Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu kalam merupakan disiplin ilmu keislaman yang banyak mengedepankan pembicaraan tentang
persoalan-persoalan kalam Tuhan. Jika pembicaraan ilmu kalam hanya berkisar pada keyakinan-
keyakinan yang harus di pegang oleh umat islam, tanpa argumentasi rasional, ilmu ini lebih spesifik
mengambil bentuk sendiri dengan istilah ilmu tauhid atau ilmu ‘aqa’id. Pembicaraan materi-materi yang
tercakup dalam ilmu kalam terkesan tidak menyentuh dzauq ( rasa rohaniah).

Kajian agama erat hubungannya dengan kajian filosofis, lantaran agama juga menyangkut fundamental
value dan ethnic values, untuk tidak semata mata bersifat teologis. Hal demikian dapat dimaklumi,
lantaran pendekatan legal-formal dan lebih-lebih lagi pendekatan fiqh jauh lebih dominan dari pada
pendekatan yang lainnya.

Baik ilmu kalam,filsafat, maupun tasawuf berurusan dengan hal yang sama, yaitu kebenaran. Ilmu
kalam, dengan metodenya berusaha mencari kebenaran tentang Tuhan dan yang berkaitan dengan-Nya.

Perbedaannya terletak pada aspek metodeloginya. Ilmu kalam, ilmu yang menggunakan logika. Pada
dasarnya ilmu ini menggunakan metode dialektika ( dialog keagamaan ). Sementara itu, filsafat adalah
sebuah ilmu yang digunakan untuk memperoleh kebenaran rasional. Dan metode yang digunakan
adalah rasional. Ilmu tasawuf adalah ilmu yang menekankan rasa dari pada rasio. Sebagian pakar
mengatakan bahwa metode ilmu tasawuf adalah intuisi, atau ilham, atau inspirasi yang datang dari
Tuhan.

Menurut “Mustafa abdur raziq (Badri : 2006), meskipun para penulis islam tidak menganggap
sepenuhnya bahwa ilmu kalam dan tasawuf teoretik sebagai suatu kajian filsafat, mereka pandang
keduanya sangat dekat dengan filsafat dan filsafat telah begitu dominasi paradigma pembahasan
keduaya sehingga keduanya telah berwarna filsafat.”

Oleh sebab itu, pemakalah ingin menyampaikan tentang hubungan ilmu kalam, tasawuf dan filsafat.
Serta mengetahui perbedaan diantara ilmu kalam, filsafat dan tasawuf.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah definisi dari ilmu kalam ?

2. Apakah definisi dari filsafat ?

3. Apakah definisi dari tasawuf ?

4. Bagaimana persamaan antara ilmu kalam, filsafat dan tasawuf ?


5. Bagaimana perbedaan antara ilmu kalam, filsafat dan tasawuf ?

6. Bagaimana hubungan antara filsafat dan tasawuf ?

7. Bagaimana hubungan antara filsafat dan ilmu kalam ?

8. Bagaimana hubungan antara tasawuf dan ilmu kalam ?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Ilmu kalam

1. Pengertian Ilmu kalam

Secara harfiyah, ilmu kalam berarti pembicaraan atau perkataan. Dalam lapangan pemikiran islam,
istilah kalam memiliki dua pengertian : pertama, sabda Allah ( The Word of God ), dan kedua, ‘Ilm Al-
kalam ( The science of kalam ).[1]

Dalam Al-Quran istilah kalam ini dapat ditemukan dala ayat-ayat yang berhubungan dengan salah satu
sifat Allah, yakni lafazh kalamullah.dalam surat An-Nisa Ayat 164 :
‫النساء( تكليما سى مو هللا وكلم‬:١٦٤(

Artinya : “Dan Allah telah berbicara kepada Musa secara langsung.”( QS.An-Nisa ;164 ).

Menurut syaikh muhammad abduh(1849-1905) ilmu tauhid atau disebut ilmu kalam,adalah ilmu yang
membahas tentang wujud Allah tentang sifat-sifat yang wajib tetap bagi-Nya.sifat sifat yang jaiz
disifatkan kepadanya dan tentang sifat mustahi dari pada-Nya.dan membahas tentang rosul Allah untuk
memetapkan kebenaran risalahnya,apa yang diwajibkan atas dirinya,hal yang jaiz yang
dihubungkan/dinisbatkan pada diri mereka dan hal yang terlarang / mustahil menghubungkannya
kepada diri mereka.[2]

Sebutan kalam, juga dipertegas oleh Nurcholish Madjid, yang mengutip Ali Asy-Syabi bahwa antara
istilah mantiq dan kalam secara historis ada hubungan. Keduanya memiliki kesamaan, lalu antara kaum
Mutakallimun ( ahli ilmu kalam ) dan para filosof mengganti istilah mantiq dengan kalam, karena
keduanya memiliki makna harfiyah yang sama.

Ilmu ini disebut dengan ilmu kalam, disebabkan persoalan yang terpenting yang menjadi pembicaraan
pada abad-abad permulaan hijriyah ialah apakah kalam Allah ( Al-Quran ) itu qadim atau hadits. Dan
dasar ilmu kalam ialah dalil-dalil pikiran dan pengaruh dalil pikiran ini tampak jelas dalam pembicaraan
para Mutakallimin. Mereka jarang mempergunakan dalil naqli ( Al-Quran dan Hadits ), kecuali sesudah
menetapkan benarnya pokok persoalan terlebih dahulu berdasarkan dalil-dalil pikiran. Ilmu kalam
kadang disebut dengan ilmu tauhid ( mengenai keesaan Allah Swt) , ilmu usluhuddin ( membahas
tentang prinsip-prinsip agama islam ) dan ilmu akidah atau aqo’id ( membicarakan tentang kepercayaan
islam ).[3]

2. Sumber-sumber ilmu kalam

Sumber utama ilmu kalam ialah Al-Quran dan Al-Hadis yang menerangkan tentang wujudnya Allah
Swt,sifat-sifat-Nya,dan persoalan akidah islam lainnya. tidaklah tepat kalau ilmu kalam itu merupakan
ilmu ke-islaman yang murni, karena diantara pembahasan-pembahasannya banyak yang berasal dari
luar islam, sekurang-kurangnya dalam metodenya. Tetapi juga tidak benar kalau dikatakan bahwa ilmu
kalam itu timbul dari filsafat yunani, sebab unsur-unsur lain juga ada. Yang benar ialah kalau dikatakan
bahwa ilmu kalam itu bersumber pada Al-Quran dan Al-Hadis yang perumusan-perumusannya didorong
oleh unsur-unsur dari dalam dan dari luar.

Salah satu Faktor timbulnya ilmu kalam karena kebutuhan para mutakallimin terhadap filsafat itu adalah
untuk mengalahkan ( mengimbangi,pen ) musuh- musuhnya, mendebat karena dengan mempergunakan
alasan-alasan yang sama, mereka terpaksa mempelajari filsafat yunani dalam mengambil manfaat ilmu
logika, terutama dari segi ke-Tuhanannya. Kita mengetahui An-Nazham ( tokoh mu’tazilah ,pen )
mempelajari filsafat aristoteles dan menolak beberapa pendapatnya.

Barang siapa yang mengatakan bahwa imu kalam itu ilmu ke-Islam-an yang murni, yang tidak
terpengaruh oleh filsafat dan agama-agama yang lain, hal itu tidaklah benar. Tetapi orang-orang yang
mengatakan bahwa ilmu kalam itu timbul dari filsafat yunani semata mata itu juga tidak benar. Karena
islam menjadi dasarnya dan sumber-sumber pembahasannya. Nash – nash agama banyak dijadikan dalil,
disamping filsafat yunani, tetapi kepribadian islam adalah menonjol. Ilmu kalam merupakan puncak dari
filsafat islam.
B. Tasawuf

1. Awal munculnya tasawuf

Tentang kapan awal munculnya tasawuf, Ibnul Jauzi mengemuka-kan, yang pasti, istilah sufi muncul
sebelum tahun 200 H. Ketika pertama kali muncul, banyak orang yang membicarakannya dengan
berbagai ungkapan. Tasawuf dalam pandangan mereka meru-pakan latihan jiwa dan usaha mencegah
tabiat dari akhlak-akhlak yang hina lalu membawanya ke akhlak yang baik, hingga mendatangkan pujian
di dunia dan pahala di akhirat.[4]

Ada yang mengatakan tasawuf dari kata “shafa”, artinya suci, bersih, atau murni. Karena dari segi
niatnya maupun tujuannya setiap tindakan kaum sufi, dilakukan dengan niat suci untuk membersihkan
jiwa dalam mengabdi kepada Allah SWT.

Ada juga yang menyatakan bahwa ahl ash-shuffah adalah komunitas yang hidup pada masa Rasulullah,
dan senantiasa menyibukkan diri untuk beribadah kepada Allah.

Imam Al-Ghazali dalam Ihya U’lum Ad-Din menyebutkan, Tasawuf adalah budi pekerti. Berarti ia
memberikan bekal bagimu atas dirimu dalam tasawuf. Hamba yang jiwanya menerima (perintah) untuk
beramal karena mereka melakukan suluk dengan petunjuk islam, orang-orang zuhud yang jiwanya
menerima perintah untuk melakukan sebagian akhlak, karena mereka telah melakukan suluk dengan
petunjuk (nur) imannya. Mereka memiliki ciri khusus dalam aktivitas dan ibadah mereka, yaitu atas
dasar kesucian hati dan untuk pembersihan jiwa dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Mereka adalah orang yang selalu memelihara dirinya dari berbuat dosa dan maksiat.[5]

2. Tujuan Tasawuf

Tasawuf banyak diminati oleh para ulama sebagai jalan atau latihan untuk mengembankan kesucian
batin atau hati. Ada dua aliran besar yang berkembang dalam dunia tasawuf, yaitu Tasawuf falsafi
(Ulama yang meminati dunia filsafat, namun melibatkan diri dalam tasawuf berada dalam aliran ini) dan
Tasawuf Sunni (Ulama yang tidak melibatkan diri pada dunia pemikiran filsafat).

3. Syari'at dianggap ilmu lahir hingga aqidahnya rusak

Ada golongan lain yang mengikuti jalan tasawuf, menyendiri dengan ciri-ciri
tertentu, seperti mengenakan pakaian tambal-tambalan, suka mendengarkan syair-syair,
tepuk tangan dan sangat berlebih-lebihan dalam masalah thaharah dan kebersihan. Masalah ini
semakin lama semakin menjadi-jadi, karena para syaikh menciptakan topik-topik tertentu, berkata
menurut pandangannya dan sepakat untuk menjauhkan diri dari ulama. Memang mereka masih
tetap menggeluti ilmu, tetapi mereka menamakannya ilmu batin, dan mereka menyebut ilmu
syari'at seba-gai ilmu dhahir. Karena rasa lapar yang mendera perut, mereka pun membuat khayalan-
khayalan yang musykil, mereka menganggap rasa lapar itu sebagai suatu kenikmatan dan kebenaran.
Mereka memba-yangkan sosok yang bagus rupanya, yang menjadi teman tidur mere-ka. Mereka itu
berada di antara kufur dan bid'ah.

Kemudian muncul beberapa golongan lain yang mempunyai jalan sendiri-sendiri, dan akhirnya aqidah
mereka jadi rusak. Di antara mereka ada yang berpendapat tentang adanya inkarnasi/hulul
(penitisan) yaitu Allah menyusup ke dalam diri makhluk dan ada yang menyatakan Allah menyatu
dengan makhluk/ ittihad. Iblis senantiasa menjerat mereka dengan berbagai macam bid'ah, sehingga
mereka membuat sunnah tersendiri bagi mereka.

4. Perintis tasawuf tak diketahui pasti

Abdur Rahman Abdul Khaliq, dalam bukunya Al-Fikrus Shufi fi Dhauil Kitab was Sunnah menegaskan,
tidak diketahui secara tepat siapa yang pertama kali menjadi sufi di kalangan ummat Islam.
Imam Syafi'i ketika memasuki kota Mesir mengatakan, "Kami ting-galkan kota Baghdad sementara di
sana kaum zindiq (menyeleweng; aliran yang tidak percaya kepada Tuhan, berasal dari Persia;
orang yang menyelundup ke dalam Islam, berpura-pura telah mengadakan sesuatu yang baru yang
mereka namakan assama' (nyanyian).

Kaum zindiq yang dimaksud Imam Syafi'i adalah orang-orang sufi. Dan assama' yang dimaksudkan
adalah nyanyian-nyanyian yang mereka dendangkan. Sebagaimana dimaklumi, Imam Syafi'i masuk
Mesir tahun 199H.

Perkataan Imam Syafi'i ini mengisyaratkan bahwa masalah nyanyian merupakan masalah baru.
Sedangkan kaum zindiq tampaknya sudah dikenal sebelum itu. Alasannya, Imam
Syafi'i sering berbicara tentang mereka di antaranya beliau mengatakan:

Dia (Imam Syafi'i) juga pernah berkata: "Tidaklah seseorang menekuni tasawuf selama 40 hari,
lalu akal-nya (masih bisa) kembali normal selamanya."

Semua ini, menurut Abdur Rahman Abdul Khaliq, menunjukkan bahwa sebelum berakhirnya abad
kedua Hijriyah terdapat satu kelompok yang di kalangan ulama Islam dikenal dengan sebutan
Zanadiqoh (kaum zindiq), dan terkadang dengan sebutan mutashawwi-fah (kaum sufi).

Imam Ahmad (780-855M) hidup sezaman dengan Imam Syafi'i (767-820M), dan pada mulanya berguru
kepada Imam Syafi'i. Perkataan Imam Ahmad tentang keharusan menjauhi orang-orang tertentu yang
berada dalam lingkaran tasawuf, banyak dikutip orang. Di antara-nya ketika seseorang datang
kepadanya sambil meminta fatwa ten-tang perkataan Al-Harits Al-Muhasibi (tokoh sufi, meninggal
857M). Lalu Imam Ahmad bin Hanbal
berkata:"Aku nasihatkan kepadamu, janganlah duduk bersama mereka (duduk dalam majlis Al-Harits
Al-Muhasibi)".

Imam Ahmad memberi nasihat seperti itu karena beliau telah melihat majlis Al-Harits Al-Muhasibi.
Dalam majlis itu para peserta duduk dan menangis --menurut mereka-- untuk mengoreksi diri.
Mereka berbicara atas dasar bisikan hati yang jahat. (Perlu kita cermati, kini ada kalangan-kalangan
muda yang mengadakan daurah/penataran atau halaqah /pengajian, lalu mengadakan
muhasabatun nafsi/ mengoreksi diri, atau mengadakan apa yang mereka sebut renungan, dan mereka
menangis tersedu-sedu, bahkan ada yang meraung-raung. Apakah perbuatan mereka
itu ada dalam sunnah Rasulullah saw? Ataukah memang mengikuti kaum sufi itu?).[6]

Pada umumnya ajaran tasawuf berdasarkan pada pandangan filsafat bahwa alam adalah merupakan
pancaran Tuhan dan puncak pancaran tersebut adalah manusia ( filsafat emanasi).[7]

Kajian tasawuf dalam islam tidak berbentuk sekaligus,tetapi berkembang menembus perjalanan waktu
melewati fase-fase tertentu secara bertahap.

Periodesasi tasawuf islam :

1. Tampil dalam bentuk ibadah dan zuhud, seseorang meninggal dunia menuju akhirat serta secara
teguh berusaha melakukan hal-hal yang bisa menjadi taat dan dekat ( kepada Allah ). Seperti rabi’ah al-
Adawiyyah sebagai tokoh kaum zuhud wanita.

2. Melakukan kajian teoritis. Pertama mereka melakukan berorientasi pada jiwa untuk disingkap
rahasia-rahasianya.mereka membicarakan tentang keasyikan,kerinduan, takut dan harapan. Mereka
mencari cinta ilahi dimana saja bisa ditemukan.[8]

C. FILSAFAT

Filsafat berasal dari bahasa yunani philosophia. Yang berarti adalah cinta philia kebijaksanaan ( sophia ).
Menurut analisis, kata ini muncul dari mulut phytagoras yang hidup diyunani kuno pada abad ke-6
sebelum masehi. Oleh karena itu, orang yang mencintai kebijaksanaan disebut sebagai philosophos atau
filsuf. Orang yang mencintai kebijaksanaan bukanlah orang yang sudah memiliki kebijaksanaan,
melainkan orang yang terus berupaya mencari kebijaksanaan.[9]

Menurut plato filsafat tidaklah lain dari pada pengetahuan tentang segala yang ada. Aristoteles
kewajiban filsafat adalah menyelidiki sebab dan asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat
ilmu yang umum.[10]

Berbicara dengan berpikir sesungguhnya erat kaitannya dengan penggunaan sebuah potensi terpenting
yang dianugerahkan Allah SWT. Kepada satu-satunya makhluk yang disebut manusia. Potensi terpenting
yang dimaksud di sini adalah akal.

Dalam Al-Quran, kata “akal” (al’aqlu) diungkapkan dalam kata kerja (fi’il) yang mengandung arti
memahami dan mengerti. Seyogianya kita dapat mengoptimalisasi potensi akal tersebut adalah dengan
mempelajari salah satu bidang ilmu yang memang banyak melibatkan akal sebagai alat untuk berpikir,
yaitu filsafat. Kajian filsafat pun sebetulnya bertujuan menemukan kebenaran yang sebenarnya. Dan
hubungan antara filsafat dengan ilmu pengetahuan menggunakan metode pemikiran reflektif dalam
usaha menghadapi fakta-fakta dunia dan kehidupan. Keduanya menunjukkan sikap kritik, dengan pikiran
terbuka dan kemauan yang tidak memihak, untuk mengetahui hakikat kebenaran. Mereka
berkepentingan untuk mendapatkan pengetahuan yang teratur.

Adapun titik temu antara agama dan filsafat adalah keduanya pada dasarnya mempunyai kesamaan,
yaitu memiliki tujuan yang sama, yakni mencapai kebenaran yang sejati. Agama yang dimaksud adalah
agama samawi, yaitu agama yang diwahyukan oleh Tuhan kepada Nabi dan Rasul-Nya. Dibalik
persamaan itu terdapat perbedaan pula. Dalam agama, ada hal-hal yang penting, misalnya Tuhan,
kebijakan, baik dan buruk, surga dan neraka, dan lainnya. yang juga diselidiki oleh filsafat karena hal-hal
tersebut ada atau paling tidak mungkin ada, karena objek penyelidikan filsafat adalah segala yang ada
dan yang mungkin ada.

Alasan filsafat menerima kebenaran bukanlah kepercayaan, melainkan penyelidikan, hasil pikiran
belaka. Filsafat tidak mengingkari atau mengurangi wahyu, tetapi ia tidak mendasarkan penyelidikannya
atas wahyu, tetapi ia tidak mendasarkan penyelidikannya atas wahyu. Lapangan filsafat dan agama
dalam beberapa hal mungkin sama, tetapi dasarnya amat berlainan.[11]

Filsafat pada dasarnya adalah perenungan yang mendalam mengenai sesuatu yanng dianggap atau
dinilai bermanfaat bagi kehidupan manusia.[12] Menurut Titus, Smith dan Novland tentang definisi
filsafat berdasarkan watak dan fungsi adalah :

1. Informal : Sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya
diterima secara tidak kritis.

2. Formal : Suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat kita
junjung tinggi.

3. Spekulatif : Usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan, artinya filsafat berusaha untuk
mengkombinasikan bermacam-macam sains dan pengalaman kemanusiaan sehingga menjadi
pandangan yang konsisten tentang alam.

Prinsip-prinsip berfilsafat :

1. Meniadakan kecongkakan maha tahu sendiri.

2. Perlu sikap mental berupa kesetiaan pada kebenaran.

3. Memahami secara sungguh sungguh persoalan-persoalan filsafat serta berusaha memikirkan


jawabannya.

4. Latihan intelektual itu dilakukan secara aktif dari waktu ke waktu dan diungkapkan , baik secara
lisan maupun tulisan.

5. Sikap keterbukaan diri. (Nina W: 2010 )

D. HUBUNGAN ILMU KALAM, FILSAFAT DAN TASAWUF.

1. Persamaan
Ilmu kalam, filsafat dan tasawuf mempunyai kemiripan objek kajian. Objek kajian ilmu kalam adalah ke-
Tuhanan dari segala sesuatu yang berkaitan dengan-Nya. Objek kajian filsafat adalah masalah ke-
Tuhanan disamping masalah alam, manusia, dan segala sesuatu yang ada. Sedangkan objek kajian
tasawuf adalah Tuhan, yakni upaya-upaya pendekatan terhadap-Nya. Jadi, dilihat dari aspek objeknya,
ketiga ilmu itu membahas masalah yang berkaitan dengan ke-Tuhanan.[13]

Baik ilmu kalam, filsafat, maupun tasawuf berurusan dengan hal yang sama, yaitu kebenaran. Ilmu
kalam, dengan metodenya berusaha mencari kebenaran tentang Tuhan dan yang berkaitan dengan-Nya.
Filsafat dengan wataknya sendiri pula, berusaha menghampiri kebenaran, baik tentang alam maupun
manusia ( yang belum atau tidak dapat dijangkau oleh ilmu pengetahuan karena berada diluar atau
diatas jangkauannya ), atau tentang Tuhan. Sementara itu, tasawuf- juga dengan metodenya yang tipikal
–berusaha menghampiri kebenaran yang berkaitan dengan perjalanan spiritual menuju Tuhan.

2. Titik perbedaan

Perbedaannya terletak pada aspek metodeloginya. Ilmu kalam, sebagai ilmu yang menggunakan logika-
disamping argumentasi-argumentasi naqliyah berfungsi untuk mempertahankan keyakinan ajaran
agama, yang sangat tampak nilai-nilai apologinya. Pada dasarnya ilmu ini menggunakan metode
dialektika ( dialog keagamaan ). Berisi keyakinan-keyakinan kebenaran agama yang dipertahankan
melalui argumen-argumen rasional. Dan dari segi tempat berpijak, Ilmu kalam berpijak pada wahyu dan
kesadaran adanya Tuhan.

Dari segi pembinaan, ilmu kalam timbulnya berangsur-angsur dan dimulai dari beberapa persoalan yang
terpisah-pisah, akhirnya tumbuh aliran-aliran ilmu kalam.

Sementara itu, filsafat adalah sebuah ilmu yang digunakan untuk memperoleh kebenaran rasional. Dan
metode yang digunakan adalah rasional. Filsafat menghampiri kebenaran dengan cara menuangkan akal
budi secara radikal ( mengakar ), intelegral ( menyeluruh ) dan universal ( mengalam ), tidak terikat oleh
ikatan apapun, kecuali oleh ikatan tangan nya sendiri yang bernama logika. Dan berpijak dari akal pikiran
dan kesadaran akan wujud diri sendiri.

Dari segi pembinaannya, filsafat sejak semula sudah tumbuh diyunani dalam keadaan utuh dan lengkap,
sehingga ketika diterima kaum muslim tinggal memberi penjelasan-penjelasan dan mempertemukannya
dengan kepercayaan-kepercayaan Islam.

Berkenaan dengan keragaman kebenaran yang di hasilkan oleh kerja logika maka didalam filsafat dikenal
apa yang disebut

a. kebenaran korespondensi ( persesuaian antara apa yang ada dalam rasio dengan kenyataan
kebenaran yang ada dialam nyata ).

b. filsafat koherensi ( kesesuaian antara suatu pertimbangan baru dan suatu pertimbangan yang telah
diakui kebenarannya secara umum dan permanen. Jadi, kebenaran dianggap tidak benar kalau tidak
sesuai dengan kebenaran yang dianggap benar oleh ulama umum ).

c. Kebenaran pragmatik ( sesuatu yang bermanfaat ( utility ) dan mengkin dapat dikerjakan (
workability ) dengan dampak yang memuaskan. Jadi, sesuatu dianggap tidak benar jika tidak tampak
manfaatnya secara nyata dan sulit untuk dikerjakan ).
Ilmu tasawuf adalah ilmu yang menekankan rasa dari pada rasio. Sebagian pakar mengatakan bahwa
metode ilmu tasawuf adalah intuisi, atau ilham, atau inspirasi yang datang dari Tuhan. Kebenaran ini
disebut sebagai hudhuri, yaitu suatu kebenaran yang objeknya datang dari subjek sendiri. Dalam sains
dikenal dengan ilmu yang diketahui bersama atau tacit knowledge, dan bukan ilmu proporsional.

Ilmu kalam ( teologi ) perkembangannya menjadi teologi rasional dan teologi tradisional. Dengan prinsip
teologi rasional yakni hanya terikat pada dogma-dogma yang jelas dan tegas dalam Al-Quran dan Hadits
Nabi, dan memberikan kebebasan kepada manusia dalam berbuat dan berkehendak serta memberikan
daya yang kuat kepada akal.

Prinsip tradisional adalah terikat pada dogma-dogma dan ayat-ayat yang mengandung arti selain arti
harfiyah, tidak memberikan kebebasan kepada manusia dalam berbuat dan berkehendak dan
memberikan daya yang kecil pada akal.

Perbedaan metode ilmu kalam dengan ilmu-ilmu keislaman lainnya :

1. Filsafat islam

Filsafat yunani telah menarik perhatian kaum muslimin, terutama sesudah ada terjemahan buku-buku
filsafat yunani kedalam bahasa arab sejak zaman khalifah al-Mansur ( 754-775 M) dalam mencapai
puncaknya pada masa Al-Makmun (813-833 M) dari khalifah bani Abbasiyah. Antara ilmu kalam dan
filsafat islam ada perbedaan cara pembinaannya. Ilmu kalam timbul secara berangsur-angsur dan mula-
mula hanya berupa hal yang terpisah. Tetapi filsafat ini seakan-akan serentak. Sebab bahan-bahannya
diperoleh dari yunani dan sebagaimana dalam keadaan sudah lengkap atau hampir lengkap. Mereka
ahli-ahli filsafat itu tinggal mempertemukan dengan ajaran-ajaran islam. Filsafat islam memasuki seluruh
ilmu-ilmu keislam dimana ilmu kalam adalah merupakan puncak kepribadiannya.

2. Tasawuf

Ilmu kalam itu berlandasan nash-nash agama, dipertemukan dalil-dalil pikiran dalam membahas akidah
dan ibadah merupakan amal badaniyah yang diupayakan dapat menetap kedalam hati nurani, sehingga
bisa membentuk jiwa beragama. Tasawuf lebih banyak menggunakan perasaan ( dzauq) dan latihan
kejiwaan (riyadlah) dengan memperbanyak amal ibadah. Kekuasaan bani abbasiyah yang telah mulai
mantap pada abad ke-2 H, dengan kekayaan negara yang berlimpah, menyebabkan sebagai khalifah dan
keluarhanya hidup berfoya-foya, banyak melanggar syara’ dan sebagainya. Keadaan inilah yang
mendorong pesatnya gerakan sufi. ( Sahilun : 2012 )

Hubungan Ilmu Kalam dengan Filafat

Filsafat yunani menarik sekali perhatian kaum muslimim, sejak zaman Khalifah Al-Mansur (754-755 M)
dan mencapai puncaknya pada masa Al-Makmun (813-833 M) dari khalifah Abbasiyah. Ilmu rektorika,
ilmu tentang cara berdebat atau adabul bahtsi wal munadharoh sebagai bagian dari filsafat yunani
mendapat perhatian tersendiri dari kaum muslim, sebagai suatu yang membicarakan tentang cara
berdebat.

Karena ilmu kalam bercorak filsafat yang menunjukkan ada pengaruh pikiran-pikiran dan metode
filsafat, sehingga banyak diantara para penulis menggolongkan ilmu kalam kepada filsafat. Sebagai
contoh Ibnu Khaldun ( Wafat 808 H/ 1406 M) mengatakan bahwa persoalan-persoalan ilmu kalam sudah
bercampur dengan persoalan-persoalan filsafat, sehingga sukar dibedakan satu dengan lainnya.
demikian pula penulis barat Tenneman atau H. Ritter memasukkan mutakallimin ke dalam filosof
Islam.[14]

Hubungan Filsafat dan Tasawuf

Keduannya sama-sama berupaya untuk mengantarkan manusia memahami keberadaan Allah, sehingga
bersedia melakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan. Upaya untuk melakukan kebaikan dan
meninggalkan keburukan itulah yang dapat mengantarkan manusia pada kesempurnaan jiwa.

Dan dapat disimpulkan bahwa, filsafat lebih bersifat teoritis, sementara tasawuf lebih bersifat praktis.
Artinya, antara filsafat islam dan tasawuf sama-sama berupaya untuk mengantarkan manusia agar
memahami keberadaan Allah. Filsafat sebagai sarana teoritis yang dapat mengantarkan manusia kepada
keyakinan praktis. Keyakinan praktis inilah yang menjadi wilayah tasawuf. Jadi, tujuan belajar filsafat
islam adalah mencapai wilayah tasawuf.[15]

Hubungan ilmu Tasawuf dengan ilmu Kalam

Kajian ilmu kalam akan lebih terasa maknanya jika diisi dengan ilmu tasawuf. Sebaliknya, ilmu kalam
pun dapat berfungsi sebagai pengendali tasawuf. Jika ada teori-teori dalam ilmu tasawuf yang tidak
sesuai dengan kajian ilmu kalam tentang Tuhan yang didasarkan pada Al-Quran dan Al-Hadis, hal ini
mesti dibetulkan. Demikian terlihat hubungan timbal balik di antara ilmu tasawuf dan ilmu kalam.[16]
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

1. Menurut syaikh muhammad abduh(1849-1905) ilmu tauhid atau disebut ilmu kalam,adalah ilmu
yang membahas tentang wujud Allah tentang sifat-sifat yang wajib tetap bagi-Nya.sifat sifat yang jaiz
disifatkan kepadanya dan tentang sifat mustahi dari pada-Nya.dan membahas tentang rosul Allah untuk
memetapkan kebenaran risalahnya,apa yang diwajibkan atas dirinya,hal yang jaiz yang
dihubungkan/dinisbatkan pada diri mereka dan hal yang terlarang / mustahil menghubungkannya
kepada diri mereka.

2. Tasawuf dalam pandangan mereka meru-pakan latihan jiwa dan usaha mencegah tabiat dari
akhlak-akhlak yang hina lalu membawanya ke akhlak yang baik, hingga mendatangkan pujian di dunia
dan pahala di akhirat.

3. Filsafat pada dasarnya adalah perenungan yang mendalam mengenai sesuatu yanng dianggap atau
dinilai bermanfaat bagi kehidupan manusia.

4. Baik ilmu kalam,filsafat, maupun tasawuf berurusan dengan hal yang sama, yaitu kebenaran.

5. Perbedaannya terletak pada aspek metodeloginya.

6. filsafat adalah sebuah ilmu yang digunakan untuk memperoleh kebenaran rasional. Dan metode
yang digunakan adalah rasional.

7. Ilmu kalam ( teologi ) perkembangannya menjadi teologi rasional dan teologi tradisional. Dengan
prinsip teologi rasional yakni hanya terikat pada dogma-dogma yang jelas dan tegas dalam Al-Quran dan
Hadits Nabi, dan memberikan kebebasan kepada manusia dalam berbuat dan berkehendak serta
memberikan daya yang kuat kepada akal.

8. Ilmu tasawuf adalah ilmu yang menekankan rasa dari pada rasio. Sebagian pakar mengatakan
bahwa metode ilmu tasawuf adalah intuisi, atau ilham, atau inspirasi yang datang dari Tuhan.

Saran
Diharapkan para pelajar dan umumnya pada kita semua, untuk mempelajari ilmu kalam, tasawuf dan
filsafat untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan. Dan mengetahui peranan tasawuf, filsafat dan
ilmu kalam. Ketiganya sangat berperan penting dalam bidang keilmuan dan sebagai wacana keislaman.

Ilmu kalam merupakan disiplin ilmu keislaman yang banyak mengedepankan pembicaraan tentang
persoalan-persoalan kalam Tuhan. Dan filsafat adalah sebuah ilmu yang digunakan untuk memperoleh
kebenaran rasional. Dan metode yang digunakan adalah rasional. Sedangkan Ilmu tasawuf adalah ilmu
yang menekankan rasa dari pada rasio. Sebagian pakar mengatakan bahwa metode ilmu tasawuf adalah
intuisi, atau ilham, atau inspirasi yang datang dari Tuhan.

Oleh sebab itu, kita sebaiknya mengetahui secara spesifik perbedaan dan persamaan antara ketigannya.
Agar kita, khususnya mahasiswa tidak salah mengartikan tentang ilmu kalam, filsafat dan tasawuf.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Amin. Falsafah kalam di Era post modernisme. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, 1997.

G, Adeng Muchtar. Perkembangan ilmu kalam dari klasik hingga modern. Bandung : PUSTAKA SETIA,
2005.
Jaiz, Hartono Ahmad. Kumpulan Buku Hartono ( Tasawuf Belitan Iblis) Buku digital (Jakarta, 2005)
html:www.nono 6.

Khaeruman, Badri. Pemikiran Islam Tentang Teologi dan Filsafat. Bandung : Pustaka Setia ,2006.

Lubiss, Saiful Ahmad, “Hubungan Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf”,Google on line, (http : // www.
As87751. Blogspot.com, 2012, diakses tanggal 16 maret 2013).

Madkour, Ibrahim. Aliran dan Teori Filsafat Islam. Jakarta : Bumi Aksara, 1995.

Muhaimin, Ilmu Kalam Sejarah dan Aliran-aliran. Semarang : Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 1999.

Nasir, Sahilun A. Pemikiran Kalam (Teologi Islam ) . Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2012.

Rosihon, Anwar. Ilmu Kalam. Bandung : Pustaka Setia, 2003.

Rozak, Abdul. Filsafat Tasawuf. Bandung : Pustaka Setia, 2010.

Rozak, Abdul , Rosihon Anwar. Ilmu Kalam. Bandung : Pustaka setia, 2012.

Syam, Nina W. Filsafat sebagai Akar Ilmu Komunikasi . Bandung : Simbiosa Rekatama Media, 2010.

Wattimena, Reza A.A. Filsafat dan Sains ( Sebuah Pengantar ). Jakarta : Grasindo, 2008.

Zuhairini. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara, 2008.

[1] Adeng Muchtar G, Perkembangan ilmu kalam dari klasik hingga modern ( Bandung : Pustaka Setia,
2005 ), 19.

[2] Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam ) ( Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2012 ), 1.
[3] Ibid., 4.

[4] Jaiz, Hartono Ahmad. Kumpulan Buku Hartono ( Tasawuf Belitan Iblis) Buku digital (Jakarta, 2005)
html:www.nono 6.

[5] Abdul Rozak, Filsafat Tasawuf (Bandung : Pustaka Setia, 2010), 21

[6] Jaiz, Hartono Ahmad. Kumpulan Buku Hartono ( Tasawuf Belitan Iblis) Buku digital (Jakarta, 2005)
html:www.nono 6.

[7] Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat islam ( Jakarta: Bumi Aksara, 1995 ), 114.

[8] Ibid., 101.

[9] Reza A.A wattimena, Filsafat dan Sains ( Sebuah Pengantar ) ( Jakarta : Grasindo,2008 ), 1.

[10]Zuhairini, Filsafat pendidikan islam ( Jakarta : Bumi Aksara, 2008 ), 4.

[11] Abdul Rozak, Filsafat Tasawuf (Bandung : Pustaka Setia, 2010), 21

[12] Nina W. Syam, Filsafat sebagai akar ilmu komunikasi ( Bandung : Simbiosa Rekatama Media, 2010 ),
79

[13] Anwar,Rosihon, Ilmu Kalam ( Bandung : Pustaka Setia, 2003 ), 39.

[14] Muhaimin, Ilmu Kalam Sejarah dan Aliran-aliran. (Semarang : Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo,
1999), 5.

[15] Rozak, Filsafat Tasawuf., 57.

[16] Rozak, Filsafat Tasawuf., 83.

Anda mungkin juga menyukai