Anda di halaman 1dari 3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Keratitis
Keratitis merupakan peradangan atau inflamasi pada lapisan
kornea mata. Keratitis dapat disebabkan oleh berbagai faktor, biasanya
karena trauma atau infeksi.
Keratitis dapat menimbulkan komplikasi jika tidak ditangani
dengan segera, yaitu keratitis kronis, sikatrik, ulkus, penurunan visus,
hingga kebutaan.
2. Etiologi dan Patofisiologi

3. Klasifikasi Keratitis
a. Keratitis Numularis
Keratitis nummularis merupakan salah satu jenis keratitis
superfisialis yang diduga disebabkan oleh virus yang masuk ke dalam
epitel kornea melalui luka pasca trauma. Virus tersebut kemudian
bereplikasi pada sel epitel diikuti penyebaran toksin pada lapisan
subepitel kornea sehingga menimbulkan kekeruhan atau infiltrat
berbentuk bulat seperti mata uang yang dapat mengganggu fungsi
penglihatan. Keterlambatan penanganan membuat keratitis dapat
berlangsung selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, padahal
penyakit ini dapat dicegah atau diobati secara tepat.
Data World Health Organization (WHO) menyebutkan terdapat 39
juta orang mengalami kebutaan. Kebutaan kornea menempati urutan
kelima sebagai penyebab kebutaan penduduk di dunia setelah katarak,
glaukoma, degenerasi makula, dan kelainan refraksi. Sedangkan di
negara-negara berkembang beriklim tropis, kebutaan kornea
merupakan urutan kedua setelah katarak sebagai penyebab kebutaan
dan penurunan ketajaman penglihatan. Perkiraan angka prevalensi
kebutaan kornea di India baik pada satu mata atau lebih adalah 0,66%.
Data terbaru mengenai penyebab kebutaan di Indonesia tidak
ditemukan. Akan tetapi,
berdasarkan Survei Kesehatan Indera tahun 1993-1996 didapatkan
bahwa kelainan kornea menempati urutan kelima sebagai penyebab
kebutaan setelah katarak, glaukoma, kelainan refraksi, serta gangguan
retina.
Penyebab kebutaan kornea terbanyak adalah keratitis. Namun,
belum ditemukan data yang serupa terkait dengan keratitis
nummularis.
b. Keratitis Filamentosa
Keratitis filamentosa sangat berkaitan erat dengan sindrom
Sjogren. Sindrom Sjogren adalah kondisi autoimun yang
manifestasinya adalah mulut kering dan mata kering. Biasanya pasien
akan mengeluhkan gejala-gejala yang bervariasi derajat keparahannya.
Pasien bisa mengeluhkan adanya fotofobia, dimana mata terasa kering
dan terasa adanya sensasi terbakar. Terdapat keluhan pula berupa
adanya benang-benang yang mengganjal pandangan mata pasien.
4. Diagnosis
a. Gejala
Gejala yang sering kali dirasakan adalah mata terasa kering,
mengganjal, berpasir, dan perih yang memburuk di siang hari. Keluhan
dapat disertai mata merah dan buram. Pasien juga biasa mengeluhkan
silau karena sensitivitas yang meningkat saat terkena cahaya. Mata
juga mengeluarkan air mata atau kotoran secara terus-menerus, hingga
keluhan pasien sulit membuka mata. Bisa pula disertai keluhan
penurunan kualitas penglihatan, seperti melihat objek di dalam air dan
penurunan ketajaman penglihatan.
b. Pemeriksaan Oftalmologis
Pada pemeriksaan oftalmologis dapat ditemukan blefaritis
posterior, konjungtiva yang sedikit merah, erosi epitel puntata, filamen
dan plak mukus pada kornea. Gejala keratitis filamen dapat bervariasi,
dari perasaan mata mengganjal yang ringan sampai berat, dengan
blefarospasme dan epifora.
5. Tatalaksana
Penatalaksaanaan keratitis filamen sulit karena bersifat kronis dan
berulang. Penyebab utama dari munculnya filamen harus diatasi terlebih
dahulu, seperti contohnya keratokonjungtivitis sika. Debridemen filamen
dapat membantu untuk sementara, namun harus berhati-hati tidak merusak
bagian dasar epitel agar tidak terbentuk filamen baru. Pengganti air mata
topikal, dapat diberikan pada siang hari, bersamaan dengan salep dimalam
hari. Gunakan air mata artifisial tanpa pengawet yang dapat merusak
epitelium. N- asetilsistein (10%) dapat membantu menurunkan viskositas
dari lapisan mukus. Tetes mata siklosporin dapat membantu menurunkan
reaksi peradangan pada dry eye yang berat.
Pasien ini pada saat pertama kali datang berobat ditatalaksana
dengan debridemen filamen, air mata artifisial gtt/jam ODS, tetes mata
ofloksasin 6xODS, tetes mata sodium hyaluronate 4xODS. Setelah melihat
perkembangan pasien yang tidak membaik, dan diketahuinya penyakit
sjogren’s syndrome yang mendasari, pasien kemudian diberikan
tatalaksana serum autologus gtt/jam ODS, gel mata 11-hydroxypropyl
methylcellulose 3xODS, dan dikonsulkan kembali ke penyakit dalam
untuk pemberian terapi sistemik.
6. Prognosis

Anda mungkin juga menyukai