Anda di halaman 1dari 8

Jungkook memandang keluar jendela cafè yang kini dikunjunginya bersama Jhope dan V, sahabat

karibnya. Sesekali tangannya mengetuk meja, mungkin karena bosan yang dialaminya. V yang jengah
melihat itu segera saja menegur namja itu.

"Hei, Jungkook! Apa yang membuatmu merasa bosan seperti itu ? Bukankah kau cukup sibuk mengurusi
perusahaanmu ?" Jungkook menatap V lama.

"Entahlah. Aku sungguh merasa bosan." Balasnya.

"Aish, lalu untuk apa kau suruh kami datang kemari kalau hanya menemanimu terdiam seperti itu. Ini
sudah 20 menit, kau tau." Jhope menyeruput minuman yang dipesannya tadi.

"Aku hanya bosan dikantor. Lagian kalian sendiri yang maunya datang kemari."

"Yaa! Jadi kau tak ingin membicarakan sesuatu? Lalu apa isi pesan yang kau maksud? 'Aku tunggu di cafè
dekat kantorku 5 menit dari sekarang, ada yang ingin aku bicarakan. Ini penting, awas saja kalian jika
tidak datang.' Mana penting yang kau maksud itu ?" V meletakkan ponselnya kembali setelah membaca
pesan singkat yang dikirimi Jungkook.

Jungkook sendiri juga bingung entah mengapa dia akhir-akhir ini sering merasa bosan. Padahal pekerjaan
kantor cukup menguras tenaganya, memarahi bawahannya contohnya. Tapi tetap saja dia merasa bosan.
Sejujurnya V dan Jhope pun juga merasakan hal yang sama terhadap diri Jungkook.

"Kau kesepian pasti. Makanya cari pacar!" Jhope sedikit tertawa diakhir kalimatnya.

"Ya, seperti kami. Dengan ditemani kekasih hidup kami jadi berwarna." Jungkook hanya tersenyum
menanggapi ucapan V yang kadang diluar batas.

"Kau tau, aku tak pernah sebelumnya berkencan. Jadi akan lucu jika aku tiba-tiba memiliki kekasih." V
dan Jhope menganga.

"Ck, alasan macam apa itu? Bilang saja kau tak punya seseorang yang akan dijadikan kekasih." V tertawa
kencang diikuti Jhope.

"Lucu ya ?" Ucap Jungkook dengan ledekannya.

Brak

"Apa itu ?" V, Jungkook dan Jhope mengalihkan pandangannya pada keributan yang terjadi diluar cafè
tersebut.

.
Retno, gadis itu dengan cepat mengayuh sepedanya. Melarikan diri dari kejaran lintah darat yang
memintanya untuk melunasi hutang, sialnya itu adalah hutang appanya semasa lalu. Retno merutuki
nasibnya yang sangat sial, hidup sebatang kara dengan lilitan hutang dimana-mana yang selalu
mengejarnya.

Sesekali matanya kembali melirik kebelakang. "Sial !" Umpatnya. "Ternyata lintah darat itu tak kunjung
menyerah juga. Sudah berapakali ku bilang? Aku tak punya uang. Untuk makan saja susah, dasar!"

Brak

Retno terjatuh dari sepedanya, menabrak sebuah mobil yang terparkir sempurna didepan sebuah cafè.
Bahkan sekarang lintah darat itu berhasil menangkapnya dan memaksanya berdiri.

"Berdiri kau!" Retno terpaksa berdiri dengan umpatan-umpatan yang setia dilayangkannya didalam
hatinya.

"Apa lagi sih?" Retno berusaha berontak.

"Hutangmu! Kau sudah berjanji hari ini akan membayarnya." Retno menghela napasnya kasar.

"Aku tidak-"

"Ya tuhan, mobilku!" Retno menatap kesamping. Dirinya seketika terpana menatap namja yang sedang
memeriksa mobilnya itu, mobil yang baru saja ditabraknya tadi.

"Apa yang terjadi disini ?" Lagi, Retno kembali mendapati dua namja yang tak kalah tampannya menuju
kearah tepatnya. Ya tuhan, mereka sungguh tampan. Pikirnya.

"Ikut aku!" Retno tersadar saat lintah darat itu menyeret lengannya untuk menjauh. Dan gadis itu juga
kembali tersentak saat sebuah tangan menghalanginya untuk pergi.

"Tunggu tuan. Saya ada urusan dengan gadis ini." Retno menoleh, dan mendapati namja tadi memegang
pergelangan tangannya.

"Tidak bisa. Saya yang lebih dulu punya urusan dengan dia."

"Apa urusan tuan ? Lihat, mobil saya rusak karena sepedanya."

"Keluarganya mempunyai hutang 1,5 milyar dengan saya. Jadi saya yang lebih berhak meminta
pertanggung jawaban gadis ini." Retno menunduk, tak sanggup memandang dua orang yang saling
memperebutkan dirinya itu.

"Baiklah." Namja itu berjalan menuju mobilnya dan kembali lagi dengan sebuah amplop yang dibawanya.
"Ini, hutang gadis ini. Saya bayar lunas. Sekarang serahkan gadis ini kepada saya."

Dengan cepat lintah darat itu meraih uang yang diberikan namja itu lalu menghitungnya. "Cukup. Ini,
bawa saja dia. Saya tak punya urusan lagi dengannya." Lintah darat itu berlalu pergi meninggalkan Retno.
"Kau, ikut denganku. Kalian pulanglah aku sudah selesai, jangan lupa tolong bayarkan minumanku tadi."
Namja itu menyeret Retno dengan kasar sambil berucap pada dua temannya tadi.

"Kita akan kemana ?" Retno memulai pembicaraan. Sudah sekitar 10 menit mereka diatas mobil tapi tak
kunjung ada suara sedikitpun dan jujur Retno sedikit takut dengan namja yang tadi sempat membuatnya
terpana itu.

"Kau diam saja." Retno mendengus kesal.

Kenapa dia membawaku ? Mobilnya saja tidak lecet sedikitpun. Jangan-jangan dia pshyco ? Lalu dia
membawaku kesuatu tempat, dan lalu dia membunuhku, astaga itu lebih buruk dari yang kuduga. Retno
menggeleng cepat menempis segala keraguan yang dibuat sendiri olehnya itu.

"Ada apa denganmu ?" Retno kaget lalu melihat kearah namja itu dan menggeleng- "Kita sampai, kajja
turun." -lalu mengangguk.

Retno sempat terpana saat dirinya ternyata berhenti disebuah apartemen elit. Wah, dia benar-benar
kaya. Lalu mengapa dia mengajakku kemari? Retno dengan cepat mengikuti langkah namja tadi.

"Duduklah." Retno mengangguk saat mereka sudah sampai didalam apartemen tersebut.

"Mengapa kau mengajakku kemari?" Namja itu melihat Retno lalu perlahan tertawa.

"Kau masih bertanya? Kau sudah membuat mobilku lecet." Retno hanya tersenyum sinis.

"Hanya sedikit tergores kau tau? Kau pikir bisa membohongiku? Kau kan kaya, jadi bisa saja kau
memperbaikinya. Lalu kenapa kau membawaku?"

"Ah, perkenalkan. Namaku Jungkook, kau?"

"Retno." Balasnya cepat.

"Begini Retno-ssi. Memang hanya goresan, tapi mobil itu hasil jerih payahku kau tau. Dan satu lagi, aku
harap kau tak lupa bahwa aku yang membayarkan segala hutangmu." Retno hanya tertawa
meremehkan.

"Lalu kenapa kau bersedia membayarnya?" Jungkook hanya terdiam, tak tahukah kau jika aku mulai
menyimpan rasa padamu saat melihatmu tadi?

"Sudahlah. Mulai sekarang kau harus bekerja disini. Menjadi maidku." Retno membulatkan matanya
kaget.
"Tidak. Aku harus bekerja, aku susah payah mendapatkan pekerjaan itu dan kau dengan seenaknya
menyuruhku bekerja sebagai maidmu?" Retno perlahan berdiri tapi tangannya ditahan oleh Jungkook.

"Kau masih punya hutang padaku. Jadi kau tetap harus terima. Mulai sekarang kau tinggal disini dan
bekerja disini. Tak ada penolakan. Titik." Setelahnya Jungkook berjalan kearah kamarnya. "Ah, kamarmu
disana." Tunjuknya pada sebuah kamar yang terletak tak jauh dari kamarnya.

"Ck, dasar." Retno menggerutu lalu mulai berjalan menuju kamar barunya.

3 bulan kemudian

Retno berjalan bergandengan dengan Jungkook, kekasihnya. Mereka saat ini sedang berbelanja
kebutuhan mereka. Memang mereka sudah menjalin hubungan sebulan yang lalu. Awalnya seperti biasa,
setiap hari dilalui mereka dengan keributan tapi dengan itu mereka sadar bahwa mereka saling terikat,
mereka saling memiliki, dan mereka saling mencintai.

Bahkan Jungkook sekarang tak merasa kebosanan lagi seperti sebelum-sebelumnya. V dan Jhope
awalnya juga cukup terkejut tapi Jungkook dengan santainya berkata jika itu adalah takdirnya. Bertemu
dengan Retno, tinggal dengan Retno, mengajarkan Jungkook banyak hal. Namja itu sangat menyayangi
kekasihnya itu lebih dari apapun.

"Sayang. Aku harus kekantor sekarang, ada rapat mendadak." Jungkook baru saja menerima panggilan
dan menatap Retno dengan perasaan bersalah harus meninggalkan kekasihnya itu.

"Tak apa, Kook. Kau pergi saja, aku bisa sendiri." Jawab Retno, sebelah tangannya terangkat mengusap
wajah tampan Jungkook.

"Kau yakin baik-baik saja jika sendiri?" Jungkook memegang tangan Retno yang berada diwajahnya itu.

"Aku sudah hafal dengan kota kita ini. Aku bisa sendiri." Retno tersenyum.

"Baiklah. Kalau kau sudah pulang kabari aku." Retno mengangguk.

"Siap, bos!" Jungkook meraih wajah Retno lalu mengecup dahi kekasihnya itu dengan sayang.

"Hati-hati." Retno mengangguk.

"Kau juga." Setelahnya Jungkook berlalu pergi meninggalkan Retno yang sebenarnya juga tak rela jika
kekasihnya itu pergi.

.
.

Retno menjinjing barang bawaannya yang tidak terlalu berat itu, saat ini dia sedang berjalan menuju
halte dekat kantor Jungkook.

'Tunggu aku dihalte dekat kantorku jika kau sudah selesai. Kita akan pulang bersama.'

Begitulah isi pesan yang dikirimi kekasihnya itu setengah jam yang lalu. Retno berjalan sambil mulutnya
bergumam menyanyikan sebuah lagu yang menemani langkahnya.

"Ini sudah pukul 10 malam. Apa benar Jungkook akan menungguku? Bukankah dia pulang cepat? Huh,
lama juga ya aku berbelanja." Retno berucap sambil matanya melirik kearah jam yang melingkar indah
ditangannya.

Tak lama sampailah Retno didekat halte tersebut, seketika barang bawaannya terjatuh kelantai saking
terkejutnya. Retno menutup mulutnya yang menganga dengan kedua tangannya saat dirinya mendapati
Jungkook, kekasihnya tengah berciuman dengan seorang yeoja. Entahlah Retno tak dapat dengan jelas
menatap wajah yeoja itu.

Jungkook yang tersadar saat mendengar suara itu langsung membalikkan tubuhnya dan mendapati
Retno tengah menatapnya dengan luka, Jungkook gelagapan. Ini bukan salahnya sungguh, dia juga
terkejut saat Dini menciumnya dengan tiba-tiba.

"Re-Retno.." Lirih Jungkook berjalan mendekat kearah Retno. Sedangkan Dini tersenyum kemenangan
diujung sana lalu mulai pergi meninggalkan halte tersebut.

"K-Kook.." Retno tak bisa menahan airmatanya lagi, dia menangis. Sangat sakit melihat orang yang
dicintainya berciuman dengan orang lain. Retno terduduk.

"Retno, dengarkan aku. Kau salah paham." Jungkook mencoba membawa Retno dalam pelukannya tapi
Retno segera mendorong tubuhnya.

"Inikah yang akan kau tunjukkan padaku saat kau bilang akan menjemputku dihalte?" Jungkook
menggeleng.

"Aku tak pernah memintamu menungguku dihalte." Retno menggeleng lagi dan kembali menempis
tangan Jungkook yang akan kembali memeluk tubuhnya.

"Oh, kalau aku tak datang berarti kau akan terus berciuman dengannya dan bahkan mungkin kau akan
tidur dengannya kan?" Retno menatap Jungkook dengan nanar.

Retno kembali tersadar. Seharusnya dia sadar dari dulu, seharusnya dia tak jatuh dalam pesona
Jungkook, seharusnya dia sadar diri. Tak mungkin Jungkook menyukainya sedangkan namja itu menyukai
yeoja lain. Seharusnya Retno sadar jika Chanyeol itu kaya, bukan sepertinya. Seharusnya Retno sadar jika
kasta mereka sudah berbeda. Dan seharusnya itu hanya sebuah kata seharusnya yang tak ada maknanya
lagi.

"Seharusnya.. hiks.. aku sadar diri.. aku.. aku.. seharusnya sadar jika kau tak benar-benar mencintaiku..
jika hiks.. kau hanya menjadikanku sebagai maidmu." Jungkook menggeleng keras.

"Kau salah Retno, aku sangat mencintaimu. Perhatianku selama ini tulus karna aku benar mencintaimu.
Kumohon jangan salah paham." Jungkook kembali membawa Retno dalam pelukannya tak peduli jika
Retno memberontak. Dia hanya perlu meyakini Retno jika dia benar mencintainya.

"Aku.. aku sangat hiks.. mencintaimu Kook.. tapi aku.. aku hiks.. membencimu." Retno kembali
mendorong kasar tubuh Jungkook.

"Retno, aku-"

"Pergi! Pergi Jungkook! Tinggakkan aku sendiri." Jungkook menggeleng.

"Tidak Retno, aku tak bisa-"

"Kumohon Jungkook, pergilah hiks.. aku hanya ingin sendiri." Retno menatap Jungkook nanar.
Perasaannya sungguh sakit.

"Retno-"

"PERGI!" Jungkook tersentak.

"Baiklah, aku.. aku pergi." Jungkook perlahan berdiri dan berbalik lalu mulai berjalan pelan.

"Bahkan dia benar-benar pergi saat kusuruh. Dia.. benar-benar tak mencintaiku.. hiks.." Retno mengusap
airmatanya kasar. "Baiklah, tak ada gunanya jika aku hidup sekarang. Aku akan tetap menderita.
Sekalipun kebahagiaan bisa aku rasakan, tapi tetap takdirku tak akan pernah membuatku senang. Aku
pergi, Jungkook." Retno menatap punggung Jungkook yang mulai menjauh.

Retno perlahan berdiri dan berjalan menuju jalanan yang ramai dilewati mobil yang berlalu lalang. Retno
tersenyum saat melihat mobil dengan kecepatan kencang melaju, dengan cepat dia berjalan kearah
mobil tersebut.

"Aku pulang, eomma, appa."

Tiin!!!

Bruk

"Retno!"

.
.

"Retno!" Namja itu seketika bangun dari tidurnya, nafasnya terengah-engah. Dia menggeleng, lagi-lagi
mimpi itu yang dialaminya.

"Kook, kau tak apa-apa ?" Jungkook menatap kearah V, yang saat ini menatapnya cemas seperti biasa.

"Aku tak apa V." Balasnya lalu memegang kepalanya yang terasa sakit.

"Mimpi yang sama lagi ?" Jungkook mengangguk.

Bukan mimpi, tapi itu adalah kenangan pahitnya. Sudah setahun itu berlalu dan Jungkook terkadang
memimpikan kenangan buruk itu lagi jika dirinya rindu akan kekasihnya itu. Jungkook kembali
menerawang ingatannya. Saat pertama kali bertemu Retno, bahkan sampai kejadian pahit yang
diterimanya.

"Ini minumlah." Jhope datang membawakan air putih pada Jungkook.

Jhope dan V. Mereka juga shock saat mendengar berita bahwa Retno meninggal tertabrak mobil. Kedua
namja itu kini selalu datang berkunjung kerumah sahabatnya itu guna meyakini bahwa sahabat mereka
itu tidak melakukan hal-hal buruk.

"Andai saja aku tak bertemu Dini waktu itu. Pasti Retno masih ada disini." Jungkook meneteskan
airmatanya. Dirinya tak sanggup menahan airmata jika itu menyangkut tentang Retno. Dia sadar, disini
dialah yang salah. Seharusnya dia tak datang ke kantor, padahal saat itu tidak ada rapat dan dengan
bodohnya Jungkook mempercayai omongan Dini.

"Sudahlah. Habiskan saja minumanmu." Jungkook mengangguk lalu menegak habis air putih itu.

"Kau sudah merasa baikan ?" Tanya Jhope khawatir, tentu saja. Bahkan kini Jungkook terlihat kurus. Siapa
yang tega melihatnya seperti itu.

"Aku akan keluar." Jungkook melirik jamnya. 9.30 malam. Cukup lama aku tertidur tadi, pikirnya.

"Mau kemana kau malam-malam begini? Apa perlu kami temani?" Jungkook menggeleng.

"Tak usah. Jaga saja apartemen ini, aku pasti akan pulang kok." Jungkook tersenyum lalu berjalan keluar
apartemennya.

"Sebaiknya kita ikuti dia. Aku yakin dia pasti akan ketempat itu lagi, tapi kita perlu berjaga." V menyetujui
ucapan Jhope. Kedua namja itu mengikuti Jungkook.

.
Jhope terduduk diam ditepi trotoar. Mengingat kembali setiap kenangannya bersama Retno. Tapi sial, dia
tak bisa mengingatnya kecuali bagian pahit itu.

"Sudah setahun ini berlalu Retno, kenapa kau tak kunjung datang padaku?" Jungkook tersenyum getir
memandang langit berharap dapat menemukan wajah kekasinya diatas sana. "Apa kau tak
merindukanku? Maafkan aku, ini semua salahku." Jungkook kembali menatap lantai jalan tersebut.

Jungkook sangat merindukan Retno, dia ingin mengulang waktu. Tapi itu tak bisa. Bahkan hari ini semua
kenangan itu terasa nyata di pikirannya. Seketika angin berhembus kencang, mengingatkannya saat
Retno yang tertabrak saat itu. Tertabrak saat angin berhembus kencang seperti ini. Tiba-tiba Jungkook
berfikir, mungkinkah Retno terseret angin? Itu konyol, Jungkook tertawa hambar.

"Tidakkah kau ingin menghapus airmataku?" Jungkook membiarkan airmatanya terjatuh. Dia tak peduli,
saat ini hanya penyesalan yang terus datang padanya. "Bagiku tak perlu berapa banyak waktu yang
terbuang, yang harus kau tau aku selalu menangis disini menunggumu datang kembali padaku, Retno."

Lelah hanya berdiam, Jungkook memutuskan untuk pulang kerumah. Perlahan dia berdiri dan mengusap
celananya yang sedikit kotor. "Aku akan datang lagi besok." Ucapnya entah pada siapa.

Jungkook perlahan berjalan menjauh. Tapi dia kembali menatap kebelakang, berharap jika Retno kembali
berdiri disana. Berharap Retno menunggunya disana dan dia akan dengan senang hati berlari dan
memeluk namja itu.

"Aku berbalik, bisakah kau berdiri disana seperti hari itu?" Jungkook kembali merasakan airmatanya
turun. "Maafkan aku, aku tak bisa melupakanmu. Ini sungguh berat Retno." Jungkook tersenyum getir
lalu kembali berbalik menjauh.

Angin kembali berhembus, aku kembali merasakan kau berada disana dan memanggiku seperti hari itu
Retno. Dapatkah ini menjadi nyata kembali?

Baiklah, tak peduli seberapa keras aku mencoba untuk melupakanmu. Tidak peduli betapa aku
merindukanmu, Retno.

Kau, saat itu. Aku akan mengingatmu, mengingatmu.

END

Anda mungkin juga menyukai