Anda di halaman 1dari 17

MINI PROJECT

Hubungan Kejadian Pnemonia pada Bayi dan Balita Dengan


Kebiasaan Merokok dalam Keluarga di Desa Neulop II
Kecamatan Indrajaya

Disusun Oleh:
dr. Aulia Rizka Amanda

Pembimbing:
Siti Munauwarah, S.ST, SKM, M. Si

WAHANA PUSKESMAS INDRAJAYA


KECAMATAN INDRAJAYA – KABUPATEN PIDIE
PERIODE NOVEMBER-MARET 2018-2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan masyarakat merupakan persoalan signifikan yang harus
menjadi perhatian pemerintah dan tenaga kesehatan. Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas) sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan
masyarakat merupakan salah satu tataran pelaksanaan pendidikan dan
pemantauan kesehatan masyarakat. Salah satu bagian dari program kesehatan
masyarakat di Puskesmas adalah program pengendalian penyakit dan
penyehatan lingkungan.1
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang
sering terjadi pada anak. Insidens menurut kelompok umur Balita
diperkirakan 0,29 episode per anak/ tahun di negara berkembang dan 0,05
episode per anak/ tahun di negara maju. ISPA merupakan salah satu penyebab
utama kunjungan pasien di Puskesmas (40%-60%) dan rumah sakit (15%-
30%). Hingga saat ini ISPA masih merupakan masalah kesehatan masyarakat
di Indonesia. 2,3
Pneumonia adalah pembunuh utama Balita di dunia, lebih banyak
dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS, Malaria dan Campak.
Setiap tahun di perkirakan lebih dari 2 juta balita meninggal karena
pneumonia (1 Balita /15 detik) dari 9 juta total kematian balita. Diantara 5
kematian balita, satu diantaranya disebabkan oleh pneumonia. Oleh karena
besarnya angka kematian ini, pneumonia disebut sebagai Pandemi Yang
Terlupakan atau The forgotten pandemic. Banyak perhatian terhadap penyakit
ini, sehingga Pneumonia disebut juga pembunuh Balita yang terlupakan atau
The forgotten Killer of Children. Kasus pneumonia di negara-negara
berkembang sekitar 60% disebabkan oleh bakteri, sementara di negara maju
umumnya di sebabkan oleh virus.2,4
Tahun 1997 dalam upaya meningkatkan cakupan penemuan dan
kualitas tata laksana penderita Pneumonia, mulai dikenalkan pendekatan
Integrated Management Childhood Illnes (IMCI) atau Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS) yang sekaligus merupakan model tata laksana kasus
untuk berbagai penyakit anak, yaitu ISPA, Diare, Malaria, Campak, Gizi
Kurang dan Cacingan di Unit Pelayanan Dasar. Selain itu dikembangkan pula
Audit Kasus serta Autopsi Verbal untuk mengetahui kualitas dan dampak
pemberian tata laksana pada penderita Pneumonia.4
Keberhasilan praktik MTBS diharapkan mampu menemukan kasus-
kasus penyakit yang mengancam jiwa anak, tidak hanya pneumonia tetapi
juga penyakit lainnya. Penemuan dan penanganan kasus penyakit yang lebih
awal pada anak tentunya akan lebih efektif dalam upaya mengurangi angka
kematian bayi dan anak.4
Dari data Puskesmas Indrajaya, jumlah balita penderita pneumonia
yang ditemukan dan ditangani pada tahun 2018 adalah 206 orang dengan
cakupan penemuan pneumonia sebesar 195,39%. Dari desa Neulop II
dijumpai penemuan bayi dan balita yang menderita pneumonia sebanyak 16
orang dengan cakupan 448,43% pada desa tersebut. Hal tersebut juga
menunjukkan bahwa desa Neulop II merupakan salah satu desa dengan
angka pnemonia tertinggi.5
Atas latar belakang tersebut penulis bermaksud melaksanakan mini
project hubungan kejadian pneumonia pada bayi dan balita dengan kebiasaan
merokok di desa Neulop II kecamatan Indrajaya. Melalui upaya tersebut
diharapkan angka kejadian pneumonia di desa tersebut berkurang dan
masyarakat bisa mengubah pola kebiasaan merokok di lingkungan keluarga
maupun lingkungan masyarakat desa tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana hubungan kejadian pneumonia pada bayi dan balita dengan
kebiasaan merokok di desa Neulop II kecamatan Indrajaya ?

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui adanya hubungan kejadian pneumonia pada bayi dan balita
dengan kebiasaan merokok di desa Neulop II kecamatan Indrajaya.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat bagi Penulis
 Berperan serta dalam menurunkan angka kejadian pneumonia pada bayi
dan balita di desa Neulop II kecamatan Indrajaya.
 Mengaplikasikan pengetahuan mengenai pneumonia pada bayi dan balita
di Puskesmas Indrajaya.
 Melaksanakan mini project dalam rangka program internsip dokter
Indonesia.

1.4.2 Manfaat bagi Puskesmas


 Bertambahnya peran serta puskesmas dalam menurunkan angka
kejadian pneumonia pada bayi dan balita di desa Neulop II kecamatan
Indrajaya.
 Puskesmas Indrajaya dapat melakukan pemantauan kesehatan dan
pengendalian kasus pneumonia pada bayi dan balita di wilayah kerjanya.

1.4.3 Manfaat bagi Masyarakat


Dapat mencegah masyarakat yang memiliki bayi dan balita
terhindar dari penyakit pneumonia dan menghindari kematian yang
disebabkan pneumonia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pneumonia pada Balita


2.1.1 Definisi ISPA
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut yang
nama istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory
Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran
pernafasan dan akut, dengan pengertian sebagai berikut:6
a. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh
manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
b. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli
beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan
pleura. ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas,
saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ
adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk
dalam saluran pernafasan.
c. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari.
Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk
beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA, proses ini dapat
berlangsung lebih dari 14 hari.
Secara anatomis ISPA digolongkan kedalam dua golongan yaitu
Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut (ISPaA) dan Infeksi Saluran Pernafasan
bawah Akut (ISPbA). Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut adalah infeksi
akut yang menyerang saluran pernafasan atas yaitu batuk, pilek, sinusitis,
otitis media (infeksi pada telinga tengah), dan faringitis (infeksi pada
tenggorokan). Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut biasa disebut ISPA ringan
atau bukan pneumonia. Sedangkan Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut
adalah infeksi yang menyerang saluran pernafasan bawah yang biasa dalam
bentuk pneumonia.6
2.1.2 Definisi Pneumonia
Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
(alveoli). Terjadinya pneumonia pada balita seringkali bersamaan dengan
terjadinya proses infeksi akut pada bronkus yang disebut bronchopneumonia.
Gejala penyakit pneumonia ini berupa nafas cepat dan nafas sesak, karena
paru meradang secara mendadak. Batas nafas cepat adalah frekuensi
pernafasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan
sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali per menit atau lebih pada anak usia 1
tahun sampai kurang dari 5 tahun.3,6

2.1.3 Etiologi Pneumonia


Etiologi pneumonia pada balita sukar untuk ditetapkan karena dahak
biasanya sukar untuk diperoleh. Sedangkan prosedur pemeriksaan imunologi
belum memberikan hasil yang memuaskan untuk menentukan adanya bakteri
sebagai penyebab pneumonia. Hanya biakan dari aspirat paru serta
pemeriksaan spesimen darah yang dapat diandalkan untuk membantu
penetapan etiologi pneumonia.4,6
Penetapan etiologi pneumonia di Indonesia masih didasarkan pada
hasil penelitian di luar Indonesia. Menurut publikasi WHO, penelitian di
berbagai negara menunjukkan bahwa di negara berkembang Streptokokus
pneumonia dan Hemofilus influenza merupakan bakteri yang selalu
ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi, yaitu 73,9% aspirat paru dan
69,1% hasil isolasi dari spesimen darah. Sedangkan di negara maju dewasa
ini pneumonia pada anak umumnya disebabkan oleh virus.4,6

2.1.4 Determinan Pneumonia


a. Faktor Host
 Umur
Tingginya kejadian pneumonia terutama menyerang kelompok usia
bayi dan balita. Faktor usia merupakan salah satu faktor risiko
kematian pada balita yang sedang menderita pneumonia. Semakin tua
usia balita yang sedang menderita pneumonia maka akan semakin kecil
risiko meninggal akibat pneumonia dibandingkan balita yang berusia
muda.3,6,7
 Jenis Kelamin
Menurut Pedoman Program Pemberantasan Penyakit ISPA (2011),
anak laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena ISPA
dibandingkan dengan anak perempuan.2
 Status Gizi
Kelompok umur yang rentan terhadap penyakit-penyakit kekurangan
gizi adalah kelompok bayi dan balita. Penyebab langsung timbulnya
gizi kurang pada balita adalah makanan tidak seimbang dan penyakit
infeksi. Kedua penyebab tersebut saling berpengaruh. Timbulnya
Kekurangan Energi Protein (KEP) tidak hanya karena kurang makan
tetapi juga karena penyakit, terutama diare dan ISPA. Anak yang tidak
memperoleh makanan cukup dan seimbang, daya tahan tubuhnya
(imunitas) dapat melemah. Dalam keadaan demikian, anak mudah
diserang penyakit infeksi. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
timbulnya penyakit pneumonia pada balita antara lain adanya
kekurangan energi protein. Anak dengan daya tahan tubuh yang
terganggu akan menderita pneumonia berulang-ulang atau tidak
mampu mengatasi penyakit pneumonia dengan sempurna.3,8
 Status Imunisasi
Imunisasi merupakan salah satu cara menurunkan angka kesakitan dan
angka kematian pada bayi dan balita. Dari seluruh kematian balita,
sekitar 38% dapat dicegah dengan pemberian imunisasi secara efektif.
Imunisasi yang tidak lengkap merupakan faktor risiko yang dapat
meningkatkan insidens ISPA terutama pneumonia. Penyakit
pneumonia lebih mudah menyerang balita yang belum mendapat
imunisasi campak dan DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus). Oleh karena itu
untuk menekan tingginya angka kematian karena pneumonia, dapat
dilakukan dengan memberikan imunisasi seperti imunisasi DPT dan
campak.3,6
b. Faktor Agent
Pneumonia umumnya disebabkan oleh bakteri seperti
Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenzae dan Staphylococcus
aureus. Penyebab pneumonia lainnya adalah virus golongan
Metamyxovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Othomyxovirus,
dan Herpesvirus.3,4
c. Faktor Lingkungan Sosial
 Pekerjaan Orang Tua
Penghasilan keluarga adalah pendapatan keluarga dari hasil pekerjaan
utama maupun tambahan. Tingkat penghasilan yang rendah
menyebabkan orang tua sulit menyediakan fasilitas perumahan yang
baik, perawatan kesehatan dan gizi balita yang memadai. Rendahnya
kualitas gizi anak menyebabkan daya tahan tubuh berkurang dan
mudah terkena penyakit infeksi termasuk penyakit pneumonia.9
 Pendidikan Ibu
Tingkat pendidikan ibu yang rendah juga merupakan faktor risiko yang
dapat meningkatkan angka kematian ISPA terutama Pneumonia.
Tingkat pendidikan ibu akan berpengaruh terhadap tindakan perawatan
oleh ibu kepada balita yang menderita ISPA. Jika pengetahuan ibu
untuk mengatasi pneumonia tidak tepat ketika bayi atau balita
menderita pneumonia, akan mempunyai risiko meninggal karena
pneumonia sebesar 4,9 kali jika dibandingkan dengan ibu yang
mempunyai pengetahuan yang tepat.3,6
d. Faktor Lingkungan Fisik
 Polusi udara dalam ruangan/rumah
Rumah atau tempat tinggal yang buruk (kurang baik) dapat
mendukung terjadinya penularan penyakit dan gangguan kesehatan,
diantaranya adalah infeksi saluran nafas. Rumah kecil yang penuh
asap, baik yang berasal dari kompor gas, pemakaian kayu sebagai
bahan bakar maupun dari asap kendaraan bermotor, dan tidak memiliki
sirkulasi udara yang memadai akan mendukung penyebaran virus atau
bakteri yang mengakibatkan penyakit infeksi saluran pernafasan yang
berat. Insiden pneumonia pada anak kelompok umur kurang dari lima
tahun mempunyai hubungan bermakna dengan kedua orang tuanya
yang mempunyai kebiasaan merokok. Anak dari perokok aktif yang
merokok dalam rumah akan menderita sakit infeksi pernafasan lebih
sering dibandingkan dengan anak dari keluarga bukan perokok.9
 Kepadatan Hunian
Di daerah perkotaan, kepadatan merupakan salah satu masalah yang
dialami penduduk kota. Hal ini disebabkan oleh pesatnya pertumbuhan
penduduk kota dan mahalnya harga tanah di perkotaan. Salah satu
kaitan kepadatan hunian dan kesehatan adalah karena rumah yang
sempit dan banyak penghuninya, maka penghuni mudah terserang
penyakit dan orang yang sakit dapat menularkan penyakit pada
anggota keluarga lainnya. Perumahan yang sempit dan padat akan
menyebabkan anak sering terinfeksi oleh kuman yang berasal dari
tempat kotor dan akhirnya terkena berbagai penyakit menular.9

2.1.5 Diagnosa Pneumonia


Dalam pelaksanaan program P2 ISPA, penentuan klasifikasi
pneumonia berat dan pneumonia adalah sekaligus merupakan penegakan
diagnosis, sedangkan penentuan klasifikasi bukan pneumonia tidak dianggap
sebagai penegakan diagnosis. Jika keadaan penyakit seorang balita termasuk
dalam klasifikasi bukan pneumonia maka diagnosis penyakitnya
kemungkinan adalah batuk pilek biasa, faringitis, tonsillitis, otitis atau
penyakit ISPA non-pneumonia lainnya.2,3
a. Pemeriksaan Fisik
Dalam pola tatalaksana penderita pneumonia yang digunakan oleh
program P2 ISPA, diagnosis pneumonia pada balita didasarkan pada
adanya batuk atau kesukaran bernafas disertai peningkatan frekuensi
nafas (nafas cepat) sesuai umur. Adanya nafas cepat ini ditentukan dengan
cara menghitung frekuensi pernafasan. Batas nafas cepat adalah frekuensi
pernafasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan -
<1 tahun dan 40 kali per menit atau lebih pada anak usia 1- <5 tahun.
Diagnosis pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk atau kesukaran
bernafas disertai nafas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah
ke dalam pada anak usia 2 bulan - <5 tahun. Untuk kelompok umur < 2
bulan diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya nafas cepat,
yaitu frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali per menit, atau adanya
penarikan yang kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam.2,3
b. Laboratorium
Pemeriksaan kultur darah seringkali positif terutama pada
pneumonia pneumococcus dan merupakan cara yang lebih pasti untuk
mengidentifikasi organisme dibandingkan dengan kultur yang potensial
terkontaminasi. 2,3
b. Radiologis
Gambaran radiologis pada foto toraks PA yang khas ialah terdapat
konsolidasi pada lobus, lobulus atau segmen dari satu atau lebih lobus
paru. Terlihat patchy infiltrate para parenkim paru dengan gambaran
infiltrasi kasar pada beberapa tempat di paru sehingga menyerupai
bronchopneumonia. Pada foto toraks mungkin disertai gambaran yang
menunjukkan ada cairan di pleura atau fisura interlober. Pneumonia
biasanya menyebabkan suatu daerah persebulungan yang berbatas tegas
yang di dalamnya terdapat daerah yang masih terisi udara dan/atau
bronkhi yang berisi udara (air bronchogram). Biasanya pneumonia
menyebabkan adanya opasitas yang tidak jelas dan tersebar pada beberapa
bagian paru.2,3

2.1.7 Pencegahan Pneumonia3,4,6


3.1 Pencegahan Primer
Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko
terhadap kejadian pneumonia. Upaya yang dapat dilakukan antara lain:
 Memberikan imunisasi campak pada usia 9 bulan dan imunisasi DPT
(Diphteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali yaitu pada usia 2, 3, dan 4
bulan.
 Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara memberikan ASI pada
bayi neonatal sampai berumur 2 tahun dan makanan yang bergizi pada
balita.
 Mengurangi polusi lingkungan seperti polusi udara dalam ruangan dan
polusi di luar ruangan serta mengurangi kepadatan hunian rumah.
3.2 Pencegahan Sekunder
Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk
mencegah orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas
penyakit, menghindari komplikasi, dan mengurangi ketidakmampuan.
Upaya yang dapat dilakukan antara lain:
 Pneumonia berat; dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik
parenteral dan penambahan oksigen.
 Pneumonia; diberikan antibiotik kotrimoksasol oral, ampisilin atau
amoksilin.
 Bukan Pneumonia; perawatan di rumah saja. Tidak diberikan terapi
antibiotik. Bila demam tinggi diberikan parasetamol. Bersihkan hidung
pada anak yang mengalami pilek dengan menggunakan lintingan kapas
yang diolesi air garam. Jika anak mengalami nyeri tenggorokan, beri
penisilin dan dipantau selama 10 hari ke depan.
3.3 Pencegahan Tertier
Tujuan utama dari pencegahan tertier adalah mencegah agar tidak
munculnya penyakit lain atau kondisi lain yang akan memperburuk
kondisi balita, mengurangi kematian serta usaha rehabilitasinya. Pada
pencegahan tingkat ini dilakukan upaya untuk mencegah proses penyakit
lebih lanjut seperti perawatan dan pengobatan. Upaya yang dilakukan
dapat berupa:
 Melakukan perawatan yang ekstra pada balita di rumah, beri antibiotik
selama 5 hari, anjurkan ibu untuk tetap kontrol bila keadaan anak
memburuk.
 Bila anak bertambah parah, maka segera bawa ke sarana kesehatan
terdekat agar penyakit tidak bertambah berat dan tidak menimbulkan
kematian.
BAB III
KERANGKA KONSEP

3.1 Variabel penelitian

Independen Dependen

Orang tua Kejadian

perokok pneumonia

3.2 Hipotesis penelitian

1. H0: Tidak ada hubungan antara kejadian pneumonia pada bayi dan
balita dengan kebiasaan merokok di desa Neulop II kecamatan
Indrajaya.

2. H1: Terdapat hubungan antara kejadian pneumonia pada bayi dan


balita dengan kebiasaan merokok di desa Neulop II kecamatan
Indrajaya.

3.3 Definisi operasional

Variabel Definisi Operasional Alat ukur Skala Hasil ukur


Prilaku Kebiasaan orang tua Kuesioner Ordinal 1. 1-4 batang
merokok (ayah ataupun ibu) yang setiap hari
orang tua mengkonsumsi rokok
(Variabel baik itu rokok, filter, 2. 5-14 batang
independe kretek, elektrik ataupun setiap hari
n/bebas) lainnya dimana derajat
prilaku merokok 3. ≥15 batang
tersebut diukur dengan setiap hari
menggunakan index
brinkman yaitu jumlah
rokok yang dikonsumsi
perhari dalam jumlah
batang dikali lamanya
merokok
Kejadian Frekuensi terjadinya Kuesioner Ordinal 1. Respirato
pneumoni penyakit infeksi saluran ry rate
a pernafasan akut yang 2. Suhu
(Variabel terjadi pada tahun 2018, 3. Adanya
dependen/ yang ditandai dengan wheezing
terikat) salah satu atau lebih 4. Tarikan
gejala batuk, pilek, dinding
disertai dengan demam dada
diperoleh dari
pemeriksaan petugas
kesehatan
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik dengan
desain penelitian cross sectional.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2019 di desa Neulop II
kecamatan Indrajaya.

4.3 Populasi dan Sampel


4.3.1 Populasi
Semua orang tua yang mempunyai bayi dan balita yang
mengalami pnemonia yang berada di desa Neulop II kecamatan
Indrajaya pada tahun 2019.
4.3.2 Sampel
Semua bayi dan balita balita yang mengalami pnemonia
yang berada di desa Neulop II kecamatan Indrajaya yang
berjumlah 16 orang.

4.4 Teknik pengambilan sampel


Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dengan
menggunakan Total Sampling. Karena jumlah populasi kurang dari 100
maka sampel yang akan diambil adalah keseluruhan dari populasi.

4.5 Teknik pengumpulan data


Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek
dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu
penelitian.
4.6.1 Jenis Data
a. Data primer
Data primer yaitu data yang diperoleh sendiri oleh peneliti
dari hasil penelitian, pengamatan, survei dan lain-lain.

Pengumpulan data primer pada penelitian ini diperoleh


dengan menggunakan lembar kuesioner yang berisikan pertanyaan
tentang hubungan kejadian pneumonia pada bayi dan balita dengan
kebiasaan merokok di desa Neulop II kecamatan Indrajaya.

b. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain,
badan atau instansi yang secara rutin mengumpulkan data.

Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang


diperoleh dari dokumen pencatatan atau arsip rekam medik rawat
jalan poli MTBS Puskesmas Indrajaya.

4.6.2 Langkah-langkah Pengumpulan Data


Langkah-langkah kegiatan pengumpulan data yang akan
dilakukan adalah sebagai berikut :
1) Langkah persiapan
Langkah persiapan yang mencakup pembuatan rencana
kuesioner adalah:
a. Menentukan sasaran atau populasi dan jumlah sampel.
b. Menyusun kerangka pertanyaan.
c. Menyusun urutan pertanyaan.
d. Memperbanyak referensi kuesioner.
e. Membuat surat izin untuk melakukan penelitian dilokasi.
2) Langkah pelaksanaan
Langkah pelaksanaan yaitu mencakup pelaksanaan tahapan
adalah:
a. Melapor dan meminta izin untuk melakukan penelitian
dilokasi.
b. Mengumpulkan data yang diperlukan dengan cara
membagikan kuesioner yang dibagikan peneliti kepada
responden secara langsung.
c. Melakukan analisa data dari data yang terkumpul.

4.7 Teknik pengolahan data


Dalam melakukan analisa data dipergunakan untuk proses
pengambilan keputusan, umumnya dalam pengujian hipotesa, namun yang
lebih penting adalah analisa data untuk menyimpulkan agar data dapat
diinformasikan/diinterpretasikan. Dalam proses pengolahan data terdapat
langkah-langkah yang harus ditempuh, diantaranya:

4.7.1 Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran
data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editingdapat dilakukan
pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul
4.7.2 Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka)
terhadap data yang terdiri dari beberapa kategori.Pemberian kode
ini sangat penting bila pengolahan dan analisa data menggunakan
computer.Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode
dan artinya dalam satu buku (code book) untuk memudahkan
kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu variabel.
4.7.3 Skor (scoring)
Data yang telah dikumpulkan kemudian diberi skor sesuai
ketentuan pada aspek pengukuran.
4.7.4 Data Entry
Data entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah
dikumpulkan kedalam master table atau database computer,
kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau dengan
membuat tabel kontigensi.

4.8 Analisis Data

4.8.1 Analisis Univariat

Analisa data yang digunakan adalah analisis univariat yang


dimaksud untuk mengetahui distribusi frekuensi dan persentase
dari tiap variabel. Analisis univariat dalam penelitian ini
menggunakan bantuan program komputer.

4.8.2 Analisis Bivariat

Penelitian ini menggunakan uji chi square X2. Pengujian ini


menggunakan cara membandingkan frekuensi yang diamati dengan
frekuensi yang diharapkan, apakah ada perbedaan bermakna.
Penghitungan uji chi square ini menggunakan program SPSS.
Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95%. Ha diterima
apabila p value< 0,05 berarti ada hubungan yang
signifikan/bermakna antara kedua variabel yang diteliti. Ha tolak
apabila p value> 0,05 berarti tidak ada hubungan yang
signifikan/bermakna antara kedua variabel.

Anda mungkin juga menyukai