Anda di halaman 1dari 9

Momen Malam Tahun Baru

Cerpen Karangan: Dwi Elva Nurjana


Kategori: Cerpen Remaja
Lolos moderasi pada: 21 May 2016

31 Desember 2014
Seperti tahun kemarin aku selalu membawa handphone di setiap aku pergi. Karena ini malam
dimana akan ada pergantian tahun biasanya teman-temanku akan memenuhi Berandaku dengan
kata-kata “Happy New Year,” dan lainnya. Ya tak lama setelah aku membantu Ibuku menggoreng
pisang buat nanti malam. Tiba-tiba handphoneku bergetar. Ku lihat layar handphoneku dan tertera
nama Fanani di situ. Iya. Dia adalah salah satu cowok yang selama ini aku kagumi, entah apa
yang membuatku kagum, yang ku tahu perasaan ini tumbuh seiring berjalannya waktu. Segera ku
buka pesan darinya.

“Selamat Tahun Baru Iva,”


Aku tersenyum sendiri ketika membaca pesan darinya.
“Hei ini itu masih jam 9, tahun baru masih 3 jam lagi,” balasku cepat.
“Hehe iya kan gak apa-apa toh aku ngucapinnya awalan,”
“Gak boleh,” jawabku bercanda.
“Ihh dasar bawel,”
“Biarin,”

Tiba-tiba ia mengalihkan pembicaraan dengan kata-kata yang biasa tiap hari kami lakukan di sms,
seperti, “Lagi apa?” kata itu yang sering muncul duluan ketika kita sekedar ingin basa-basi, dan
mungkin tidak kami saja, remaja lain pun pasti pernah menanyakan itu kepada pasangannya.
“Lagi nyantai sama Ayah di teras rumah,” Kataku tanpa berbohong
“Ohh,”

“Kenapa?”
“Gak apa-apa nanya aja,”
“Oalah tak kirain mau main ke sini,” kataku bercanda.
“Hahaha gak apa-apa ta?”
“Hehe bercanda tadi, nanti aku dimarahi orangtuaku,”
“Hehe aku juga bercanda kok,”

“Hmm lagi apa kamu?” tanyaku.


“Lagi main gitar di teras rumah juga,”
“Emm bisa main gitar ta?” tanyaku bercanda
“Ya bisalah, mau tah aku nyanyiin? Mau request lagu apa?” tawarnya sungguh-sungguh.
“Emm gak usah deh makasih, besok aja waktu ada PERSAMI di Sekolah,” candaku.
“Malulah aku sama anak-anak.. hehe,”
“Loh kenapa harus malu. Anak Pramuka kan biasanya gak punya malu,” timpalku.
“Tapi ya gak malu-maluin juga kan Va,”
“Hehe iya juga sih,”

Gak kerasa kami sms-an hampir 3 jam. Dari yang pertama nanyain kabar sampai ngomongin hal
yang mungkin menurut orang lain itu gak penting. Hingga tiba saat dimana acara TV
menayangkan suasana gemuruh di bundaran HI, dan warga Jakarta bersorak mengucapkan
“Happy New Year,” atau “Selamat Tahun Baru 2015,” aku yang sedari tadi udah masuk ke dalam
rumah berlari menuju halaman depan rumah. Tujuanku cuma satu, “Melihat indahnya langit di
Malam Tahun Baru ini,”

Di sini tak kalah heboh dan menarik seperti yang aku lihat di tayangan TV tadi, iya, meskipun
desaku ini kecil tapi warganya tak takut mengeluarkan uang banyak untuk meramaikan Tahun
Baru di tahun ini. Saking asyiknya aku melihat langit aku sampai lupa kalau aku belum membalas
pesan dari Fanani. Ku ambil handphoneku dari saku celanaku. Ku lihat ada 1 pesan dan 3
panggilan tak terjawab. Sesuai dengan dugaanku itu semua dari Fanani.

Isi Pesan.
“Iva aku mau ngomong sama kamu tolong angkat teleponku ya!”
Tak lama setelah ku baca isi pesan itu dia meneleponku lagi. Cepat-cepat aku angkat telepon
darinya.
“Assalammualaikum, ada apa?” sapaku.
“Waalaikumsalam, gimana udah lihat kembang apinya?”
“Hehe udah, kenapa?” suaraku sedikit tertawa.
“Hehe gak apa-apa,”

Lama kami saling diam, entah apa yang ia pikirkan waktu itu.
“Ada apa? Kok tumben nelepon aku?” tanyaku penasaran.
“Emm begini Va.. emm anu.. emm apa ya? Suaranya membuatku tertawa.
“Hahaha kamu kenapa sih, gak kayak biasanya?”
“Emm begini Va .. aku suka kamu,”

Kata-kata itu.. iya kata-kata itu sontak membuatku tercengang. Tiba-tiba saja jantungku berdetak
tak beraturan. Dan angin di malam tahun baru ini entah mengapa membuatku merinding. Aku
mencoba menata kosakataku.
“Kamu ngomong apa sih? Udah ah jangan bercanda mulu. Gak lucu tahu,” Kataku setelah
menghilangkan rasa gugupku.
“Aku gak bercanda Va, aku beneran suka sama kamu,” Kata Fanani mencoba meyakinkanku.
Ya Allah apa ini? Apa benar dia mencintaiku? Tapi mengapa? aku hanya bisa terdiam menikmati
desiran angin yang terasa lembut.

“Aku gak menuntut jawaban dari kamu Va, aku cuma ingin ngungkapin perasaanku ini aja sama
kamu, udah lama aku memendamnya. Aku ingin mengungkapkannya tapi aku takut kamu akan
menjauh dariku dan tak lagi membalas sms dariku,” Jelasnya panjang lebar.
“Iya aku ngerti, aku juga sayang sama kamu tapi tidak sekarang, kamu mau kan nunggu aku 5
sampai 6 tahun lagi,”
“Iya Va, aku pasti nunggu kamu, aku janji kita akan selalu bersama dan menjadi keluarga yang
bahagia 6 tahun kelak,” katanya bersungguh-sungguh.
“Udah ah aku kan masih SMP kelas 3 kamu juga masih kelas 1 SMA, masa udah ngomongin rumah
tangga sih,”

“Hehehe bercanda Nona manis,”


“Ohh ya gak tidur ta? Udah jam 2 loh,” Suaranya seolah menyuruhku untuk segera tidur.
“Iya ini udah mau tidur,”
“Ya udah ndang tidur, selamat malam Tuan Putri, semoga mimpiin aku ya..,” godanya.
“Ehh. Iya deh selamat malam juga,”
“Assalammualaikum,” tambahku tak pernah telat.
“Waalaikumsalam,” Setelah ia menutup teleponnya aku pun langsung pergi ke tempat tidurku.

Apa benar dia mencintaiku? Atau aku ini hanya seperti taman bermain untuknya. Keindahanku
bisa dilihat namun kalau sudah bosan ditinggalkan begitu saja.
“Hufft.. Ya Allah kenapa aku jadi Nething begini?” keluhku dengan napas berat.

Malam Tahun Baru ini adalah malam istimewa buatku. Dimana cintaku dibalas olehnya. Rasa yang
telah lama aku pendam akhirnya bisa terobati oleh pengakuannya barusan. Malam ini aku gak
tahu harus senang atau bimbang, tapi setelah kejadian tadi tidurku malam ini nyenyak seperti
tanpa beban yang menyelimutiku. Selamat Malam dan Selamat Merayakan Tahun Baru 2015.

Cerpen Karangan: Dwi Elva Nurjana


Facebook: Dwi Elva Nurjana
Nama: Dwi Elva Nurjana
Alamat: Desa Cangkring Turi, Kecamatan Prambon, Kabupaten Sidoarjo
Sekolah: SMK YPM 11 WONOAYU
Cerita Bahagia di malam pergantian tahun baru 2017
Monday, January 2, 2017 Diary

Berbeda dari tahun sebelumnya, biasanya saya selalu keluar rumah untuk menyaksikan dan
mendengarkan letusan kembang api di alun - alun kota bersama teman, tapi malam itu entah
kenapa saya merasa tidak bersemangat seperti tahun lalu dalam menyambut datangnya tahun
baru.
Perayaan tahun baru kali ini terjadi pada sabtu malam atau malam minggu, hari sabtunya seperti
biasa saya mengikuti kegiatan perkuliahan di kampus, sekedar informasi sekarang saya kuliah
sudah menginjak di tingkat 3 semester ganjil atau semester 5 Program Studi Manajemen di
Fakultas Ekonomi Universitas Galuh ciamis.

Tadinya saya punya rencana untuk menghubungi teman - teman supaya bisa ngumpul bareng
dalam rangka menyambut pergantian tahun, tapi dikarenakan hari sabtu adalah terakhir
perkuliahan menjelang pelaksanaan UAS dan saya tahu pasti setelah pulang ngampus bakalan
cape, jadi saya cancel atau saya batalkan saja rencana itu.

benar saja setelah saya pulang ngampus badan saya rasanya ingin segera menjatuhkan diri ke
atas kasur. tapi daripada tidak ada rencana sama sekali tiba - tiba saya dapat ide, sayang
bangetkan momen yang hanya terjadi 1 kali dalam satu tahun dilewati begitu saja. akhirnya saya
beli bakso untuk keluarga di rumah, tempatnya tidak terlalu jauh dari kampus.
tapi disitu saya mikir kalau saya beli bakso sekarang ( sore hari ) kalau dimakannya nanti malam
pasti rasanya gak bakalan enak. yaudah saya pesan baso, mie, toge, sama bumbunya di pisahin
aja. biar nanti malam pas di rumah baksonya tinggal di seduh dan dicampur - campurin sendiri.
karena di rumah cuman ada 7 orang saya beli baksonya untuk 7 orang. yaialah masa untuk 100
orang. hhe

beli baso udah, langsung saya masukin ke dalam jok motor karena lumayan besar alhamdulillah
baksonya muat dimasukan ke dalam jok.

Setelah sampai di rumah saya tidak langsung ngasih tau sama keluarga kalau saya beli bakso.
baru sampai di rumah sudah terdengar suara adzan magrib, saya solat dulu, dzikir dulu, ngaji
dulu, hhe pamer
selesai melaksanakan ibadah sholat magrib saya langsung mengeluarkan bakso yang ada di
dalam jok motor sambil bilang "S-U-R-P-P-R-I-S-E" atau "kejutan"
Karena penasaran mereka bertanya surprise apaan itu? langsung aku jawab aja ini bakso buat
entar malam ngerayain tahun baruan hhe mereka langsung menyambut dengan gembira.

tibalah waktu yang dinanti - nanti, meskipun waktu belum menujukkan jam 12.00 masih sangat
lama, karena kami sekeluarga sudah merasa lapar, bakso yang tadi saya beli langsung di makan
bersama - sama, rasanya sangat nikmat di dukung oleh suasana yang dingin Karena malam itu
turun hujan.

setelah makan bakso tadinya sih saya mau nunggu sampai jam 12.00 tapi karena sudah tidak
kuat lagi menahan rasa ngantuk saya langsung tidur. di temani suara guyuran hujan dan letusan
kembang api.
tadinya saya berpikir bahwa malam tahun baru kali ini akan membosankan tetapi saya salah
ternyata berkumpul bersama keluarga di rumah itu lebih menyenangkan.

dari situ saya belajar bahwa untuk mendapatkan kebahagiaan itu tidak perlu melakukan sesuatu
yang wah, jika dengan hal yang sederhana kita bisa bahagia kenapa harus melakukan hal - hal
yang berlebihan. :)

Jika kita Berbicara tentang kebahagiaan, sebetulnya untuk bahagia itu sangat sederhana, cukup
dengan melakukan apa yang ingin kita lakukan dan jangan melakukan apa yang tidak ingin kita
lakukan.
tapi ingat sebelum kita melakukan kedua tindakkan itu pikirkanlah dahulu, apa yang kita ingin
lakukan itu bisa membuat kita bahagia? bahagia untuk selama - lamanya? atau hanya bahagia
untuk sesaat saja? ( bahagia sesaat dapat diartikan bahagia sebentar lalu tidak bahagia
selamanya )

tapi terkadang untuk mendapatkan kebahagiaan kita harus berkorban, salah satunya dengan
cara melakukan hal yang tidak ingin kita lakukan, mungkin jika kita melakukan hal seperti itu
maka kita tidak akan merasa bahagia, tidak bahagia selamanya atau tidak bahagia sesaat? (
tidak bahagia sesaat dapat diartikan tidak bahagia sebentar lalu bahagia selamanya )

Sebetulnya bahagia atau tidaknya kamu tergantung diri kamu sendiri, bukan tergantung dari
orang lain, tapi kadang ada orang yang selalu mengganggu dan mengusik atau selalu membuat
kita jengkel dan selalu membuat kesalahan yang menyebabkan kita menjadi tidak merasa
bahagia,

lalu bagaimana cara untuk mengatasinya? sangat simple kita tinggal jauhi dan tinggalkan saja
orang yang seperti itu. maka kita akan merasa tenang dan bahagia, tapi pertanyaanya apakah
setelah kita meninggalkan orang itu kita menjadi bahagia selama - lamanya atau hanya sesaat?
itu yang harus di pikirkan secara matang.

kenapa saya jadi berbicara tentang kebahagiaan ya? hee kembali lagi ke topik utama tentang
perayaan tahun baru 2017, seperti itulah kegiatan yang saya lakukan di malam pergantian tahun,
untuk teman - teman semua yang biasa merayakan sesuatu misalnya malam tahun baru tidak
bersama keluarga atau lebih sering melakukannya bersama teman - teman diluar coba sesekali
sempatkan diri kamu untuk berkumpul bersama keluarga, bagaimanapun keluarga adalah orang
pertama kita menyambut kita saat kita terlahir kedunia, maka tidak ada salahnya kita harus
mengutamakan kebahagiaan keluarga ( orang tua, adik, kakak, bibi, paman, nenek dll.)

sekian cerita saya di malam pergantian tahun baru kali ini, saya ucapkan selamat tahun baru
2017 happy new year..

Wassalam.

Anak Sulung Ibu


Cerpen Karangan: Dian Handika
Kategori: Cerpen Islami (Religi), Cerpen Keluarga, Cerpen Motivasi
Lolos moderasi pada: 11 January 2018

“Bareng yan?” tawar Amar, temanku ini sangat bersemangat dengan acara ngejus (minum jus
rame-rame) lepas sekolah nanti.
“gak Mar! Maaf aku harus nunggu cacakku, dia ada extra siang ini”

“Biasanya kakakmu juga pulang bareng teman-temanya yan” Kali ini temanku Anjas yang bersua,
dia menepuk pundakku seakan tak rela jika aku tak ikut kumpul bareng mereka.
“Kami mau bareng ke tempat ibu” ujarku memaksa keduanya untuk berhenti berharap jika
mendengar aku membicarakan ibuku.
“Baiklah tapi lain kali ikut lho!” ucap Amar segera berlalu bersama Anjas.

Sebenarnya sayang ngelewatin acara ngejus yang rutin kami adakan tiap akhir pekan seperti
sekarang ini, walaupun hanya dengan agenda minum jus buah, ngobrol ngalor ngidul gak jelas
ataupun sekedar pakai Wi-Fi gratis ada kepuasan tersendiri saat ngumpul bareng. kalau istilah
kerennya sih “gak ada loe gak rame” aku mengutipnya dari sebuah iklan layanan masyarakat yang
tadi pagi kubaca di jalan.

Jam 13. 00 usai Dzuhur aku langsung bergegas menuju aula tempat extra cacakku.
“Belum Pulang Dian?” sapa Mbak Sabil teman cacakku.
“Nungguin cacak, Mbak sabil!”
“Oh Azlan ya! Sebaiknya kamu cepet ke Aula ini gilirannya praktek” Kata Mbak sabil, segera aku
berjalan cepat.

Cacak panggilan buat kakakku tradisi keluarga kami memang seperti itu entah sejak kapan
panggilan unik itu dimulai aku lupa bertanya pada Bapakku, saat beberapa teman menanyakan
kenapa panggilannya seperti itu. Cacak Azlan adalah kakak pertamaku ya karena aku hanya
mempunyai satu kakak hanya beda dua tahun, semua perangai kakakku bertolak belakang
denganku misalnya jika kakaku sangat antusias berlari mengejar bola bersama teman-temannya,
aku lebih senang berkutat dengan tuts tuts keyboard laptop untuk sekedar menulis cerpen
berharap menjadi penulis dengan buku-buku best seller bertuliskan “oleh Dian Handika”.

“Dian itu kakakmu” kali ini Mas Fajar yang menyapaku, dia menunjukkan bahwa cak Azlan akan
segera naik podium untuk melantunkan beberapa ayat suci Al-Qur’an, ini merupakan tahap seleksi
akhir untuk tampil di acara maulid Nabi besok.
“Bismillahirohmanirohiim” lafadz Basmalah yang dilantunkan cacak sungguh membuat hati
tentram, dari luar ruangan aku bisa mendengarnya pak harun melarang yang bukan anggota
untuk masuk katanya hanya mengganggu saja, beruntung ada salah satu jendela yang pecah
walaupun kecil tapi cukup untuk mendengar riuh apapun dalam ruangan.

“iqro”
Cak Azlan sungguh dapat membaca suroh itu dengan sangat indah, aku yakin suara cacak mampu
mengetuk semua hati yang terkunci tertutup rapat akan kehadiran Gusti ALLAH sang pencipta, tak
hanya mengetuk tapi tak segan lantunannya akan mendobrak paksa hati yang benar-benar
menolak akan kuasa sang Gusti ALLAH. setidaknya itu yang aku rasakkan, hati ini seperti diguyur
air suci kemudian air tersebut mengalir bercampur darah yang beredar keseluruh tubuh lewat
pembuluh balik, sasaranya pun bertambah sampai syaraf yang bertugas sebagai juru bicara hati
dia tahu kemauan Sang hati damai seluruh raga klimaksnya mataku terasa basah terlihat sembap
di cermin. tak hanya aku kuperhatikan semua anggota dalam ruangan itu pun terlihat mengusap
mata mereka dengan tisu.

“Sampean hebat Cak!” kataku saat cak Azlan keluar ruangan.


“Jangan berlebihan yan” itulah cacakku selalu rendah hati, mungkin kalau ibu tetep mau tinggal
dengan kami pasti ibu akan sangat bangga dengan cacak, impiannya punya Anak seorang hafidz
Qur’an mulai terwujud cacak sudah hafal 25 juz sampai saat ini, tak seperti aku yang boro-boro
hafal 1 juz mungkin hanya beberapa yang kuhafal. kebiasaan malasku selalu memenangkan
diriku.

“surohnya tentang hari kiamat kan cak?”


“Itu sampean tahu, sudah baca ya?”
“iya” jawabku pandanganku ke arah Mas fajar dia yang tadi memberitahuku.

“Besok kamu harus tampilkan yang terbaik Zlan” Pak harun menghampiri kami.
“iya pak”
“Lho ini adikmu Zlan”
“iya pak Saya Dian, kelas X-3”

“Jadi ke tempat ibu?”


“Tentulah Cak, cepat sampean ambil si On-on!” On-on adalah sebutan yang kami berikan untuk
sepeda jengki tua milik Bapak yang selalu kami bawa ke sekolah, sepeda itu tua dan jelek tapi
masih sangat kuat dan bapoh untuk pulang pergi kami, ya maklum juga karena kata Bapak
sepeda itu hadir saat Bapak usia 15 tahun hadiah dari kakek dan berlanjut pada era kami
Jarak tempat ibu hanya sekitar 2 kilometer dari sekolah cukuplah cacak yang mengayuh si On-on.

“Cak! Aku ntar mau cerita ke ibu kalau sampean besok tampil di sekolah.
“Apa-apa cerita ke ibu”
“Lha biar ibu bangga to cak biar ibu tambah seneng”.

“Ya terserah sampean, eh gimana naskah novel yang tempo hari sampean kirim?”
“Dikembalikan kok Cak! Masih perlu banyak revisi lagi” ucapku pelan, aku ingat saat naskah
novelku kembali bersama selembar surat dari penerbit yang aku tuju, surat itu bernada baik,
kebapakan-namun sangat terang-terangan! Dia bilang dia melihat dari alamat pengiriman bahwa
aku masih sekolah, dan kalau aku mau menerima nasehat, dia menyarankan agar aku
mengerahkan seluruh energiku untuk belajar dan menunggu hingga aku lulus sebelum mulai
menulis. Dia melampirkan opini dia tentang bukuku.

“Plot cerita sangat tidak masuk akal. Karakterisasi tokoh sangat dilebih-lebihkan. Percakapannya
tidak alamiah. Ada beberapa humor tapi tidak berselera tinggi. Tolong katakan padanya untuk
terus berusaha. Pada waktunya nanti, dia mungkin akan menghasilkan buku yang sesungguhnya.”
Singkatnya tulisan itu sedikit berhasil membuatku meledak, aku dikuasai amarah kala itu sempat
kupensiunkan alat menulisku, kutolak keras keinginanku menulis, kubuang naskah-naskah novel
yang tersisa, tak ada harapan

“aku tak akan bisa”


“Sampean salah yan, kalau pikirannya seperti itu.” Kata cacak menghentikan laju si On-on
“Terus, aku harus gimana cak? sungguh menyakitkan mereka (penerbit) mengumbar kesalahanku,
kenapa harus seperti itu?”
“Coba sekarang aku tanya, sampean kalau lihat kesalahan orang lain gimana? mudah kan?”
“Memang melihat kesalahan serta berkomentar untuk orang lain sangat mudah, Lha terus?” aku
menggantung kalimat itu.
“Melihat kesalahan orang lain lebih mudah kan? Ya karena itulah kita juga membutuhkan orang
lain untuk melihat kesalahan kita, dalam kasusnya sampean, mereka sudah benar itu yang mereka
dapatkan dari karyamu coba dikirim ke lain penerbit tanpa pembenahan to, pasti kurang lebih
akan seperti itu komentarnya” ucap cacakku sangat bijak. sukses membuatku bangkit.

“Jangan menyerah Yan, sampean harus nikmati proses itu. untuk raih puncak ya kamu harus mau
ndaki tebing-tebing dulu iya to, lihat siapa itu pengarang novel harry potter?”
“J.K rawling cak!”
“ya itu, dia juga kan dapat banyak penolakkan dari para penerbit, tapi karena dia tak menyerah
dan mau belajar dari kegagalannya terbukti to dia sekarang jadi apa, keinginan saja ndak cukup
yan apa yang sampean cita-citakan harus sampean perjuangkan dengan usaha dan kerja keras.”

“Sama minta ke Gusti ALLAH Ya Cak.” Ucapku tertawa kecil tetap pada posisi membonceng.
“Tentu doa juga perlu,” kata cak azlan. Untuk kesekian kali aku bilang ibu pasti bangga dengan
Cak azlan. Padahal jika kuamati cacak tak begitu tertarik akan dunia yang berusaha kutekuni
dunia yang mengandalkan imajinasi sebagai amunisi utamanya sedangkan cacak lebih pada
argumen-argumen nyata yang sesuai dengan Hadist-hadist yang dia baca. “Tapi mungkin dia
menguntit aktivitasku.” seperti yang selalu ibu perintahkan padanya waktu kecil. Memata-mataiku.

“ibu aku kangen” gumamku pelan.


“Kangen ibu ta Yan?”
“Ya cak!” jawabku pelan.
“Sebentar lagi kita sampai.”

“Seandainya aku bisa sekuat cacak menahan Kangen sama ibu. aku ndak akan selalu menangis
saat berkunjung ke tempat ibu”
“Yo ndak seperti itu juga Yan.”
“Jadi cacak ndak Kangen ya sama ibu” aku mengeraskan suaraku.
“Kangen ndak selalu harus diucapkan yan.” Kata Cak Azlan pelan.

“Bagaimana ibu bisa tahu kalau kita Kangen saat cacak ndak pernah bilang Kangen sama ibu?”
“ibu pasti akan tahu, sampean jangan lupa ada ikatan batin antara aku, sampean, ibu dan Bapak.
Itulah keluarga”
“Ikatan Batin” gumamku. Kalau diingat dari kecil ibu itu sangat dekat dengan cacak ya karena
cacak dulu memenuhi semua harapan ibu. Lha kalau aku dulu cuma anak yang nakal, susah nurut
Orangtua maunya pergi main saja, mungkin itu yang sekarang membuat langkahku sering jatuh
gak semulus langkah cacak yang selalu ibu restui.

“Sampai yan!” Kata Cak Azlan. Aku segera turun dari si On-on biasanya langkahku gontai tapi kali
ini entah kenapa aku berjalan penuh kemantapan pasti karena Donasi semangat dari cacsk
sepanjang hari ini, besar sekali pengaruhnya. Aku segera duduk dekat Cacak. Segera kukeluarkan
buku bacaan tahlil yang selalu aku bawa untuk persiapan seperti ini, Ziaroh ke Makam ibu. kami
mulai berdoa.

Ibu beliau pergi dari kami saat aku masih kelas 5 SD. Aku tak mengerti saat itu kenapa ibu begitu
tega pergi tanpa kalimat penjelas, itulah penyebab sering kali aku berfikir buruk tentang ibu. Tapi
ya kembali hal-hal buruk seperti itu akan segera dihapus paksa oleh Cak Azlan, aneh Cacak lebih
bisa membuatku tenang ketimbang Bapak.

“Sampean tadi katanya mau bilang ibu” Kata Cak Azlan mengingatkanku usai berdoa.
“Haha aku sudah bilang tadi usai baca doa, bilangnya juga dalam hati to cak”
“Terus ibu jawabnya apa?”
“Mau tahu?” Aku segera bangkit berjalan cepat meninggalkan makam ibu menuju si On-on yang
masih terparkir di bawah pohon mangga.

“Dian” Panggil cacak keras.


“ibu Esok cacak akan tampil di acara maulid sekolah, andai saja ibu bisa lihat dan dengar langsung
saat cacak melantunkan suroh ibu pasti akan nangis, ibu pasti bangga dengannya. Dulu ibu
pernah nanya kepadaku tentang mau jadi apa sampean yan? Waktu itu aku belum sempat jawab
sampai penyakit biadab itu menyeret paksa ibu untuk ninggalin kami, aku pun masih belum
menjawabnya. tapi sekarang aku tahu buk untuk pertama kali dalam hidupku aku tahu mau jadi
apa aku, aku ingin jadi pribadi hebat seperti anak sulung ibu”

Cerpen Karangan: Dian Handika


Facebook: Dian Handika

Cerpen Anak Sulung Ibu merupakan cerita pendek karangan Dian Handika, kamu dapat
mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru buatannya.

Anda mungkin juga menyukai