Anda di halaman 1dari 9

3.

1 Ulkus Diabetik

Menurut WHO lesi-lesi yang sering menyebabkan ulserasi kronis dan amputasi disebut
dengan istilah kaki diabetik. Lesi ini digambarkan sebagai infeksi, ulserasi dan rusaknya jaringan
yang lebih dalam yang berkaitan dengan gangguan neurologis dan vaskular pada tungkai. Ulkus
kaki diabetik adalah sebuah kerusakan komponen akibat perjalanan penyakit diabetes dan
disebabkan karena penurunan kontrol DM, neuropati perifer, dan penyakit vaskular perifer. Ulkus
kaki diabetik merupakan luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan adanya
makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insufisiensi dan neuropati. Ulkus diabetik mudah sekali
menjadi infeksi karena masuknya kuman atau bakteri dan adanya gula darah yang tinggi menjadi
tempat strategis untuk pertumbuhan kuman.1

3.3.1 Epidemiologi

Pasien DM memiliki kecendrungan tinggi untuk mengalami ulkus kaki diabetik yang sulit
sembuh dan risiko amputasi pada tungkai bawah, keadaan ini memberi beban sosioekonomi baik
bagi pasien dan masyarakat. Peningkatan populasi penderita DM berdampak pada peningkatan
kejadian ulkus kaki diabetik sebagai komplikasi kronis DM, dimana sebanyak 15-25% penderita
DM akan mengalami ulkus kaki diabetik di dalam hidup mereka. Sedangkan di Indonesia,
prevalensi ulkus diabetik juga hampir sama, yaitu mencapai angka 15% dari seluruh penderita
DM.12

3.3.2 Etiologi

Proses terjadinya kaki diabetik diawali oleh angiopati, neuropati, dan infeksi. Neuropati
menyebabkan gangguan sensorik yang menghilangkan atau menurunkan sensasi nyeri kaki,
sehingga ulkus dapat terjadi tanpa terasa. Gangguan motorik menyebabkan atrofi otot tungkai
sehingga mengubah titik tumpu yang menyebabkan ulserasi kaki. Angiopati akan mengganggu
aliran darah ke kaki penderita dapat merasa nyeri tungkai sesudah berjalan dalam jarak tertentu.
Infeksi sering merupakan komplikasi akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati.12

3.3.3 Patofisiologi
Ulkus kaki diabetes disebabkan tiga faktor yang sering disebut trias, yaitu: iskemi, neuropati,
dan infeksi. Kadar glukosa darah tidak terkendali akan menyebabkan komplikasi kronik neuropati
perifer berupa neoropati sensorik, motorik dan autonom. Neuropati sensorik biasanya cukup berat
hingga menghilangkan sensasi proteksi yang berakibat rentan terhadap trauma fisik dan termal,
sehingga meningkatkan risiko ulkus kaki. Sensasi propriosepsi yaitu sensasi posisi kaki juga
hilang. Neuropati motorik mempengaruhi semua otot, mengakibatkan penonjolan abnormal
tulang, arsitektur normal kaki berubah, deformitas khas seperti hammer toe dan hallux rigidus.
Deformitas kaki menimbulkan terbatasnya mobilitas, sehingga dapat meningkatkan tekanan
plantar kaki dan mudah terjadi ulkus.10 Neuropati autonom ditandai dengan kulit kering, tidak
berkeringat, dan peningkatan pengisian kapiler sekunder akibat pintasan arteriovenosus kulit. Hal
ini mencetuskan timbulnya fisura, kerak kulit, sehingga kaki rentan terhadap trauma minimal. Hal
tersebut juga dapat karena penimbunan sorbitol dan fruktosa yang mengakibatkan akson
menghilang, kecepatan induksi menurun, parestesia, serta menurunnya refleks otot dan atrofi otot.
Penderita DM juga menderita kelainan vaskular berupa iskemi. Hal ini disebabkan proses
makroangiopati dan menurunnya sirkulasi jaringan yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya
denyut nadi arteri dorsalis pedis, arteri tibialis, dan arteri poplitea; menyebabkan kaki menjadi
atrofi, dingin, dan kuku menebal. Selanjutnya terjadi nekrosis jaringan, sehingga timbul ulkus yang
biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.

Kelainan neurovaskular pada penderita diabetes diperberat dengan aterosklerosis.


Aterosklerosis merupakan kondisi arteri menebal dan menyempit karena penumpukan lemak di
dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri di kaki dapat mempengaruhi otot – otot kaki karena
berkurangnya suplai darah, kesemutan, rasa tidak nyaman, dan dalam jangka lama dapat
mengakibatkan kematian jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus kaki diabetes. Proses
angiopati pada penderita DM berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer
tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal tungkai berkurang.
DM yang tidak terkendali akan menyebabkan penebalan tunika intima (hiperplasia membran
basalis arteri) pembuluh darah besar dan kapiler, sehingga aliran darah jaringan tepi ke kaki
terganggu dan nekrosis yang mengakibatkan ulkus diabetikum.12 Peningkatan HbA1C
menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen oleh eritrosit terganggu, sehingga
terjadi penyumbatan sirkulasi dan kekurangan oksigen mengakibatkan kematian jaringan yang
selanjutnya menjadi ulkus. Peningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya reaktivitas trombosit
meningkatkan agregasi eritrosit, sehingga sirkulasi darah melambat dan memudahkan
terbentuknya trombus (gumpalan darah) pada dinding pembuluh darah yang akan mengganggu
aliran darah ke ujung kaki.

3.3.4 Klasifikasi Kaki Diabetes

Adanya klasifikasi kaki diabetes yang dapat diterima semua pihak akan mempermudah para peneliti
dalam membandingkan hasil penelitian dari berbagai tempat di dunia. Dengan klasifikasi PEDlS akan dapat
ditentukan kelainan apa yang lebih dominan, vaskular, infeksi atau neuropatik, sehingga arah
pengelolaanpun dapat tertuju dengan lebih baik. Misalnya suatu ulkus gangren dengan critical limb
ischemia (P3) tentu lebih memerlukan tindakan untuk mengevaluasi dan memperbaikikeadaanvaskulamya
dahulu. Sebaliknya kalau faktor infeksi menonjol, tentu pemberian antibiotik harus adekuat. Demikian juga
kalau fakort mekanik yang dominan, tentu koreksi untuk mengurangi tekanan plantar harus diutamakan.5

Impaired 1 = None
Perfusion
2 = PAD + but not critical

3 = critical limb ischemia

Size/Eitent in mm2 1 = Superficial full thickness, not deeper than dermis


TissueLoss/Depth
2 = deep ulcer below dermis, involving subcutaneous
structures, fascia, muscle or tendon

3 = all subsequent layers of the foot involved including


bone and or joint

Infection 1 = no symptoms or signs of infection

2 = infection of skin and subcutaneoustissue only

3 = erythema >2cm or infection involving subcutaneous


structure(s). No systemic sign(s) of inflammatory
response

4 = infection with systemic manifestation: Fever,


leucocytosis, shift to the left, metabolic instability,
hypotension, azotemia
lmpaired 1 = Absent
Sensation
2 = Present

Tabel. Klasifikasi PEDIS lnternational Consensus on the Diabetic Foot 20035

Klasifikasi Wagner-Meggit dikembangkan pada tahun 1970-an, digunakan secara luas untuk
mengklasifikasi lesi pada kaki diabetes.13

Derajat Lesi

0 Tidak terdapat lesi terbuka, mungkin hanya deformitas dan


Selulitis
1 Ulkus diabetic superfisialis (partial atau full thickness)
2 Ulkus meluas mengenai ligament, tendon, kapsul sendi atau
otot dalam tanpa abses atau osteomileitis
3 Ulkus dalam dengan abses, osteomielitis atau infeksi sendi
4 Ganggren setempat pada bagian depan kaki atau tumit
5 Ganggren luas meliputi seluruh kaki

Tabel 2.2. Klasifikasi derajat kaki diabetik berdasarkan Wagner- Meggit16

Klasifikasi Wagner-Meggit dianjurkan oleh International Working Group on Diabetic


Foot (IWGDF) dan diterima semua pihak agar memudahkan perbandingan hasil penelitian.
Dengan klasifikasi ini dapat diaplikasikan dalam menentukan derajat keparahan ulkus diabetik.
Berikut adalah gambar ulkus kaki diabetik berdasarkan kalsifikasi Wagner Meggit13
Gambar. Klasifikasi kaki diabetik berdasarkan Wagner- Meggit11

3.3.5 Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya ulkus kaki diabetik lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut:

1. Umur ≥ 60 tahun.
Umur ≥ 60 tahun berkaitan dengan terjadinya ulkus kaki diabetik karena pada usia tua,
fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena proses aging terjadi penurunan sekresi atau
resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa darah
yang tinggi kurang optimal.14
2. Lama DM ≥ 10 tahun
Ulkus kaki diabetik terutama terjadi pada penderita DM yang telah menderita 10 tahun atau
lebih, apabila kadar glukosa darah tidak terkendali, karena akan muncul komplikasi yang
berhubungan dengan vaskuler sehingga mengalami makroangiopati- mikroangiopati yang
akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan menurunnya sirkulasi darah
dan adanya robekan atau luka pada kaki penderita diabetik yang sering tidak dirasakan.
3. Neuropati
Kadar glukosa darah yang tinggi semakin lama akan terjadi gangguan mikrosirkulasi,
berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf yang mengakibatkan
degenerasi pada serabut syaraf yang lebih lanjut akan terjadi neuropati. Syaraf yang rusak
tidak dapat mengirimkan sinyal ke otak dengan baik, sehingga penderita dapat kehilangan
indra perasa selain itu juga kelenjar keringat menjadi berkurang, kulit kering dan mudah
robek.15
4. Obesitas
Pada obesitas dengan IMT ≥ 23 kg/m2 (wanita) dan IMT ≥25 kg/m2 (pria) akan lebih sering
terjadi resistensi insulin. Apabila kadar insulin melebihi 10 µU/ml, keadaan ini
menunjukkan hiperinsulinmia yang dapat menyebabkan aterosklerosis yang berdampak
pada vaskulopati, sehingga terjadi gangguan sirkulasi darah pada daerah tungkai yang
menyebabkan tungkai akan mudah terjadi ulkus hingga gangren.14
5. Hipertensi.
Hipertensi (TD > 130/80 mm Hg) pada penderita DM karena adanya viskositas darah yang
tinggi akan berakibat menurunnya aliran darah sehingga terjadi defesiensi vaskuler, selain
itu hipertensi dapat merusak atau mengakibatkan lesi pada endotel. Kerusakan pada endotel
akan berpengaruh terhadap makroangiopati melalui proses adhesi dan agregasi trombosit
yang berakibat vaskuler defisiensi sehingga dapat terjadi hipoksia pada jaringan yang akan
mengakibatkan terjadinya ulkus.16 Penelitian studi kasus kontrol oleh Robert di Iowa
menghasilkan bahwa riwayat hipertensi akan lebih besar 4 kali terjadi ulkus diabetik
dengan tanpa hipertensi pada DM.14
6. Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) dan kadar glukosa darah tidak terkendali
Glikosilasi Hemoglobin (HbA1C) adalah terikatnya glukosa yang masuk dalam sirkulasi
sistemik dengan protein plasma termasuk hemoglobin dalam sel darah merah. Apabila
HbA1c ≥6,5% akan menurunkan kemampuan pengikatan oksigen oleh sel darah merah
yang mengakibatkan hipoksia jaringan yang selanjutnya terjadi proliferasi pada dinding sel
otot polos subendotel. Kadar glukosa darah tidak terkontrol (GDP >126 mg/dl) akan
mengakibatkan komplikasi kronik jangka panjang, baik makrovaskuler maupun
mikrovaskuler salah satunya yaitu ulkus diabetik.14
7. Kebiasaan merokok.
Penelitian case control di California oleh Casanno dikutip oleh WHO pada penderita
Diabetes mellitus yang merokok ≥ 12 batang perhari mempunyai risiko 3 kali untuk
menjadi ulkus diabetika dibandingkan dengan penderita DM yang tidak merokok.14

3.3.6 Talaksanaan
Tujuan utama pengelolahan ulkus kaki diabetik yaitu untuk mengakses proses kearah
penyembuhan luka secepat mungkin karena perbaikan dari ulkus kaki dapat menurunkan
kemungkinan terjadinya amputasi dan ke-matian pasien diabetes. Secara umum pengelolaan ulkus
kaki diabetik meliputi penanganan iskemia, debridemen, penanganan luka, menurunkan tekanan
plantar pedis (off-loading), penanganan bedah, penanganan komorbiditas dan menurunkan risiko
kekambuha serta pengelolaan infeksi.15

a. Penanganan iskemia

Perfusi arteri merupakan hal penting dalam proses penyembuhan dan harus dini- lai awal
pada pasien UKD. Penilaian kompetensi vaskular pedis pada UKD seringkali memerlukan
bantuan pemeriksaan penunjang seperti MRI angiogram, doppler maupun angiografi.
Pemeriksaan sederhana seperti perabaan pulsasi arteri poplitea, tibialis posterior dan dorsalis
pedis dapat dilakukan pada kasus UKD kecil yang tidak disertai edema ataupun selulitis yang
luas. Ulkus atau gangren kaki tidak akan sembuh bahkan dapat menyerang tempat lain
dikemudian hari bila penyempitan pembuluh darah kaki tidak diatasi.17 Bila pemeriksaan
kompetensi vaskular menunjukkan adanya penyumbatan, bedah vaskular rekonstruktif dapat
meningkatkan prognosis dan selayaknya diperlukan sebelum dilakukan debridemen luas atau
amputasi parsial. Beberapa tindakan bedah vaskular yang dapat dilakukan antara lain
angioplasti transluminal perkutaneus (ATP), tromboarterektomi dan bedah pintas terbuka
(bypass). Penggunaan antiplatelet ditujukan terhadap keadaan insufisiensi arteri perifer untuk
memperlambat progresifitas sumbatan pembuluh darah.15

b. Debridement

Debridemen merupakan upaya untuk membersihkan semua jaringan nekrotik, karena luka
tidak akan sembuh bila masih terdapat jaringan nonviable, debris dan fistula. Tindakan
debridemen juga dapat menghilangkan koloni bakteri pada luka. Debridemen dilakukan
terhadap semua jaringan lunak dan tulang yang nonviable. Tujuan debridemen yaitu untuk
mengevakuasi jaringan yang terkontaminasi bakteri, mengangkat jaringan nekrotik sehingga
dapat mempercepat penyembuhan, menghilangkan jaringan kalus serta mengurangi risiko
infeksi lokal.25 Debridemen yang teratur dan dilakukan secara terjadwal akan memelihara
ulkus tetap bersih dan merangsang terbentuknya jaringan granulasi sehat sehingga dapat
mempercepat proses penyembuhan ulkus.15,16
c. Perawatan luka

Prinsip perawatan luka yaitu menciptakan lingkungan moist wound healing atau menjaga
agar luka senantiasa dalam keadaan lembab.27 Bila ulkus memroduksi sekret banyak maka
untuk pembalut (dress- ing) digunakan yang bersifat absorben. Sebaliknya bila ulkus kering
maka digunakan pembalut yang mampu melembabkan ulkus. Bila ulkus cukup lembab, maka
dipilih pembalut ulkus yang dapat mempertahankan kelembaban.15
Disamping bertujuan untuk menjaga kelembaban, penggunaan pembalut juga selayaknya
mempertimbangkan ukuran, kedalaman dan lokasi ulkus. Untuk pembalut ulkus dapat
digunakan pembalut konvensional yaitu kasa steril yang dilembabkan dengan NaCl 0,9%
maupun pembalut modern yang tersedia saat ini. Beberapa jenis pembalut modern yang sering
dipakai dalam perawatan luka, seperti: hydrocolloid, hydrogel, calcium alginate, foam dan
sebagainya. Pemilihan pembalut yang akan digunakan hendaknya senantiasa
mempertimbangkan cost effective dan kemampuan ekonomi pasien.15

d. Penanganan bedah

Jenis tindakan bedah tergantung dari berat ringannya UKD. Tindakan elektif ditujukan
untuk menghilangkan nyeri akibat deformitas seperti pada kelainan spur tulang, hammer toes
atau bunions. Tindakan bedah profilaktif diindikasikan untuk mencegah terjadinya ulkus atau
ulkus berulang pada pasien yang mengalami neuropati dengan melakukan koreksi deformitas
sendi, tulang atau tendon. Bedah kuratif diindikasikan bila ulkus tidak sembuh dengan
perawatan konservatif, misalnya angioplasti atau bedah vaskular. Osteomielitis kronis
merupakan indikasi bedah kuratif. Bedah emergensi adalah tindakan yang paling sering
dilakukan, dan diindikasikan untuk menghambat atau menghentikan proses infeksi, misalnya
ulkus dengan daerah infeksi yang luas atau adanya gangren gas. Tindakan bedah emergensi
dapat berupa amputasi atau debridemen jaringan nekrotik. 15

e. Mencegah kambuhnya ulkus

Pencegahan dianggap sebagai elemen kunci dalam menghindari amputasi kaki. Pasien
diajarkan untuk memperhatikan kebersihan kaki, memeriksa kaki setiap hari, menggunakan
alas kaki yang tepat, meng- obati segera jika terdapat luka, pemeriksaan rutin ke podiatri,
termasuk debridemen pada kapalan dan kuku kaki yang tumbuh ke dalam. Sepatu dengan sol
yang mengurangi tekanan kaki dan kotak yang melindungi kaki berisiko tinggi merupakan
elemen penting dari program pencegahan.15

Anda mungkin juga menyukai