Anda di halaman 1dari 7

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik


hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua – duanya.
Gejala yang dikeluhkan pada penderita diabetes melitus polidipsisa, poliuria, polydipsia,
penurunan berat badan, dan kesemutan. Hiperglikemia kronik pada diabetes akan berhubungan
dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh terutama mata,
ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. 5,6,7

3.1.1 Manifestasi Klinis Diabetes

Gejala khas DM terdiri dari poliuria, polidipsia, polifagia dan berat badan yang menurun tanpa
sebab yang jelas. Gejala tidak khas DM diantaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh,
gatal, mata kabur, disfungsi ereksi (pria) dan pruritus vulva (wanita). Apabila ditemukan gejala
khas DM, pemeriksaan gula darah abnormal satu kali saja sudah cukup untuk menegakkan
diagnosis, namun apabila sudah tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan dua kali
pemeriksaan glukosa darah abnormal.5
Kadang ketika penyakit telah terjadi beberapa saat, pasien dengan diabetes tipe 2 akan
menunjukkan bukti komplikasi neuropati atau kardiovaskular saat gejala muncul. Infeksi kulit
kronik sering terjadi. Pruritus umum dan gejala vaginitis sering merupakan keluhan awal wanita
dengan diabetes tipe 2. 8,9

3.1.2 Kriteria Diagnosis

Diagnosis DM juga dapat ditegakkan melalui cara pada tabel :


1. Gejala klasik DM (poliuria, polidipsia, dan penurunan berat badan)+
glukosa plasma sewaktu >200 mg/ dL (11,1 mmol/L)
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu
hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
2. Atau
Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa > 126 mg/ dL (7,0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO > 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa
yang setara dengan 75gram glukosa anhidrus yang dilarutkan kedalam air

3.1.3 Tata Laksana

Penatalaksanaan DM dimulai dengan pendekatan non farmakologi, yaitu berupa


pemberian edukasi, perencanaan makan/terapi nutrisi medik, kegiatas jasmani dan penurunan berat
badan bila didapat berat badan lebih atau obesitas. Bila dengan langkah - langkah pendekatan non
farmakologik tersebut belum mampu mencapai sasaran pengendalian DM belum tercapai, maka
dilanjutkan dengan penggunaan terapi medikamentosa atau intervensi farmakologi disamping
tetap melakukan pengaturan makan dan aktivitas fisik yang sesuai.5
Karena banyaknya komplikasi kronik yang dapat terjadi pada DM tipe 2, dan sebagian
besar mengenai organ vital yang dapat fatal, maka tata- laksana DM tipe 2 memerlukan terapi
agresif untuk mencapai kendali glikemik dan kendali faktor risiko kardiovaskular.
Penatalaksanaan dan pengelolaan DM dititik beratkan pada 4 pilar, yaitu: edukasi, terapi gizi
10
medis, latihan jasmani dan intervensi farmakologis.
1. Edukasi
Tujuan dari edukasi diabetes adalah mendukung usaha pasien penyandang diabetes untuk
mengerti perjalanan alami penyakitnya dan pengelolaannya, mengenali masalah kesehatan
atau komplikasi yang mungkin timbul secara dini atau saat masih reversible, ketaatan
perilaku pemantauan dan pengelolaan penyakit secara mandiri, dan perubahan perilaku
atau kebiasaan kesehatan yang diperlukan. Edukasi pada penyandang diabetes meliputi
pemantauan glukosa mandiri, perawatan kaki, ketaatan pengunaan obat-obatan, berhenti
merokok, meningkatkan aktifitas fisik, dan mengurangi asupan kalori dan diet tinggi
10,11
lemak.
2. Terapi Gizi Medis

Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu makanan yang seimbang,
sesuai dengan kebutuhan kalori masing- masing individu, dengan memperhatikan
keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah makanan. Komposisi makanan yang dianjurkan
terdiri dari karbohidrat 45%-65%, lemak 20%-25%, protein 10%-20%, Natrium kurang dari
10
3g, dan diet cukup serat sekitar 25g/ hari.
3. Latihan Jasmani
Latihan jasmani teratur 3-4 kali seminggu, masing - masing selama kurang lebih 30 menit.
Latihan jasmani yang dianjurkan bersifat aerobik seperti jalan santai, jogging, bersepeda
dan berenang. Latihan jasmani untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat
badan dan meningkatkan sensitifitas insulin.10
4. Intervensi Farmakologi
- Antidiabetik oral
Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5 golongan:
a. Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)
 Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan peningkatan berat badan. Hati-
hati menggunakan sulfonilurea pada pasien dengan risiko tinggi hipoglikemia (orang tua,
gangguan faal hati, dan ginjal).6
 Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan
pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat
yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini
diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui
hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial. Efek samping yang mungkin
terjadi adalah hipoglikemia. 6
b. Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin
 Metformin
Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer. Metformin
merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus DMT2. Dosis Metformin
diturunkan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (GFR 30 - 60 ml/menit/1,73 m2).
Metformin tidak boleh diberikan pada beberapa keadaan sperti: GFR<30 mL/menit/1,73
m2, adanya gangguan hati berat, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia
(misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis, renjatan, PPOK, gagal jantung [NYHA FC
III-IV]). Efek samping yang mungkin berupa gangguan saluran pencernaan seperti
halnya gejala dispepsia. 6
 Tiazolidindion (TZD)
Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator Activated
Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti yang terdapat antara lain di sel
otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin
dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan
ambilan glukosa di jaringan perifer. Tiazolidindion meningkatkan retensi cairan tubuh
sehingga dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung (NYHA FC III-IV)
karena dapat memperberat edema/retensi cairan. Hati-hati pada gangguan faal hati, dan
bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara berkala. Obat yang masuk dalam
golongan ini adalah Pioglitazone. 6
c. Penghambat Absorpsi Glukosa di saluran pencernaan:
 Penghambat Alfa Glukosidase.
Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus halus, sehingga
mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Penghambat
glukosidase alfa tidak digunakan pada keadaan: GFR≤30ml/min/1,73 m2, gangguan faal
hati yang berat, irritable bowel syndrome. Efek samping yang mungkin terjadi berupa
bloating (penumpukan gas dalam usus) sehingga sering menimbulkan flatus. Guna
mengurangi efek samping pada awalnya diberikan dengan dosis kecil. Contoh obat
golongan ini adalah Acarbose. 6
d. Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl PeptidaseIV)
Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga GLP-1
(Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif.
Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon
bergantung kadar glukosa darah (glucose dependent). Contoh obat golongan ini adalah
Sitagliptin dan Linagliptin. 6
e. Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Cotransporter 2)
Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes oral jenis baru yang
menghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli distal ginjal dengan cara menghambat
kinerja transporter glukosa SGLT-2. Obat yang termasuk golongan ini antara lain:
Canagliflozin, Empagliflozin, Dapagliflozin, Ipragliflozin. 6

- Insulin
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 pada manusia. Insulin
mengandung 51 asam amino yang tersusun dalam dua rantai yang dihubungkan dengan
jembatan disulfide, terdapat perbedaan asam amino kedua rantai tersebut. Untuk pasien yang
tidak terkontrol dengan diet atau pemberian hipoglikemik oral, kombinasi insulin dan obat-
obat lain bisa sangat efektif. Insulin kadangkala dijadikan pilihan sementara, misalnya
selama kehamilan. Namun pada pasien DM tipe 2 yang memburuk, penggantian insulin total
menjadi kebutuhan. Insulin merupakan hormon yang mempengaruhi metabolisme
karbohidrat maupun metabolism protein dan lemak. Fungsi insulin antara lain menaikkan
pengambilan glukosa ke dalam sel–sel sebagian besar jaringan menaikkan penguraian
glukosa secara oksidatif, menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan otot serta
mencegah penguraian glikogen, menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari
glukosa.11
o Indikasi pemberian insulin yaitu : HbA1c >9% dengan kondisi dekompensasi
metabolic, penurunan berat badan yang cepat, hiperglikemia berat yang disertai
ketosis, krisis hiperglikemia, gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal, stress
berat (infeksi sistemik, operasi bsar, infark miokard akut, stroke), kehamilan
dengan DM/Diabetes Mellitus gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan, gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat, kontraindinkasi
dan atau alergi terhadap OHO, kondisi perioperative sesuai dengan indikasi.11
3.1.4 Komplikasi
Komplikasi DM untuk peningkatan morbiditas, disabilitas, dan mortalitas dan
merupakan ancaman bagi ekonomi semua negara, terutama pada negara berkembang.10 Diabetes
tipe 2 sering kali tidak terdiagnosis selama bertahun-tahun, karena hiperglikemia berkembang
cukup bertahap dan biasanya pada awalnya bersifat asimtomatik. Meskipun begitu pasien ini
berisiko tinggi mengalami komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular.8 Jika hiperglikemia
dibiarkan berkembang tanpa pemeriksaan, masalah yang mengancam jiwa dapat muncul.12
Pada diabetes, komplikasi yang dihasilkan dikelompokkan sebagai penyakit
mikrovaskular karena kerusakan pembuluh darah kecil dan penyakit makrovaskular karena
kerusakan pada arteri. Komplikasi mikrovaskular termasuk penyakit retinopati, nefropati, dan
neuropati. Komplikasi makrovaskular utama termasuk penyakit kardiovaskular yang dipercepat
yang mengakibatkan infark miokard dan penyakit serebrovaskular yang bermanifestasi sebagai
stroke. Meskipun etiologi yang mendasari masih kontroversial, ada juga disfungsi miokard yang
terkait dengan diabetes yang muncul setidaknya sebagian untuk menjadi independen dari
aterosklerosis. Komplikasi kronis lain diabetes termasuk depresi, demensia, dan disfungsi
seksual.8

Anda mungkin juga menyukai