Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menjalankan tugas sebagai perawat banyak perubahan yang ada baik di lingkungan
maupun klien. Perawat harus menghadapi berbagai perubahan di era globalisasi ini
termasuk segi pelayanan kesehatannya. Perpindahan penduduk menuntut perawat agar
dapat menyesuaikan diri dengan budayanya dan sesuai dengan teori-teori yang dipelajari.
Dalam ilmu keperawatan banyak sekali teori-teori yang mendasari ilmu tersebut.
Termasuk salah satunya teori yang mendasari bagaimana sikap perawat dalam
menerapkan asuhan keperawatan. Salah satu teori yang diaplikasikan dalam asuhan
keperawatan adalah teori Leininger tentang “Transcultural Nursing”. Dalam teori ini
transcultural nursing didefinisikan sebagai area yang luas dalam keperawatan yang
fokusnya dalam komparatif studi dan analisis perbedaan kultur dan subkultur dengan
menghargai perilaku caring, nursing care, dan nilai sehat sakit, kepercayaan dan pola
tingkah laku dengan tujuan perkembangan ilmu dalam keperawatan. Dalam hal ini
diharapkan adanya kesadaran terhadap perbedaan kultur berarti perawat yang profesional
memiliki pengetahuan dan praktik berdasarkan kultur secara konsep perencanaan dalam
praktik keperawatan. Tujuan penggunaan keperawatan transkultural adalah untuk
mengembangkan sains dan keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik keperawatan
yang sesuai dengan kultul budaya . Leininger beranggapan bahwa sangatlah penting
memperhatikan keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan
keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan mengakibatkan
terjadinya cultural shock. Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi
dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan
kepercayaan. Hal ini dapat menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan klien,
ketidakberdayaan dan beberapa mengalami disorientasi pada klien. Pelayanan kompeten
secara budaya adalah kemampuan perawat menghilangkan perbedaan dalam pelayanan,
bekerja sama dengan budaya yang berbeda, serta membuat klien dan keluarganya
mencapai pelayan yang penuh arti dan suportif. Contohnya, perawat yang mengetahui
tentang kebudayaan kliennya, maka perawat memerlukan dukungan dalam menyesuaikan
keadaan klien. Klien juga membutuhkan informasi, perundingan, dan permintaan. Serta
terdapat beberapa pengobatan tradisional yang mendukung dalam kesembuhan klien.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Transkultural Nursing?
2. Bagaimana konsep dalam Transkultural Nursing?
3. Bagaimana paradigma Transkultural Nursing?
4. Apa tujuan dari Transkultural Nursing?
5. Bagaimana penerapan dalam tindakan keperawatan dengan Transkultural Nursing pada
budaya Jawa ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Transkultural Nursing.
2. Untuk mengetahui konsep dalam Transkultural Nursing.
3. Untuk mengetahui paradigma Transkultural Nursing.
4. Untuk mengetahui tujuan dari Transkultural Nursing.
5. Untuk mengetahui penerapan dalam tindakan keperawatan Transkultural Nursing pada
budaya Jawa.

1.4 Manfaat
1. Dapat mengetahui dan memahami pengertian Transkultural Nursing.
2. Dapat mengetahui dan memahami konsep dalam Transkultural Nursing.
3. Dapat mengetahuidan memahami paradigma Transkultural Nursing.
4. Dapat mengetahui dan memahami tujuan dari Transkultural Nursing.
5. Dapat mengetahui dan memahami penerapan dalam tindakan keperawatan
Transkultural Nursing pada budaya Jawa.
6. Agar mahasiswa dapat mengaplikasikan perilaku keperawatan sesuai konsep.
7. Agar mahasiswa bisa berinteraksi dengan kebudayaan lainnya khususnya budaya jawa.
8. Agar mahasiswa mampu menciptakan suasana yang harmonis dan care dengan klien
dari budaya lain khususnya budaya jawa.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Transkultural Nursing


Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada proses
belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan
diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya
manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan
keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002).
Asumsi mendasar dari teori adalah perilaku Caring. Caring adalah esensi dari
keperawatan, membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan keperawatan.
Tindakan Caring dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan dalam memberikan
dukungan kepada individu secara utuh. Perilaku Caring semestinya diberikan kepada
manusia sejak lahir, dalam perkembangan dan pertumbuhan,masa pertahanan sampai
dikala manusia itu meninggal. Human caring secara umum dikatakan sebagai segala
sesuatu yang berkaitan dengan dukungan dan bimbingan pada manusia yang utuh. Human
caring merupakan fenomena yang universal dimana ekspresi, struktur dan polanya
bervariasi diantara kultur satu tempat dengan tempat lainnya.

2.2. Konsep dalam Transkultural Nursing


1. Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari, dan
dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil keputusan.
2. Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau
sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi tindakan
dan keputusan.
3. Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk yang optimal dari
pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinan variasi pendekatan
keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan budaya yang menghargai nilai
budaya individu, kepercayaan dan tindakan termasuk kepekaan terhadap lingkungan dari
individu yang datang dan individu yang mungkin kembali lagi (Leininger, 1985).

3
4. Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap bahwa
budayanya adalah yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain.
5. Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang
digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim.
6. Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan asal
muasal manusia.
7. Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi pada
penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran yang
tinggi pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan dasar observasi untuk
mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan saling memberikan timbal balik diantara
keduanya.
8. Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan
perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian untuk memenuhi
kebutuhan baik aktual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi dan kualitas
kehidupan manusia.
9. Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing, mendukung dan
mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan yang nyata atau antisipasi
10. Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai,
kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing, mendukung atau
memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk mempertahankan
kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup dalam keterbatasan dan
mencapai kematian dengan damai.
11. Culturtal imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk
memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain karena percaya
bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok lain.

4
2.3 Paradigma Transkultural Nursing
Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transcultural sebagai cara
pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan keperawatan
yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap empat konsep sentral keperawatan
yaitu : manusia, sehat, ingkungan dan keperawatan (Andrew and Boyle, 1995).
1. Manusia
Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilai dan
norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan melakukan
pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memiliki kecenderungan untuk
mempertahankan budayanya pada setiap saat dimanapun dia berada (Geiger and
Davidhizar, 1995).
2. Sehat
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi kehidupannya,
terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatu keyakinan, nilai, pola
kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan
seimbang/sehat yang dapat diobservasi dalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat
mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang
sehat-sakit yang adaptif (Andrew and Boyle, 1995).
3. Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi
perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai suatu
totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga
bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan fisik adalah lingkungan
alam atau diciptakan oleh manusia seperti daerah katulistiwa, pegunungan, pemukiman
padat dan iklim seperti rumah di daerah Eskimo yang hampir tertutup rapat karena tidak
pernah ada matahari sepanjang tahun. Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur
sosial yang berhubungan dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam
masyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus mengikuti struktur
dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut.
4. Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik
keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya.
Asuhan keperawatan ditujukan memnadirikan individu sesuai dengan budaya klien.
Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah
perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negoasiasi budaya dan
mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991).

5
a. Cara I : Mempertahankan budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan
kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan
nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau
mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya berolahraga setiap pagi.
b. Cara II : Negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk membantu klien
beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan. Perawat
membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung
peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang
berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani yang lain.
c. Cara III : Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status
kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok
menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih
menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.

2.4 Tujuan Transkultural Nursing


Tujuan dari transcultural nursing adalah untuk mengidentifikasi, menguji, mengerti dan
menggunakan norma pemahaman keperawatan transcultural dalam meningkatkan
kebudayaan spesifik dalam asuhan keperawatan. Asumsinya adalah berdasarkan teori
caring, caring adalah esensi dari, membedakan, mendominasi serta mempersatukan
tindakan keperawatan. Perilaku caring diberikan kepada manusia sejak lahir hingga
meninggal dunia. Human caring merupakan fenomena universal dimana,ekspresi, struktur
polanya bervariasi diantara kultur satu tempat dengan tempat lainnya.Perawat juga dapat
membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung
peningkatan status kesehatan. Misalnya, jika klien yang sedang hamil mempunyai
pantangan untuk makan-makanan yang berbau amis seperti ikan, maka klien tersebut
dapat mengganti ikan dengan sumber protein nabati yang lainnya. Seluruh perencanaan
dan implementasi keperawatan dirancang sesuai latar belakang budaya sehingga budaya
dipandang sebagai rencana hidup yang lebih baik setiap saat.

6
2.5 Penerapan Keperawatan dengan Transkultural Nursing Pada Budaya
Jawa

 Sikap “CARING ” perawat

Asuhan keperawatan bermutu yang diberikan oleh perawat dapat dicapai apabila
perawat dapat memperlihatkan sikap “caring” kepada klien. Dalam memberikan
asuhan, perawat menggunakan keahlian, kata-kata yang lemah lembut, sentuhan,
memberikan harapan, selalu berada disamping klien, dan bersikap “caring” sebagai
media pemberi asuhan (Curruth, Steele, Moffet, Rehmeyer, Cooper, & Burroughs,
1999). Para perawat dapat diminta untuk merawat, namun meraka tidak dapat
diperintah untuk memberikan asuhan dengan menggunakan spirit “caring”.Spirit
“caring” seyogyanya harus tumbuh dari dalam diri perawat dan berasal dari hati
perawat yang terdalam. Spritit “caring” bukan hanya memperlihatkan apa yang
dikerjakan perawata yang bersifat tindakan fisik, tetapi juga mencerminkan siapa dia.
Oleh karenanya, setiap perawat dapat memperlihatkan cara yang berada ketika
memberikan asuhan kepada klien.
“Caring” merupakan pengetahuan kemanusiaan, inti dari praktik keperawatan
yang bersifat etik dan filosofikal. “Caring” bukan semata-mata perilaku. “Caring”
adalah cara yang memiliki makna dan memotivasi tindakan (Marriner-Tomey, 1994).
“Caring”juga didefinisikan sebagai tindakan yang bertujuan memberikan asuhan fisik
dan perhatikan emosi sambil meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien
(Carruth et all, 1999). Sikap ini diberikan memalui kejujuran, kepercayaan, dan niat
baik. Prilaku “caring” menolong klien meningkatkan perubahan positif dalam aspek
fisik, psikologis, spiritual, dan sosial. Diyakini, bersikap “caring” untuk klien dan
bekerja bersama dengan klien dari berbagai lingkungan merupakan esensi
keperawatan.
Watson menekankan dalam sikap”caring” ini harus tercermin sepuluh faktor kuratif
yaitu:
• Pembentukan sistem nilai humanistic dan altruistik. Perawat menumbuhkan rasa
puas karena mampu memberikan sesuatu kepada klien. Selain itu, perawat juga
memperlihatkan kemapuan diri dengan memberikan pendidikan kesehatan pada klien.
• Memberikan kepercayaan - harapan dengan cara memfasilitasi dan meningkatkan
asuhan keperawatan yang holistik. Di samping itu, perawat meningkatkan prilaku
klien dalam mencari pertolngan kesehatan.
• Menumbuhkan sensitifan terhadap diri dan orang lain. Perawat belajar menghargai
kesensitifan dan perasaan kepada klien, sehingga ia sendiri dapat menjadi lebih
sensitif, murni, dan bersikap wajar pada orang lain.
• Mengembangan hubungan saling percaya. Perawat memberikan informasi dengan
jujur, dan memperlihatkan sikap empati yaitu turut merasakan apa yang dialami klien.
• Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif klien. Perawat
memberikan waktunya dengan mendengarkan semua keluhan dan perasaan klien.
• Penggunaan sistematis metoda penyalesaian masalah untuk pengambilan keputusan.

7
Perawat menggunakan metoda proses keperawatan sebagai pola pikir dan pendekatan
asuhan kepada klien.
• Peningkatan pembelajaran dan pengajaran interpersonal, memberikan asuhan
mandiri, menetapkan kebutuhan personal, dan memberikan kesempatan untuk
pertumbuhan personal klien.
• Menciptakan lingkungan fisik, mental, sosiokultural, dan spritual yang mendukung.
Perawat perlu mengenali pengaruhi lingkungan internal dan eksternal klien terhadap
kesehatan kondisi penyakit klien.
• Memberi bimbingan dalam memuaskan kebutuhan manisiawi. Perawat perlu
mengenali kebutuhan komperhensif diri dan klien. Pemenuhan kebutuhan paling
dasar perlu dicapai sebelum beralih ke tingkat selanjutnya.
• Mengijinkan terjadinya tekanan yang bersifat fenomologis agar pertumbuhan diri
dan kematangan jiwa klien dapat dicapai. Kadang-kadang seseorang klien perlu
dihadapkan pada pengalaman/pemikiran yang bersifat profokatif. Tujuannya adalah
agar dapat meningkatkan pemahaman lebih mendalam tentang diri sendiri.

Keperawatan merupakan suatu proses interpersonal yang terapeutik dan


signifikan. Inti dari asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien adlah hubungan
perawat-klien yang bersifat profesional dengan penekanan pada bentuknya tinteraksi
aktif antara perawat dan klien. Hubungan ini diharapkan dapat memfasilitasi
partisipasi klien dengan memotivasi keinginan klien untuk bertanggung jawab
terhadap kondisi kesehatannya. Bahasa jawa merupakan bahasa yang sangat sopan
dan menghargai orang yang di ajak bicara khususnya bagi orang yang lebih tua dan
bahasa jawa juga sangat mempunyai arti yang luas. Masyarakat Jawa juga terkenal
akan pembagian golongan-golongan sosialnya. Pakar antropologi Amerika yang
ternama, Clifford Geertz, pada tahun 1960an membagi masyarakat Jawa menjadi tiga
kelompok: kaum santri, abangan dan priyayi. Menurutnya kaum santri adalah
penganut agama Islam yang taat, kaum abangan adalah penganut Islam secara
nominal atau penganut Kejawen, sedangkan kaum Priyayi adalah kaum bangsawan.
Tetapi dewasa ini pendapat Geertz banyak ditentang karena ia mencampur golongan
sosial dengan golongan kepercayaan. Kategorisasi sosial ini juga sulit diterapkan
dalam menggolongkan orang-orang luar, misalkan orang Indonesia lainnya dan suku
bangsa non-pribumi seperti orang keturunan Arab, Tionghoa dan India.

 Aplikasi perilaku caring dalam bidang sesuai kasus

Praktisi keperawatan dalam melaksanakan fungsinya perlu menerapkan teori atau


model yang sesuai dengan situasi tertentu. Pada kondisi awal, kombinasi dari beberapa
teori atau model dapat dipertimbangkan, tetapi jika dipergunakan secara konsisten dapat
dilakukan analisa atau evaluasi terhadap efektivitasnya. Dengan menggunakan berbagai
teori dan model keperawatan, maka fokus dan konsekwensi praktek keperawatan dapat
berbeda .

8
• Gambaran Kasus

Tn.A usia 45 tahun, berasal dari daerah yogyakarta Jawa Tengah, status duda, satu jam
sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh nyeri dada sebelah kiri menjalar ke leher,
rahang, lengan serta ke punggung sebelah kiri. Nyeri dirasakan seperti tertekan benda
berat. Nyeri menetap walaupun telah diistirahatkan. Nyeri dirasakan terus menerus lebih
dari 30 menit. Kemudian oleh keluarga dibawa ke UGD. Ketika pasien meraskan rasa
nyeri tersebut pasien hanya bisa meringis (wajah merasa sakit) dengan nada pelan dan
tidak berteriak. Pasien hanya pasrah dan merasakan nyerinya, dan sedikit mengeluarkan
kata-kata. Klien sebelumnya belum pernah dirawat atau sakit berat tetapi memiliki
kebiasaan kurang olah raga, riwayat merokok berat 2 bungkus per hari, klien adalah
seorang kepala keluarga dan bekerja sebagai seorang meneger di salah satu perusahaan.
Hasil pemeriksaan fisik : kesadaran kompos mentis, tekanan darah 140/90 mmHg, Nadi
98 kali/pemit, respirasi 30 kali/menit. Tampak gelisah, banyak keluar keringat. Hasil
pemeriksaan EKG menunjukan adanya ST elevasi.

A. Hasil Pengkajian sampai menemukan masalah

Pada kasus Tn A tersebut diatas maka perawat harus segera bereaksi terhadap
perilaku pasien baik secara verbal maupun non verbal, melakukan validasi, membagi
bereaksi terhadap perilaku pasien dengan mempersepsikan, berfikir dan merasakan.
Perawat membantu pasien untuk mengurangi ketidaknyamanan baik fisik maupun
psikologis, ketidakmampuan pasien dalam menolong dirinya, serta mengevaluasi
tindakan perawatan yang sudah dilakukannya. Semua itu dapat diterapkan melalui
pendakaan disiplin proses keperawatan Orlando sebagai berikut :

1. Fase Reaksi Perawat.


Menutut George (1995) bahwa reaksi perawat dimana terjadi berbagi reaksi perawat dan
perilaku pasien dalam disiplin proses keperawatan teori Orlando identik dengan fase
pengkajian pada proses keperawatan.
Pengkajian difokuskan terhadap data-data yang relatif menunjukan kondisi yang
emergenci dan membahayakan bagi kehidupan pasien, data yang perlu dikaji pada kasus
diatas selain nyeri dada yang khas terhadap adanya gangguan sirkulasi koroner, juga
perlu dikaji lebih jauh adalah bagaimana kharakteristik nyeri dada meliputi apa yang
menjadi faktor pencetusnya, bagaimana kualitasnya, lokasinya, derajat dan waktunya.
Disamping itu dapatkan juga data adakah kesulitan bernafas, rasa sakit kepala, mual dan
muntah yang mungkin dapat menyertai keluhan nyeri dada. Perawat perlu mengkaji
perilaku pasien non verbal yang menunjukan bahwa pasien memerlukan pertolongan
segera seperti : tanda-tanda vital, pada kasus didapatkan tekanan darah 140/90 mmHg,
nadi 98 kali/menit, respirasi 30 kali/menit. Tampak gelisah, banyak keluar keringat.
2. Fase Nursing Action
Fase perencanaan pada proses keperawatan, sesuai dengan fase nursing action pada

9
disiplin proses keperawatan mencakup sharing reaction (analisa data), diagnosa
keperawatan, perencanaan dan tindakan keperawatan atau implementasi Tujuannya
adalah selalu mengurangi akan kebutuhan pasien terhadap bantuan serta berhubngan
dengan peningkatan perilaku pasien.
Setelah mendapatkan data-data yang menunjukan perilaku pasien, menurut Orlando
perawat perlu melakukan sharing reaction yang identik dengan analisa data, sehingga
dapat ditentukan diagnosa keperawatan.
a. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan difokuskan terhadap masalah ketidak mampuan pasien untuk
memenuhi kebutuhannya sehingga perlu pertolongan perawat. Dari data yang didapatkan
pada kasus Tn A ditemukan masalah :
1. Ketidakmampuan pasien menolong dirinya dalam memelihara perfusi jaringan otot
jantung (berhubungan dengan penurunan aliran darah sekunder terhadap obstruksi.)
2. Ketidakmampuan pasien menolong dirinya dalam mengatasi rasa nyeri (berhubungan
dengan adanya iskemik)
3. Ketidakmampuan pasien untuk melakukan aktivitas fisik (berhubungan dengan
ketidaksimbangan suplai dan kebutuhan akan oksigen)

b. Rencana Keperawatan
Setelah masalah keperawatan pasien ditentukan disusun rencana keperawatan, fokus
perencanaan pada pasien Tn A yaitu Rencana Tn A sendiri, dengan merumuskan tujuan
yang saling menguntungkan baik pasien maupun perawat sehingga terjadi peningkatan
perilaku Tn A kearah yang lebih baik. Adapun tujuannya yang diharapkan dalam
memberikan asuhan keperawatan pada Tn A yaitu mampu menolong dirinya memelihara
perfusi otot jantung secara adekuat, pasien mampu menolong dirinya untuk mengatasi
rasa nyeri, serta mampu melakukan pemenuhan aktivitas tanpa harus memberatkan kerja
jantung.

c. Implementasi
Fokus implementasi adalah efektifas tindakan untuk menanggulangi yang sifatnya
mendesak, terdiri dari tindakan-tindakan otomatis seperti melaksanakan tindakan
pengobatan atas instruksi medis dan dan tindakan terencana terencana yang dianggap
sebagai peran perawat profesional sesungguhnya.. Adapun implementasi keperawatan
yang perlu dilakukan pada Tn A yaitu :
1). Membantu pasien dalam menolong dirinya untuk memelihara perfusi jaringan otot
jantung
2). Membantu pasien untuk menolong dirinya menolong dirinya dalam mengatasi rasa
nyeri.
3). Membantu pasien untuk menolong dirinya dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari

10
3 Evaluasi

Evaluasi, pada fase tindakan proses disiplin merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan.
Tindakan- tindakan yang terencana , setelah tidakan lengkap dilaksanakan, perawat harus
mengevaluasi keberhasilannya.Evaluasi asuhan keperawatan pada tuan A difokuskan
terhadap perubahan perilaku terhadap kemampuan menolong dirinya untuk mengatasi
ketidakmampuannya. Evaluasi dilakukan setelah tindakan keperawatan dilaksankan.
Adapun hasil yang diharapkan adalah:
a. Perfusi jaringan pada otot jantung meningkat atau adekuat, ditandai dengan tanda-tanda
vital : tekanan darah, nadi dan pernafasan dalam batas normal, hasil pemeriksaan EKG
normal. Nyeri dada tidak ada.
b. Rasa nyaman terpenuhi: nyeri berkurang atau tidak ada, ditandai dengan : pasien
mengatkan nyeri berkurang atau tidak ada, pasien relak. Tandatanda vital dalam batas
normal,
c Pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari : tidak ada keluhan nyeri dada, sesak
nafas atau palpitasi saat melakukan aktivitas, tekanan darah, nadi, respirasi dalam batas
normal sebelum, selama dan setelah melakukan. Aktivitas. Pasien ammpu melakukan
aktivitas sendiri dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari : makan, personal higiene dan
eliminasi.
Dengan melihat aplikasi disiplin proses keperawatan pada kasus Tn A yang
mengalami gangguan sistem kardiovaskular berhubungan dengan sindroma akut koroner.

 Terdapat beberapa Pengobatan tradisional dalam budaya Jawa

Menurut orang Jawa, sehat adalah keadaan yang seimbang dunia fisik dan batin.
Bahkan, semua itu berakar pada batin. Jika “batin karep ragu nuntuti” yang artinya batin
berkehendak, raga / badan akan megikuti. Sehat dalam konteks raga berarti “waras”.
Apabila seseorang tetap mampu menjalankan peranan sosialnya sehari-hari, seperti
bekerja di ladang, sawah, selalu gairah bekerja, gairah hidup, kondisi inilah yang
dikatakan sehat. Dan ukuran sehat untuk anak-anak adalah apabila kemauannya untuk
makan tetap banyak dan selalu bergairah untuk bermain.
Untuk menentukan sebab-sebab suatu penyakit ada 2 konsep:
1. Konsep personalistik : disebabkan oleh makhluk supernatural (makhluk gaib,
dewa), makhluk bukan manusia (hantu, roh leluhur, roh jahat), dan manusia
(tukang sihir, tukang tenung)
2. Konsep naluralistik : penyebab penyakit bersifat natural dan mempengaruhi
kesehatan tubuh, misalnya karena cuaca, iklim, makanan racun, bisa, kuman atau
kecelakaan.
Penyakit dengan konsep personalistik biasa disebut “ora lumrah” atau “ora
sabaene” (tidak wajar / tidak biasa). Penyembuhannya adalah berdasarkan pengetahuan
secara gaib atau supernatural, misalnya melakukan upacara dan sesaji. Dilihat dari segi

11
personalistik jenis penyakit ini terdiri dari kesiku, kebendhu, kewalat, kebisulan, keluban,
keguna-guna, atau digawe wong, kampiran bangsa lelembut dan lain sebagainya.
Penyembuhannya dapat melalui seorang dukun atau “wong tuo”
Pengetian dukun bagi masyarakat Jawa adalah yang pandai atau ahli dalam
mengobati penyakit melalui “Japa Mantera”, yakni doa yang diberikan oleh dukun pada
masyarakat Jawa yang mempunyai nama dan fungsi masing-masing:
1) Dukun bayi : khusus menangani penyembuhan terhadap penyakit yang
berhubungan dengan kesehatan bayi, dan orang yang hendak melahirkan
2) Dukun pijat / tulang (sangkal putung) : khusus menangani orang yang sakit terkilir,
patah tulang, jatuh atau salah urat
3) Dukun klenik : khusus menangani orang yang terkena guna-guna atau “digawa
uwong”
4) Dukun mantra : khusus menangani orang yang terkena penyakit karena
kemasukan roh halus.

Adapun beberapa contoh pengobatan tradisional masyarakat jawa yang tidak terlepas
dari tumbuhan dan buah –buahan yang bersifat alami adalah :
• Daun dadap sebagai penurun panas dengan cara ditempelkan di dahi.
• Temulawak untuk mengobati sakit kuning dengan cara di parut , diperas dan airnya
diminum 2 kali sehari satu sendok makan , dapat ditambah sedikit gula batu dan dapat
juga digunakan sebagai penambah nafsu makan.
• Akar ilalang untuk menyembuhkan penyakit hepatitis B.
• Mahkota dewa untuk menurunkan tekanan darah tinggi , yakni dengan dikeringkan
terlebih dahulu lalu diseduh seperti teh dan diminum seperlunya.
• Brotowali sebagai obat untuk menghilangkan rasa nyeri , peredam panas , dan
penambah nafsu makan.
• Jagung muda ( yang harus merupakan hasil curian = berhubungan dengan kepercayaan )
berguna untuk menyembuhkan penyakit cacar dengan cara dioleskan dibagian yang
terkena cacar.
• Daun sirih untuk membersihkan vagina.
• Lidah buaya untuk kesuburan rambut.
• Daun simbung dan daun kaki kuda untuk menyembuhkan influenza.
• Jahe untuk menurunkan demam / panas , biasanya dengan diseduh lalu diminum
ataupun dengan diparut dan detempelkan di ibu jari kaki.

12
• Air kelapa hijau dengan madu lebah untuk menyembuhkan sakit kuning yaitu dengan
cara 1 kelapa cukup untuk satu hari , daging kelapa muda dapat dimakan sekaligus , tidak
boleh kelapa yang sudah tua.

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Keperawatan transkultural adalah suatu proses pemberian asuhan keperawatan yang


difokuskan kepada individu dan kelompok untuk mempertahankan, meningkatkan
perilaku sehat sesuai dengan latar belakang budaya. Hal ini dipelajari mulai dari
kehidupan biologis sebelumnya, kehidupan psikologis, kehidupan sosial dan spiritualnya.
Perencanaan dan pelaksaan proses keperawatan transkultural tidak dapat begitu saja
dipaksakan kepada klien sebelum perawat memahami latar belakang budaya klien
sehingga tindakan yang dilakukan dapat sesuai dengan budaya klien khususnya pada
budaya Jawa. Dalam penyesuaian diri sangatlah diperlukan aplikasi keperawatan
transkultural.

3.2 Saran
Kami menyadari bahwa kekurangan dalam makalah yang kami buat di atas merupakan
kelemahan dari pada kami, karena terbatasnya kemampuan kami untuk memperoleh data
dan informasi karena terbatasnya pengetahuan kami.Jadi yang kami harapkan kritik dan
saran yang membangun agar kami dapat membuat makalah yang lebih baik lagi. Dengan
segala pengharapan dan keterbukaan, kami menyampaikan rasa terima kasih dengan
setulus-tulusnya. Akhir kata, kami berharap agar makalah ini dapat membawa manfaat
kepada pembaca.

14
15

Anda mungkin juga menyukai