JURNAL Pisnag PDF

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 12

JURNAL HASIL PENELITIAN

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN


JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

NAMA : ANNISA RISDIANIKA PUTRI


STAMBUK : G 621 08 291
PROGRAM STUDI : KETEKNIKAN PERTANIAN
JUDUL PENELITIAN : PENGARUH KADAR AIR TERHADAP TEKSTUR
DAN WARNA KERIPIK PISANG KEPOK (Musa
Parasidiaca formatypica)
DOSEN PEMBIMBING: Dr. Ir. SUPRATOMO, DEA
INGE SCORPI TULLIZA, S.TP, M.Si
PENGARUH KADAR AIR TERHADAP TEKSTUR DAN WARNA KERIPIK PISANG KEPOK (Musa
parasidiaca formatypica)
1 2 2
Annisa R. Putri , Supratomo , I.S. Tulliza

Abstrak

The abundance of banana in Indonesia make this fruit have low economic value. To increase economic
value from banana can assorted create of processing result which at the same time becoming one of way to
maintaining banana period of save. Banana Kepok ( Musa paradisiaca formatypica) is banana type which
either in consumption after processig. Banana chips is one of banana processing result diversification.
Banana chips is one of snack product which made of banana slice and fried by food additive or without food
additive. Treatment which given consisting of two phase that is process blanching and soaking in whitewash.
At this research given 3 treatment of different water content that is 8%, 6% and 4%. At process blanching
and soaking in whitewash, given by each is different treatment that is TPA ( Without Treatment), TPB ( With
Soaking Of Whitewash), APA ( Soaking Of Hot Water), APB ( Soaking Of Hot Water and Soaking of
whitewash), NaA ( Soaking Of Sodium Metabisulphite), NaB ( Soaking Of Sodium Metabisulphite and
soaking of whitewash). From all treatment indicate that water content give significant effect to bananas chips
*
textures with values sig.< (95%). The lower moisture content more higher ∆H value. It mean the color is
more darker.

Kata Kunci : Keripik Pisang, Tekstur Keripik Pisang, Warna Keripik Pisang

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tekstur atau kerenyahan keripik
Pisang merupakan buah yang banyak merupakan unsur utama penilaian konsumen.
tumbuh di Indonesia. Indonesia juga Keripik pisang yang baik, jika digigit akan
merupakan salah satu negara yang dikenal renyah, tidak keras, tidak lembek dan tidak
sebagai produsen pisang dunia. Indonesia telah mudah hancur. Selain itu unsur penampilan
memproduksi sebanyak 6,20% dari total warna makanan juga menjadi parameter
produksi dunia, 50% produksi pisang Asia kualitas penilaian oleh konsumen. Sistem
berasal dari indonesia. Sulawesi Selatan Pengukuran yang akurat, dan rinci merupakan
adalah pulau diluar Jawa penghasil pisang cara dalam meningkatkan kontrol kualitas (Leon
terbesar yaitu 183.853 ton (Suyanti dan et al., 2005).
Supriyadi, 2008). Melimpahnya pisang di Pengeringan merupakan metode
Indonesia menjadikan buah ini memiliki nilai pengawetan dengan cara pengurangan kadar
ekonomis rendah. Untuk meningkatkan nilai air dari bahan pangan sehingga daya simpan
ekonomis dari buah pisang dapat dibuat menjadi lebih panjang. Supaya produk yang
berbagai macam produk olahan yang sekaligus sudah dikeringkan menjadi awet, kadar air
menjadi salah satu cara untuk harus dijaga tetap rendah. Produk pangan
mempertahankan daya simpan buah pisang. dengan kadar air rendah dapat disimpan dalam
Pisang Kepok (Musa paradisiaca jangka waktu lama jika pengemasan yang
formatypica) merupakan jenis pisang yang baik digunakan tepat (Estiasih dan Ahmadi, 2009).
di konsumsi setelah diolah. Keripik pisang Proses pengeringan yang dilakukan selama
merupakan salah satu diversifikasi hasil olahan pembuatan keripik pisang ini mengakibatkan
pisang kepok. Keripik pisang adalah produk perubahan warna.
makanan ringan yang dibuat dari irisan buah Perubahan warna yang terjadi selama
pisang dan digoreng dengan atau tanpa bahan proses pengolahan keripik pisang merupakan
tambahan makanan. hal yang seminimal mungkin untuk dihindari
karena akan mempengaruhi kualitas keripik
yang dihasilkan. Pengeringan bahan keripik

1
Alumni Jurusan Teknologi Pertanian
2
Staff Pengajar Keteknikan Pertanian 1
pada dasarnya mempunyai tiga tujuan utama. II. TINJAUAN PUSTAKA
Pertama, menurunkan kadar air sampai cukup
2.1. Pisang
rendah, sehingga produk dapat disimpan lebih
lama sebelum digoreng. Kedua, mendapatkan Pisang dapat digunakan sebagai
kadar air tertentu yang penting untuk proses alternatif pangan pokok karena mangandung
pengembangan pada tahap penggorengan. karbohidrat yang tinggi, sehingga dapat
Ketiga, mengurangi penyerapan minyak pada menggantikan sebagian konsumsi beras dan
tahap penggorengan. terigu. Untuk keperluan tersebut, digunakan
Perlakuan blansing (blanching) ataupun buah pisang mentah yang kemudian diolah
perendaman dalam bahan kimia merupakan menjadi berbagai produk, baik melalui
langkah pendahuluan yang dilakukan untuk pembuatan gaplek dan tepungnya maupun
mengantisipasi terjadinya perubahan warna, olahan langsung dari buahnya seperti sale
bau, cita rasa, tekstur, gizi inaktif pada buah pisang, dodol pisang, sari buah pisang dan
atau sayuran sebelum diolah lebih lanjut, juga keripik pisang (Sulusi et al.,2008).
seperti pengeringan, pengalengan dan Berdasarkan taksonominya, tanaman
dibekukan sehingga diperoleh kualitas yang pisang diklasifikasikan sebagai berikut
baik (Estiasih & Ahmadi, 2009). Pemanasan (Satuhu dan Supriyadi, 2008) :
selama proses blansing menyebabkan bahan Kerajaan : Plantae
menjadi lebih lunak, layu dan secara Divisi : Magnoliophyta
organoleptik bahan lebih baik. Perendaman Kelas : Liliopsida
dalam larutan sulfit, vitamin C, asam sitrat, Ordo : Zingiberales
garam dan hidrogen peroksida terutama Famili : Musaceae
ditujukan untuk memperbaiki atau mengurangi Genus : Musa
terjadinya pencoklatan (Muchtadi dan Spesies : Musa paradisiaca
Sugiyono, 1992). formatypica
Berdasarkan uraian diatas maka
2.2 Keripik Pisang
dilakukan penelitian mengenai perubahan
tekstur dan warna yang terjadi selama Keripik Pisang merupakan produk
pengolahan terhadap kandungan air pada makanan ringan dibuat dari irisan buah
pisang kepok yang dapat dijadikan sebagai pisang dan digoreng, dengan atau tanpa
kualitas kontrol pada pengolahan keripik bahan tambahan makanan yang diizinkan.
pisang. Bahan baku dalam pembuatan keripik pisang
adalah pisang mentah. Pisang yang dipilih
1.2. Tujuan dan Kegunaan Penelitian adalah pisang yang sudah tua dan masih
mentah sehingga mudah diiris-iris / dirajang
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
tipis-tipis (Anonim, 2009).
untuk mengetahui perubahan kekerasan
(tekstur) dan warna keripik pisang yang terjadi 2.3 Browning
selama pengeringan terkait perlakuan pada
Browning (pencoklatan) banyak
pisang kepok (Musa paradisiaca formatypica).
terjadi misalnya jika makanan mengalami
Kegunaan dari penelitian ini adalah
perlakuan mekanis (Sultanry dan Kaseger,
sebagai sumber informasi dalam
2005).Ada dua macam mekanisme dari
mengoptimalkan proses pengolahan pisang
reaksi browning, yaitu browning enzimatis
kepok menjadi keripik pisang terhadap
dan browning non enzimatis.
kekerasan/kerenyahan yang dihasilkan.
Selama proses pengolahan, akan
menyebabkan perubahan warna pada keripik
pisang. Perendaman pisang setelah dikupas
dimaksudkan untuk mengurangi proses
browning yang akan mengakibatkan warna
coklat pada buah pisang yang menyebabkan
warna keripik pisang kurang menarik
(Sultanry dan Kaseger, 1985).

2
2.4 Blanching 2.8 Warna
Blanching bertujuan untuk 2.8.1 Konsep warna
menginaktifkan enzim yang tidak diinginkan
Warna adalah spektrum cahaya yang
yang mungkin dapat mengubah warna,
dipantulkan oleh benda yang kemudian
tekstur, cita rasa maupun nilai gizi selama
ditangkap oleh indra penglihatan kita (yakni
penyimpanannya (Ishak dan Sarinah, 1985).
mata) lalu diterjemahkan oleh otak sebagai
Beberapa metode blansing telah
sebuah warna tertentu.
dikembangkan dan digunakan di industri
Pada bahan makanan warna
pangan. Ada empat dasar metode blansing,
merupakan faktor yang ikut menentukan mutu,
yaitu blansing dengan air panas, blansing
selain itu warna juga dapat digunakan sebagai
dengan uap air, blansing dengan udara, dan
indikator kesegaran atau kematangan
blansing dengan gelombang mikro atau
(Winarno, 1986).
konduksi elektrik (Estiasih dan Ahmadi,
2009). 2.8.2 Sistem Pengukuran Warna
2.5 Penggorengan Warna bahan makanan biasanya diukur
* * *
dalam unit L a b yang merupakan standar
Pada pembuatan keripik pisang
internasional pengukuran warna, diadopsi oleh
digunakan metode deep fat frying. Menurut
CIE (Commission Internationale d'Eclairage).
Ketaren (1986) dalam Mailangkay (2002),
Penerangan atau Lightness (L) berkisar antara
metode ini sangat penting karena prosesnya
0 dan 100 sedangkan parameter kromatik (a,
cepat, mudah dan produknya mempunyai
b) berkisar antara -120 and 120 (Gokmen et
tekstur dan aroma yang lebih disukai. Proses
al., 2007).
ini menggunakan minyak goreng yang
banyak karena bahan makanan yang
III. METODE PENELITIAN
digoreng harus seluruhnya terendam dalam
minyak. Suhu normal dalam proses 3.1 Waktu dan Tempat
0
penggorengan adalah 150-196 C,
Penelitian Pengaruh Kadar Air Terhadap
tergantung jenis makanan yang digoreng.
Tekstur dan Warna Keripik Pisang Kepok
(Robertson, 1967 dalam Mailangkay (2002)).
(Musa Paradisiaca formatypica) dilaksanakan
2.6 Kadar Air pada bulan Februari hingga Maret 2012,
bertempat di Laboratorium Prosesing, Program
Kadar air menunjukkan jumlah air yang studi Keteknikan Pertanian, Jurusan Teknologi
terkandung dalam bahan. Dua basis yang Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
digunakan untuk menunjukkan kandungan air Hasanuddin, Makassar.
dalam bahan adalah kadar air basis basah
(MCwb) dan kadar air basis kering MCdb). 3.2 Alat dan Bahan
Metode penentuan kadar air dapat Alat yang digunakan antara lain, oven,
dilakukan dengan dua cara yaitu metode cawan, loyang, Texture Analyser TAXT2
langsung dan metode tidak langsung. metode pengujian tekanan (compression test),
Metode langsung menerapkan metode oven kompor gas dan penggorengan,timbangan
dan metode destilasi ...........................
analitik (2)dan alat pengkur
digital, kertas label
2.7 Tekstur warna berbasis computer-vision system yang
terdiri dari:
Tekstur pada jenis makanan keripik  Kamera digital, spesifikasi:
merupakan faktor utama dalam menentukan - Model : PL 100
keripik tersebut baik untuk dikonsumsi atau - Max. Resolution : 12,2 MP
tidak. Pengukuran tekstur telah menjadi - Focus Length : 6.3–18,9 mm
salah satu faktor terpenting dalam industri  Lampu Philips 11 watt D65 (6500 K
pangan, khususnya sebagai indikator dari 570 Lumen), warna cahaya putih,
aspek non-visual. Pada pengujian tingkat  Stand penempatan dan pemotretan
kerapuhan dengan sistem tekan atau bahan
kompresi, bahan pangan yang akan di uji  Perangkat komputer untuk
tekan dengan menggunakan lengan penekan penggunaan software : Adobe
dengan diameter yang telah ditetapkan. Photoshop
Tekanan yang seporos dinyatakan dengan Bahan yang digunakan adalah pisang
2
lambang σ (sigma) dengan satuan N/m kepok dengan tingkat ketuaan ¾ atau yang
(Deman, 1997) berumur sekitar 80 hari, air, larutan Natrium

3
Metabisulfit, larutan kapur (CaCO3) dan yaitu direndam dalam air kapur (CaCo3)
minyak goreng. 0,3% selama 10 menit.
e. Potongan pisang pada masing-masing
3.3 Perlakuan Penelitian
perlakuan kemudian ditiriskan dan diamati
Perlakuan yang diberikan terdiri dari dua kadar air, tekstur dan warna.
tahap yaitu proses blanching dan f. Potongan pisang kemudian dikeringkan
perendaman dalam air kapur. Pada proses dalam oven hingga mencapai kadar air
blanching dan perendaman dalam air kapur, ±8%, ±6% dan ±4% basis basah untuk
masing-masing diberikan perlakuan yang masing-masing perlakuan. Kemudian
berbeda, yaitu: diamati kembali tekstur dan warna.
1. Blanching g. Potongan pisang kemudian digoreng pada
0
TP (Tanpa Perlakuan / Tanpa blanching) suhu 150 C selama 40 detik dan diamati
AP (Perendaman dengan Air Panas) tekstur serta warna.
Na (Perendaman dengan Natrium
3.5. Parameter Pengamatan
Metabisulfit)
2. Perendaman air kapur Pada penelitian ini dilakukan
A (Tanpa Perendaman) pengamatan pada kadar air pisang kepok
B (Dengan Perendaman) sebelum dikeringkan (kadar air awal), kadar
Perlakuan yang digunakan pada air setelah dikeringkan (kadar air akhir),
penelitian ini ditunjukkan pada tabel matriks tekstur dan perubahan warna yang terjadi
penelitian berikut: selama proses pengolahan keripik pisang.
Tabel 1: Matriks Penelitian
a. Tekstur
Untuk mengetahui kekerasan
keripik pisang (firmness), dilakukan uji
tekstur dengan menggunakan alat
Texture Analyser (TAX2) dengan metode
uji tekanan (compression test). Tekstur
keripik pisang pada saat mencapai titik
patah (rupture point), diukur dengan
menggunakan rumus tekanan, yaitu:
Keterangan: 𝐹
𝜎= ........................... (1)
TPA (Tanpa Perlakuan) 𝐴
b. Warna
TPB (Tanpa Perlakuan dan Dengan
Data citra hasil pengukuran
Perendaman Air Kapur)
warna Keripik pisang dihitung dengan
APA (Perendaman Air Panas dan Tanpa
persamaan berikut:
Perendaman Air Kapur)
ΔL* = L∗2 − L∗1 ............................... (2)
APB (Perendaman Air Panas dan Dengan
Δa* = a∗2 − a∗1 ................................ (3)
Perendaman Air Kapur)
NaA (Perendaman Natrium Metabisulfit dan Δb* = b2∗ − b1∗ ................................ (4)
*
Tanpa Perendaman Air Kapur) C = 𝑎2 + 𝑏 2 ............................... (5)
NaB (Perendaman Natrium Metabisulfit dan
Dengan Perendaman Air Kapur) Maka ΔC* dihitung dengan persamaan:

ΔC* = C2∗ − C1∗ ............................... (6)


3.4 Prosedur Penelitian
a. Menyiapkan bahan Buah pisang kepok Dimana :
*
yang berumur ± 80 hari. ΔL* = Perubahan nilai L
*
b. Buah pisang yang telah dikupas, kemudian Δa* = Perubahan nilai a
*
dicuci hingga bersih. Δb* = Perubahan nilai b
*
c. Daging buah pisang kemudian diiris tipis ΔC* = Perubahan nilai C
dengan ketebalan 3 mm, setelah diiris tipis,
irisan pisang diberikan 3 perlakuan yang Perubahan warna (E) dihitung
berbeda seperti pada tabel 1. dengan persamaan:
d. Potongan pisang kemudian ditiriskan, dan ΔE* = ∆𝐿2 + ∆𝑎2 + ∆𝑏 2 ................. (7)
dibagi menjadi 2 bagian. Dimana bagian
pertama diberikan perlakuan selanjutnya

4
ΔH (delta H) merupakan perbedaan jenis IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
warna. ΔH dihitung berdasarkan persamaan
sebagai berikut : A. Tekstur
Pengukuran tekstur pada keripik pisang
ΔH = ∆𝐿 2 + ∆𝐸 2 + ∆𝐶 2 ........... (8) dilakukan dengan menggunakan uji tekanan
(compression test), dengan menggunakan alat
Dimana : Texture Analyser.
∆E = Perubahan warna
∆H = Perubahan jenis warna
3.6 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan 2 tahap.

1. Pengolahan data secara visual, yaitu


dengan membuat grafik dengan Ms. Excel
2. Analisis Rancangan Acak Kelompok
(SPSS 16.)

Pada gambar 2. menunjukkan besar


nilai tekanan pada keripik yang tidak diberi
perlakuan sama sekali (TPA). Pada kadar air
8%, 6% dan 4% nilai tekanan pada keripik
2 2
pisang adalah 3754,8 (N/m ), 2917,91 (N/m )
2
dan 3118,47 (N/m ). Setelah penggorengan
nilai tekanan pada kadar air 8%, 6% dan 4%
2
meningkat menjadi 4072,36 (N/m ), 3540,83
2
dan 4588,43 (N/m ).

Hubungan tekstur dan nilai tekanan


pada keripik yang hanya diberi perlakuan
perendaman air kapur (TPB) ditunjukkan pada
Gambar 3. Pada kadar air 8%, 6% dan 4%
nilai tekanan pada keripik pisang adalah
2 2
2767,08 (N/m ), 2153,17 (N/m ) dan 1992,56

5
2
(N/m ). Setelah dilakukan penggorengan
nilai tekanan pada kadar air 8%, 6% dan 4%
2
meningkat menjadi 3197,55 (N/m ), 3076,89
2 2
(N/m ) dan 2817,22 (N/m ).

Grafik yang menunjukkan besar nilai


tekanan pada keripik yang diberi perlakuan
perendaman Natrium Metabisulfit (NaA) dapat
Pada gambar 4. Grafik menunjukkan
dilihat pada Gambar 6. Pada kadar air 8%, 6%
besar nilai tekanan pada keripik yang diberi
dan 4% nilai tekanan pada keripik pisang
perlakuan perendaman air panas (APA). Pada 2 2
adalah 2804,59 (N/m ), 3059,36 (N/m ) dan
kadar air 8%, 6% dan 4% nilai tekanan pada 2
2 2213,10 (N/m ). Setelah penggorengan nilai
keripik pisang adalah 1252,69 (N/m ), 1716,18
2 2 tekanan pada kadar air 8%, 6% dan 4%
(N/m ) dan 784,71 (N/m ). Setelah 2
meningkat menjadi 473654,11 (N/m ),
penggorengan nilai tekanan pada kadar air 8 2
3398,93 dan 2606, (N/m ).
%, 6% dan 4% meningkat menjadi 2511,08
2 2
(N/m ), 2404,69 dan 2346,80 (N/m ).

Gambar 7 menunjukkan besar nilai


Gambar 5. menunjukkan besar nilai tekanan pada keripik yang diberi perlakuan
tekanan pada keripik yang diberi perlakuan perendaman Natrium metabisulfit dan air kapur
perendaman air panas dan direndam air kapur (NaB). Pada kadar air 8%, 6% dan 4% nilai
(APB). Pada kadar air 8%, 6% dan 4% nilai tekanan pada keripik pisang adalah 2717,35
tekanan pada keripik pisang berturut-turut 2 2
(N/m ), 773,30 (N/m ) dan 2235,52 (N/m ).
2
2 2
adalah 452,48 (N/m ), 398,68 (N/m ) dan Setelah penggorengan nilai tekanan pada
2
2298,70 (N/m ). Setelah penggorengan nilai kadar air 8%, 6% dan 4% meningkat menjadi
tekanan pada kadar air 8%, 6% dan 4% 2
2819,26 (N/m ), 2552,66 dan 2987,62 (N/m ).
2
meningkat dengan nilai berturut-turut 505,07 Pada Keripik pisang yang telah digoreng
2 2
(N/m ), 2267,31 dan 2615,85 (N/m ). tingkat kekerasan meningkat dibandingkan
dengan keripik yang telah dikeringkan pada
kadar air 4%, 6% dan 8%. Hal ini disebabkan
terjadi crust atau kerak yang menyebabkan
bahan menjadi lebih keras.

6
Dari keseluruhan gambar diatas, pada
masing-masing perlakuan diketahui bahwa
pada keripik yang direndam dengan air kapur
memiliki kekerasan yang lebih rendah
dibandingkan dengan keripik yang tidak
direndam dengan air kapur.
Dari keseluruhan perlakuan keripik
pisang yang direndam dengan air panas
memiliki nilai kekerasan yang paling rendah
dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini
disebabkan air panas dapat melunakkan
jaringan tumbuhan. Sehingga keripik yang
diberi perlakuan perendaman air panas
menjadi lebih lunak.
Dari hasil uji analisis dengan
Rancangan Acak Kelompok menunjukkan
bahwa pengaruh kadar air memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap tekstur
keripik pisang. Hal ini di tunjukkan dengan nilai
sig (0,000) < (α). Demikian dengan perlakuan
yang diberikan memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap tekstur keripik pisang yang
ditunjukkan dengan nilai sig (0,015) < (α).
Pada keripik pisang setelah dilakukan
penggorengan pengaruh kadar air terhadap
tekstur keripik pisang signifikan dengan
ditunjukkan dengan nilai sig. (0,001) < (α).
Setelah dilakukan penggorengan pengaruh
perlakuan terhadap tekstur memiliki pengaruh
kecil nilai sig.(0,176) > (α).

B. Perubahan Warna
Pengukuran warna pada keripik pisang
dilakukan dengan menggunakan software
pengolah gambar Adobe Photoshop CS3.
Pengambilan data nilai L*a*b* diperoleh dari
konversi format RGB (Red Green Blue)
menjadi parameter warna L*a*b*.

1. ∆E* Value

Nilai Delta E (∆E*) menunjukkan


perubahan warna yang terjadi pada keripik
pisang kepok dari awal hingga setelah
mengalami proses penggorengan. Total color
difference (∆E*) merupakan total perubahan
nilai L*a* dan b* diperoleh dengan
*
menggunakan rumus ΔE = ∆𝐿2 + ∆𝑎2 + ∆𝑏 2 .
Nilai ∆E* yang semakin tinggi menunjukkan Pada gambar 8, 9 dan 10 menunjukkan
perbedaan warna atau perubahan warna yang total perubahan warna ∆E* terhadap kadar air
semakin signifikan. Nilai perubahan warna ∆E* pada masing-masing perlakuan. Gambar 8,
dari hasil pengamatan ditunjukkan pada grafik yaitu keripik pisang yang tidak diberi perlakuan
dibawah ini. sama sekali perubahan nilai ∆E* pada kadar
air 8%, 6% dan 4% masing-masing adalah
8,22; 2,69 dan 3,00 pada saat awal hingga
setelah kering. Perubahan nilai ∆E* pada
masing-masing kadar air semakin meningkat

7
yaitu 12,27; 20,79 dan 19,18 pada saat awal
hingga setelah digoreng. Perubahan nilai ∆E*
saat kering hingga setelah digoreng tidak jauh
berbeda dengan perubahan nilai ∆E* saat awal
hingga setelah digoreng dengan nilai ∆E*
berturut-turut pada kadar air 8%, 6% dan 4%
adalah 14,31; 19,90 dan 17,81.
Gambar 9 adalah grafik perubahan nilai
∆E* pada keripik pisang dengan perlakuan
perendaman air panas. Pada kadar air 8%, 6%
dan 4%, perubahan nilai ∆E* pada saat awal
hingga kering adalah 7,95; 9,15 dan 4,55.
Pada saat awal hingga setelah digoreng
perubahan nilai ∆E* semakin meningkat yaitu
19,22; 15,96 dan 18,28. Perubahan nilai ∆E*
saat kering hingga setelah digoreng adalah
12,32; 9,15 dan 16,00.
Gambar 10 merupakan grafik
perubahan nilai ∆E* pada keripik pisang
dengan perlakuan perendaman dengan larutan
Natrium Metabisulfit. Pada kadar air 8%
perubahan nilai ∆E* sebesar 3,18. Pada kadar
air 6% perubahan nilai ∆E* sebesar 9,99 dan
pada kadar air 4% perubahan nilai ∆E* pada
saat awal hingga kering sebesar 2,70.
Perubahan nilai ∆E* saat awal hingga setelah
digoreng mengalami peningkatan pada kadar
air 8%, 6% dan 4% masing-masing sebesar
9,49; 17,42 dan 11,49. Perubahan nilai ∆E*
saat kering hingga setelah digoreng pada
kadar air 8%, 6% dan 4% berturut-turut adalah
7,43; 9,99 dan 10,96.
Pada gambar 11, 12 dan 13
menunjukkan perubahan total nilai L*a*b* pada
masing-masing perlakuan yang direndam
dengan air kapur. Gambar 11, yaitu keripik
pisang dengan perlakuan perendaman air
kapur saja, perubahan nilai ∆E* pada kadar air
8%, 6% dan 4% masing-masing pada saat
awal hingga setelah kering adalah 14,66; 7,75
dan 9,21. Pada saat awal hingga setelah
dilakukan penggorengan nilai ∆E* pada
masing-masing kadar air yaitu 19,37; 19,80
dan 17,08. Pada saat kering hingga setelah
dilakukan penggorengan perubahan nilai ∆E*
pada kadar air 8%, 6% dan 4% berturut-turut
adalah 21,76; 17,60 dan 11,60.
Gambar 12 adalah grafik perubahan nilai
∆E* pada keripik pisang dengan perlakuan
perendaman air panas dan air kapur. Pada
kadar air 8%, 6% dan 4%, perubahan nilai ∆E*
saat awal hingga setelah kering adalah 5,93;
7,07 dan 5,40. Perubahan nilai ∆E* saat awal
hingga setelah digoreng pada kadar air 8%,
6% dan 4% yaitu, 19,37; 25,41 dan 20,75.
Sedangkan perubahan nilai ∆E* pada saat
kering hingga setelah dilakukan penggorengan

8
pada kadar air 8%, 6% dan 4% berturut-turut
adalah14,79; 18,60 dan 17,67.
Gambar 13 merupakan grafik
perubahan nilai ∆E* pada keripik pisang
dengan perlakuan perendaman dengan larutan
Natrium Metabisulfit dan air kapur. Pada kadar
air 8% perubahan nilai ∆E* pada saat awal
hingga kering adalah 3,32 . Pada kadar air 6%
perubahan nilai ∆E* sebesar 6,13 dan pada
kadar air 4% perubahan nilai ∆E* sebesar
3,15. Perubahan nilai ∆E* dari awal hingga
setelah digoreng mengalami peningkatan pada
kadar air 8%, 6% dan 4% masing-masing
sebesar 14,65; 19,35 dan 16,91. Sedangkan
pada perubahan nilai ∆E* saat kering hingga
setelah digoreng pada kadar air 8%, 6% dan
4% berturut-turut adalah 11,78; 14,02 dan
16,23.

2. ∆H* Value
∆H* merupakan nilai yang digunakan
untuk melihat secara keseluruhan perubahan
warna pada keripik pisang saat awal hingga
menjadi keripik. Nilai ∆H* (perubahan jenis
warna) ditunjukkan dengan persamaan
∆𝐿 2 + ∆𝐸 2 + ∆𝐶 2 , ∆H* yang semakin
meningkat memperlihatkan perubahan hue
atau tingkatan warna yang semakin berubah
kearah gelap.
Pada gambar 14, 15 dan 16 dapat dilihat
bahwa perubahan warna keripik pada saat
awal hingga kering, perubahan warna antara
waktu awal hingga setelah digoreng dan
perubahan nilai ∆H* antara waktu kering
hingga setelah penggorengan. Perubahan
warna tersebut terjadi karena proses
pengeringan dan penggorengan yang
dilakukan.
Pada perlakuan perendaman Natrium
Metabisulfit pada saat awal hingga kering nilai
∆H* 2,41 pada kadar air 8%, kadar air 6%
adalah 5,21 dan pada kadar air 4% adalah
2,24. Pada perlakuan perendaman dengan air
panas saja nilai ∆H* pada kadar air 8% adalah
0,59, pada kadar air 6% adalah 2,68 dan pada
kadar air 4% nilai ∆H* adalah 2,35. Pada
keripik pisang yang tidak diberi perlakuan
sama sekali memiliki nilai perubahan warna
∆H* yang paling rendah pada saat awal hingga
kering dibandingkan dengan perlakuan
perendaman air panas dan perlakuan
perendaman dalam natrium metabisulfit. Nilai
∆H* keripik pisang tanpa perlakuan untuk
kadar air 8% nilai ∆H* adalah 1,07, pada kadar
air 6% adalah 1,95 dan pada kadar air 4%
adalah 2,28.

9
Proses penggorengan menyebabkan
perubahan warna terjadi secara non enzimatis.
Dapat dilihat dalam gambar, perubahan warna
keripik pisang terjadi secara signifikan dari
awal hingga setelah penggorengan. Rata-rata
perubahan warna yang terbesar terdapat pada
perlakuan perendaman dengan Natrium
Metabisulfit. Untuk kadar air 8% nilai ∆H*
adalah 4,68, kadar air 6% nilai ∆H* adalah
5,21 dan pada kadar air 4% setelah digoreng
nilai ∆H* adalah 4,74. Pada perlakuan
perendaman dengan air panas nilai ∆H* pada
kadar air 8% nilai ∆H* yang dihasilkan adalah
2,19, pada kadar air 6% nilai ∆H* adalah 3,94
dan pada kadar air 4% adalah 4,36.
Sedangkan nilai ∆H* pada keripik tanpa diberi
perlakuan apapun, ∆H* setelah digoreng pada
kadar air 8% nilai ∆H* yang dihasilkan adalah
2,84, pada kadar air 6% nilai ∆H* adalah 5,44
dan pada kadar air 4% adalah 5,32.
Perubahan warna pada saat kering
hingga setelah digoreng, pada perlakuan TPA
(Gambar 14.) nilai ∆H* pada kadar air 8%, 6%
dan 4% berturut-turut adalah 8,64; 2,66 dan
2,13. Pada perlakuan APA (Gambar 15.) nilai
∆H* pada kadar air 8%, 6% dan 4% berturut-
turut adalah 1,80; 0,91 dan 1,20. Dan pada
Gambar 16,yaitu perlakuan NaA nilai ∆H*
kadar air 8% adalah 1,90, kadar air 6% nilai
∆H* adalah 0,83 dan 4% memiliki nilai ∆H*
2,08. Hasil pengamatan pada gambar 17, 18
dan 19, Pada masing-masing perlakuan
perubahan warna keripik pisang pada
perlakuan perendaman. Pada keripik pisang
yang diberi perlakuan dengan air kapur saja
memiliki nilai ∆H* untuk kadar air 8% adalah
0,67, pada kadar air 6% adalah 0,00 dan kadar
air 4% nilai ∆H* adalah 3,66. Pada perlakuan
perendaman dengan air panas dan air kapur,
nilai ∆H* pada kadar air 8% adalah 0,02, pada
kadar air 6% adalah 1,75 dan pada kadar air
4% nilai ∆H* adalah 3,06. Natrium Metabisulfit
dan air kapur, nilai ∆H* 0,76 pada kadar air
8%, pada kadar air 6% adalah 2,08 dan nilai
∆H* kadar air 4% adalah 0,25.
Proses penggorengan menyebabkan
perubahan warna terjadi secara non enzimatis.
Perubahan warna keripik pisang terjadi secara
signifikan dari awal hingga setelah
penggorengan. Perubahan warna pada
perlakuan perendaman dengan Natrium
Metabisulfit. Untuk kadar air 8% setelah
digoreng nilai ∆H* adalah 3,42, kadar air 6%
nilai ∆H* adalah 5,98 dan kadar air 4% nilai
∆H* adalah 4,63. Pada perlakuan perendaman
dengan air panas nilai ∆H* pada kadar air 8%
nilai ∆H* yang dihasilkan adalah 2,02, pada
kadar air 6% nilai ∆H* adalah 4,88 dan pada

10
kadar air 4% adalah 6,34. Sedangkan nilai ∆H* Badan Kerjasama Perguruan Tinggi
pada keripik tanpa diberi perlakuan apapun, Negeri Indonesia Bagian Timur.
∆H* setelah digoreng pada kadar air 8% nilai León, Katherin., Domingo Mery and Franco
∆H* yang dihasilkan adalah 5,42, pada kadar Pedreschi, 2005. Color
* * *
air 6% nilai ∆H* adalah 4,04 dan pada kadar Measurements in L a b Unit from
air 4% adalah 4,41. RGB Digital Unit. Universidad de
Perubahan warna pada saat kering Santiago de Chile (USACH), Santiago.
hingga setelah digoreng, pada perlakuan TPB Mailangkay, Desy Natalia Irwanty, 2002.
(Gambar 17.) nilai ∆H* pada kadar air 8%, 6% Pengaruh Kemasan Vakum dan Non
dan 4% berturut-turut adalah 4,59; 4,38 dan Vakum Terhadap Perubahan Mutu
0,40. Pada perlakuan APB (Gambar 18.) nilai Kimia dan Sifat Organoleptik Keripik
∆H* pada kadar air 8%, 6% dan 4% berturut- Pisang Selama Penyimpanan. Institut
turut adalah 2,02; 3,09 dan 2,08. Dan pada Pertanian Bogor.
Gambar 19, yaitu perlakuan NaB nilai ∆H* Muchtadi, Tien R. Dan Sugiyono, 1992. Ilmu
kadar air 8% adalah 2,62 kadar air 6% nilai Pengetahuan Bahan Pangan. Institut
∆H* adalah 3,85 dan 4% memeiliki nilai ∆H* Pertanian Bogor, Bogor.
4,55. Sultany, Rubianty dan Berty Kaseger, 1985.
Kimia Pangan. Badan Kerjasama
V. KESIMPULAN DAN SARAN Perguruan Tinggi Negri Indonesia
Bagian Timur.
A. Kesimpulan Sulusi Prabawati, Suyanti dan Dondy A
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan Setyabudi, 2008, Teknologi Pasca
dapat ditarik kesimpulan Panen dan Teknik Pengolahan Buah
1. Kadar air mempengaruhi tekstur Keripik Pisang, Balai Besar Penelitan dan
Pisang. Kadar air memiliki Pengembangan Pascapanen
pengaruh yang nyata pada tekstur keripik Pertanian Badan Penelitan dan
pisang. Pengembangan Pertanian (Juknis
2. Semakin rendah kadar air semakin tinggi Pisang).
nilai ∆H* yang berarti warna semakin Suyanti Satuhu, B.Sc. & Ir. Ahmad Supriyadi,
mengarah ke warna yang lebih gelap. 2008. Pisang Budidaya, Pengolahan
dan prospek Pasar. Penebar
B. Saran swadaya. Jakarta.
Untuk penelitian selanjutnya dapat Winarno, F.G., 1992. Kimia Pangan dan
dilakukan dengan meneliti daya simpan keripik Gizi. PT.Gramedia Utama, Jakarta.
pisang sebelum di goreng dan setelah
dilakukan penggorengan.

Daftar Pustaka

Anonim, 2009. Standar Prosedur Pengolahan


Pisang. Direktorat Pengolahan Hasil
Pertanian Direktorat jenderal
pengolahan dan Pemasaran hasil
pertanian Departemen pertanian.
Jakarta.
Deman, Jhon M, 1997. Kimia Makanan. Institut
Teknologi Bandung, Bandung.
Estiasih, Teti dan Kgs Ahmadi, 2009. Teknologi
Pengolahan Pangan. Bumi Aksara.
Jakarta.
Gökmen,Vural., Hamide Z. Senyuva, Berkan
Dülek and Enis Çetin, 2007,
Compuetr vision based analysis of
potato chips-A tool for rapid
detection of acrylamide level.
www.sciencedirect.com
Ishak, Elly dan Sarinah Amrullah, 1985.
Ilmu dan Teknologi Pangan.

11

Anda mungkin juga menyukai