Anda di halaman 1dari 28

MODUL

BISUL KEHITAMAN
BLOK ZOONOSIS

KELOMPOK 4:

Theresia Avila Nor Desy Risnanti Lambe


(1408010005) (1408010038)
Gloria Josephin Tarigan Isne Adelaide Barus
(1408010006) (1408010055)
Maria P M Letor Aloysius Elyakim
(1408010017) (1408010058)
Janet Endrina Ung Faustina Goantryani
(1408010018) (1408010063)
Ery Yuliando Nepa Bureni Yosephina Tapowolo
(1408010022) (1408010064)
Rahmat Nurwan
(1408010036)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2017
Skenario:

Seorang perempuan umur 20 tahun, datang ke Puskesmas dengan keluhan timbul bentol-bentol
berisi cairan yang kemudian pecah dan mongering pada tangan kanan. Keluhan ini dirasakan
sejak 2 hari yang lalu disertai panas badan dan sakit kepala. Penderita bekerja di peternakan sapi,
dimana beberapa sapi mati tanpa penyebab jelas. Pada pemeriksaan TD 120/80 mmHg,
N:70x/menit, R:20x/menit, S: 37°C. Status Lokalis: tampak papula dan vesikel berisi cairan,
ulkus dengan jaringan nekrotik hitam, kering disekitarnya.

Kata Sulit:

- Papula : Penonjolan di atas permukaan kulit, berdiameter lebih kecil dari1/2cm,


serta berisi zat padat. (Ilmu Penyakit Kulit kelamin FK UI)
- Ulkus : Hilangnya jaringan yang lebih dalam dari ekskoriasis(sampai ujung
papila dermis). Ulkus mempunyai tepi, dinding, dasar dan isi. (Ilmu Penyakit Kulit
kelamin FK UI)
- Vesikel : Gelembung berisi cairan serum (jernih), diameter kurang dari 1/2 cm,
mempunyai dasar dan atap. (Ilmu Penyakit Kulit kelamin FK UI)

Kata Kunci:

- Perempuan 20 tahun
- Keluhan: Bentol-bentol berisi cairan yang pecah dan mengering di tangan kanan
- Keluhan dirasakan 2 hari yang lalu
- Panas badan dan sakit kepala
- Bekerja di peternakan sapi dan beberapa sapi mati tanpa penyebab yang jelas
- Pada pemeriksaan TD120/80 mmHg, N:70x/menit, R:20x/menit, S: 37°C
- Lokalis: tampak papula dan vesikel berisi cairan, ulkus dengan jaringan nekrotik hitam,
kering disekitarnya
Pertanyaan:

1. Patomekanisme bisul kehitaman dalam skenario


2. Patomekanisme demam dan sakit kepala
3. Hubungan riwayat pekerjaan dan keluhan
4. Penanganan pada sapi yang mati tanpa penyebab yang jelas
5. Pencegahan pada manusia dan hewan
6. Penegakan diagnosis (anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang)
7. DD dari Anthrax, Brucellosis, Herpes Zoster

Jawaban:

1. Patomekanisme bisul kehitaman dalam skenario (Antraks):

Sumber gambar :New England Journal Medicine (NEJM)


Penyakit antraks disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis. Bakteri ini dalam kondisi yang
tidak memungkinkan untuk bertumbuh dan berkembang dapat berubah bentuk menjadi bentuk
spora. Spora akan masuk melalui kulit (cutaneus anthrax), saluran napas (inhalation anthrax),
dan saluran cerna ( gastroiintestinal anthrax).

Yang menentukan virulensi B. Anthracis adalah 3 eksotoksin (plasmid pX01) yaitu


protective antigen (PA), edema factor (EF) dan lethal factor (LF) ; dan yang disebut
antiphagocytic polydigluamic acid capsulen(plasmid pX02). Strain yang hanya mempunyai salah
satu saja dari kedua plasmid pX01 dan pX02 bersifat tidak virulen. PA mempunyai efek
mengikan reseptor permukaan sel sehingga bisa digunakan EF dan Lfuntuk masuk ke stioplasma.

Kombinasi PA dan EF akan menyebabkan edema lokal dan menghambat fungsi PMN,
sedangkan kombisasi PA dan LF akan menyebabkan syuk dan kematian cepat, bisa dalam waktu
60 menit. Antibiotik akan melenyapkan kuman antraks, tetapi toksin yang telah diproduksi
kuman akan tetap berfungsi melanjutkan proses penyakit sampai toksin dimetabolisir.

Pada cutaneus anthrax, spora kuman tersebut akan masuk melalui kulit yang luka yang
disebabkan serat dari binatang terinfeksi. Di jaringan sub kutan spora tersebut akan berubah
menjadi bentuk aktinya, bermultiplikasi dan mengeluarkan eksotoksin dan materil kapsul
antifagositik dan akan menyebabkan edema dan nekrosis jaringan

2. Patomekanisme demam dan sakit kepala


Patomekanisme demam:

Umumnya, keadaan sakit terjadi karena adanya proses peradangan(inflamasi) di dalam tubuh.
Proses peradangan itu sendiri sebenarnyamerupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh terhadap
adanyaserangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh. Prosesperadangan diawali dengan
masuknya toksin ke dalam tubuh. Contoh toksin yang paling mudah adalah mikroorganisme
penyebab sakit.Mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh umumnya memilikisuatu zat toksin
tertentu yang dikenal sebagai pirogen eksogen.

Dengan masuknya mikroorganisme tersebut, tubuh akan mengeluarkan mediator inflamasi


berupa leukosit, makrofag,limfosit, dan sel Kupffer untuk memfagositosisnya.Dengan adanya
proses fagositosit ini, sistem imun tubuh akanmengeluarkan zat kimia yang dikenal sebagai
pirogen endogen (khususnya interleukin 1/ IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi.Pirogen
endogen yang keluar, dibantu dengan enzim fosfolipase A2 selanjutnya akan merangsang sel-
selendotel hipotalamus untuk mengeluarkansuatu substansi yakni asam arakhidonat. Proses
selanjutnyaadalah, asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus degnan enzim
siklooksigenase akanpemacu pengeluaran prostaglandin (PGE2). Pengeluaran prostaglandin
mengakibatkan peningkatan set point(suhu termostat) di termoregulator hipotalamus.

Patomekanisme sakit kepala:

Masuknya mikroorganism ke dalam tubuh akan menyebabkan aktivasi mediator inflamasi.


Mediator inflamasi ini akan menyebabkan sensitisasi nosiseptor peka nyeri pada struktur peka
nyeri sehingga timbul sakit kepala.

3. Hubungan riwayat pekerjaan dan keluhan

Kerja di peternakan sapi dan dinyatakan sapi mati tanpa penyebab jelas dengan keluhan
pasien timbul bentol-bentol berisi cairan yang kemudian pecah dan mengering. Dari kasus
tersebut kelompok kami mencurigai pasien menderita penyakit antraks cutaneous, karna keluhan
pada pasien sama seperti gejala penyakit antraks cutaneous.

Spora antraks masuk kekulit melalui luka atau abrasi pada kulit, masa inkubasi selama 2-3
hari kemudian menjadi papul, pada hari ke 4 berubah menjadi vesikel, hari ke 6 menjadi ulkus
dan kemudian mongering menjadi skar.

4. Penanganan pada sapi yang mati tanpa penyebab jelas

Penanganan bangkai hewan yang mati akibat serangan Anthrax adalah sebagai berikut:

 Bangkai harus dikubur minimal sedalam 2 meter. Sebelum bangkai ditimbun tanah
(dikubur), disiram dulu dengan minyak tanah lalu dibakar kemudian baru ditimbun tanah.
Setelah lubang terisi sampai sisa 60 cm lubang dipenuhi dengan tanah segar sampai
permukaan lalu disiram dengan desinfektan dan selanjutnya diberi tanda khusus.
 Bangkai dilarang keras untuk dibedah ataupun dilukai agar darah tidak menetes dan jatuh
ke tanah.
 Tempat-tempat dan kendaraan/peralatan yang kontak dengan hewan mati akibat Anthrax
harus didesinfeksi. Peralatan dan bekas-bekas hewan sakit yang tidak dapat didesinfeksi
harus dibakar musnah

5. Pencegahan pada manusia dan hewan

Pencegahan pada Manusia:

1. Yang tidak berkepentingan dilarang masuk ke tempat pengasingan kecuali petugas dan
pemelihara hewan sakit atau tersangka sakit. Lakukan sanitasi umum terhadap orang
yang bersentuhan dengan hewan penderita Anthrax untuk mencegah perluasan penyakit.
2. Hasil produksi berupa susu, daging serta bahan asal hewan seperti kulit, tulang, bulu dan
lain-lain yang berasal dari hewan penderita/mati karena Anthrax sama sekali tidak boleh
dikonsumsi atau dimanfaatkan, dan harus dimusnahkan dengan jalan dibakar atau
dikubur.

Pencegahan pada Hewan:

1. Penyakit Anthrax dapat dicegah dengan vaksinasi rutin sesuai anjuran. Hewan yang
sakit dapat diobati dengan antibiotic Penicilline dikombinasi dengan roboransia
(mengandung kalsium dan lain lain). Pemberian antibiotic secara intra muskuler (IM)
untuk ternak dewasa 20.000 IU/Kg dan anak setengahnya, selama 4-5 hari berturut-
turut.
2. Hewan penderita Anthrax harus diasingkan sedemikian rupa terpisah dengan hewan
lain, pengasingan sedapat mungkin di kandang atau tempat hewan sakit. Dekat tempat
tersebut dibuat lubang sedalam minimal 2 meter untuk menampung sisa makanan dan
tinja dari kandang hewan yang sakit/penampung limbah asal hewan sakit.
3. Hewan sakit jangan dikeluarkan dari tempatnya berdiam dan hewan dari luar jangan
dimasukkan ke tempat tersebut.
4. Untuk hewan tersangka sakit dapat dipilih perlakuan, yaitu penyuntikan antibiotic
atau kemoterapeutik, penyuntikan serum, penyuntikan serum kombinasi dengan
antibiotic atau kemoterapeutik. Dua minggu kemudian disusul dengan vaksinasi.

6. Penegakkan diagnosis:

A. Anamnesis

Beberapa hal yang dapat ditanyakan kepada pasien diantaranya adalah

1. Apakah ada demam?

Apakah demam dialami setiap hari? Bila demam terjadi setiap hari dan lebih dari 7 hari:
Apakah pada 5-7 hari pertama demam yang terjadi naik-turun? atau terus menerus? Bila demam
naik turun, apakah demam meningkat pada senja malam hari? Pada saat demam: apakah diukur
dengan termometer? Bila tidak, apakah disertai dengan gelisah? Apakah sudah diberi penurun
demam? Sebutkan. Bila setelah diberi obat, demamnya turun, berapa jam kemudian timbul
kembali demam?

2. Apakah ada kelainan kulit?

3. Gejala penyerta?

4. Riwayat penyakit dan kesehatan?

5. Riwayat Pekerjaan

6. Riwayat Kontak dengan binatang atau bahan dari binatang (wool, sabuk kulit dsb).

B. Pemeriksaan Fisik

1. Lakukan pengukuran tanda Vital: kesadaran, tekanan darah, laju nadi, laju pernafasan, & suhu
tubuh.

2. Periksa leher:bila ada limfadenopati, sebutkan: ukuran, konsistensi, perlekatan/tidak, dan rasa
sakit

3. Periksa kelainan sistem terkait


4. Periksa ekstremitas/daerah terbuka lain: efloresensi kulit

C. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan diantaranya kultur dari spesimen darah, lesi kulit,
pemeriksaanraadiologis, apus tenggorok, cairan pleura, asites dan cairan serebrospinal.

7. Differential Diagnosis
 Anthrax

Gambar Bacillus Antharcis

A. Definisi

Bacillus anthracis meupakan bakteri pathogen penyebab penyakit anthraks. Penyakit ini
biasanya menyerang hewan ternak maupun manusia yang kontak dengan hewan yang sudah
terinfeksi. Bacillus anthracis merupakan bakteri berbentuk batang, berukuran 1,6 μm, tidak
mempunyai alat gerak atau motil, merupakan bakteri gram positif dan bersifat aerob. Bacillus
anthracis memiliki dua tahap dalam siklus hidupnya yaitu fase vegetatif dan spora. Dalam
mempertahankan siklus hidupnya Bacillus anthracis membentuk dua sistem pertahanan yaitu
spora dan kapsul. Dalam menginfeksi sel inangnya spora anthrax mengeluarkan 2 racun yaitu,
edema toxin dan lethal toxin. Penyebaran spora anthrax dapat melalui kontak langsung/melalui
kulit, melalui saluran pernpasan, dan melalui per oral atau saluran pencernaan, hal ini dapat
menyebabkan macam-macam penyakit anthrax,seperti anthrax kulit, anthrax saluran pernapasan,
anthrax saluran pencernaan dan dapat sampai ke otak yang disebut anthrax otak/meningitis.
Penyakit antharax yang disebabkan bakteri Bacillus anthracis dapat dicegah dengan vaksin
anthrax dan dapat diobati dengan berbagai macam antibiotika

B. Etiologi, Ekologi, Epidemiologi

Penyebab penyakit anthrax adalah bakteri berbentuk batang, berukuran 1-1,5 mikron kali
3-8 mikron, bersifat aerobic, nonmotil, gram positif yang disebut Bacillus antrachis. Apabila
spesimen ini diambil dari hewan sakit, bakteri berbentuk rantai pendek dikelilingi oleh kapsul
yang terlihat jelas.
Anthrax disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis yang merupakan bakteri gram positif
non motil dan berspora. Di bawah mikroskop tampak terlihat seperti barisan batang panjang
dengan ujung-ujungnya siku, sementara di dalam tubuh inang, Bacillus anthracis tidak terlihat
rantai panjang, biasanya tersusun secara tunggal atau pendek serta melindungi dirinya dalam
kapsul, dan akan membentuk spora segera setelah berhubungan dengan udara bebas karena
spora diketahui dapat bertahan hidup bertahun-tahun di dalam tanah yang cocok dan bisa
menjadi sumber penularan pada hewan dan manusia.

Oleh karena itu, bangkai hewan yang positif terkena anthrax atau mati dengan gejala
anthrax tidak diperbolehkan dibedah untuk menutup peluang bakteri anthrax bersinggungan
dengan udara. Hewan yang mati akibat anthrax harus langsung dikubur atau dibakar. Semua
peralatan kerja yang pernah bersentuhan dengan hewan sakit harus direbus dengan air mendidih
minimal selama 20 menit. Bacillus anthracis tidak begitu tahan terhadap suhu tinggi dan berbagai
desinfektan dalam bentuk vegetatif.

C. Karakter dan Sumber Infeksi

Ciri-ciri :
 Berbentuk batang lurus
 Ukuran 1,6μm
 Merupakan bakteri gram positif dan bersifat aerob
 Bersifat Patogen
 Tidak tahan terhadap suhu tinggi
 Mempunyai kemampuan membentuk spora
 Tidak mempunyai alat gerak (motil)
 Berkapsul dan tahan asam
 Dinding sel bakteri merupakan polisakarida somatik yang terdiri dari N-asetilglukosamin
dan D-galaktosa
 eksotoksin kompleks yang terdiri atas Protective Ag (PA), Lethal Factor (LF), dan Edema
Factor (EF)
Penularan pada manusia bisa lewat kontak langsung spora yang ada di tanah, tanaman,
maupun bahan dari hewan sakit (kulit, daging, tulang atau darah). Mengonsumsi produk hewan
yang kena anthrax atau melalui udara yang mengandung spora, misalnya, pada pekerja di pabrik
wool atau kulit binatang. Karenanya ada empat tipe anthrax, yaitu anthrax kulit,
pencernaan/anthrax usus, pernapasan/anthrax paru dan anthrax otak. Anthrax otak terjadi jika
bakteri terbawa darah masuk ke otak. Masa inkubasi anthrax kulit sekitar 2 - 5 hari, walaupun
masa inkubasi dapat mencapai 60 hari. Tingkat kematian manusia akibat Anthrax mencapai 18%.
Penyakit Anthrax memang layak ditakuti karena sangat mematikan. Sapi, domba atau kambing
yang terserang, akan mengalami kematian dalam hitungan jam. Kemampuan membunuh yang
sangat cepat ini justru ada baiknya, karena penularan penyakit anthrak sangat lambat dan tak
meluas (endemik, sporadik).

D. Patogenesis

Pada hewan, yang menjadi tempat masuknya kuman adalah mulut dan saluran cerna.
Adapun pada manusia, masuknya spora lewat kulit yang luka (antraks kulit), membran mukosa
(antraks gastrointestinal), atau lewat inhalasi ke paru-paru (antraks pernafasan). Spora
tumbuh pada jaringan tempat masuknya mengakibatkan edema gelatinosa dan kongesti. Basil
menyebar melalui saluran getah bening ke dalam aliran darah, kemudian menuju ke jaringan,
terjadilah sepsis yang dapat berakibat kematian.

E. Gejala Klinis
Hewan yang menderita antraks antara lain ditandai dengan demam tinggi, gelisah, sesak
napas, kejang dan diikuti dengan kematian. “Gejala lainnya ialah darah segar keluar dari mulut,
telinga dan dubur atau alat kelamin.”

Gejala Klinik pada hewan

Pada sapi, kerbau dan kuda umumnya anthrax bersifat akut atau perakut disertai
septicemia. Oleh karena itu, kematian hewan secara mendadak, terutama jika terjadi didaerah
endemic anthrax, tidak boleh langsung dilakukan autopsi, tetapi harus diyakinkan dahulu lewat
pemeriksaan darah perifer( misalnya dari daun telinga) dan diberi pewarnaan cepat untuk
memberikan gambaran sementara apakah anthrax atau bukan. Bila ada dugaan anthrax, bangkai
harus segera di temukan darah yang berwarna hitam pekat yang sulit menggumpal keluar dari
lubang ( anus , hidung,telinga). Sesaat sebelum hewan mati. Bangkai ternak yang mati oleh
anthrax cepat membusuk.

Pada kuda, selain demam tinggi sering ditemukan pula oedema sub kutis di daerah
pectoral, inguinal , scrotum dan bawah kepala. Beberapa kuda mengalami hiperhidrosis dan
kolik. Gejala diare dapat ditemukan pada beberapa ekor hewan. Keparahan penyakit dipengaruhi
status kekebalan hewan, jumlah spora yang menginfeksi dan virulensi bakteri yang menyerang.

Apabila penularan terjadi per os, bakteri anthrax akan masuk sistem limfatik dan
menimbulkan limfangitis dan lymphadenityis yang kemudian menimbulkan septicemia. Bila
bakteri masuk ke saluran pencernaan bagian tengah dan bawah akan menimbulkan enteritis
ulceratie et haemorrhagica. Perkembangan bakteri anthrax dalam sistem limfatik relatif lambat,
tetapi begitu masuk ke dalam aliran darah,bakteri ini berkembang dengan sangat cepat yang
berlangsung terus sampai kematian. Kematian umumnya disebabkan oleh pengaruh prototoksin
yang menimbulkan gangguan susunan syaraf pusat berupa kelumpuhan pusat respirasi dan
mengakibatkan hipoksia.

Gejala Klinik pada manusia

 Cutaneous Anthrax
- 90 % kasus

- Masa inkubasi : 1-7 hari

- Lesi berbentuk papula kecil dan gatal  vesikel tidak nyeri & berisi cairan
serosanguineous

- Gambaran sistemik  demam, mialgia, sakit kepala dan limfadenopati lokal.

 Inhalation Anthrax

◦ 5% kasus
◦ Masa inkubasi 1-5 hari, dpt sampai 60 hari
◦ Gambaran klinik akut  2 fase (bifasik) :

- fase initial (ringan) : demam, mialgia, batuk kering, rasa tertekan di dada

- fase kedua (lebih berat) : sesak nafas, sianosis, stridor, syok

 Gastrointestinal Anthrax

◦ Masa inkubasi : 2-5 hari


◦ Gejala : demam, nyeri perut, muntah, diare dan melena

F. Diagnosis

Diagnosis, baik pada hewan maupun manusia, dapat ditegakkan berdasarkan


epidemiologi (sejarah kejadian anthrax masa lalu, jenis hewan terserang, ada atau tidak adanya
penularan ke manusia) dan gejala klinik. Peneguhan diagnosis dilakukan secara laboratorik
dengan isolasi agen penyakit dan uji serologi FAT.

Pada manusia, spesimen untuk pemeriksaan laboratorik dapat diambil dari cairan vesikel,
jaringan tubuh, darah (sewaktu septicemia) dan usapan langsung (direct smear) dari lesi kulit.
Pewarnaan Giemza terhadap preparat usapan langsung perlu dilanjutkan dengan upaya isolasi
bakteri karena dapat keliru dengan bakteri lain berbentuk batang, misalnya Bacillus subtilis.
Pemeriksaan secara FAT yang mempunyai sensivitas dan ketetapan (sensivity and specifity)
tinggi bisa dilakukan apabila menggunakan mikroskop fluorescence.

Pada hewan, spesimen dapat berupa darah perifer dari daun telinga yang diambil dengan
jarum, kemudian diisapkan pada kertas saring, kapur tulis, atau kapas jika hewan masih hidup.
Apabila hewan sudah mati, spesimen dapat diambil dari potongan daun telinga, cairan oedema,
tulang, kulit dan bahan lain yang tercemar. Deteksi antigen dapat dilakukan dengan uji Ascoli.

G. Terapi

Jenis Obat Untuk mencegah penyakit anthrax dapt digunakan vaksin anthrax. Anthrax
dapat diobati dengan menggunakan antibiotik, seperti : amoxicillin, Vanomycin, Ciprofloxacin,
Doxicyline, Eritromycin, Penicillin, Tetracycline, Streptomycine,Chloramphenicol
 Cara Penggunaan
o Anthrax kulit : Procaine penicilline 2 x 1,2 juta IU diberikan secara intramuskuler
(im) selama 5-7 hari. Atau dengan Benzyl penicilline 250.000 IU secara im setiap
6 jam.
o Anthrax Saluran Pencernaan : Tetracycline 1 gram per hari
o Anthrax Saluran Pernapasan : Penicilline G 18-24 juta IU per hari IVFD,
ditambah dengan Streptomycine 1-2 gram. Selain antibiotika perlu diberikan juga
obat-obat symtomatis lain.

Perlu diperhatikan mengingat pilihan obat untuk Antraks adalah penicilline, sehingga sebelum
diberikan harus dilakukan skin test terlebih dahulu. Bila penderita/tersangka hypersensitif terhadap
penicilline dapat diberikan tetracycline, chloramphenicol atau erytromycine.

H. Pengendalian

Pengendalian penyakit dilakukan apabila terjadi kejadian penyakit dengan tujuan


melokalisasi penyebaran. Penutupan daerah – daerah dari lalu – lintas ternak peka anthrax untuk
sementara dan melakukan tindakan pengobatan terhadap ternak yang terserang. Penutupan
daerah dilakukan oleh pemerintah Daerah setempat atas rekomendasi dari Dinas Peternakan.
Pemberantasan anthrax di daerah endemic sulit dilaksanakan karena sifat Bacillus anthracis amat
tahan terhadap lingkungan. Pemberantasan sangat mungkin dilaksanakan apabila kejadian
tersebut di daerah baru dan bersifat lokal.

Pengobatan anthrax dapat dilakukan dengan antibiotika seperti penisilin dan


oksitetrasiklin apabila penyakit masih dalam tahap awal. Pada masa lalu, pengobatan antrax pada
hewan disamping diberi antibiotika juga diberi antiserum.

Upaya yang dapat dilakukan dalam rangka pencegahan antraks adalah sebagai berikut:

1. Penyembelihan hewan hanya dilakukan di rumah potong, diluar tempat itu harus ada izin
dinas peternakan setempat.
2. Hewan yang dicurigai sakit antraks tidak boleh disembelih.
3. Daging hewan yang dicurigai sakit antraks tidak boleh dikonsumsi.
4. Tidak boleh sembarangan memandikan orang yang meninggal karena sakit antraks
5. Dilarang memproduksi barang yang berasal dari kulit, tanduk, bulu, atau tulang hewan
yang sakit atau mati karena antraks.
6. melapor ke puskesmas atau dinas peternakan setempat apabila menemukan ada hewan
yang diduga menderita antraks.
7. melakukan vaksinasi antraks pada hewan ternak

I. Komplikasi
Meningitis, Pneumonia atau Sepsis
Meningitis hemoragik Inhalation Anthrax
Meningitis septikemik Gastrointestinal Anthrax
Meningitis komplikasi anthrax yg menimbulkan kematian

J. Prognosis

Prognosis tergantung pd jenis anthrax dan virulensi organisme

Cutaneous Anthrax = 10–20 % (adbonam), Inhalation Anthrax = mencapai 100% (admalam) dan
Gastrointestinal Anthrax = 25-60 % (dubia)
 Brucellosis
A. Definisi
Bruselosis adalah penyakit zoonosis, merupakan penyakit yang disebabkan bakteri gram
negatif dari genus brucellae.
B. Etiologi
Terdapat 4 spesies brucella diketahui menyebabkan penyakit pada manusia. Brucella
melitensis paling virulen dan menyebabkan bruselosis yang berat dan akut, menyebabkan
kecacatan. Brucella sais menyebabkan penyakit yang kronik, sering berupa lesi dekstruksi
supuratif. Brucella abortus merupakan penyakit sporadis bersifat ringan-sedang, dan jarang
menyebabkan komplikasi. Brucella canis mempunyai perjalanan penyakit yang sulit dibedakan
dengan Brucella abortus,perjalanan penyakitnya tersembunyi sering kambuh dan umumnya tidak
menyebabkan penyakit kronik. Brucella adalah bakteri aerob gram negatifintraselular dengan
perfumbuhan yang lambat, tidak bergerak, tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul. Bakteri
ini dapat bertahan di tempat kering. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan kultur dan
serologi.

C. Epidemiologi
Kasus-kasus bruselosis dilaporkan terjadi di Mediterania dan Arab, juga dilaporkan di
India, Mexico, Amerika Selatan dan Tengah. Di Amerika Serikat, kasus bruselosis jarang tejadi
karena keberhasilan dari program vaksinasi. Sejak tahun 1980 kurang lebih 200 kasus
dilaporkan. Insiden dan prevalensi bruselosis yang dilaporkan tiap negara berbeda-beda. Angka
insiden bruselosis dilaporkan 1,2-70 kasus per 100.000 penduduk. Angka mortalitas belum
diketahui secara pasti tetapi 80% kematian pada kasus bruselosis disebabkan komplikasi
endokarditis. Di daerah endemik kaum pria lebih sering terkena bruselosis dibanding wanita
dengan ratio 5 : 2-3. Banyakmenyerang usia 30-50 tahun, 3- I 0% kasus dilaporkan terjadi pada
anak-anak, lebih berat pada daerah endemik. Pada usia lanjut ditemukan hanya pada kasus yang
kronik.
D. Patofisiologi
Bruselosis adalah penyakit sistemik, dapat melibatkan banyak organ. Penehasi
bakteri lewat epitel akan ditangkap netrofil dan makrofag jaringan, kemudian dibawa ke
limfonodus. Bakteriemi akan terjadi antara l-3 minggu setelah terpapar bakteri. Bakteri
kemudian mengambil tempat di jaringan retikuloendotelial sistem (RES) terutama pada hati,
limpa dan sumsum tulang. Di organ ini kemudian membentuk jaringan granuloma. Jaringan
granuloma yang besar dapat menjadi sumber bakteriemi menetap. Faktor utama virulensi
brucella terdapat pada dinding sel lipopolisakari da. B . canis , memiliki dinding lipopolisakarida
yang kasar tetapi kurang virulen bagi manusia, berbeda dengan dinding lipopolisakarida yang
licin pada B. melitensis dan B. abortus.
Brucella dapat bertahan intraseluler dalam fagosom sel fagosit karena produksi adenin
dan guanin monofospat yang menghambat fagolisosom, produksi TNF dan aktifitas oksidatif.
Daya tahan dalam intrasel fagosit berbeda-beda tiap spesies. B. abortus lebih mudah lisis dalam
sel fagosit dari -B. melitensis. Perbedaan tipe lipopolisakarida, daya tahan terhadap fagolisosom
dapat menjelaskan adanya perbedaan patogenesitas tiap spesies pada manusia.
E. Komplikasi
Komplikasi bruselosis dijumpai pada keadaan infeksi akut atau kronik yang tidak diobati.
Paling sering terkena adalah osteoartikular, sistem genito-urinari, hepar, lien. Komplikasi
osteoartikular terjadi p ada 20 - 60% pendeita dan yang paling sering adalah sakroilitis.
Dilaporkan juga adanya spondilitis, artritis, osteomielitis, bursitis dan tendosinovitis.
Piogenik paraspinal terjadi pada usia lanjut. Sendi periferal yang biasanya terkena adalah lutut,
siku, bahu, panggul dan dapat monorartikuler juga poliartikular. Pada hepatobilier komplikasi
dapat berupa hepatitis, abses hepatitis dan akut kolesistitis. Komplikasi gastrointestinal berupa
ileitis, kolitis dan peritonitis spontan jarang terjadi. Pada genitourinaria : komplikasi yang paling
sering adalah orkhitis atau epidedimo-orkhitis. Kelainan ginjal jarang terjadi, pernah dilaporkan
adanya glomerulonefritis dan pielonefritis. Infeksi pada wanita hamil biasanya terjadi abortus
pada trimester pertama. Komplikasi biasanya terjadi bila ada infeksi bakteri lainnya.
Neurobruselosis : komplikasi yang paling sering terjadi pada daerah endemis dan mendekati 5%
kasus. Meningoensefalitis akut dapat berkembang cepat. Dengan terapi agresif, gejala cepat
membaik danjarang terjadi gejala sisa.
Komplikasi kardiovaskular : berupa endokarditis, terjadi 2% penduduk dunia, pada
daerah endemis 7-10%. Kelainan katup aorta terjadi pada 6%penderita. Komplikasi lainnya
adalah perikarditis, miokarditis, mikotik aneurisma dan endokarditis. Komplikasi pulmonal :
terjadi pada 3-l%opendeita, yaitu pneumonia dan efusi pleura, komplikasi ini jarang pada anak-
anak.
Komplikasi hematologi : terjadi koagulasi intravaskular diseminata dan sindroma
hematofagositik.
F. Gejala klinis
Gejala bruselosis tidak cukup khas untuk diagnosis. Beberapa studi besar telah
mengumpulkan beberapa gejalabrusellosis. Demam intermiten ditemukan pada 600% kasus
subakut brusellosis dan dengan relatif bradikardi. Adanya gejala anoreksia, astenia, fatique,
kelemahan dan malaise. Adanya gejala nyeri sendi tulang berupa attalgia, nyeri punggung, nyeri
spina dan sendi tulang belakang, bengkak sendi. Gejala ini dijumpai pada 55%' penderita. Gejala
batuk dan sesak dijumpai pada l9% penderita tetapi jarang mengenai parenkim paru, nyeri dada
timbul berupa nyeri pleuritik akibat adanya empiema.
Gejala neuropsikiatri berupa sakit kepala, depresi dan fatique. Keluhan gastrointestinal
dijumpai pada 1% penderita berupa nyeri abdomen, mual, konstipasi dan diare. Tabel 2
menjelaskan gejala dan tanda bruselosis.
G. Langkah-langkah diagnosis
● Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin dijumpai leukopeni dengan relatif limfositosis, pansitopeni
ditemukan pada 20% kasus. Pada sebagian besar penderita tes fungsi hati dijumpai peningkatan
transaminase menyerupai hepatitis. Diagnosis pasti bila pada kultur ditemukannya brucellae.
Dengan menggunakan teknik radiometric blood culturing, lamanya isolasi kuman dengan teknik
kulttu yang standar 30 hari menjadi kurang dari I 0 hari. Sensitifitas kultur darah berkisar 17-
85% bergantung strain yang terlibat, B. melitensis dan 8. suls sering ditemukan sebagai
penyebab bakteriemi. Sensitifitas akan menurun sejalan dengan lamanya perjalanan penyakit.
Pemeriksaan kultur sumsum tulang lebih sensitif dari kultur darah, sering memberikan
hasil positif walaupun % Demam,Fatique, malaise, Berkeringat, Menggigil, Arthralgia,
Gastrointestinal, Sefalgia, Nyeri lumbal, Myalgia , Batuk/sesak, Berat badan turun, Neurologi,
Nyeri testikuler, Hepatosplenomegali, Hepatomegali, Splenomegali, Osteoartikuler, Bradikardi
relatif, Adenopati, Gangguan neurologi, Orkitis Kutaneus. pada pemeriksaan kultur darah
memberi hasil negatif. Hasil biopsi sumsum tulang memberikan gambaran granuloma. Pada
pemeriksaan kultur sputum jarang memberikan hasil positif walaupun telah terjadi komplikasi
pada paru. Empiema akibat bruselosis jarang terjadi dan pada pemeriksaan kultur cairan pleura
sering memberi hasil positif, terutama bila dilakukan kultur sesuai masa inkubasi, khususnya
strain B. melitensis. Dari analisis cairan pleura dijumpai proses eksudasi, dijumpai peningkatan
enzim LDH dan protein, sedangkan untuk glukosa, bervariasi. Sel-sel yang ditemukan terutama
limfosit dan nehofil. Pada cairan serebrospinal isolasi bakteri jarang diperoleh, tetapi dijumpai
limfositosis, peningkatan protein sedangkan kadar glukosa normal. Tes serum aglutinasi berguna
untuk brucella dengan dinding lipopolisakarida licin (8. melitensis, B. abortus dan B. suis), tetapi
tidak untuk strain B. canis yang mempunyai dinding lipopolisakarida kasar. Hasil dianggap
positif bila titer lebih besar atau sama dengan 1 : 160 atau terjadi peningkatan titer 4 kali selama
perjalanan penyakit. Di daerah endemik, peningkatan titer I : 160 sering dijumpai dengan tanpa
gejala. Positif palsu dapat terjadi karena blok antibodi. Reaksi silang terjadi pada strain Vibrio
cholera, Francisella tularensis, Salmonella dan Yersinia enterocoliticq. Pemeriksaan enzim
imunoassay adalah yang paling sensitif dari semua tes, khususnya tes ELISA dapat mendeteksi
neurobruselosis.
 Pemeriksaan radiologi
 Foto Toraks
Jarung ditemukan gambaran khas bruselosis bahkan pada penderita yang mempunyai
gejala pernapasan. Dijumpai limfadenopati paratrakeal dan hilus, penebalan pleura dan efusi
pleura.
 Radiografi Spinal
Dari pemeriksaan ini, gangguan osteoartrikular dapat dijumpai, biasanya setelah 2-3
minggu onset penyakit. Penderita dengan sakroilitis tampak batas tepi sendi yang kabur dan
pelebaran sendi sakroiliaka. Terjadi spondilitis pada angulus anterosuperior vertebra,
penyempitan diskus intervertebra, osteofit dan sklerosis.
 Radionukleid Skintigrafi
Pemeriksaan ini lebih sensitif untuk mendeteksi kelainan tulang, khususnya pada awal
perjalanan penyakit, walaupun dari pemeriksaan radiologi biasa masih normal.Pemeriksaan ini
sangat berguna untuk deteksi dini bruselosis dengan keluhan muskuloskletal.
 Pemeriksaan histopatologi
Pemeriksaan biopsi hati terlihat gambaran proses inflamasi difus menyerupai hepatitis
dengan agregasi sel-sel mononuklear, kadang-kadang tampak berbentuk granulomatous. Juga
telah dilaporkan bentuk abses hepar yang piogenik.
H. Pencegahan
Pencegahan bruselosis dapat dilakukan dengan pemeliharaan sanitasi lingkungan,
kebersihan perorangan dan eradikasi hewan reservoir. Hindari susu yang tidak dipasteurisasi dan
produknya, khususnya dari kambing dan biri-biri. Hati-hati bila berpergian ke daerah endemik
antara lain Mediterania, Afrika Utara, Asia Tengah dan Amerika Latin. Hindari kontak dengan
hewan reservoir seperti kambing, biri-biri dan unta.

I. Prognosis
Bila penatalaksanaannya baik dan pengobatan dilakukan pada bulan pertama penyakit,
biasanya dapat sembuh dengan resiko yang rendah, kambuh atau menjadi kronik.
Prognosis buruk pada penderita dengan endokarditis, gagal jantung kongestif, angka kematian
mencapai 85%.

 Herpes Zoster
A. Definisi

Herpes zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti gerombolan vesikel
unilateral, sesuai dengan dermatomanya (persyarafannya).

Herpes zoster adalah sutau infeksi yang dialami oleh seseorang yang tidak mempunyai
kekebalan terhadap varicella (misalnya seseorang yang sebelumnya tidak terinfeksi oleh
varicella dalam bentuk cacar air).

B. Epidemiologi

Herpes zoster dapat muncul disepanjang tahun karena tidak dipengaruhi oleh musim dan
tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka kesakitan antara laki-laki dan
perempuan, angka kesakitan meningkat dengan peningkatan usia. Di negara maju seperti
Amerika, penyakit ini dilaporkan sekitar 6% setahun, di Inggris 0,34% setahun sedangkan di
Indonesia lebih kurang 1% setahun.

Herpes zoster terjadi pada orang yang pernah menderita varisela sebelumnya karena
varisela dan herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama yaitu virus varisela zoster. Setelah
sembuh dari varisela, virus yang ada di ganglion sensoris tetap hidup dalam keadaan tidak
aktif dan aktif kembali jika daya tahan tubuh menurun. Lebih dari 2/3 usia di atas 50 tahun
dan kurang dari 10% usia di bawah 20 tahun. Kurnia Djaya pernah melaporkan kasus hepes
zoster pada bayi usia 11 bulan.

C. Etiologi

Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan tergolong virus
berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk subfamili alfa herpes viridae.
Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat
hidup laten diklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma. VVZ dalam
subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yang
menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh virus herpes alfa
biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari ganglion. Virus yang laten ini pada
saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik. Secara in vitro virus herpes alfa
mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas dengan siklus pertumbuhan yang pendek serta
mempunyai enzim yang penting untuk replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase dan
virus spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang disintesis di dalam sel yang terinfeksi.

D. Patogenesis

Infeksi primer dari VVZ ini pertama kali terjadi di daerah nasofaring. Disini virus
mengadakan replikasi dan dilepas ke darah sehingga terjadi viremia permulaan yang sifatnya
terbatas dan asimptomatik. Keadaan ini diikuti masuknya virus ke dalam Reticulo Endothelial
System (RES) yang kemudian mengadakan replikasi kedua yang sifat viremia nya lebih luas
dan simptomatik dengan penyebaran virus ke kulit dan mukosa. Sebagian virus juga menjalar
melalui serat-serat sensoris ke satu atau lebih ganglion sensoris dan berdiam diri atau laten
didalam neuron. Selama antibodi yang beredar didalam darah masih tinggi, reaktivasi dari
virus yang laten ini dapat dinetralisir, tetapi pada saat tertentu dimana antibodi tersebut turun
dibawah titik kritis maka terjadilah reaktivasi dari virus sehingga terjadi herpes zoster.

E. Gambaran Klinis

Gejala prodromal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan parestesi pada dermatom
yang terkena. Gejala ini terjadi beberapa hari menjelang timbulnya erupsi. Gejala konstitusi,
seperti sakit kepala, malaise, dan demam, terjadi pada 5% penderita (terutama pada anak-
anak) dan timbul 1-2 hari sebelum terjadi erupsi.

Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan
unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati garis tengah tubuh. Umumnya lesi terbatas pada
daerah kulit yang dipersarafi oleh salah satu ganglion saraf sensorik.

Erupsi mulai dengan eritema makulopapular. Dua belas hingga dua puluh empat jam
kemudian terbentuk vesikula yang dapat berubah menjadi pustula pada hari ketiga. Seminggu
sampai sepuluh hari kemudian, lesi mengering menjadi krusta. Krusta ini dapat menetap
menjadi 2-3 minggu.Keluhan yang berat biasanya terjadi pada penderita usia tua. Pada anak-
anak hanya timbul keluhan ringan dan erupsi cepat menyembuh. Rasa sakit segmental pada
penderita lanjut usia dapat menetap, walaupun krustanya sudah menghilang.

Menurut lokasi lesinya, herpes zoster dibagi menjadi:

1. Herpes zoster oftalmikus

Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian
ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang ophtalmicus saraf trigeminus
(N.V), Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai gejala
konstitusi seperti lesu, demam ringan. Gejala prodromal berlangsug 1 sampai 4 hari sebelum
kelainan kulit timbul. Fotofobia, banyak kelar air mata, kelopak mata bengkak dan sukar
dibuka.

Gambar 1. Herpes zoster oftalmikus sinistra.

2. Herpes zoster fasialis

Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian ganglion
gasseri yang menerima serabut saraf fasialis (N.VII), ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit.

Gambar 2. Herpes zoster fasialis dekstra.

3. Herpes zoster brakialis

Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
Gambar 3. Herpes zoster brakialis sinistra.

4. Herpes zoster torakalis

Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 4. Herpes zoster torakalis sinistra.

5. Herpes zoster lumbalis

Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
lumbalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

6. Herpes zoster sakralis

Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
sakralis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 5. Herpes zoster sakralis dekstra.

F. Diagnosis

Diagnosis herpes zoster pada anamnesis didapatkan keluhan berupa neuralgia beberapa
hari sebelum atau bersama-sama dengan timbulnya kelainan kulit.3 Adakalanya sebelum
timbul kelainan kulit didahului gejala prodromal seperti demam, pusing dan malaise.9
Kelainan kulit tersebut mula-mula berupa eritema kemudian berkembang menjadi papula dan
vesikula yang dengan cepat membesar dan menyatu sehingga terbentuk bula. Isi vesikel mula-
mula jernih, setelah beberapa hari menjadi keruh dan dapat pula bercampur darah. Jika
absorbsi terjadi, vesikel dan bula dapat menjadi krusta.

Dalam stadium pra erupsi, penyakit ini sering dirancukan dengan penyebab rasa nyeri
lainnya, misalnya pleuritis, infark miokard, kolesistitis, apendisitis, kolik renal, dan
sebagainya.4 Namun bila erupsi sudah terlihat, diagnosis mudah ditegakkan. Karakteristik
dari erupsi kulit pada herpes zoster terdiri atas vesikel-vesikel berkelompok, dengan dasar
eritematosa, unilateral, dan mengenai satu dermatom.

Secara laboratorium, pemeriksaan sediaan apus tes Tzanck membantu menegakkan


diagnosis dengan menemukan sel datia berinti banyak. Demikian pula pemeriksaan cairan
vesikula atau material biopsi dengan mikroskop elektron, serta tes serologik.4,9 Pada
pemeriksaan histopatologi ditemukan sebukan sel limfosit yang mencolok, nekrosis sel dan
serabut saraf, proliferasi endotel pembuluh darah kecil, hemoragi fokal dan inflamasi bungkus
ganglion. Partikel virus dapat dilihat dengan mikroskop elektron dan antigen virus herpes
zoster dapat dilihat secara imunofluoresensi.

Apabila gejala klinis sangat jelas tidaklah sulit untuk menegakkan diagnosis. Akan tetapi
pada keadaan yang meragukan diperlukan pemeriksaan penunjang antara lain:
1. Isolasi virus dengan kultur jaringan dan identifikasi morfologi dengan mikroskop elektron.
2. Pemeriksaan antigen dengan imunofluoresen
3. Test serologi dengan mengukur imunoglobulin spesifik.

G. Komplikasi

1. Neuralgia paska herpetic

Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan.
Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan sampai beberapa tahun. Keadaan ini
cenderung timbul pada umur diatas 40 tahun, persentasenya 10 - 15 % dengan gradasi nyeri yang
bervariasi. Semakin tua umur penderita maka semakin tinggi persentasenya.

2. Infeksi sekunder
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi. Sebaliknya pada
yang disertai defisiensi imunitas, infeksi H.I.V., keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai
komplikasi. Vesikel sering manjadi ulkus dengan jaringan nekrotik.

3. Kelainan pada mata


Pada herpes zoster oftatmikus, kelainan yang muncul dapat berupa: ptosis paralitik, keratitis,
skleritis, uveitis, korioratinitis dan neuritis optik.

4. Sindrom Ramsay Hunt


Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan otikus, sehingga
memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan
tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, dan gangguan
pengecapan.

5. Paralisis motorik

Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat perjalanan virus
secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan. Paralisis ini
biasanya muncul dalam 2 minggu sejak munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi
seperti: di wajah, diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus. Umumnya
akan sembuh spontan.

H. Penatalaksanaan

Penatalaksaan herpes zoster bertujuan untuk:

1. Mengatasi infeksi virus akut


2. Mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster
3. Mencegah timbulnya neuralgia pasca herpetik.

I. Pengobatan

1. Pengobatan Umum

Selama fase akut, pasien dianjurkan tidak keluar rumah, karena dapat menularkan kepada
orang lain yang belum pernah terinfeksi varisela dan orang dengan defisiensi imun.
Usahakan agar vesikel tidak pecah, misalnya jangan digaruk dan pakai baju yang longgar.
Untuk mencegah infeksi sekunder jaga kebersihan badan.

2. Pengobatan Khusus

A. Sistemik

A.1. Obat Antivirus

Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya, misalnya valasiklovir dan
famsiklovir. Asiklovir bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase pada virus. Asiklovir dapat
diberikan peroral ataupun intravena. Asiklovir Sebaiknya pada 3 hari pertama sejak lesi
muncul. Dosis asiklovir peroral yang dianjurkan adalah 5×800 mg/hari selama 7 hari,
sedangkan melalui intravena biasanya hanya digunakan pada pasien yang imunokompromise
atau penderita yang tidak bisa minum obat. Obat lain yang dapat digunakan sebagai terapi
herpes zoster adalah valasiklovir. Valasiklovir diberikan 3×1000 mg/hari selama 7 hari, karena
konsentrasi dalam plasma tinggi. Selain itu famsiklovir juga dapat dipakai. Famsiklovir juga
bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase. Famsiklovir diberikan 3×200 mg/hari selama 7
hari.

A.2. Analgetik
Analgetik diberikan untuk mengurangi neuralgia yang ditimbulkan oleh virus herpes
zoster. Obat yang biasa digunakan adalah asam mefenamat. Dosis asam mefenamat adalah
1500 mg/hari diberikan sebanyak 3 kali, atau dapat juga dipakai seperlunya ketika nyeri
muncul.

A.3. Kortikosteroid

Indikasi pemberian kortikostreroid ialah untuk Sindrom Ramsay Hunt. Pemberian harus
sedini mungkin untuk mencegah terjadinya paralisis. Yang biasa diberikan ialah prednison
dengan dosis 3×20 mg/hari, setelah seminggu dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis
prednison setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat
antivirus.

B. Pengobatan topikal

Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel diberikan
bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi
sekunder. Bila erosif diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat diberikan salap
antibiotik.
Daftar Pustaka

1. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi kedokteran. Ed 1. Jakarta:


2. Hartadi, Sumaryo S. Infeksi Virus. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates, 2000; 92-4.
3. Handoko RP. Penyakit Virus. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-4. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005; 110-2.
4. Martodihardjo S. Penanganan Herpes Zoster dan Herpes Progenitalis. Ilmu Penyakit kulit
dan Kelamin. Surabaya: Airlangga University Press, 2001.
5. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Penyakit Virus. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi Ke-3. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius. 2000, 128-9.
6. Lynda Juall carpernito, Rencana Asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan,
Diagnosis Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, ed. 2, EGC, Jakarta, 1999.
7. Marilynn E. Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian pasien, ed.3, EGC, Jakarta, 1999.
8. EIMED PAPDI Kegawatdaruratan Penyakit Dalam
9. Buku pemeriksaan fisik Bates
10. Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia
11. Buku Pedoman Pengendalian Dan Pemberantasan Penyakit Hewan Menular (PHM), Seri
Penyakit Anthrax, Kementerian Pertanian Republik Indonesia Direktorat Jenderal
Peternakan Dan Kesehatan Hewan 2016

Anda mungkin juga menyukai