Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

SATUAN OPERASI PANGAN 1

Disusun Oleh :
Kelompok 7
Elinda Okstaviyani (H0917032)
Haris Abdul Majid (H0917038)
Ihsanny Widyasari (H0917042)
Irma Fidin Nur Islami (H0917045)
Ninda Ainun Fajrin (H0917060)

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2018
ACARA II
PENENTUAN PANAS SPESIFIK BAHAN

A. TUJUAN
Tujuan praktikum Acara II “ Penentuan Panas Spesifik
Bahan” adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa mampu memahami salah satu metode
penentuan panas spesifik bahan hasil pertanian
2. Mahasiswa dapat menentukan besarnya panas spesifik
bahan hasil pertanian

B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan Teori
Panas spesifik atau panas jenis adalah salah satu sifat
termal yang penting untuk operasi pemprosesan seperti
pengecoran atau perlakuan panas lain, karena panas
spesifik menentukan jumlah panas yang diperlukan proses
tersebut. Panas spesifik dilambangkan dengan Cp untuk
panas spesifik pada tekanan tetap yang mengendalikan
kenaikan temperature, dT, oleh penambahan sejumlah
panas, dQ, pada satu gram material menjadi dQ = Cp. dT
(Smallman dan Bishop, 2000).
Kalor sebagai zat fluida yang berpindah dari benda bertemperatur
tinggi pada benda yang temperatur rendah. Namun konsep ini tidak bisa
lagi dipertahankan, meskipun istilah kalor sendiri masih tetap
dipergunakan hingga kini. Melalui serangkaian percobaan, beberapa
Fisikawan seperti Sir James P. J. (1818-1889), Francis Bacon (1561-
1626), Robet Boyle (1627-1691), dan Robert Hooke (1636-1703)
merumuskan kalor merupakan suatu bentuk energi yang berpindah dari
satu zat ke zat lain akibat perbedaan temperatur (Ishaq, 2006).
Kapasitas kalor C dari sampel zat tertentu didefinisikan sebagai
jumlah energi yang diusahakan untuk menaikkan suhu sampel tersebut
sebesar 1° C. Atau dapat ditulis Perbandingan antara banyaknya kalor
yang diberikan Q dengan kenaikan suhu ΔT disebut dengan kapasitas

kalor secara matematis ditulis sebagai : Kapasitas kalor =


(Fuferti dkk., 2013).
Dari definisi ini, energi Q menghasilkan perubahan perubahan suhu
sampel sebesar ∆T, sehingga : Q = C.∆T . Sedangkan kalor jenis c dari zat
adalah kapasitas kalor per satuan massanya. Kalor jenis pada dasarnya
merupakan suatu ukuran seberapa tidak sensitifnya zat secara termal
terhadap penambahan energi. Semakin besar kalor jenis suatu bahan,
semakin besar pula energi yang harus ditambahkan kepada bahan tersebut
untuk menyebabkan suatu perubahan suhu. Dari kedua definisi tersebut
dapat dihubungkan bahwa energi Q yang berpindah antara suatu sampel
bermassa m dari sebuah bahan dan sekelilingnya yang menyebabkan
perubahan suhu ∆ T sebagai Q = m.c.∆T (Serway, 2010).
Dalam pengukuran kalor jenis bahan pangan, biasanya
digunakan metode campuran. Metode ini menggunakan prinsip
kesetimbangan kalor yaitu kalor yang diberikan bahan sama dengan
kalor yang diterima oleh sistem kalorimeter. Metode ini paling sering
digunakan karena sederhana. Metode ini juga dapat digunakan untuk
mengukur kalor jenis buah-buahan atau biji-bijian (Fuferti dkk, 2013).
Beberapa metode lain yang dapat digunakan untuk mengukur kalor jenis
bahan pangan, antara lain : metode campuran, metode kalorimetri, metode
adiabatis, atau menggunakan Diffferential Scanning Calorimetry (DSC)
(Oliveira et al, 2012).
Apabila dua zat A dan zat B yang pada awalnya memiliki temperatur
masing-masing tOA dan tOB dicampurkan secara baik sehingga pertukaran
kalor terjadi secara sempurna maka akan terjadi pertukaran kalor secara
terus menerus sampai kedua zat mencapai keseimbangan termal yang
ditandai temperatur keduanya menjadi sama besar. Dalam kasus ini kita
anggap tidak ada kalor lain yang masuk atau keluar dari sistem. Hubungan
ini dirumuskan oleh Black :
Qserah = Qterima
QA = QB
mA.cA.∆t = mB.cB.∆t ( Ishaq, 2006).
Yang memepengaruhi panas spesifik suatu bahan adalah
kelembaban atau kandungan air dalam bahan dan kepadatan bahan
(Akhijahani dan Jalal, 2013). Selain itu, perubahan suhu yang terjadi
selama proses percampuran dengan calorimeter dan massa bahan
mempengaruhi nilai panas spesifik suatu bahan. Perubahan suhu dan
massa bahan berbanding terbalik dengan panas spesifik bahan
(Giancoli, 2014).
2. Tinjauan Bahan
Kopi (Coffea sp.) adalah tanaman yang dapat diolah menjadi
minuman. Minuman tersebut dapat dibuat dari seduhan kopi dalam bentuk
bubuk. Kopi bubuk merupakan biji kopi yang telah disangrai, digiling
hingga menjadi serbuk halus. Sebelum kopi dikonsumsi sebagai bahan
minuman, kopi perlu melewati proses roasting. Aroma dan rasa kopi yang
dihasilkan tergantung pada jenis kopi yang digunakan, cara pengolahan
biji kopi, penyangraian, penggilingan, penyimpanan dan metode
penyeduhannya (Hayati dkk., 2012).
Tepung terigu adalah hasil ekstraksi dari proses penggilingan
gandum (T. sativum) yang terdiri dari 67-70 % karbohidrat, 10-14 %
protein, dan 1-3 % lemak. Pada sebagaian besar produk makanan, pati
terigu memiliki granula kecil (1-40 m). Gluten adalah protein utama dalam
tepung terigu yang terdiri dari gliadin (20-25) % dan glutenin (35-40) %.
Sekitar 30% asam amino gluten merupakan hidrofobik dan asam-asam
amino tersebut dapat mengakibatkan protein mengumpul melalui proses
hidrofobik serta mengikat lemak dan substansi non polar lainnya
(Fitasari,2009).
Panas spesifik bubuk kopi robusta adalah 1.04 – 2,36 kJ/kgK atau
bila dikonversikan sebesar 0,249 – 0,564 kal/g°C (Pedro et al., 2013).
Panas spesifik tepung terigu adalah 1,0792 - 5.5336 kJ/kg°C atau apabila
dikonversi sebesar 0.257 - 1,322 kal/g°C (Cao et al., 2010).

C. METODOLOGI
1. Alat

a. Gelas Beaker

b. Hotplate

c. Kalorimeter

d. Kompor listrik

e. Termometer

f. Timbangan

2. Bahan

a. Air murni

b. Kopi

c. Tepung terigu
3. Cara Kerja

a. Penentuan panas spesifik kopi

Penimbangan kalorimeter (a gram) dan pengukuran


suhu (T1)

Pengukuran suhu (T2)


Aquades 100 g

Pemasukkan dalam Kalorimeter

Penimbangan kopi (25 g), dan pemanasan pada


kompor listrik sampai suhu 70C (T3)

Pemasukkan dalam kalorimeter yang berisi air dan


pengadukan serta pengukuran suhu (T4)

Perhitungan kalor jenis (C) masing-masing bahan

Gambar 2.1 Diagram Alir Penentun Panas Spesifik Kopi


b. Penentuan panas spesifik tepung terigu

Penimbangan kalorimeter (a gram) dan pengukuran


suhu (T1)

Pengukuran suhu (T2)


Aquades 100 g

Pemasukkan dalam Kalorimeter

Penimbangan tepung terigu (25 g), dan pemanasan


pada kompor listrik sampai suhu 70C (T3)

Penimbangan tepung terigu yang sudah dipanaskan


(c gram)

Pemasukkan dalam kalorimeter yang berisi air dan


pengadukan serta pengukuran suhu (T4)

Perhitungan panas (Q) dan kalor jenis (C) masing-


masing bahan

Gambar 2.2 Diagram Alir Penentuan Panas Spesifik Tepung Terigu


C. PEMBAHASAN
Panas spesifik adalah jumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan
tiap satu satuan derajat tiap satu satuan massa suatu zat. Dalam industri
pangan, penentuan panas spesifik digunakan untuk perancangan secara teknis
dalam pemrosesan bahan yang melibatkan proses termal
(Akhijahani dan Jalal, 2013). Panas spesifik bahan perlu diketahui dalam
proses pemberian panas pada bahan (pasteurisasi dan blancing) untuk menjaga
kualitas bahan pangan. Hal ini dikarenakan bahan pangan akan mudah rusak
atau terjadi penurunan mutu pada suhu tertentu (Herawati, 2008).
Perhitungan panas spesifik bahan teknik kalorimetri dilakukan dengan
metode percampuran antara bahan yang memiliki beda suhu. Prinsip yang
digunakan dalam pengukuran panas spesifik bahan pada pada kalorimetri
adalah besarnya kalor yang hilang sama dengan besar kalor yang disebut
dengan hukum kekekalan energi (Giancoli, 2014). Dengan adanya
percampuran kedua bahan, akan diperoleh suhu campuran yang stabil. Ketika
kedua bahan telah mencapai suhu yang stabil (suhu campuran), kalor yang
dimiliki bahan yang memiliki suhu yang lebih tinggi akan dilepaskan dan
diserap oleh kalorimeter dan bahan yang memiliki suhu lebih rendah. Besarnya
pelepasan kalor ini kemudian digunakan dalam penentuan kalor spesifik bahan
yang dapat dilakukan dengan cara mencatat suhu dan pengaruhnya dengan
panas spesifik bahan (Otten et al., 1980).
Kelebihan penentuan panas spesifik bahan dengan metode kalorimetri
adalah dengan sistem yang dibuat tertutup dari lingkungan, dapat mengurangi
panas yang keluar ke lingkungan sehingga panas yang dihitung merupakan
panas yang terjadi dalam sistem (Giancoli, 2014). Kekurangan metode
kalorimetri dalam penentuan panas spesifik bahan adalah pada perhitungan
akhir dapat terjadi kesalahan hitung karena perbedaan suhu awal bahan dan
sampel yang akan diidentifikasi besar panas spesifiknya sangat kecil yang juga
dipengaruhi oleh deviasi kondisi adiabatik yang ada. Selain itu panas spesifik
bahan yang diketahui merupakan hasil rata-rata dari beberapa percobaan yang
dilakukan (Otten et al., 1980).
Faktor yang memepengaruhi panas spesifik suatu bahan adalah
kelembaban atau kandungan air dalam bahan dan kepadatan bahan
(Akhijahani dan Jalal, 2013). Selain itu, perubahan suhu yang terjadi selama
proses percampuran dengan kalorimeter dan massa bahan mempengaruhi nilai
panas spesifik suatu bahan. Perubahan suhu dan massa bahan berbanding
terbalik dengan panas spesifik bahan (Giancoli, 2014).

Tabel 2.1 Hasil Percobaan penentuan panas Spesifik Tepung Terigu

Sampel Massa
Bahan Suhu (oC) Cp (kal/groC) Rata-rata
(g)
Kopi Kopi 25 70 0,709 0,689
I Air 100 29 1
Kalorimetri 116 34 0,133
Campuran - 34 -
Kopi 25 70 0,628
Kopi Air 100 29 1
II Kalorimetri 119,6 34 0,133
Campuran - 34,5 -
Kopi Kopi 25 70 0,484
III Air 100 29 1
Kalorimetris 119,8 30 0,133
Campuran - 33 -
Kopi Kopi 25 70 0,934
IV Air 100 29 1
Kalorimetri 117,4 30 0,133
Campuran - 36 -
Sumber : Laporan Sementara

Tabel 2.2 Hasil Percobaan Penentuan Panas Spesifik Bubuk Kopi

Sampel Massa
Bahan Suhu (oC) Cp (kal/groC) Rata-rata
(g)
Tepung Tepung Terigu 25 70 1,019
Terigu I Air 100 30,5 1
Kalorimetri 122,6 34 0,133
Campuran - 38 -
Tepung Tepung Terigu 25 70 0,685
Terigu II Air 100 30,5 1
Kalorimetri 123,6 34 0,133
Campuran - 36 -
Tepung Tepung Terigu 25 70 0,350
Terigu III Air 100 29 1 0,671
Kalorimetri 123,6 30 0,133
Campuran - 32 -
Tepung Tepung Terigu 25 70 0,628
Terigu Air 100 29 1
IV Kalorimetri 122,8 30 0,133
Campuran - 34 -
Sumber : Laporan Sementara
Dalam praktikum acara II “Penentuan Panas Spesifik Bahan”
diperoleh rata-rata nilai panas spesifik bubuk kopi dengan 4 kali percobaan
yaitu sebesar 0,689 kal/g°C. Menurut teori, panas spesifik bubuk kopi robusta
adalah 1.04 – 2,36 kJ/kgK atau bila dikonversikan sebesar 0,249 – 0,564
kal/g°C (Pedro et al., 2013). Sementara rata-rata nilai panas spesifik tepung
terigu dengan 4 kali percobaan yaitu sebesar 0,671 kal/g°C. Menurut teori,
panas spesifik tepung terigu adalah 1,0792 - 5.5336 kJ/kg°C atau apabila
dikonversi sebesar 0.257 - 1,322 kal/g°C (Cao et al., 2010).
Dari hasil praktikum didapat nilai panas spesifik bubuk kopi dan
tepung terigu menyimpang dari teori. Hal ini dikarenakan kurangnya ketelitian
praktikan dalam melakukan prosedur praktikum. Selain itu faktor yang
mempengaruhi penyimpangan nilai panas spesifik bahan adalah suhu
lingkungan yang dapat mempengaruhi perubahan suhu dan suhu campuran
(Giancoli, 2014).

D. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum acara II “Penentuan Panas Spesifik Bahan”
diperolaeh kesimpuan bahwa :
1. Penentuan panas spesifik bahan hasil pertanian dapat dilakukan dengan
metode kalorimetri yaitu dengan alat kalorimeter dengan prinsip
kekekalan energi dengan persamaan asas Black.
2. Nilai Cp kopi berdasarkan perhitungan hasil percobaan yaitu rata-rata
sebesar 0,689 kal/g°C. Sedangkan hasil teori yakni sebesar 0,249 – 0,564
kal/g°C. Nilai Cp tepung terigu rata-rata berdasarkan perhitungan hasil
percobaan yaitu sebesar 0,671 kal/g°C , sementara berdasarkan teori nilai
Cp tepung beras sebesar 0.257 - 1,322 kal/g°C
DAFTAR PUSTAKA

Akhijahani, Hadi Samimi dan Jalal Khodaei. 2013. Investigation of Spesific Heat
and Thermal Conductivity of Rasa Grape (Vitis vinifera L.) as a Function of
Moisture Content. World Applied Sciences Journal, Vol. 22 (7) : 439-447.
Cao, Y., G. Li, Z. Zhang, L. Chen, Y. Li, dan T. Zhang. 2010. The Spesific Heat of
Wheat. 10th International Working Conference on Stored Product Protection :
247.
Fitasari, Eka. 2009. Pengaruh Tingkat Penambahan Tepung Terigu terhadap Kadar
Air, Kadar Lemak, Kadar Protein, Mikrostruktur, dan Mutu Organoleptik Keju
Gouda Olahan. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Vol. 4 (2) : 17-29.
Fuferti, Mega Aysah., Syakbaniah., dan Fuferti. 2013. Perbandingan
Karakteristik Fisis Kopi Luwak (Civet Coffe) dan Kopi Biasa Jenis
Arabika. Pillar of Physics Vol.2.
Giancoli, Douglas C. 2014. Fisika : Prinsip dan Aplikasi. Jakarta. Penerbit
Erlangga.
Giancoli, Douglas. 1997. Fisika Jilid 1 Edisi 4. Erlangga. Jakarta
Hayati, Rika, Ainin Marliah, dan Farnia Rosita. 2012. Sifat Kimia dan evaluasi
Sensori Bubuk Kopi Arabika. Jurnal Floratek, Vol. 7 : 66-75.
Herawati, Heny. 2008. Penentuan Umur Simpan pada Produk Pangan. Jurnal
Litbang Pertanian, Vol. 27 (4) : 129.
Ishaq Muhammad. 2006. Fisika Dasar. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Oliveira, Juliana Silva., Augusto Cesar de Queiroz, Hillario Cuquetto Mantovani,
Geraldo Fabio Viana Bayao, Edenio Detmann, Edson Mauro Santos, Thiago
Carvalho de Silva. 2012. Evaluation of Whey Fermented By Enterococcus
Faecium in Consortium with Vailonella Parvula in Ruminant Feeding. Revista
Barsileira de Zootecnia. Vol. 41 (1) :172-180.
Otten, L., G. Y. I. Samaan, dan G. O. I. Ezeike. 1980. Determination of Spesific Heat
of Agricultural Materials : Part I. Continuous Adiabatic Calorimeter. Canadian
Agricultural Engineering, Vol. 22 (1) : 21.
Pedro, Casanova, Paulo C. Correa, Kattia Solis, dan Julio C. C. Campos. 2013.
Thermal Properties of Conilon Coffee Fruits. IOSR Journal of Engineering,
Vol. 3 (11) : 32.
Serway Raymond A., John W. Jewett. Jr. 2010. Fisika untuk Sains dan Teknik.
Salemba Teknika. Jakarta.
Smallman. R. E., dan Bishop R. J. 2000. Metalurgi Fisik Modern dan Rekayasa
Material. Erlangga. Jakarta.
LAMPIRAN PERHITUNGAN

1. Perhitungan penentuan panas spesifik (Cp) Kopi I


Qkopi = Qair + Qkalorimeter
25. C. (70-34) = 100. 1(34-29) + 116. 0,133 (34-34)
25. C 36 = 100 . 5
500
Ckopi =
900
Ckopi = 0,556 kal/ gr oC

2. Perhitungan penentuan panas spesifik (Cp) Kopi II


Qkopi = Qair + Qkalorimeter
25. C. (70-34,5) = 100. 1(34,5-29) + 119,6. 0,133 (34,5-34)
25. C. 35,5 = 550 + 7,953
557,953
Ckopi =
900
Ckopi = 0,628 kal/ gr oC

3. Perhitungan penentuan panas spesifik (Cp) Kopi III


Qkopi = Qair + Qkalorimeter
25. C. (70-33) = 100. 1(33-29) + 119,8. 0,133 (33-30)
25. C. 37 = (100 . 9) + (119,8 . 0,133 . 1)
447,8
Ckopi =
925
Ckopi = 0,484 kal/ gr oC

4. Perhitungan penentuan panas spesifik (Cp) Kopi IV


Qkopi = Qair + Qkalorimeter
25. C. (70-36) = 100. 1(36-29) + 117,4. 0,133 (36-30)
25. C. 34 = 700 + 93,685
793,685
Ckopi =
850
Ckopi = 0,934 kal/ gr oC
5. Perhitungan penentuan panas spesifik (Cp) Tepung Terigu I
Qterigu = Qair + Qkalorimeter
25. C. (70-38) = 100. 1(38-30,5) + 122,6 . 0,133 (38-34)
25. C 32 = (100 . 7,5) + (122,6 . 0,133 .4)
815,223
Cterigu =
800
Cterigu = 1,019 kal/ gr oC

6. Perhitungan penentuan panas spesifik (Cp) Tepung Terigu II


Qterigu = Qair + Qkalorimeter
25. C. (70-36) = 100. 1(36-30,5) + 122,6 . 0,133 (36-34)
25. C. 34 = 550 + 32,612
582,62
Cterigu =
850
Cterigu = 0,685 kal/ gr oC

7. Perhitungan penentuan panas spesifik (Cp) Tepung Terigu III


Qterigu = Qair + Qkalorimeter
25. C. (70-32) = 100. 1(32-29) + 123,6 . 0,133 (32-30)
25. C. 38 = 300 + 32,878
332,878
Cterigu =
950
Cterigu = 0,350 kal/ gr oC

8. Perhitungan penentuan panas spesifik (Cp) Tepung Terigu IV


Qterigu = Qair + Qkalorimeter
25. C. (70-34) = 100. 1(34-29) + 122,8 . 0,133 (34-30)
25. C. 36 = 500 + 65,33
565,33
Cterigu =
900
Cterigu = 0,628kal/ gr oC

9. Perhitungan Rata – rata panas spesifik kopi


Cpkopi I +Cpkopi II +Cpkopi III +Cpkopi IV
Cp Kopi Rata – rata =
4
0,556+0,628+0,484+ 0,934
=
4
o
= 0,651 kal/ gr C
10. Perhitungan Rata – rata panas spesifik terigu
Cp Terigu Rata – rata =

Cpterigu I + Cpterigu II +Cpterigu III +Cpterigu IV


4
1,019+ 0,685+ 0,350+0,628
=
4
o
= 0,671 kal/ gr C

Anda mungkin juga menyukai