungsi kota atau masyarakat
turut menentukan system sosialnya.
Dalam masyarakat yang modern, sering dibedakan antara masyarakat
pedesaan dengan masyarakat perkotaan rural community dan urban
community perbedaan tersebut sebenarnya tidak mempunyai hubungan
dengan pengertian masyarakat sederhana karna dalam masyarakat modern,
betapapun kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh pengaruh dari kota.
Sebaliknya pada masyarakat bersahaja pengaruh dari kota secara relative tidak
ada. Perbedaan antara masyarakat pedesaan dengan masyarakat perkotaan,
pada hakikatnya bersifat gradual. Agak sulit untuk memberikan batasan apa
yang dimaksudkan dengan perkotaan karna adanya hubungan antara
konsentrasi penduduk dengan gejala gejala social yang dinamakan urbanisme.
Warga pedesaan, suatu masyarakat mempunyai hubungan yang lebih erat
dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat
pedesaan lainnya. System kehidupan biasanya berkelompok atas dasar system

109
kekeluargaan. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari
pertanian. Walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng, bata, tukang
pembuat gula,inti pekerjaan penduduk adalah pertanian.
Masyarakat perkotaan atau urban community adalah masyarakat kota
yang tidak tertentu jumlah penduduknya. Tekanan pengertian “kota” terletak
pada sifat dan ciri kehidupan yang berbeda dengan masyarakat pedesaan.
Antara warga masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan terdapat
perbedaan dalam perhatian,kususnya terhadap keperluan hidup.didesa yang
diutamakan perhatian khusus terhadap keperluan utama kehidupan, hubungan
hubungan untuk memperhatikan fungsi pakaian, makanan, rumah, dan
sebagainya .hal ini berbeda lain denagn orang kota yang mempunyai
pandangan berbeda.

3. Sistem Nilai
Tiap masyarakat mempunyai system nilainya sendiri yang coraknya
berbeda dengan masyarakat lain. Dalam system nilai itu senantiasa terjalin nilai
niali kebudayaan nasional dengan nilai nilai local yang unik. Dalam nilai nilai itu
terdapat jenjang prioritas, ada nilai yang dianggap lebih tinggi daripada yang
lain yang dapat berbeda menurut pendirian individual.
Dalam masyarakat kota yang mempunyai universitas dan penduduk yang
intelektual sikap orang lebih liberal, lebih terbuka bagi modernisasi dan
pendirian atau bentuk kelakuan yang baru, yang lain daripada yang lain, baik
tentang buah pikiran, moral maupun tentang pakaian, pergaulan dan
sebagainya.
Sebaliknya dalam masyarakat pedesaan yang mempunyai tradisi yang
kuat dan yang sangat taat pada agama, sikap dan pikiran orang lebih
homogeny. Penyimpangan dari yang lazim segera akan mendapat kecaman
dan kelakuan setiap oaring diawasi dan diatur oleh orang disekitarnya.Dalam
kedua masyarakat itu anak anak dididik menurut cara yang berbeda beda dan
berkembang menjadi pribadi yang berbeda beda pula.Walaupun kedua
masyarakat itu berbeda beda, namun adapula persamaannya yakni mereka
semua sama menjadi anggota suatu bangsa yang mempunyai kebudayaan

110
nasional yang sama. Orang Indonesia dimanapun dia berada mempunyai
filsafat, bahasa, sejarah, dan kebudayaan sama, walaupun tiap tiap daerah
mempunyai ciri yang khas.
Tiap sekolah, tiap guru harus mengenal lingkungan social tempat mereka
berada agar mereka dapat memahami latar belakang kultural anak dan jangan
mengucapkan atau berbuat sesuatu yang bertentangan dengan norma norma
yang dianut oleh masyarakat. Dalam suatu masyarakat yang mungkin pula
terdapat perbedaan pendirian tentang nilai mana yang dominan. Golongan
pengusaha mungkin lebih liberal progresif, golongan adat mengutamakan
tradisi dan cenderung menentang perubahan atau setidak tidaknya hati hati
atau curiga terhadap pembaruan. Juga golongan agama akan cenderung
bersikap konservatif. Dalam mengambil keputusan yang menyangkut
kepentingan umum, termasuk pendidikan, akan terdapat kesulitan untuk
mempertemukan perbedaan norma norma itu. Menilai berarti memberi
pertimbangan untuk menentukan apakah sesuatu itu bermanfaat/berguna atau
tidak, baik atau buruk, benar atau salah. Hasil penilaian disebut nilai.
Manusia selalu menghendaki nilai kemanfaatan/kegunaan daripada
kerugian, nilai kebaikan dari pada keburukan, dan nilai kebeneran daripada
kesalahan. Alasannya adalah nilai kerugian, keburukan, dan kesalahan itu nol
atau kosong tidak berarti apa apa bahkan dapat menjadi sumber kehancuran,
kemiskinan, dan kebodohan dalam masyarakat. Apabila ada manusia yang
memilih nilai kerugian, keburukan,atau kesalahan, dia dianggap telah
melakukan penyimpangan karna salah arah serta arah jalan. Manusia ini perlu
disadarkan dan diselamatkan sehingga dia kembali kejalan yang benar,
baik,dan bermanfaat atau berguna bagi dirinya sendiri dan masyarakat.
Mengenai pengertian”nilai” Munandar Soeleman mengutip beberapa
pendapat tentang nilai dalam uraiannya dinyatakan bahwa: Nilai adalah segala
sesuatu yang menarik bagi manusia sebagai subjec nilai adalah segala sesuatu
tentang yang baik dan yang buruk. Atas dasar beberapa pengertian tentang
nilai tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sesuatu dianggap bernilai apabila
arah pilihan ditujukan pada yang baik, yang menarik dan yang dibolehkan
karena ada manfaatnya bagi manusia dan inilah yang diinginkan oleh manusia

111
dalam hidup bermasyarakat konsepsi konsepsi tentang nilai yang hidup dalam
pikiran sebagian besar warga masyarakat membantu sistem nilai budaya.
Sistem nilai budaya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan
manusia dalam tingkatan yang paling abstrak. System tata kelakuan lain yang
tingkatnya lebih konkret, seperti peraturan, hukuman. Dan norma norma
semuanya berpedoman pada sistem nilai budaya tersebut. System nilai
budaya demikian kuat meresap dalam jiwa warga masyarakat, sehingga sukar
di ganti dengan nilai budaya lain dalam waktu singkat.
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, system nilai budaya adalah
konsepsi konsepsi tentang nilai hidup dalam alam pikiran sebagian besar
anggota/warga masyarakat. Dan berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi
sikap mental, cara berfikir, dan tingkah laku mereka. Sistim nilai budaya
tersebut adalah hasil pengalaman hidup yang berlangsung dalam kurun waktu
yang lama, sehingga menjadi kebiasaan yang berpola. Sistim nilai budya yang
sudah berpola itu meliputi segala aspek kehidupan masyarakat. Kehidupan
masyarakat adalah pola kehidupan yang berkelompok dalam bentuk bentuk
tertentu karena:
a. Ikatan perkawinan dan keturunan darah, seperti keluarga
b. Kesatuan geografis
c. Kesamaan asal usul,seperti etnis melayu,sunda dan cina
d. Kesamaan kepentingan dan tujuan, seperti organisasi pemuda dan
LSM.
e. Kesamaan keahlian dan keterampilan, seperti profesi keilmuan.

Sistim nilai budaya yang sudah berpola merupakan gambaran sikap,


pikiran dan tingkah laku anggota/warga yang diwujudkan dalam bentuk sikap
dan perbuatan dalam hidup masyarakat. Sistim nilai budaya tersebut adalah
produk budaya hasil pengalaman hidup yang berlangsung terus menerus yang
akhirnya disepakati bersama sebagai pedoman hidup mereka.Dan sebagai
identitas kelompok masyarakat. Sistim nilai budaya yang sudah berpola itu
antara lain mengenai :

112
a. Strutur kelompok masyarakat
b. Bentuk rumah dan anggota penghuninya
c. Perkawinan dan proses pelangsungannya
d. Etika dan tatakrama dalam pergaulan hidup
e. Usaha dan tutur kata dalam komunikasi
f. Bentuk dan cara berpakain serta penggunaanya
g. Tata tertip makan dan minum (jenis, cara, dan penyajiannya)

4. Sistem Kekuasaan dalam Masyarakat


Dalam tiap masyarakat terdapat tokoh atau kelompok yang berkuasa
mengambil keputusan dan melaksanakannya berdasarkan otoritas yang ada
padanya. Kekuasaan seorang atau kelompok nyata dari kemampuan untuk
mengendalikan orang lain dan memaksanya untuk melaksanakan apa yang
ditugaskan. Kekuasaan serupa ini diperlukan dalam tiap masyarakat agar
terdapat ketertiban dan pengawasan atas tindakan orang. Tentu saja
kekuasaan itu dapat digunakan baik untuk kepentingan umum dan dapat pula
disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok.Ada kemungkinan
kekuasaan jatuh ketangan orang atau kelompok yang tidak bertanggung jawab
yang tentu merugikan masyarakat.
Suatu masyarakat tidak dapat dipahami tanpa mengetahui sumber sumber
kekuasaan disitu kekuasaan itu dapat dipegang oleh pemerintah, bank, indurtri,
pengusaha, universitas, keluarga kaya, golongan agama, ketua adat, dan
sebagainya. Disamping kekuasaan resmi terdapat kekuasaan tak resmi yang
harus diperhitungkan dan tak dapat diabaikan begitu saja. Untuk memajukan
pendidika perlu diusahakan bantuan dari mereka yang memegang kekuasaan
dalam masyarakat.untuk mempelajari suatu masyarakat secara lebih
mendalam kita dapat mempelajari berbagai aspsek seperti : struktur penduduk
termasuk golongan minoritas, stratifikasi sosial,agama, aliran politik,
pendidikan, kesehatan, ekonomi, kejahatan, dan sebagainya. Sistematik lain
yang dapat kita jadikan pegangan adalah :

113
a. Demografi (statistic penduduk, komposisi menurut suku bangsa,
agama,dan sebagainya)
b. Ekologi (aspek geografis, penyebaran penduduk)
c. Sejarah (perkembangan kehidupan sosial)
d. Kegiatan kegiatan (mata pencaharian, kehidupan keluarga,
pendidikan, rekreasi, kehidupan agama, keamanan, politik, dan
sebagainya)
e. System nilai nilai, agama, adat istiadat
f. System kekuasaan
g. Pengaruh kebudayaan daerah dan nasional

Tokoh tokoh yang menarik dan lain lain. Dalam setiap hubungan antar
manusia maupun antar kelompok sosial selalu tersimpul pengertian
pengertian kekuasaan dan wewenang. Kekuasaan yang diartikan sebagai
kemampuan untuk mengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada
pemegang kekuasaan tersebut. Kekuasaan terdapat disemua bidang
kehidupan dan dijalankan. Kekuasaan mencangkup kemampuan untuk
memerintah dan juga untuk memberikan keputusan keputusan yang secara
langsung maupun tidak langsung memengaruhi tindakan tindakan pihak pihak
lainnya. Max weber mengatakan kekuasaan adalah kesempatan seseorang
atau sekelompok orang untuk menyadarkan masyarakat akan kemauan
kemauannya sendiri dengan sekaligus menerapkannya terhaap tindakan
tindakan perlawanan dari orang orang atau golongan golongan tertentu.
Kekuasaan memiliki aneka macam bentuk dan berbagai macam sumber.
Hak milik kebendaan dan kedudukan merupakan sumber kekuasaan. Birokrasi
juga merupakan sumber kekuasaan, disamping kemampuan kusus dalam
bidang ilmu ilmu pengetahuan yang tertentu ataupun atas dasar peraturan
peraturan hokum yang tertentu. Jadi, kekuasaan terdapat dimana mana dalam
hubungan sosial maupun didalam organisasi organisasi sosial.Akan tetapi pada
umumnya kekuasaan yang tertinggi berada pada organisasi yang dinamakan
“Negara”. Kekuasaan yang dapat dijumpai pada interaksi sosial antara manusia

114
maupun antar kelompok mempunyai beberapa unsur pokok,yaitu sebagai
berikut.
a. Rasa takut, perasaan takut pada seseoorang (yang merupakan
penguasa, misalnya) menimbulkan suatu kepatuhan terhadap segala
kemauan dan tindakan orang yang ditakuti tadi. Rasa takut merupakan
perasaan negative karena orang tunduk terhadap orang lain karena
terpaksa.Rasa takut juga menyebabkan orang yang bersangkutan
meniru tindakan tindakan orang yang di takutinya.
b. Rasa cinta,menghasilkan perbuatan perbuatan yang pada umumnya
positif. Orang orang lain bertindak sesuai dengan kehendak pihak
yang berkuasa untuk menyenangkan semua pihak. Rasa cinta
biasanya telah mendarah daging dalam diri seseorang atau
sekelompok orang.Rasa cinta yang efesien seharusnya dimulai dari
penguasa. Apabila ada suatu reaksi positif dari masyarakat yang
dikuasai, kekuasaan akan dapat berjalan dengan baik dan teratur.
c. Kepercayaan,dapat timbul sebagai hasil hubungan langsung antara
dua orang atau lebih yang bersifat asosiatif.
d. Pemujaan,system kepercayaan mungkin masih dapat disangkal oleh
orang orang lain. Akan tetapi didalam system pemujaan,seseorang
atau sekelompok orang yag memegang kekuasaan mempunyai dasar
pemujaan dari orang orang lain. Akibatnya adalah segala tindakan
penguasa dibenarkan atau setidak tidaknya dianggap benar.

Keempat unsur tersebut merupakan sarana yang biasanya digunakan oleh


penguasa untuk dapat menjalankan kekuasaan yang ada ditangannya. Apabila
seseorang hendak menjalankan kekuasaan, biasanya dilakukan secara
langsung tanpa perantaraan keadaan semacam itu biasanya dapat dijumpai
pada masyarakat masyarakat kecil dan bersahaja, dimana para warganya
saling mengenal dan belum dikenal adanya deferensiasi.101

101
Loc.Cit,Soejono Soekanto dan Budi Sulistiyowati,hlm.228-232
115
5. Hubungan Sekolah dan Masyarakat
Hingga kini boleh dikatakan, hubungan antara sekolah kita dan
masyarakat masih sangat minim oleh sebab pendidikan sekolah dipandang
terutama sebagai persiapan untuk kelanjutan pelajaran. Kurikulum sekolah kita
bersifat akademis dan dapat dijalankan berdasarkan buku pelajaran tanpa
menggunakan sumber sumber masyarakat.
Setelah kita merdeka sekolah sekolah dibanjiri oleh anak anak dari segala
lapisan, mula mula SD dan kemudian meluap ke SM dan kini menggedor pintu
universitas. Walaupun murid murid beraspirasi masuk keperguruan tinggi,
namun dalam kenyataan hanya sebagian saja berhasil mewujudkan cita cita
itu.sebagian besar dari anak anak yang memasuki SD berhenti bersekolah
ditengah jalan dan harus memasuki lapangan kerja. Maka kurikulum yang
akademis sebagai persiapan untuk perguruan tinggi tidak sesuai dengan
kebutuhan banyak siswa. Itu sebabnya timbul usaha untuk menyesuaikan
kurikulum dengan kehidupan dalam masyarakat. Dituntut agar kurikulum
relevan dengan kebutuhan masyarakat.Anak anak perlu dipersiapkan agar
hidup efektif dalam masyarakat. Salah satu usaha yang agak radikaladalah
diciptakannya apa disebut community school. Walaupun sekolah kebanyyakan
mempertahankan kurikulum subject-centered kemungkinan mengadakan
hubungan dengan masyarakat sangat banyak.
Salah satu faktor yang menyebabkan kesenjangan antara sekolah dan
masyarakat adalah minimnya informasi yang bertalian dengan pendidikan
disekolah dan kurang kuatnya hubungan antara masyarakat dengan
pemerintah untuk memperolah dukungan yang lebih luas dari masyarakat perlu
dilakukan upaya sosialisasi yang bertujuan memperkenalkan beragam hal
tentang implementasi kurikulum dan kondidi ejektifnya. Hal ini bertujuan agar
dapat menarik berbagia perhatian dari berbagai elemen yang berhubungan
dengan menejemen sekolah, agar terdorong untuk melakukan upaya - upaya
peningkatan kwalitas pendidikan disekolah.
Usaha yang dapat dilakukan sekolah ialah menghubungkannya dengan
masyarakat dan menjadikan masyarkat sebagia sumber pelajaran. Pada
umumnya untuk memanfaatkan sumber sumber itu, masyarakat dapat dibawa

116
kedalam kelas, misalnya mengundang nara sumber kesekolah.Atau , sekolah
dibawa kedalam masyarakat melalui karya wisata, praktek lampangan,atau
kuliah kerja nyata (KKN) maha siswa pada perguruan tinggi atau Universitas.
Jika dilihat dari sisi maknanya, hubungan sekolah dan masyarakat memiliki
pengertian yang sangat luas. Sehingga, masing-masing ahli memiliki persepsi
yang berbeda, seperti diungkapkan Tim Dosen adsministrasi pendidikan
universitas pendidikan Indonesia bahwa: “ hubungan masyarakat dan sekolah
merupakan komunikasi dua arah antara organisasi dengan public secara timbal
balik dalam rangka mendukung fungsi dann tujuan menejemen dengan
meningkatkan pembinaan kerja sama serta pemenuhan kepentingan bersama.”
Sekolah juga banyak menggunakan masyarakat sebagai sumber pelajaran
memberikan kesempatan luas dalam mengenal kehidupan masyarakat.
Diharapkan agar anak didik dapat menyesuaikan diri denga perkembangan
masyarakat, lebih mengenal lingkungan social, dapat berinteraksi dengan
orang lain dengan latar belakang keluarga berbeda, seperti: social – ekonomi,
agama, budaya, dan etniss. Apa yang dipelajari disekolah hendaknya berguna
bagi kehidupan anak dimasyarakat dan didasarkan atas masalah masyarakat.
Anak diharapkan pula lebih serasi dipersiapkan sebagai warga masyarakat.
Pendidikan memegang peranan penting dalam membentuk dan
menciptakan masyarakat sesuai dengan yang diharapkan. Dengan adanya
pendidikan, apa yang dicita-citakan masyarakat dapat diwujudkan melalui anak
didik sebagai generasi masa depan. Salah satu peranan pendidikan dalam
masyarakat adalah dalam fungsi social, yakni sekolah merupakan salah satu
sarana pendidikan yang diharapkan masyarakat.

6. Masyarakat Sebagai Sumber


Usaha penting yang dapat disekolah ialah menghubungkan dengan
masyarakat dengan menjadikan masyarakat itu sebagai sumber
peljaran. Peran serta masyarakat dalam pendidikan adalah aktivitas
yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam bidang pendidikan dengan
tujuan untuk memajukan pendidikan dengan cara-cara tertentu. Kelompok
orang yang dimaksud adalah dapat berupa masyarakat yang berhubungan

117
langsung dengan pendidikan seperti orang tua siswa yang tergabung
dalam komite sekolah, masyarakat luas yang tergabung dalam dewan
pendidikan, dunia usaha seperti badan-badan usaha yang dapat berpartisipasi
dalam program Manajemen Berbasis Sekolah, penyelenggara pendidikan
nonpemerintah, dan sebagainya. Keluarga dan masyarakat bukan lagi pihak
yang pasif hanya penerima keputusan-keputusan dalam penyelenggaraan
pendidikan. Mereka harus aktif menentukan dan membuat program bersama
sekolah dan pemerintah.
Seperti yang dikemukakan Clark (1989) bahwa terdapat dua jenis
pendekatan untuk mengajak orang tua dan masyarakat berpartisipasi aktif
dalam pendidikan. Pertama, pendekatan scool-based dengan cara mengajak
orang tua siswa datang ke sekolah melalui pertemuan-pertemuan, konferensi,
diskusi guru-orang tua, dan mengunjungi anaknya saat sedang belajar
disekolah. Kedua, orang tua membantu anaknya belajar dirumah bersama
dengan guru yang berkunjung ke rumah (home-based).
Ada bermacam-macam tingkatan peran serta masyarakat dalam
pembangunan pendidikan. Peran serta tersebut dapat diklasifikasikan dalam 7
tingkatan, yang dimulai dari tingkat terendah ke tingkat tertinggi. Tingkatan
tersebut terinci sebagai berikut :
a. Peran serta dengan menggunakan jasa yang tersedia. Jenis PSM ini
merupakan jenis paling umum. Masyarakat hanya memanfaatkan jasa
sekolah dengan memasukkan anak ke sekolah.
b. Peran serta dengan memberikan kontribusi dana, bahan, dan tenaga.
Masyarakat berpartisipasi dalam perawatan dan pembangunan fisik
sekolah dengan menyumbangkan dana, barang dan atau tenaga.
c. Peran serta secara pasif. Artinya menyetujui dan menerima apa yang
diputuskan oleh sekolah (komite sekolah), misalnya komite sekolah
memutuskan agar orang tua membayar iuran bagi anaknya yang
bersekolah dan orangtua menerima keputusan tersebut dengan
mematuhinya.

118
d. Peran serta melalui adanya konsultasi. Orangtua datang ke sekolah
untuk berkonsultasi tentang masalah pembelajaran yang dialami
anaknya.
e. Peran serta dalam pelayanan. Orang tua/masyarakat terlibat dalam
kegiatan sekolah, misalnya orangtua ikut membantu sekolah ketika ada
studi banding, kegiatan pramuka, kegiatan keagamaan, dan lain
sebagainya.
f. Peran serta sebagai pelaksana kegiatan yang
didelegasikan/dilimpahkan. Misalnya, sekolah meminta
orangtua/masyarakat untuk memberikan penyuluhan tentang
pentingnya pendidikan, masalah gender, gizi dan lain sebagainya.

Peran serta dalam pengambilan keputusan. Orangtua/masyarakat terlibat


dalam pembahasan masalah pendidikan (baik akademis maupun non
akademis) dan ikut dalam proses pengambilan keputusan dalam rencana
pengembangan sekolah.

7. Lingkungan dan Pendidikan Anak


Dalam memberikan pengaruh terhadap perkembangan anak, lingkungan
pendidikan sangat berperan penting dalam memberikan pengaruh tersebut.
Diantara peranan lingkungan pendidikan adalah sebagai berikut:
1. Peranan Lingkungan Keluarga
Sangat besar peranan kelurga dalam pendidikan, karena keluarga
adalah lingkungan pertama yang memberikan pendidikan kepada anak.
Peranan keluarga tersebut diantaranya adalah :
a. Sebagai pembentuk pola pikir anak, karena di dalam keluarga,
anak pertama kali berkenalan dengan nilai dan norma.
b. Sebagai pengalaman pertama bagi masa kanak-kanak,
pengalaman ini merupakan faktor yang sangat penting bagi
perkembangan berikutnya, khususnya dalam perkembangan
pribadinya.

119
c. Sebagai lingkungan pendidikan yang memberikan keteladanan,
karena keteladanan orang tua akan menjadi tolat ukur dan
menjadi wahana pendidikan moral.
d. Sebagai lingkungan pendidikan yang berperan dalam meletakkan
dasar-dasar pendidikan agama.

2. Peranan Lingkungan Sekolah


Tugas sekolah sangat penting dalam menyiapkan anak-anak untuk
kehidupan masyarakat. Maka dari itu, sekolah memegang peranan penting
dalam pendidikan. Karena pengaruhnya besar sekali pada jiwa anak dan
sekolah pun berperan dalam pembentukan kepribadian anak. Diantara
peranan sekolah dalam pendidikan adalah sebagai berikut:
a. Sebagai pendidikan formal yang menumbuh kembangkan dalam
ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik agar anak mampu menolong
dirinya sendiri dalam hidup sebagai makhluk individu dan makhluk
sosial melalui pembekalan dalam semua bidang studi.
b. Sebagai lingkungan pendidikan yang perlu memberikan
pemahaman tentang pendidikan pancasila, agama, dan pembinaan
watak sesuai dengan nilai dan norma yang hidup dan berkembang
di masyarakat.
Sebagai lingkungan pendidikan yang haru mewujudkan cita-cita
bangsa dalam hal mencerdaskan kehidupan bangsa.102

3. Peranan Lingkungan Masyarakat


Lingkungan masyarakat mempunyai andil yang besar dalam upaya
mencapai tujuan pendidikan nasional, dalam peranannya antara lain :
a. Pendidikan manusia sebagai makhluk individu, lingkungan
masyarakat berperan dalam membantu pembentukan manusia yang
cerdas, sesuai dengan kondisi dan fungsi dari masing-masing
pendidikan tersebut.

102
Basyiruddin Usman, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Ciputat Press,
2003), hal. 83.
120
b. Pendidikan manusia sebagai makhluk susila (kemasyarakatan),
yang berkaitan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam
pancasila sebagai falsafat hidup bangsa, dan pancasila sebagai
dasar negara.
c. Pendidikan manusia sebagai makhluk sosial, lingkungan
masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung memang
ditumbuh kembangkan sebagai makhluk individu dan susila, yang
secara bersama-sama mampu menciptakan kehidupan bersama
secara bertanggungjawab, untuk mencapai kesejahteraan sosial
yang dinamis. Pendidikan manusia sebagai makhluk religious, maka
lingkungan masyarakat banyak memberikan andil dalam
pembekalan yang berhubungan dengan masalah keagamaan.

8. Usaha Bersama
Kurangnya perhatian kepada anak menyebabkan banyaknya anak-anak
menjadi nakal atau menyimpang kelakuannya dari norma-norma yang
diinginkan masyarakat. Agar masyarakat dapat bertindak perlu adanya
kepemimpinan. Yang memegang pimpinan tidak selalu perlu mencarinya dari
golongan resmi, walaupun bantuan resmi selalu diperlakukan. Dalam
masyarakat banyak tersembunyi pemimpin yang dapat dibangkitkan bila diberi
kesempatan. Seorang pemimpin ialah orang yang dalam situasi tertentu
menunjukkan keahlian, keterampilan atau kemampuan yang menonjol
sehingga orang lain mengakui dan mematuhinya. Dalam situasi lain mungkin
orang lain yang tampil sebagai pemimpin bergantung pada masalah yang
dihadapi. Jadi tidak akan dapat seorang menjadi pemimpin dalam segala
macam situasi. Juga tidak selalu perlu seorang penjabat resmi diangkat
sebagai pemimpin segala sesuatu, sekalipun dukungan dan bantuan penjabat
selalu sangat diperlukan. Setiap pemimpin harus mengenal seluk-beluk
hubungan antar manusia, sanggup mempertimbangkan perbedaan-perbedaan
individual dan menggemblengnya menjadi kekuatan yang terpadu untuk
mencapai tujuan bersama.

121
Yang diinginkan dalam usaha bersama ialah pemimpin yang dapat
melibatkan setiap peserta agar turut memberi sumbangan pikiran, daya dan
bila perlu dana. Pemimpin serupa itu memberi dorongan kepada setiap orang
untuk mengemukakan pikiran masing-masing secara bebas. Ia menerima dan
menghargai segala pendapat, juga yang bertentangan dan kemudian berusaha
mencapai suatu kebulatan keputusan yang didasarkan atas segala sumbangan
pikiran yang konstruktif. Jadi seorang pemimpin demokratis tidak menguasai
pikiran orang lain akan tetapi mengundang orang melahirkan buah pikirannya.
Dengan demikian terkumpul hasil pemikiran yang sebaik-baiknya dalam
kelompok. Selain itu setiap orang dilibatkan sehingga usaha atau proyek itu
dirasakan sebagai usaha bersama. Dengan suasana kelompok yang positif ini
dapat diharapkan partisipasi yang seluas-luasnya. Bila semua peserta yakin
akan manfaat dan nilai usaha perbaikan lingkungan demi pendidikan anak
maka besar harapan usaha itu akan membuahkan hasil-hasil yang positif.

a. Masyarakat Yang Semakin Kompleks


Sebagai pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terjadi
perubahan yang luas serta mendasar dalam semua aspek masyarakat.
Semua orang mempunyai harapan yang optimistis bahwa kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan sendirinya akan membawa
kemudahan, kemakmuran, dan kebahagianbagi seluruh umat manusia.
Bila kemajuan itu memang digunakan demi kesejahteraan manusia, maka
teknologi dengan mudah dapat menghasilkan segala sesuatu yang
diperlukan oleh setiap orang bagi kebutuhan hidupnya.
Kemajuan teknologi tidak dibarengi oleh kemajuan sosial. Dalam
bidang emosi, moral, sikap kasih terhadap sesama manusia, tidak
mengalami kemajuan yang sejajar dengan kemajuan teknologi. Selain itu
tiap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menimbulkan masalah-
masalah baru yang lebih kompleks dan lebih sukar untuk diatasi.
Perubahan-perubahan yang cepat dan menyeluruh makin mempersulit
manusia untuk meramalkan atau merencanakan masa depan dunia.
Kekuasaan dan kekuatan yang dilahirkan oleh teknologi modern demikian

122
dahsyatnya sehingga bila tidak dikontrol dapat memusnahkan manusia
yang menciptakannya.
Kemajuan teknologi juga mengubah manusia itu sendiri. Industrialisasi
mengakibatkan urbanisasi, melemahkan atau melenyapkan pengaruh
tradisi dan adat-istiadat, mengubah hubungan sosial, bahkan melenyapkan
identitas manusia terutama di kota besar. Spesialisasi yang diperlukan oleh
industri menghilangkan nilai manusia sebagai kepribadian yang bulat
dalam menghadapi pekerjaannya karena ia hanya menjadi suatu bagian
kecil dalam suatu mesin raksasa. Ia bukan lagi berkuasa atas dirinya,
melainkan dikuasai oleh daya-daya di luar dirinya. Ia diukur dengan nilai
uang menurut prestasinya.103

b. Tugas Sekolah di Masa Modern


Dalam dunia yang kian kompleks tak dapat tiada sekolah menghadapi
tugas yang kian sulit pula. Kebanyakan orang melihat banyaknya dan
besarnya masalah-masalah yang diakibatkan oleh kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta menyadari implikasihnya bagi pendidikan.
Spesialisasi yang dituntut pada zaman modern ini dalam segala bidang
menyebabkan maka individu hanya dapat berkomunikasi dengan orang
dalam spesialisasi yang sama dan dengan demikian mengisolasikannya
dari anggota masyarakat lain. Dalam menghadapi masalah yang kompleks
perlu diberi kemampuan untuk melihat esensinya dalam bentuk yang lebih
sederhana.
Masalah yang lebih sulit dihadapi ialah soal nila-nilai dalam dunia yang
cepat berubah ini. Ada bahaya bahwa dengan mengutamakan berbagai
aspek matematika dan ilmu pengetahuan alam, aspek moral dan sosial
diabaikan. Para ilmuan tidak selalu melihat hubungan antara pengetahuan
ilmiah dengan tujuan hidup yang fundamental. Maka karena itu di sekolah
sejak mulanya harus diajarkan kaitan antara ilmu dan etika, antara
pengetahuan dan moral.

103
Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010), hal. 157.
123
Demi keselamatan dunia, manusia harus belajar untuk mengatasi
pertentangan dan perbedaan pendapat secara rasional, dalam suasana
gotong-royong, penuh disiplin pribadi, dengan mengatasi egoisme dan
etnosentrisme. Dalam proses belajar-mengajar kiranya perlu lebih banyak
diperhatikan metode kelompok dan interaktif. Kemajuan teknologi
memudahkan transportasi dan komunikasi dan dengan demikian
menciutkan dunia ini, sehingga tidak ada lagi tempat yang jauh.
Komunikasi juga memperdekat bangsa-bangsa, bahkan menimbulkan
saling kebergantungan bangsa yang satu dari bangsa lain, sehingga dunia
ini menuju suatu masyarakat dunia yang beranggotakan bangsa-bangsa
atau negara-negara yang ada. Setiap masalah suatu bangsa banyak
sedikit menjadi masalah dunia. Setiap peristiwa penting di suatu negara
mengundang campur tangan negara-negara lain. Masa depan bangsa
terletak dalam tangan anak-anak kita sekarang. Mempersiapkan mereka
untuk masa depan yang banyak sedikit diliputi oleh kerahasiaan
merupakan tugas pendidikan yang harus mempunyai pandangan jauh ke
depan.

124
DAFTAR PUSTAKA

Syaikh Abdullah dan Syaikh Muhammad, Mukhtasar. Aqidah Islam. Surabaya :


Pustaka Elba, 2016.
Soejarno Soekanto dan Budi Sulistyowati, Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta :
Kharisma Putra Utama, 2012.
Binti Maunah, Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta: Klimedia, 2016.
Soerjono Soekanto, Teori Sosiologi. Jakarta Timur : Yudhistira, 1984.
Burhan Bungin,Sosiologi Komunikasi. Jakarta : Kencana. 2006.
Sugiharyanto, Geografi dan Sosiologi. Bogor : Quadra, 2007.
Suyanto,Asep Jihad, Menjadi Guru Profesional. Jakarta : Erlangga. 2013.
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, 2004.
S. Nasution, Sosiologi Pendidikan. Jakarta. PT. Bumi Akasar. 2010.
Anselmus, JE Toenlioe, Sosiologi Pendidikan, Bandung, PT. Refika Aditama,
2016.
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta, PT. Raja Grafondo
Persada. 2006.
Ahmad Ruhani, Administrasi Pendidikan Sekolah. Cet. I; Jakarta: Bumi Aksara,
1991.
Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan. Jakarta. Rineka Cipta. 2010.
S. Nasution, Teknologi Pendidikan, Cet. I; Jakarta: Bumi Aksara. 1994.
Nana Syaodih Sukmadinata. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya. 2004.
Syafruddin Nurdin dan Basyiruddin. Guru Profesional Implementasi &
Kurikulum. Jakarta: Ciputra Press. 2011.
Abdullah Idi. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2011.
Jurnal Pendidikan dan kebudayaan, Masihkah Profesi Guru Diminati?, Edisi
November 2009, Jakarta: BalitBang. Depdiknas.
Faisal, Sanapiah. Sosiologi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional. 2010.
Gordon, Thomas. Guru yang Efektif. Jakarta : Raja Grafindo Persada. 2011.
Soekanto, Soerjono, Budi Sulistyowati. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta :
PT. Raja Grafindo Persada. 2014.
Tafsir, Ahmad. Filsafat Ilmu (Integrasi Jasmani, Rohani, dan Kalbu
Memanusiakan Manusia). Bandung : Pt. Remaja Rosdakarya.
Abdullah Nashih „Ulwan. Pendidikan Anak Dalam Islam. Jawa Barat : Fathan
Media Prima. 2016.
Ali Mufron. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta : Lingkar Media Yogyakarta.
2013.
125
Soerjono Soekanto. Sosiologi Keluarga. Jakarta : Renika Cipta. 1990.
Rusman. Manajemen Kurukulum. Jakarta : Rajawali Pers. 2011.
Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan Indivindu, Masyrakat, dan Pendidikan.
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2011.
Abdulkadir Muhammad, Ilmu Sosial Budaya Dasar. Bandung :PT CitraAaditia
Bakti 2011.
E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, kemandirian
guru dan kepala sekolah. Jakarta : Bumi Aksara. 2009.
Soerjono Soekamto,Budi Sulistiowati, Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:
Rajawali pers. 2014.
Basyiruddin Usman, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum. Jakarta:
Ciputat Press, 2003.
Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer. Jakarta: CV. Rajawali,1992.
Nurhattati Fuad, Manajemen Pendidikan Berbasis Masyarakat. Jakarta:
Rajawali Pers, 2014.
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiati, Ilmu Pendidikan. Jakrta : PT. Bhineka Cipta,
2007.
Ary H Gunawan, Sosiologi Pendidikan (Susatu Analisis Sosiologi Tentang
Berbagai Problem Pendidikan). Jakarta : Rineka Cipta, 2010.
Veithzal Rivai dan Sylvyana Murni, Education Management (Analisis Teori dan
Praktik). Jakarta : Rajawali Pers, 2010.

126

Anda mungkin juga menyukai