Bab 2 Tinjauan Pustaka
Bab 2 Tinjauan Pustaka
TINJAUAN PUSTAKA
Kanker serviks merupakan kanker yang berkembang pada epitel leher rahim
dari sebuah sel yang mengalami perubahan kearah keganasan. Kanker serviks atau
yang juga disebut kanker leher rahim merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh
Serviks atau leher rahim merupakan bagian ujung bawah rahim yang menonjol
progresif. Proses terjadinya kanker ini dimulai dengan sel yang mengalami mutasi lalu
berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut
displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia berat dan akhirnya
invasif. Tingkat displasia dan KIS dikenal juga dengan tingkat pra kanker. Dari
displasia menjadi karsinoma insitu diperlukan waktu 1-7 tahun, sedangkan karsinoma
2.1.2. Epidemiologi
Kanker serviks atau kanker mulut rahim masih merupakan masalah kesehatan
yang tinggi. Keterlambatan diagnosis pada stadium lanjut, keadaan umum yang
lemah, status sosial ekonomi yang rendah, keterbatasan sumber daya, keterbatasan
sarana dan prasarana, jenis hispatologi dan derajat pendidikan ikut serta dalam
menentukan prognosis dari penderita kanker serviks. Di negara maju, angka kejadian
dan angka kematian akibat kanker serviks masih menempati posisi kedua terbanyak
pada keganansan wanita (setelah kanker payudara dan di perkirakan diderita oleh
500.000 wanita setiap tahunnya di Indonesia, diperkirakan 40 ribu kasus baru kanker
mulut rahim ditemukan setiap tahunnya. Di Rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo,
frekuensi kanker serviks sebesar 76,2 % diantara kanker ginekologi. Data dari 17 rumah
sakit di Jakarta pada tahun 1977, kanker serviks menduduki urutan pertama yaitu 432
meningkat setiap tahun yaitu sebesar 131.500 kasus. Di negara Kolombia, Kanker
serviks merupakan insiden tertinggi dunia yaitu sebesar 48,2/100.000, sedangkan Israel
merupakan insiden kanker serviks terendah yaitu 3,8/100.000 (Desen dkk, 2013).
2.1.3. Etiologi
Kanker serviks dapat disebabkan oleh berbagai perilaku penderita itu sendiri
diantaranya adalah hubungan seksual yang dilakukan pada usia muda yaitu kurang dari
20 tahun, berganti ganti pasangan seksual lebih dari satu, memiliki banyak anak (lebih
dari lima orang), personal hygiene yang buruk, pemakaian pembalut wanita yang
mengandung bahan dioksin, daya tahan tubuh yang lemah, dan kurangnya
pengetahuan tentang pap smear secara rutin pada wanita yang telah aktif melakukan
2. Faktor Biologis
adalah virus papiloma humanus (HPV), virus herpes simpleks tipe II (HSV II),
Hubungan antara HPV dan kanker serviks telah banyak diteliti. HPV tergolong
virus epiteliotropik, terbagi menjadi HPV kutis dan HPV genital, sekitar 20 jenis
berkaitan dengan tumor organ genital yang terbagi menjadi HPV resiko rendah seperti
HPV 6,11, 42, 43, 44 dll. Untuk HPV resiko tinggi yaitu HPV16, 18, 31, 33,
35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 68 dll. HPV resiko tinggi berkaitan erat dengan terjadinya
kanker serviks dan neoplasia intraepitel serviks uteri ( CIN/ II/ III). Infeksi HPV
Puncak infeksi berusia 18-28 tahun. Umumnya lenyap sekitar 8-10 bulan pasca infeksi.
Sebesar 10-15 % wanita usia 35 tahun ke atas sering terinfeksi sehingga berisiko
infeksi HP dan karsinoma serviks memiliki kaitan yang jelas ( OR=3,6- 61,6), 99,7 %
pasien dengan karsinoma serviks memiliki HPV positif, 97 % CIN II/ III positif, 61,4
Penyebab utama kanker serviks adalah HPV (Human Papillomavirus) atau virus
papiloma manusia. Terdapat 100 tipe virus HPV yang teridentifikasi dan
kebanyakan tidak berbahaya serta tidak menunjukkan gejala. Sebanyak 40 tipe HPV
dapat ditularkan melalalui hubungan seksual. Sasarannya adalah alat kelamin dan
digolongkan menjadi dua golongan yaitu tipe HPV penyebab kanker dan HPV berisiko
rendah. HPV menimbulkan kutil pada pria dan wanita, termasuk kutil pada kelamin
yang disebut kondiloma akuminata. Hanya beberapa saja dari varian HPV yang
menyebabkan kanker. Kanker serviks dapat terjadi jika terjadi infeksi yang tidak
sembuh-sembuh untuk waktu yang lama. Sebaliknya infeksi HPV akan hilang sendiri,
70% kasus kanker serviks di dunia. Perjalanan dari infeksi HPV menjadi kanker serviks
memakan waktu yang cukup lama yaitu sekitar 10-20 tahun. Namun proses
penginfeksian ini sering kali tidak disadari oleh penderita karena berlangsung tanpa
menimbulkan gejala. Terdapat 15 jenis tipe yang menyebabkan kanker yang dapat
mengarah pada kanker serviks, yakni HPV 16, 18, 45, dan 31 yang merupakan
penyebab lebih dari 80% kasus kanker di Asia Pasifik dan dunia (Kartikawati, 2013)
Menurut Rasjidi (2014), proses penyebaran kanker leher rahim ada tiga macam
yaitu:
dan rektum.
2.1.6. Faktor Risiko Kanker Serviks
1. Usia
Faktor alamiah pencetus kanker serviks adalah wanita usia diatas 40 tahun.
Semakin tua seorang wanita maka makin tinggi risikonya terkena kanker serviks
(Kartikawati, 2013).
Puncak perkembangan kanker serviks berada pada usia 47 tahun. Sekitar 47%
wanita dengan kanker serviks invasif berusia di bawah 35 tahun saat terdiagnosis.
Sekitar 10 %, kanker serviks terjadi pada wanita yang lebih tua (> 65 tahun) dan
cenderung meninggal karena penyakit karena stadium lanjut mereka saat didiagnosis
Jakarta, semua wanita yang aktif secara seksual, memiliki risiko terkena kanker serviks
atau tahap awal penyakit ini tanpa memandang usia atau gaya hidup. Jika ditarik angka
rata-rata, kanker serviks ini sering menjangkiti dan dapat membunuh wanita di usia
produktif sekitar 30-50 tahun yang mana pada saat itu mereka masih memiliki tanggung
jawab ekonomi dan sosial terhadap anak-anak dan anggota keluarga lainnya.
serviks lebih peka terhadap metaplasia selama usia dewasa maka wanita yang
berhubungan seksual sebelum usia 18 tahun akan berisiko terkena kanker serviks lima
Usia pertama kali melakukan hubungan seks merupakan salah satu faktor risiko
terpenting karena penelitian para pakar menunjukkan bahwa semakin muda wanita
melakukan hubungan seksual maka semakin besar risiko terkena kanker serviks.
Wanita yang melakukan hubungan seks pertama sekali pada usia kurang dari 20 tahun
mempunyai risiko 3 kali lebih besar daripada wanita yang berhubungan seksual
pertama sekali pada usia lebih dari 20 tahun. Umumnya sel-sel mukosa baru matang
setelah wanita berusia 20 tahun ke atas. Jadi, seorang wanita yang menjalin hubungan
seks pada usia remaja, paling rawan bila dilakukan di bawah usia 16 tahun. Hal ini
berkaitan dengan kematangan sel-sel mukosa pada serviks. Pada usia muda, sel-sel
mukosa pada serviks belum matang. Artinya, masih rentan terhadap rangsangan.
Sehingga tidak siap menerima rangsangan dari luar. Termasuk zat-zat kimia yang
dibawa sperma. Karena masih rentan, sel-sel mukosa bisa berubah sifat menjadi
kanker. Sifat sel kanker selalu berubah setiap saat yaitu mati dan tumbuh lagi. Dengan
adanya rangsangan, sel bisa tumbuh lebih banyak dari sel yang mati, sehingga
perubahannya tidak seimbang lagi. Kelebihan sel ini akhirnya bisa berubah sifat
menjadi sel kanker. Lain halnya bila hubungan seks dilakukan pada usia di atas 20
tahun, dimana sel-sel mukosa tidak lagi terlalu rentan terhadap perubahan (Anolis,
2012)
3. Paritas
penyakit kanker serviks. Paritas merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kanker
serviks dengan besar risiko 4,55 kali untuk terkena kanker serviks pada wanita dengan
paritas >3 dibandingkan wanita dengan paritas 3. Wanita yang memiliki 7 atau lebih
kehamilan aterm mungkin memiliki peningkatan risiko kanker serviks (National Cancer
Institute, 2012).
salah satunya Human Papilloma Virus (HPV). Virus ini akan mengubah sel- sel di
permukaan mukosa hingga membelah menjadi lebih banyak. Bila hal ini terus menerus
terjadi, sel kanker pun akan terus berkembang. Perilaku berganti-ganti pasangan
seksual akan meningkatkan penularan penyakit kanker serviks. Risiko terkena kanker
serviks meningkat 10 kali lipat pada wanita mempunyai teman seksual 6 orang atau
Menurut Wahyuni dan Mulyani (2014) berpendapat bahwa partner sex >1 orang
akan meningkatkan risiko 6,19 kali lebih besar untuk mengalami lesi prakanker serviks
Penjelasan yang dikemukakan oleh dr. Melissa S Luwia, MHA dari yayasan
Kanker Indonesia, bahwa seorang wanita yang memiliki risiko terkena kanker serviks
kemudian berhubungan seks dengan lelaki, kemudian lelaki itu melakukan hubungan
seksual dengan wanita lain, wanita lain tersebut berisiko terkena kanker serviks dari
perempuan yang satunya dengan media penularan oleh lelaki tersebut (Kartikawati,
2013)
5. Merokok
getah serviks 56 kali lebih tinggi dibandingkan di dalam serum. Efek langsung bahan-
bahan tersebut pada serviks adalah menurunkan status imun lokal sehingga dapat
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Trimble dkk (2011), pada perokok
aktif yaitu menkonsumsi rokok 10-15 batang perhari menyebabkan resiko neoplasia
pada serviks.
Wanita yang merokok memiliki risiko 4–13 kali lebih besar untuk mengalami
ca serviks daripada wanita yang tidak merokok. Hal ini dikarenakan nikotin dalam
rokok mempermudah semua selaput lendir termasuk sel mukosa dalam rahim untuk
menjadi terangsang. Rangsangan yang berlebihan ini akan memicu kanker. Namun
tidak diketahui dengan pasti berapa jumlah nikotin yang mampu menyebabkan
kanker serviks.
Diantara perempuan yang terinfeksi HPV, displsia dan kanker invasif terjadi sebesar 2-
3 kali lebih sering pada perokok dan mantan perokok. Wanita yang terpapar asap rokok
menyebabkan peningkatan yang lebih kecil dalam risiko terkena kanker serviks
merupakan bakteri baik untuk menjaga keasaman vagina agar kuman tak mudah
bakteri Lactobacillus tersebut, sehingga vagina lebih rentan mengalami infeksi. Salah
satunya adalah infeksi Human Papilloma Virus (HPV), yang menyebabkan kanker
menyatakan bahwa douching setidaknya seminggu sekali lebih berisiko empat kali lipat
pembersih vagina/ douching yang beredar dipasaran berisi air dan campuran bahan
seperti suka, baking soda atau iudium yang biasanya langsung digunakan wanita ke
dalam vagina melalui tube. Kebiasaan ini akan mengganggu bakteri sehat
(lactobacillus) yang sudah ada serta mengganggu keasaman vagina. Wanita yang sudah
menggunakan douching akan terpapar zat kimia yang bernama Diethyl phthalates
(DEP) yaitu sejenis produk perawatan tubuh yang akan mengganggu keseimbangan
Menurut penelitian yang dilakukan Gardner dkk (1991) dalam studi kasus-
kontrol menemukan hubungan antara kanker serviks dan douching yaitu pada wanita
yang menggunakan pembersih vagina lebih dari sekali seminggu ternyata empat kali
lebih rentan diserang kanker serviks (leher rahim) dengan (OR = 4,7, 95 persen CI: 1,9,
11) dan tidak ditemukan pada wanita yang menggunakan pembersih wanita satu kali
dalam seminggu. Douching dapat mengubah lingkungan kimia vagina, membuat leher
Wanita yang melakukan douching vagina lebih dari sekali seminggu ternyata
empat kali lebih rentan diserang kanker serviks (leher rahim). Douching bisa
meningkatkan risiko infeksi HPV genital pada vagina. HPV telah diketahui sebagai
Penggunaan antiseptik merupakan risiko untuk terkena ca serviks. Hal ini sesuai
dengan teori Sukaca (2009), bahwa penggunaan antiseptik merupakan salah satu faktor
risiko untuk terkena ca serviks. Penggunaan antiseptik yang terlalu sering akan
menyebabkan iritasi pada vagina yang memicu terjadinya kanker. Selain itu, antiseptik
akan merangsang perubahan sel yang pada akhirnya akan berubah menjadi kanker.
Berdasarkan pendapat pakar kesehatan American College of Obstetricians and
Gynecologists (ACOG), kebiasaan mencuci vagina dengan antiseptik berupa obat cuci
vagina yang memiliki PH tinggi yaitu lebih dari 3-4 dapat meningkatkan risiko kanker
serviks. Hal ini dapat mengakibatkan kulit kelamin menjadi keriput dan mematikan
dengan kejadian kanker yang mendiami vagina. Penggunaan sabun secara rutin akan
mengiritasi dan mengeringkan mukus di sekitar vulva sehingga adanya iritasi menjadi tempat
bahwa 75% wanita Indonesia pernah menggunakan cairan sabun pembersih vagina
yang telah menjadi bagian dari personal higienis dan dilakukan secara rutin. Pemakaian
bakteri baik dalam vagina dan mengakibatkan infeksi genetalia interna maupun
Wanita yang telah menggunakan kontrasepsi oral (pil KB) selama 5 tahun atau lebih
memiliki risiko lebih besar terkena kankerserviks dibandingkan wanita yang tidak pernah
5 tahun dapat meningkatkan risiko terkena kanker serviks 1,5-2,5 kali. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa kontrasepsi oral menyebabkan wanita sensitif terhadap
HPV yang dapat menyebabkan adanya peradangan pada genitalia sehingga berisiko
yang dilakukan oleh International agency for Reaserch on Cancer ( IARC) pada tahun
2003, menemukan bahwa ada peningkatan risiko kanker serviks dengan penggunaan
kontrasepsi oral dihentikan. Laporan lain dari IARC menyatakan bahwa dari data 8
studi mengenai efek penggunaan kontrasepsi oral pada wanita yang positif hpv,
ditemukan peningkatan risiko 4 kali lebih besar pada mereka yang menggunakan
Penggunaan kontrasepsi oral selama lebih dari empat tahun akan meningkatkan
risiko ca serviks sebesar 1,5–2,5 kali. Namun, efek dari penggunaan kontrasepsi oral
terhadap ca serviks masih kontroversial karena ada beberapa penelitian yang gagal
yang tetap. Penggunaan pil KB berisiko ca serviks karena pemakaian estrogen yang
(Wahyuningsih, 2014).
Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka panjang, yaitu lebih dari 5 tahun
dapat meningkatkan risiko relatif 1,53 kali. WHO melaporkan risiko relatif pada
pemakaian kontrasepsi oral sebesar 1,19 kali dan meningkat sesuai dengan lamanya
atau menurunnya daya tahan tubuh. Daya tahan tubuh berperan penting dalam
AIDS. Virus HIV pada penderita AIDS akan merusak fungsi kekebalan tubuh
seseorang, sehingga wanita yang menderita AIDS memiliki resiko tinggi terkena
infeksi HPV yang berkembang menjadi kanker serviks. Pada wanita penderita
waktu beberapa tahun, dapat terjadi lebih cepat karena imunosupresi. Selain itu,
kondisi seperti ini juga bisa ditemui pada wanita yang mengonsumsi obat penurun
daya tahan tubuh, seperti wanita penderita penyakit autoimun (daya tahan tubuh
yang menyerang organ tubuh sendiri karena menganggap organ tersebut sebagai
musuh) atau wanita yang sedang menjalani transplantasi organ tubuh (Krisno,
2011).
di bandingkan dengan yang tidak memiliki riwayat keluarga. Hal ini terjadi
karena dalam riwayat keluarga terdapat sistem imun yang sama, sel yang dibawa
oleh faktor keturunan, serta daya tahan tubuh dan faktor terinfeksi yang sama (Pusat