Disusun oleh:
Kelas/Angkatan: C/2017
UNIVERSITAS SILIWANGI
2019
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT Dzat yang maha mengetahui
dan mengurusi seluruh makhluk-Nya, karena atas rahmat dan hidayah-Nya serta
kemudahan dari-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang
Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Rumah Tangga tepat pada waktunya.
Makalah ini ditulis dengan menggunakan berbagai aspek dari
pembelajaran Surveilans mulai dari mengumpulkan data, mengelola data,
menganalisis dan menginterpretasi data hingga memunculkan saran dalam
menangani masalah KDRT tersebut.
Penyelesaian laporan ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan semua
pihak, mulai dari tahap awal hingga selesai. Untuk itu, melalui tulisan ini kami
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Andy Muharry, S.K.M., M.P.H. sebagai
Dosen Pengampu Mata Kuliah Surveilans Kesehatan serta semua pihak yang
terlibat dalam penyusunan makalah ini.
Ibarat “tiada gading yang tak retak”, maka laporan ini masih banyak
kekurangan baik dari segi penulisan, cara penyajian, dan bahasa. Namun
demikian, kami berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat.
(Tim Penyusun)
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
A. Latar belakang .........................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................2
C. Tujuan ......................................................................................................2
D. Manfaat....................................................................................................3
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.4 Kekerasan terhadap Perempuan menurut Ranah Tahun 2018 ..........22
Gambar 2.5 Jenis KTP di Ranah KDRT ..............................................................23
Gambar 2.6 Jenis KtP di Ranah KdRT/RP berdasarkan Lembaga Layanan ........24
Gambar 2.7 Bentuk Kekerasan Seksual di Ranah KDRT ....................................25
Gambar 2.8 Bentuk Kekerasan Seksual di Ranah KDRT Berdasar Lembaga .....26
Gambar 2.9 Pelaku Kekerasan Seksual di Ranah KDRT .....................................27
Gambar 2.10 Usia Korban dan Pelaku Kekerasan Seksual ..................................28
Gambar 2.11 Pendidikan Korban dan Pelaku di Ranah KDRT ..........................28
Gambar 2.12 Profesi Korban dan Pelaku di Ranah KDRT ..................................29
Gambar 2.13 Jumlah Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dengan Disabilitas 30
Gambar 2.14 Ranah Kasus Kekerasan terhadap Perempuan ................................31
Gambar 2.15 Bentuk Kekerasan terhadap Perempuan dengan Disabilitas ..........31
Gambar 2. 16 Jenis Disabilitas Perempuan Korban Kekerasan ...........................32
Gambar 2.17 Jenis Kekerasan Seksual Perempuan dengan Disabilitas ...............32
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah tangga merupakan komunitas terkecil dari suatu masyarakat.
Rumah tangga yang bahagia, aman, dan tentram menjadi dambaan setiap
orang. Negara Republik Indonesia adalah negara yang berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan demikian, setiap orang dalam lingkup
rumah tangga untuk melaksanakan hak dan kewajibannya harus didasari oleh
agama dan teologi kemanusiaan. Hal ini penting ditumbuh kembangkan
dalam rangka membangun keutuhan rumah tangga. Untuk mewujudkan hal
tersebut, bergantung pada setiap orang dalam satu lingkup rumah tangga,
terutama dalam sikap, perilaku dan pengendalian diri setiap orang di lingkup
rumah tangga tersebut. Keutuhan dan kerukunan rumah tangga dapat
terganggu, jika sikap, perilaku dan pengendalian diri tidak dapat dikontrol.
Pada akhirnya dapat terjadi kekerasan dalam rumah tangga sehingga timbul
ketidakamanan atau ketidakadilan terhadap orang yang berada dalam lingkup
rumah tangga tersebut. Untuk mencegah, melindungi korban dan menindak
pelaku kekerasan dalam rumah tangga maka negara (state) wajib
melaksanakan pencegahan, perlindungan dan penindakan terhadap pelaku.
Kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga (KdRT) di Indonesia
merupakan fenomena gunung es dimana angka yang dipublikasikan bukan
merupakan gambaran dari keseluruhan kasus yang sebenarnya terjadi.
Layaknya gunung es, kasus-kasus yang terlihat selama ini hanyalah kasus-
kasus yang berada dipuncaknya, atau dengan kata lain kasus-kasus yang
diangkat saja.
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas
Perempuan) meluncurkan Catatan Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun
2018 (CATAHU 2019) di Jakarta Selatan pada Rabu (6/3/2019). Di dalam
CATAHU 2019, Komnas Perempuan mencatat 406.178 kasus kekerasan
terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani selama tahun 2018 naik
dari tahun sebelumnya yang terdapat 348.466 kasus. Kasus kekerasan
1
2
terhadap perempuan ini tersebut terdiri dari 13.568 kasus yang ditangani oleh
209 lembaga mitra pengada layanan yang tersebar di 34 Provinsi, serta
sebanyak 392.610 kasus bersumber pada data kasus atau perkara yang
ditangani oleh Pengadilan Agama.
Kasus KdRT masih menjadi sebuah fenomena yang menarik untuk
diperbincangkan, karena dari tahun ketahun tindak KdRT masih tergolong
cukup tinggi. Padahal di Indonesia sendiri Undang- Undang no. 23 tahun
2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKdRT), telah
disahkan untuk melindungi korban dari berbagai tindak KdRT. Namun
nyatanya meskipun undang-undang ini telah disahkan, tidak mampu untuk
mengontrol jumlah kasus KdRT yang terjadi pada tahun-tahun berikutnya.
Maka dari itu perlunya penggalian informasi yang lebih mendalam mengenai
kasus KdRT supaya dapat dilakukan upaya pengendalian terhadap kasus
tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Kekerasan dalam Rumah Tangga?
2. Bagaimana karakteristik Kekerasan dalam Rumah Tangga?
3. Apa saja faktor penyebab seseorang melakukan KdRT?
4. Bagaimana data prevalensi kasus KdRT di Indonesia?
5. Bagaimana upaya penanganan dan pegendalian terhadap kasus KdRT?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan yang hendak dicapai dalam
makalah ini adalah:
1. Untuk memahami kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab kasus KdRT.
3. Untuk mengetahui data prevalensi dan perkembangan kasus KdRT di
Indonesia.
4. Untuk merekomendasikan saran pengendalian kasus KdRT dalam berbagai
aspek.
3
D. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
a. Melalui tugas makalah ini diharapkan mahasiswa dapat mulai
menerapkan ilmu yang didapat dari perkuliahan dalam menangani
masalah KdRT secara langsung dengan menentukan pemecahan
masalah kesehatan yang dapat dilakukan di masyarakat.
b. Menambah pengetahuan mahasiswa mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan masalah dalam masyarakat.
2. Bagi Masyarakat
Menambah informasi dan pengetahuan mengenai pemecahan masalah
kesehatan masyarakat khususnya mengenai masalah Kekerasan dalam
Rumah Tangga.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
5
C. Jenis-Jenis KDRT
1. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah suatu tindakan kekerasan yang mengakibatkan luka,
rasa sakit, atau cacat pada istri hingga menyebabkan kematian. Selanjutnya
yang termasuk dalam bentuk kekerasan fisik adalah:
a. Menampar;
b. Memukul;
c. Menarik rambut;
d. Menyulut dengan rokok;
e. Melukai dengan senjata;
f. Mengabaikan kesehatan istri
2. Kekerasan psikologis
Kekerasan psikologis/emosional adalah suatu tindakan penyiksaan secara
verbal (seperti menghina, berkata kasar dan kotor) yang mengakibatkan
menurunnya rasa percaya diri, meningkatkan rasa takut, hilangnya
kemampuan untuk bertidak dan tidak berdaya.
3. Kekerasan seksual
Kekerasan seksual adalah setiap penyerangan yang bersifat seksual terhadap
perempuan, baik terjadi persetubuan atau tidak, dan tanpa memperdulikan
hubungan antara pelaku dan korban. Menurut Budi Sampurna, (2003) dalam
Pradipta (2013:46), kekerasan seksual meliputi:
a. Pengisolasian istri dari kebutuhan batinnya;
7
Hal ini juga serupa dengan hasil temuan dalam penelitian Margaretha,
Nuringtyas, dan Rachim (2013), bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara trauma masa kanak-remaja dengan tingkat agresivitas masa dewasa.
Pada dasarnya, dampak perilaku buruk pada korban kekerasan juga
dipengaruhi cara mereka mengatasi pengalaman trauma mereka. Seperti yang
dijelaskan Popescu, Drumm, Dewan dan Rusu (2010), bahwa menjadi saksi
kekerasan di masa kanak-kanak akan menjadi prediktor pelaku atau korban
kekerasan selanjutnya di masa dewasa.
G. Tanda dan Gejala
1. Emosional
Kekerasan emosional dapat menyebabkan korban tidak berdaya, putus
asa atau kehilangan harapan. Mereka mungkin berpikir bahawa mereka
tidak akan keluar dari kendali pelaku kekerasan. Beberapa kekerasan
emosional juga dapat membuat korban merasa tidak diinginkan dan tidak
ada orang lain yang akan menyayangi mereka selain dari pelaku kekerasan.
Biasanya, korban dari kekerasan mudah mengalami kelainan mental, seperti
depresi, gangguan makan atau gangguan tidur. Tidur mereka sering
terganggu karena perasaan was-was yang konstan di mana mereka tidak
dapat bersantai dengan penuh.
2. Menyendiri atau mendadak pendiam
Korban kekerasan cenderung pendiam dan menarik diri dari
masyarakat. Jika seseorang mengalami perubahan pada kepribadian mereka,
dari orang yang suka bersosialisasi dan periang menjadi seseorang yang
mengisolasi diri sendiri, hal tersebut dapat menjadi pertanda dari kekerasan
dalam rumah tangga. Mereka mungkin sering terlambat saat kerja atau
pertemuan, atau membatalkan janji secara mendadak. Bahkan mereka dapat
memutus kontak dari teman-teman dan anggota keluarga serta mengisolasi
diri mereka dari orang-orang terdekat.
3. Tanda tanda ketakutan
Korban mungkin tidak menceritakan tindak kekerasan. Korban akan
menyebutkan pelaku kekerasan “moody” atau “mudah marah”. korban juga
mungkin mengatakan bahwa pasangan mereka menjadi pemarah setelah
13
minum alkohol, sebagai contoh. Korban akan merasa tidak nyaman apabila
berada jauh dari rumah. Mereka kaku dan malu saat berbincang-bincang.
Mereka juga merasa cemas dalam berusaha menyenangkan pasangan
mereka. Kadang, apabila berada bersama dengan pelaku kekerasan, korban
merasa sangat ketakutan di mana ia tidak dapat bertindak atau mengambil
keputusan.
4. Tanda tanda dikendalikan
Korban mungkin telah menyerahkan membiarkan hidup mereka
dikontrol oleh pelaku kekerasan tersebut. Mereka takut berpergian atau
mengambil keputusan tanpa izin. Jika seseorang adalah korban dari
kekerasan, ia akan selalu meminta izin sebelum berpergian atau bertemu
orang lain. Korban mungkin menyebutkan pasangannya “sedikit cemburu”
atau “sedikit posesif”. Kendali dari pelaku juga berlaku pada aspek lainnya
seperti hubungan dan keuangan. Mungkin korban dalam status ekonomi
rendah sehingga mungkin menyebutkan bahwa pasangan mereka yang
mengatur keuangan dan mereka perlu memperhitungkan setiap pengeluaran.
Hal ini membuat korban lebih mudah dikendalikan dan bergantung pada
pelaku. Pelaku kekerasan mungkin sering menuduh korban memiliki
hubungan lain.
H. Orang Yang Beresiko
Kebanyakan korban kekerasan dalam rumah tangga berasal dari negara
yang memiliki ekonomi rendah (Banerjee, Ferrara, & Orozco, 2019). Namun,
terlepas dari hal tersebut, siapapun dapat menjadi korban kekerasan dalam
rumah tangga.
Penelitian yang dilakukan oleh GarciaMoreno dkk. (2006) menemukan
bahwa wanita muda, khususnya usia 15-19 tahun, memiliki tingkat risiko yang
tinggi untuk mengalami kekerasan fisik dan seksual, atau keduanya pada
semua keadaan. Secara lebih lanjut, Garcia-Moreno dkk. (2006) memaparkan
bahwa 48% wanita pada masyarakat kota Bangladesh yang berusia 15-19 tahun
melaporkan mengalami kekerasan fisik dan seksual, atau keduanya. Persentase
ini jauh lebih tinggi dibandingkan persentase wanita usia 45-49 tahun yang
14
dalam rumah tangga (survivor), ternyata terdapat beberapa faktor risiko yang
melatarbelakangi seseorang melakukan kekerasan, diantaranya adalah:
1. Perselingkuhan
Dalam hal ini perselingkuhan yang dimaksud adalah
perselingkuhan yang dilakukan oleh suami dengan perempuan lain ataupun
suami menikah atau mempunyai istri lagi. Perselingkuhan ini juga menjadi
salah satu faktor seseorang melakukan tindak kekerasan dalam rumah
tangga. Perempuan yang suaminya memiliki hubungan dengan perempuan
lain (extra marital relationship) mengalami trauma psikologis karena dua
faktor, yaitu perempuan merasa tidak dicintai dan posisinya diambil alih
oleh orang lain serta suami menjadi berubah, yang menunjukkan ada
sesuatu yang kurang pada dirinya sebagai pasangan dan melihat dirinya
sebagai perempuan yang sudah tidak menarik lagi.
2. Masalah ekonomi
Kepala keluarga (suami) mempunyai tanggung jawab untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Nafkah merupakan suatu hak
yang dimiliki seorang istri atau anak kepada ayahnya. Namun bila hal itu
tidak diindahkan (dilakukan) oleh seorang ayah maka dapat menjadi suatu
bentuk kekerasan ekonomi, dimana hal ini dapat menjadi penyebab
terjadinya konflik (ketidakharmonisan) dalam keluarga. Terkadang laki-
laki (suami) tidak merasa bertanggung jawab dalam memberikan nafkah
kepada keluarganya. Hal tersebut dapat menyebabkan keluarganya hidup
dalam keterbatasan materi. Ekonomi mereka akan sangat terhimpit
ditambah juga mereka harus menghidupi anaknya. Keterbatasan yang
demikian tidak mendorong suami untuk bekerja lebih keras guna
kelangsungan hidup keluarga. Oleh karenanya, perempuan (istri) ataupun
keluarga pihak istri yang mengambil alih peran suami dengan cara
berperan ganda, yaitu sebagai pencari nafkah dan juga sebagai ibu rumah
tangga. Beban kerja ganda yang harus dipikul perempuan (istri) tersebut
merupakan salah satu bentuk manifestasi ketidakadilan gender yang terjadi
dalam keluarga.
16
3. Budaya patriarkhi
Menurut Bhasin, secara harfiah patriarkhi berarti sistem yang
menempatkan ayah sebagai penguasa keluarga. Istilah ini kemudian
digunakan untuk menjelaskan suatu masyarakat, tempat kaum laki-laki
berkuasa atas kaum perempuan dan anak-anak. Hal senada juga dikatakan
oleh Usman bahwa perjanjian sosial yang mengatur peranan laki-laki dan
perempuan dibingkai oleh sebuah sistem patriarchal, yang lebih banyak
menempatkan laki-laki pada posisi kunci atau pada peranan yang lebih
dominan. Sistem tersebut kemudian menempatkan status dan peranan
perempuan di bawah perwalian laki-laki.
Dalam masyarakat patriarkhi, relasi gender cenderung lebih
memberi tempat yang utama pada laki-laki, sehingga bila dicermati secara
teliti maka dalam banyak bidang kehidupan menempatkan perempuan
pada posisi subordinasi. Laki-laki dianggap lebih berkuasa dan di atas
segalanya dari seorang perempuan. Dalam lingkup domestik, anggapan ini
menimbulkan sikap adanya ketergatungan perempuan (istri) kepada suami
serta perempuan merasa dirinya lemah dan tidak berdaya. Hal tersebut
merupakan contoh sah dimana seorang perempua yang tidak mampu
keluar dari jaring kekuasan suami. Keadaan demikian membuat
perempuan selalu berlindung di bawah ketiak suami, dianggap sebagai
bawahan dan warga kelas dua.
4. Campur tangan pihak ketiga
Campur tangan anggota keluarga dari pihak suami dalam penelitian
Evi, (2009) merupakan salah satu penyebab timbulnya kekerasan antara
suami istri. Keberadaan anggota keluarga lain, khususnya dari pihak
suami, dapat menyebabkan terjadinya kekerasan terhadap istri dan bukan
sebaliknya mencegah suami untuk bertindak kekerasan terhadap istri.
5. Bermain judi
Judi merupakan sesuatu yang dilarang, baik oleh hukum maupun
agama. Bermain judi bagi sebagian kalangan memang sesuatu yang
mengasyikkan, kadang malah membuat segalanya menjadi lupa. Salah satu
kasus pada penelitian Evi, (2009) Bermula dari terlalu menyukai hobinya
17
pengembalian mencapai 32% atau 237 formulir. Selain itu dalam Catahu
tersebut, kekerasan perempuan terbagi dalam tiga ranah yaitu ranah
personal/privat, ranah publik/komunitas, serta ranah negara.
2%
247
26%
3528
Ranah privat/personal
Ranah publik/komunitas
Ranah negara
72%
9609
3982
2979
1404
1244
ayah maupun paman adalah dua orang yang belum tentu menjadi pelindung
dalam keluarga.
Untuk melihat lembaga mana dengan angka inses tertinggi yang
dilaporkan dapat dilihat dalam grafik berikut:
ditarik dari data lain, misalnya melihat perempuan dalam keadaan takut,
berkeringat, menangis, gelisah, pakaian tidak rapi, tapi tidak melihat apa
yang lebih dulu terjadi. Misalnya perempuan korban memang berada di
tempat yang disebutkan, dan pelaku juga berada disana, meskipun tidak
melihat apa yang dilakukan oleh pelaku.
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Siapapun memiliki hak untuk diperlakukan dengan baik oleh orang
lain, sehingga UU PKDRT menjadi harapan dalam rangka menghapus
kekerasan dalam rumah tangga yang masih banyak terjadi di sekitar kita.
Persoalan kekerasan dalam rumah tangga bukan hanya persoalan milik
perempuan sebagai pihak yang rentan terhadap kekerasan dalam rumah tangga.
Perlu keterlibatan laki-laki untuk bersama-sama melangkah dan berbuat
sesuatu untuk menghapus kekerasan dalam rumah tangga. Hal lain yang perlu
disadari adalah bahwa pemulihan korban dari dampak kekerasan dalam rumah
tangga tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Oleh karena itu,
pencegahan, pendampingan, pemulihan dan penegakan hukum dari tindak
kekerasan dalam rumah tangga tidak dapat ditawar lagi pelaksanaannya.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan maka perlu diambil tindakan tindakan sebagai
berikut:
1. Memberikan pembinaan kepada semua pelaku Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT) baik secara kekeluargaan maupun secara adat. Untuk tidak
lagi melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangga dengan membuat
perjanjian di hadapan Pemerintah dan tokoh-tokoh adat.
2. Jikalau Pembinaan secara kekeluargaan dan adat tidak menghasilkan
perubahan bagi si pelaku maka harus diambil tindakan tegas dengan
mengajukan ke pihak yang berwajib untuk dilakukan proses hukum.
3. Upaya-upaya untuk mencegah, melindungi korban dan menindak pelaku
kekerasan dalam rumah tangga, maka negara dan masyarakat wajib
melaksanakan pencegahan, perlindungan dan penindakan terhadap pelaku,
karena KDRT adalah pelanggaran terhadap hak azasi manusia dan kejahatan
terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi lainnya.
36
DAFTAR PUSTAKA
Rahmita, Nanda Rizki Dan Nisa, Haiyun. 2019. “Perbedaan Bentuk Kekerasan
dalam Rumah Tangga Ditinjau dari Usia saat Menikah dan Tingkat
Pendidikan”. Jurnal Ilmiah Psikologi. 6(1), 73-84.
Samladi, Lika Aprilia. 2017. “4 Ciri Orang Terdekat Anda Mengalami KDRT”.
[Online]. Tersedia: https://www.google.com/amp/s/hellosehat.com/pusat-
kesehatan/penyakit-mental/ciri-tanda-korban-mengalami-kdrt/amp/.
Diakses pada 23 September 2019.
Zafirah, Sitoresmi Banur dan Indrian, Yeniar. 2016. Strategi Koping Korban
Kekerasan Dalam rumah Tangga (KDRT). Jurnal Empati. 5(2), 229-235.