Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Dewasa ini banyak kejadian dalam kehidupan masyarakat yang membutuhkan
bantuan dan uluran tangan. Akibat dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, yang
hingga sekarang belum ada ujungnya. Banyak terdapat kaum dhu’afa yang
membutuhkan uluran tangan dari semua yang berada di kalangan atas. Dhu’afa sendiri
merupakan sebuah kelompok manusia yang dianggap lemah atau mereka yang
tertindas.
Kaum dhuafa adalah golongan manusia yang hidup dalam kemiskinan,
kesengsaraan, kelemahan, ketakberdayaan, ketertindasan, dan penderitaan yang tiada
putus. Hidup mereka yang seperti itu bukan terjadi dengan sendirinya tanpa adanya
faktor yang menjadi penyebab. Adanya kaum dhuafa telah menjadi realitas dalam
sejarah kemanusiaan.
Asal mula kaum dhuafa : adalah mereka yang tak bisa hijrah karena terhalang
kafir mekkah (tertindas)
Dari segi ekonomi : adalah mereka yang fakir dan miskin (tertekan keadaan)
bukan malas.
Dari segi Fisik : adalah mereka yang kurang tenaga (bukan karena malas)
Dari segi Otak : adalah mereka yang stupid (bukan karena malas)
Dari segi Sikap : adalah mereka yang terbelakanag (bukan karena malas)

Kaum dhuafa terlahir dari kekerasan negara. Kaum dhuafa terdiri dari orang-
orang yang terlantar , fakir miskin, anak-anak yatim dan orang cacat. Kaum dhuafa
ialah orang-orang yang menderita hidupnya secara sistemik. Pada kaum dhuafa setiap
hari berjuang melawan kemiskinan. Kaum dhuafa korban dari kenaikan harga BBM,
dan barang-barang kebutuhan lainnya. Kaum dhuafa cerminan ketidakmampuan
negara dalam ememlihara mereka. Para dhuafa secara sendirian harus berjuang
melawan sistem kapitalisme. Kaum dhuafa ialah orang-orang miskin di jalanan, di
pinggiran dan di sudur=t-sudut lingkunan kumuh. Mereka bekerja sebagai pemulung,
para pedagang asongan, pengemis jalanan, buruh bangunan dan abang becak. Mereka

Kaum Dhuafa | 1
ini kelompok masyarakat yang mudah terkena penyakit menular, seperti demam
berdarah, malaria dan kusta, dan segudang eksengsaraan. Lantas, apa yang harus di
lakukan ?
Kaum dhu’afa terdiri dari orang-orang yang terlantar, fakir miskin, anak-anak
yatim dan orang cacat. Kaum dhu’afa merupakan orang yang menderita secara
sistematik. Para dhu’afa setiap hari berjuang melawan kemiskinan. Para dhu’afa
secara sendirian berjuang melawan sistem kapitalisme. Kaum dhu’afa bekerja sebagai
pemulung, para pedagang asongan, pengemis jalanan, buruh bangunan dan abang
becak.
Dalam sebuah hadist di sebutkan “Barang siapa yang tidak memenuhi
undangan maka ia telah bermaksiat kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya
tidak menyakiti tetangganya” Dalam hadist lagi di terangkan, seorang bertanya
kepada Nabi SAW , “Islam yang bagaimana yang baik ? “ Nabi SAW menjawab ,
“Membagi makanan (kepada fakir miskin) dan memberi salam kepada yang dia kenal
dan yang tidak dikenalnya.” (HR.Bukhari), dan lagi Perumpamaan orang-orang yang
bariman di dalam saling cinta kasih dan belas kasih seperti satu tubuh. Apabila kepala
mengeluh (pusing) maka seluruh tubuh tidak bisa tidur dan demam. (HR. Muslim).
Dengan latar belajang tersebut kami disini menyunguhkan tentang bagaimana
menanggapi masalah menyantuni kaum dhuafa, sehingga atas dorongan lingkungan
sekitar terwujudlah apa yang ada di tangan anda ini, semoga ada manfaat dan
gunanya.
1.2 Fokus Penelitian
1. Apa pengertian kaum dhuafa ?
2. Bagaimana cara menghormati dan memuliakan serta menyantuni kaum dhuafa ?
3. Apakah yang dimaksud dengan menyantuni ?
4. Apakah yang dimaksud menyantuni menurut agama Islam ?
5. Apakah yang dimaksud dengan agama adalah pedoman tata sosial manusia ?
1.3 Tujuan Penelitian

1. Menjelaskan pengertian kaum dhuafa


2. Memahami pentingnya menghormati dan memuliakan serta menyantuni kaum dhuafa
3. Untuk mengetahui pengertian menyantuni
4. Untuk mengetahui menyantuni menurut agama Islam
5. Untuk mengetahui bahwa agama adalah pedoman tata sosial manusia

Kaum Dhuafa | 2
1.4 Manfaat Penelitian
1. Lebih memahami tentang kaum dhuafa
2. Lebih menghormati dan memuliakan serta menyantuni kaum dhuafa
3. Mengetahui pengertian menyantuni
4. Mengetahui menyantuni menurut agama Islam
5. Mengetahui bahwa agama adalah pedoman tata sosial manusia

Kaum Dhuafa | 3
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Berikut ini adalah terjemahan dari surat Al-Isra ayat 26-27 dalam memahami kaum
dhuafa.

(26) Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan
orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara
boros.

(27) Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu
sangat ingkar kepada Tuhannya.

A. Asbabun Nuzul

Surah Al Isra dikenal juga dengan nama Surah Bani Israil yang termasuk golongan surat
Makiyah. Pada ayat 26-27 ini mempunyai asbanun nuzul yang diriwayatkan oleh At Thabrani
yang bersumber dari Abu Sa`id Al Khudri dan dalam riwayat lain oleh Ibnu Marduwaih yang
bersumber dari Ibnu Abbas bahwa ketika turun ayat ini, Rasulullah saw, memberikan tanah di
Fadak ( tanah yang diperoleh Rasulullah dari pembagian ganimah atau rampasan perang )
kepada Fatimah.

B. Kandungan

a. Secara umum ayat tersebut berhubungan dengan hubungan antara manusia dalam
hal memanfaatkan dan menggunakan harta yang dimiliki
b. Orang yang diberi nafkah atau harta hendaklah memperhatikan dari oarng yang paling
dekat seperti; keluarga atau kaum kerabat, orang-orang miskin, orang yang dalam perjalanan.
c. Larangan untuk tidak berlaku boros dalam membelanjakan hartanya atau menghambur-
hamburkan harta
d. Perbuatan boros adalah sifat syaitaniyah yang harus ditinggalkan, dan syaitan itu adalah
makhluk yang selalu ingkar kepada Allah

Kaum Dhuafa | 4
2) ARTI DARI MENYANTUNI KAUM DHUAFA
Maksud dari menyantuni kaum duafa ialah memberikan harta atau barang yang
bermanfaat untuk duafa, kaum duafa sendiri ialah orang yang lemah dari bahasa Arab (duafa)
atau orang yang tidak punya apa-apa, dan mereka harus disantuni bagi kewajiban muslim
untuk saling memberi, itu sebagai bentuk ibadah kepada Allah Swt perlu digaris bawahi,
bahwa “memberi” tidak harus uang malah kita berikan makanan bisa tapi nanti ibadahnya
akan mengalir terus seperti halnya infak dan kalau sudah diberi akan jadi tanggung jawab
orang miskin itu, misal saja barang yang diberikan digunakan untuk beribadah kepada Allah
atau hal positif lainnya akan terkena pahala yang sama, ketika Dia gunakan tadi, sebaliknya
degan digunakan mencopet atau judi kita tidak akan mendapat pahala buruk dari orang
miskin itu insya Allah pahalanya tidak akan berkurang setelah memberi kepada orang miskin
itu gunakan.
Dan menurut para ulama menyantuni kaum duafa akan menyelamatkan diri kita dari api
neraka, tapi sekarang banyak manusia yang segan megeluarkan hartanya untuk berinfak pada
kaum duafa, tapi ada juga yang selalu membantu kaum dhuafa itu, bukan saja yang berarti
duafa pada orang miskin juga bisa pada misalnya ; panti asuahan, membangun masjid,
kepada diri sendiri, anak yang putus sekolah biayai pendidikannya sampai tingkat SMA , dan
keluarga dekat serta orang yang sedang perjalanan, ini sama dijelaskanpada surat Al-isra’
ayat 26-27.
Untuk anak yatim, Islam memerintahkan kita untuk :
1. Memeliharanya
2. Memuliakannya
3. Tidak boleh berlaku sewenang-wenang
4. Menjaga hartanya ( kalau ada), sampai anak yatim tersebut dewasa, mandiri dan bisa
mengurus hartanya
Untuk fakir miskin, kita harus menganjurkan orang untuk memberi makan. Kalau tidak,
bahaya, cap kita adalah pendusta agama karena Fakir miskin juga termasuk kedalam
golongan yang berhak menerima zakat.

3) PERINTAH MENYANTUNI KAUM DHUAFA


Dalam surah Al-Isra’ Ayat 26-27
Artinya :

Kaum Dhuafa | 5
26. Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin
dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu)
secara boros.
27. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah Saudara-saudara syaitan dan syaitan itu
adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.
Kandungan Surah Al-Isra’ Ayat 26-27
Pada ayat 26, dijelaskan bahwa selain berbakti, berkhidmat, dan menanamkan kasih sayang,
cinta, dan rahmat kepada orang tua, ita pun hendaknya memberi bantuan kepada kaum
keluarga yang dekat karena mereka paling utama dan berhak untuk ditolong.

Allah memrintahkan manusia untuk berbakti dan berbuat baik tidak hanya kepada
orang tua saja, namun masih harus berbuat baik kepada tiga golongan lain,yaitu:
a. Kepada kaum kerabat

b. Kepada orang miskin

c. Kepada orang terlantar


Pada ayat 27, Allah mengingatkan bahwa betapa buruknya sifat orang yang boros.
Mereka dikatakan sebagai saudara setan karena suka mengikuti dan sanagt penurut
kepadanya. Orang yang boros bermakna orang yang membelanjakan hartanya dalam perkara
yang tidak mengandung ketaatan.

4) KEPEDULIAN DAN UPAYA MENINGKATKAN EKONOMI KAUM DHUAFA’


a. Kepedulian terhadap kaum dhuafa
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak
yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin." (QS. 107 : 1-3).
Rasulullah SAW bersabda : "Seorang Muslim adalah saudara Muslim yang lain. Siapa saja
yang berusaha memenuhi kebutuhan saudaranya, Allah akan memenuhi kebutuhannya. Siapa
saja yang menghilangkan kesusahan dari seorang Muslim, Allah akan menghilangkan salah
satu kesusahannya pada Hari Kiamat." (HR. Muttafaq 'alaih).

Kaum Dhuafa | 6
Saat ini sangat banyak kejadian dalam kehidupan masyarakat yang membutuhkan bantuan
dan uluran tangan kita. Akibat krisis ekoomi yang berkepanjangan, yang belum ada
ujungnya.
Ayat Allah atas mengancam kita yang tidak memperhatikan kehidupan kaum dhuafa tersebut.
Kemiskinan yang mendera masyarakat selama ini memunculkan banyak kaum dhuafa
(kaum lemah) dan kaum mustadhafin (kaum tertindas), seperti kaum miskin, fakir,
perempuan, orang yang terlilit hutang, anak yatim, dan lain-lain. Namun, tidak menutup
kemungkinan yang menjadi kaum mustadhafin adalah orang kaya. Islam yang memiliki
konsep “ideologi pembebasan” sejatinya adalah agama yang ingin membela kaum-kaum
tersebut. Ini terlihat dalam ajaran-ajaran yang diwahyukan kepada Rasulullah, Nabi
Muhammad SAW, baik dalam Al Qur’an maupun hadist. Rasulullah, dalam banyak hadist,
bahkan semasa hidupnya sangat dekat dengan mereka. Beliau memilih hidup seperti mereka,
seperti dengan hidup sederhana. Akan tetapi, dalam kepemimpinan Islam, profil Rosulullah
yang begitu mencintai kaum dhuafa dan mustadhafin semakin kurang diteladani oleh para
pemimpin Islam dewasa ini.
b. Upaya meningkatkan ekonomi Kaum Dhuafa’
Jika kita bicara dalam konteks ukhwah Islamiyah maka hal ini akan lebih bermakna. Ukhwah
Islamiyah sendiri bisa didefinisikan sebagai rasa persaudaraan yang dilandasi persaman
aqidah dan keyakinan. Pengertian ini didasarkan pada firman Allah SWT dalam al Qur'an :
ََ‫إِ ْخ َوةَ إنَّ َمـاالـْ ُمؤْ ِمنُ ْون‬
”Hanyalah orang-orang beriman itu bersaudara”
Maka segala perbuatan sosial yang berkaitan dengan kemasyarakatan yang kita lakukan
hendaklah mengutamakan saudara kita. Sehingga bisa diharapkan, kita menjadi ummat yang
unggul baik secara aqidah, ekonomi, pertahanan dan lain sebagainya. Dari sinilah loyalitas
kita terhadap ajaran agama menjadi tampak. Rasulullah SAW bersabda:
”Tidak sempurna iman seseorang diantara kamu, sehingga dia mencintai Saudaranya sama
seperti mencintai dirinya sendiri”
Hadits ini mengaitkan antara kesempurnaan iman dengan kecintaan terhadap sesama
muslim. Bukan hanya sekedar ucapan cinta, tapi yang lebih utama adalah pembuktian rasa
cinta itu dalam kehidupan. Misalnya dengan membantu meringankan beban hidup mereka.
Kepedulian kepada sesama muslim ini menjadi barometer sejauh mana kesempurnaan iman
seorang muslim. Semakin peduli dia terhadap saudaranya, sejauh itu pula kesempurnaan
imannya. inilah yang ingin diajarkan al habib Hasan Baharun kepada semua muridnya.

Kaum Dhuafa | 7
selayaknya kita merasakan suka dan duka bersama kaum dhuafa’. Agama memberikan isyarat
sangat jelas untuk mengeluarkan zakat fitrah kepada kaum dhuafa’. Zakat adalah perintah
untuk mensucikan diri yang dibagikan kepada orang-orang yang lemah. Mereka merupakan
orang-orang yang tertindas yang memerlukan pertolongan manusia yang lainnya.
Membiarkan mereka dalam penderitaan, berarti menyia-nyiakan agama. Kehadiran agama
Islam adalah untuk memberikan keselamatan kepada seluruh alam, terutama bagi orang
miskin yang membutuhkan uluran tangan-tangan manusia yang lain. Mereka seharusnya
dikasihani dan dilindungi hak-haknya. Kaum dhuafa’ merupakan bentuk ketidak-adilan
sistem yang patriarkhal. Sistem dominasi melanggar hak-hak hidup orang lain. Misalnya, hak
memperoleh makan dan minum serta pekerjaan layak. Para kaum dhuafa’ tidak memperoleh
hak tersebut karena uang untuk mereka dikorup, dirampas oleh orang-orang tidak
bertanggung jawab. Orang miskin semenjak dulu kala kehidupannya dililit oleh kemiskinan.
Miskin segala hal. Miskin pengetahuan dan kesempatan melakukan perubahan. Miskin
pendidikan yang mampu merubah keadaan hidupnya. Akibatnya, hidup mereka secara turun
temurun berada dalam lingkaran kemiskinan. Sementara itu orang-oramg yang memiliki
kekuasaan, sebagian menjadi sangat serakah dan tidak memberikan kesempatan yang sama.
Kaum dhuafa’ disebut oleh Nabi Muhammad sebagai orang-orang yang sangat dekat
dengan Nabi kelak di akhirat. Hidup mereka lebih berharga dan tehormat dari pada mereka
yang makan uang rakyat. Doa orang-orang mustadh'afin (orang yang terlemahkan) akan cepat
dikabulkan oleh Allah SWT. Bahkan Nabi Muhammmad bersabda, bahwa kelak Nabi akan
bersama kaum dhuafa’ di akhirat. Maka sudah selayaknya, sebagai ummat Muhammad SAW
untuk membela kepentingan para dhuafa’, berjuang memperoleh hak hidup yang layak. Hak
hidup yang adil dalam memperoleh makan dan minum serta lapangan pekerjaan. Hampir
semua agama mengajarkan kemanusiaan untuk memperhatikan kaum ini. Demikian juga
Nabi Muhammad sebagai bapak anak-anak yatim. Nabi sangat menolong kaum fakir miskin.
Nabi menyebutkan, bahwa antara dirinya dengan anak-anak yatim seperti jari telunjuk
dengan jari tengah.
Sesungguhnya do’a kaum dhuafa’ sangat mustajab Apabila kaum dhuafa’ dibiarkan
menderita, maka bangsa ini akan mendapatkan generasi-generasi lemah dan tidak berdaya.
Apabila generasi itu lemah, tentu bangsa ini akan rapuh dan gagal. Bangsa lemah, akan
mudah musuh-musuh menyerang dan merongrong bangsa.
Lalu bagaimana agar bangsa ini menjadi kuat? Pertama, ialah memberdayakan kaum
dhuafa’. Semakin kaum dhuafa’ dipelihara dan dilindungi, mereka bangkit dengan sendirinya
mengubah hidupnya. Sebaliknya, membiarkan dan mendiamkan kaum dhuafa’ di jalanan dan

Kaum Dhuafa | 8
terlantar memunculkan ragam kekerasan. Misalnya, orang-orang miskin yang lari dari
kehidupan normal kepada kehidupan tidak normal, seperti pencandu narkoba, minuman-
minuman keras, dan pecandu seksual yang tidak halal. Realitas ini menimbulkan banyak
penyakit sosial seperti kejahatan, kriminal dan bunuh diri. Misalnya, setiap hari rata-rata lima
orang yang ditembak karena melakukan pencurian, apabila dibiarkan maka tindak pencurian
akan meningkat seiring kemiskinan yang nyata. Apabila orang-orang tersebut dibina, dirawat
dan diberikan mata pencaharian dan semangat hidupnya bangkit, maka perlahan mereka akan
menjalani hidup normal kembali. Hadis Nabi menyebutkan, bahwa sesungguhnya kefakiran
mempercepat pada kekufuran.
Bagaimana caranya agar kaum duafa’ mampu bangkit? Kedua, yaitu dengan menjalin
kerjasama lintas agama, etnik dan budaya. Secara faktual, bangsa Indonesia terdiri dari
beragam agama yang mampu bekerjasama dengan baik. Menafikan kekuatan agama lain,
mengakibatkan kerjasama berkurang dan tidak efektif. Caranya dengan saling menghargai
dari berbagai agama, dan kelompok profesional dalam melakukan pemberdayaan kepada para
duafa’. penghargaan itu terwujud apabila adanya kerukunan antar ummat beragama.
Kerukunan antar ummat beragama relevan untuk mengusung isue kepedulian kepada kaum
dhuafa’.
Ketiga, membangkitkan semangat kerja keras bagi generasi muda dan anak-anak.
Kehidupan adalah milik masa depan. Masa depan tersebut sangat bergantung dari keadaan
generasi mudanya. Generasi muda dibentuk oleh masa anak-anak. Apabila anak-anak sudah
kuat karakter hidupnya untuk bersemangat dan kerja keras, tentu mereka akan gigih melawan
kemiskinan. Sebaliknya, meninggalkan generasi dan anak-anak yang lemah, bencana bagi
bangsa ini dimasa mendatang. Semenjak kecil, anak-anak dilatih untuk menghadapi kesulitan
demi kesulitan agar tangguh. Mengapa sejak kecil harus dilatih? karena kecakapan seseorang
yang paling berpengaruh didasarkan pada penguasaan pengalaman mereka. Jika semenjak
kecil, anak-anak dibiasakan untuk berlatih kerja keras dan mandiri serta bertanggung jawab,
maka akan menjadi orang yang kuat menghadapi permasalahan hidupnya. Apabila anak
dibiasakan menadahkan tangan dan meminta-meminta, maka akan tertanam di benaknya
untuk hidup dari pemberian dan belas kasihan orang lain. Pengalaman mereka itulah yang
akan banyak menuntun mereka membaca kehidupannya kelak dimasa mendatang. IroniSnya,
banyak kalangan dhuafa’ yang menjadikan anak-anak mereka sebagai pengais rezeki, seperti
penjualan anak-anak dan kerja-kerja jalanan saat masih dibawah umur. Menerjunkan anak
pada kerja-kerja eksploitatif, menyebabkan kemiskinan sistemis menghegemonik mereka.

Kaum Dhuafa | 9
Untuk itulah, kesadaran mendidikan anak menjadi rajin belajar, kerja keras merupakan
bentuk keluar dari mata rantai kemiskinan.

5) PENERAPAN SIKAP DAN PERILAKU SURAH AL-ISRA AYAT 26-27.


Pencerminan terhadap Surah Al Isra ayat 26-27 dapat melahirkan perilaku,antara lain sebagai
berikut :
1. Bekerja dengan tekun untuk mencari nafkah demi keluarga.
2. Suka menabung dan tidak pernah berlaku boros meskipun memiliki banyak harta.
3. Menjauhi segala macam kegiatan yang sia-sia dan menghabiskan waktu percuma.
4. Suka bersedekah, khusunya terhadap orang yang kekurangan dimulai dari keluarga dan
tetangga terdekat.
5. Mempelajari ilmu agama dan mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Kaum Dhuafa | 10
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Teknik Penelitian

Jenis metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode jenis deskriptif, yaitu
metode dalam penelitian suatu kasus dengan cara mengumpulkan data sebagai gambaran
keadaan objek yang diteliti berdasarkan dengan fakta-fakta yang ada.
Pada hari sabtu,23 Nopember 2013 saya mengunjungi rumah Bu Sugiati yang
tepatnya di sekitar tempat tinggal saya di Desa Nguling Kabupaten Pasuruan yang
sebelumnya saya sudah meminta izin kepada warga di desa saya dengan niat saya
bersilaturahmi. Setelah silang waktu saya mendokumentasikan kebersamaan saya dengan Bu
Sugiati dengan bermaksud mempererat silaturahmi sesama manusia.
Dalam pelaksanaan penelitian ini meskipun ada beberapa masalah yang timbul namun
pada akhirnya dapat diselesaikan dan dapat diatasi dengan baik, sehingga berjalannya
kegiatan ini pun juga berjalan dengan lancar. Antusiasme dan sambutan yang baik dari
masyarakat desa Semut dapat menjadi salah satu parameter kelancaran kegiatan saya. saya
merasa cukup puas dengan hasil yang saya dapatkan, karena saya tidak menilai sebuah
pemberian secara kuantitas namun secara kualitas. Dan yang terpenting bahwa saya sudah
melaksanakan amanah yang telah diamanahkan dengan sebaik-baiknya.
3.2 Analisi Data
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu
kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari
kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang
dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang
memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan)
hamba sahaya,….(Al Baqarah :177)
Keberpihakan Islam ini bukan sebatas pada aktivitas yang memecahkan berbagai
masalah sosial dan kemanusian kaum dhuafa, melainkan lebih dari itu adalah bagaimana
menyelamatkan mereka dari bahaya kesesatan dan kekafiran, kemudian membawa mereka
menuju keselamatan, kedamaian, dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Konsep ini jelas
berbeda dengan konsep yang dimiliki oleh kaum sekuler atau sosialis yang melakukan
keberpihakan kepada kaum dhuafa hanya sebatas pada penyelesaian masalah kebutuhan
sosial dan kemanusiaan yang bersifat duniawi.

Kaum Dhuafa | 11
Allah SWT dalam Al Qur’an telah menjelaskan pula mengenai orang-orang yang
tergolong dhu’afa, mereka antara lain; anak-anak yatim; orang-orang
miskin;ibnussabil (musafir); orang yang meminta-minta; hamba sahaya (al-Baqarah; 177);
tunanetra;orang cacat fisik;orang sakit (an Nuur:61); manusia lanjut usia (al Israa’: 23); janda
miskin (al Baqarah: 240); orang yang berpenyakit sopak (lepra) (Ali Imran: 49); tahanan atau
tawanan (al Insan: 78); mualaf (orang yang baru memeluk Islam, orang-orang fakir; orang-
orang yang berutang (gharimin); orang yang berjuang di jalan Allah (fii Sabilillah) (at
Taubah:60); buruh atau pekerja kasar (ath Thalaq:6);nelayan (al Kahfi:79); rakyat kecil yang
tertindas (an Nisaa’:75);anak-anak kecil dan bayi (al An’aam:140)
Allah SWT dalam Al Qur’an telah memerintahkan kepada umatNya agar berbuat baik
kepada kaum dhu’afa. Salah satu ayatnya menyatakan,” dan berbuat kebaikanlah kepada ibu
bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin,”(Al Baqarah:83)
Perintah berbuat baik kepada mereka ini, antara lain, mengucapkan perkataan yang baik
kepada mereka (an Nisaa’:8) memuliakan mereka (an Nisaa’:36) memelihara, mengasuh, dan
mengurus mereka secara patut (an Nisaa’127); menggauli mereka sebagai suadara (al
Baqarah:177); memberikan mereka nafkah (al Baqarah:215);memberikan mereka harta (al-
Baqarah: 177); memberikan mereka makan (al-Insaan:8);memberi mereka sedekah (al
Baqarah:272); memperbaiki tempat tinggal mereka dan meindungi harta mereka (al
Kahfi:82); membela (an Nisaa’:75);melindungi mereka dari kezaliman (al
Kahfi:79);mengobati mereka yang sakit(Ali Imran:49);mengajak mereka makan bersama (asy
Syuara’:61);memberikan mereka pendidikan dan pengajaran yang baik (‘Abasa:1-
11);memelihara mereka dengan penuh kasih sayang dan sopan santun (al
Israa’23);memaafkan dan berlapang dada pada mereka (an Nuur:22); mengucapkan perkataan
yang sopan (al Israa’:23);serta memberi nasihat dan mendakwahkan mereka (yusuf:30-41)
Allah SWT dalam Al Qur’an juga telah memerintahkan kepada umatNya agar
memenuhi hak-hak kaum dhuafa. Diantaranya Allah SWT menyatakan,”dan berikanlah
kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang
dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.”(al
Israa’:26)
Adapun hak-hak kaum dhuafa adalah memperoleh zakat (at Taubah:60); infaq (al
Baqarah:273); fidyah (denda bagi orang yang berat dalam berpuasa) (al Baqarah:184); harta
warisan orang tua (an Nisaa’:5) ghanimah (harta rampasan perang (al Anfal:41)fa’i (harta
rampasan daerah musuh) (al Hasyr:7); denda zihar (sanksi memandang isteri sebagai ibu
kandung) (al Mujaadillah:2-4); kafarat sumpah (sanksi karena bersumpah palsu)(al

Kaum Dhuafa | 12
An’aam:89); harta warisan orang lain (an Nisaa’:8); zakat hasil panen kebun atau pertanian
(al An’aam:141); zakat hasil pengembakbiakan dan penjualan hewan (al An’aam:142); zakat
emas dan perak (at Taubah: 34-35); upah pekerja (al Waaqi’ah;6); pendidikan dan pengajaran
yang sama (‘Abasa:1-3);perlindungan hukum(al Kahfi:79 & 82);memberi daging kurban (al
Hajj:34-35) dan jaminan sosial (at Taubah:60 dan 103).
Dalam al Qur’an juga terdapat beberapa larangan Allah SWT bagi kita terhadap kaum
dhuafa, antara lain adalah menghardik mereka (al Maa’uun:1-2 dan adh
Dhuhaa:10);membentak mereka (al Israa’:23) bertindak sewenang-wenang (zalim) pada
mereka (adh Dhuhaa:9);mencampuradukkan dan memakan harta mereka secara tidak sah;
menyerahkan harta kepada mereka yang belum sempurna akalnya;membelanjakan harta
mereka secara tergesa-gesa;menukar harta mereka yang baik dengan yang buruk;ingkar janji
dengan mereka (an Nisaa’:2-6);mendekati harta mereka (al Israa’:34 dan al
An’aam:152);menelantarkan dan menjadikan mereka lemah (an Nisaa’:9);membuat mereka
kelaparan (al Balad;14); menghina, merendahkan, memalingkan muka, bermuka masam,
tidak mempedulikan, tidak melayani, tidak memperhatikan pembicaraan dan harapan mereka;
tidak memberi pendidikan dan pengajaran yang baik kepada mereka;mengabaikan mereka
(‘Abasa:1-10);tidak menghormati dan memuliakan (al Fajr:17-21);bersumpah tidak mau
memberi makan dan menolong mereka (an Nuur:22);bakhil, kikir dan pelit kepada mereka (al
Ma’aarij:19-25).
Dan diantaranya tandanya menyayangi kaum dhuafa adalah kita akan menyisihkan
sedikit rejeki yang kita dapatkan buat mereka. sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala
yang telah memberikan ‘modal’ berupa kesehatan sehingga kita bisa bekerja, lalu Allah
pulalah yang telah mengaruniakan hasil yang baik dari pekerjaan kita ini. Penduduk
Indonesia ini bejumlah kurang lebih 220 juta. Katakan saja umat Islam di Indonesia negeri
kita tercinta ini berjumlah 150 juta jiwa. Kalau seandainya semua umat Islam di Indonesia
mau menyisihkan 200 rupiah saja buat fakir miskin maka Indonesia telah mampu
mengimpulkan uang 1,5 milyar dalam sehari. Bagaimana jika seminggu ? Setahun ?
Tentunya akan banyak sekali jumlahnya. Dan kita memerlukan akan kepedulian terhadap
dhuafa yang akan bisa mendorong dan membantu peningkatan kesejahteraan rakyat
Indonesia. Kita harus bisa meneladani contoh Rasulullah dalam memberikan kasih sayangnya
dan cintanya beliau kepada kaum dhuafa ini. Karena sebagai umat Rasulullah Muhammad
Shallallahu a'alaihi wa sallam kita diharuskan menjalankan sunnah-sunnah beliau dalam
mengaplikasikan kedalam kehidupan kita sehari-hari.

Kaum Dhuafa | 13
BAB IV

PAPARAN HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

Zaman yang semakin maju dan modern, banyak kondisi masyarakat Indonesia yang
masih lemah, dimana masih tingginya tingkat kemiskinan dan pengangguran. Diperlukan
usaha semua pihak untuk dapat membantu sesama masyarakat Indonesia agar dapat bertahan
dari kondisi saat ini. Selain itu ada banyak kaum dhuafa yang masih membutuhkan bantuan,
baik berupa bantuan materil maupun moril. Oleh karena itu saya selaku mahasiswa yang
sepatutnya membantu masyarakat khususnya yang memiliki kekurangan materil dan moril.
Adapun kegiatan yang dilakukan adalah melakukan penelitian dan memberikan sedikit
bantuan kepada kaum dhuafa sebagai wujud kepedulian terhadap sesama ciptaan Allah SWT.

Pada kali ini saya melakukan kegiatan penelitian kaum dhuafa yang merupakan
bentuk kepedulian dan tanggung jawab saya untuk dapat memberikan manfaat terhadap kaum
dhuafa. Kegiatan penelitian ini merupakan suatu bentuk bantuan yang walaupun tidak
seberapa namun sangat berguna untuk membantu meringankan beban Bu Sugiati seorang
dhuafa. Kegiatan penelitian ini saya lakukan untuk mengunjungi dan memberikan bantuan
kepada kaum dhuafa. Yaitu seorang dhuafa yang tinggal di desa saya di Nguling, Pasuruan.
Penentuan target penelitian awalnya mengalami kendala sebab ada banyak sekali kaum
dhuafa yang ada di daerah Nguling, Pasuruan. Tujuan penelitian ini ialah mencari seseorang
yang benar-benar patut untuk dikatakan kaum dhuafa. Setelah mempertimbangkan hal
tersebut akhirnya saya memilih seorang dhuafa, ia bernama Bu Sugiati, yang hidup dengan
anak dan cucunya di gubuk kecil. Keseharian Bu Sugiati hanya menunggu atau menjaga kios
kecilnya peninggalan suaminya yang telah tiada (Meninggal dunia). Ada seseorang yang
memberikan beras kerumahnya, dengan kondisinya yang sudah selayaknya untuk bekerja.
Ditengah kondisinya yang kekurangan mbah Nema masih tetap sholat,berdoa dan terus
berdzikir kepada Allah SWT dengan pasti tujuan yang baik.

Saya berusaha menghibur Bu Sugiati dengan memberi motivasi serta semangat dan
dukungan penuh untuk tetap menjalani kehidupan yang pahit ini . Penghasilan yang di
peroleh oleh Bu Suguati tergolong sangat rendah, yaitu Rp.25,000,00 setiap harinya , itu pun
kalau kios beliau laris (banyak yang membeli). Kios Bu Sugiati hanya terisi beberapa
bungkus rokok dan makanan ringan.

Terkadang setiap harinya ada tetangga yang membantu memberikan makanan kepada
Bu Sugiati. Bu Sugiati sudah tidak mementingkan penampilan dan kebutuhan yang lain. Baju

Kaum Dhuafa | 14
yang ia pakai setiap harinya adalah pemberian dari tetangganya. Bagian dalam rumahnya pun
tidak terdapat barang yang berharga. Saya merasa kasihan terhadap kehidupan Bu Sugiati.
Saya memberikan sedikit makanan yang tidak begitu mahal namun cukup berarti untuk Bu
Sugiati , yaitu sarapan pagi untuk beliau.

Disini saya menemukan hal baru, bagaimana kehidupan seseorang yang benar-benar
tidak mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari dan hanya menunggu kios yang kecil. Bu
Sugiati. Terkadang Bu Sugiati mengeluh untuk hidup karena tidak bisa membahagiakan anak
dan cucu nya. Tetapi beliau sadar dan tegar untuk menghadapi cobaan hidup ini . beliau yakin
tidak selamanya seperti ini dan akan tetap berusaha dengan meminta kepada Allah SWT.

Harapan saya untuk jangka panjang adalah para mahasiswa bisa selalu memupuk rasa
kepedulian terhadap orang-orang yang tidak mampu, tidak hanya dalam sebuah penelitian
kaum dhuafa namun juga dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga ada tindak lanjut dari
kegiatan yang telah dilaksanakan saat ini dan dapat menjadi ikatan silaturahmi yang kuat.

Kaum Dhuafa | 15
Peneliti melakukan wawancara terhadap wanita tua yang hidup dengan anak dan cucu
yang tidak mampu, berada di Nguling Pasuruan. Dengan hasil wawancara sebagai berikut :

Saya : Assalamualaikum buu


Ibu : Wa’alaikumsalam , siapa ya ? (dengan wajah bingung)
Saya : Saya Ima bu, saya bermaksud kesini untuk silaturahmi dengan Ibu
(Sambil mencium tangan Bu Sugiati)
Ibu :Monggo sampean masuk mbak, maaf rumahnya jelek. Hehee (sambil
dipersilahkan duduk)
Saya : Iya Ibu makasih. Ibu disini tinggal dengan siapa kalau boleh tau ?
Ibu : Saya nduk , disini tinggal sama anak dan cucu saya. Suami saya sudah gak
ada (tiba-tiba muka beliau berubah menjadi sedih)
Saya : Kalau boleh tau nama Ibu siapa ? (mengalihkan pembicaraan bermaksud
ingin membuat beliau tidak sedih lagi)
Ibu : Ooh iya , nama saya Sugiati nduk
Saya : Ibu Sugiati sekarang umur berapa ?

Ibu : (lama berpikir) saya lupa nduk, sekitar 56 itu.

Saya : Waah Ibu awet muda hehe (sambil tertawa) . Sekarang Ibu bekerja sebagai
apa ?

Ibu : Kamu bisa saja nduk. Saya sekarang Cuma jaga kios kecil di pojok situ
(sambil nujuk ke kios).

Saya : Kira-kira penghasilan Ibu setiap harinya berapa ?

Ibu : Gak terlalu banyak nduk, hanya sekitaran Rp25,000,00 .

Saya : Tidak ada kerja sampingan Ibu ?

Ibu : Yo gak ada nduk. Paling kalau ada orang yang mau minta pijetin ke saya,
saya pijetin tapi saya tidak minta upah . terkadang juga ada yang kasik upah ke
saya. Saya ikhlas (dengan mencurahkan semua isi hati Ibu Sugiati).

Kaum Dhuafa | 16
Dari hasil wawancara di atas bisa disebutkan bahwa Bu Sugiati adalah seorang Kaum
Dhu’afa. Apabila dilihat dari usianya, Bu Sugiati semestinya menikmati hari tuanya dengan
anak cucunya. Namun, dikarenakan beliau harus membiayai anak dan cucu nya, Bu Sugiati
berusaha untuk melakukan apa saja yang halal untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Bu
Sugiati juga tidak termasuk orang yang bermalas-malasan seperti pengemis kebanyakannya.
Bu Sugiati sudah menunjukkan jerih payahnya dengan menolong warga sekitar.

Segala perbuatan sosial yang berkaitan dengan kemasyarakatan yang dilakukan


hendaklah mengutamakan saudara semua. Sehingga bisa diharapkan, manusia menjadi
ummat yang unggul baik secara aqidah, ekonomi, pertahanan, dan lain sebagainya. Dari
sinilah loyalitas terhadap ajaran agama menjadi tampak. Rasulullah bersabda :

“Tidak sempurna seseorang di antara kamu, sehingga dia mencintai saudaranya sama seperti
mencintai dirinya sendiri.”

Hadist ini mengaitkan antara kesempurnaan iman dengan kecintaan terhadap sesama
muslim. Bukan hanya sekedar ucapan cinta, tetapi lebih utama adalah pembuktian rasa cinta
itu dalam kehidupan.

Misalnya dengan membantu meringankan beban hidup kaum Dhu’afa secara fisik
maupun non fisik. Karena cinta tanpa bukti tak lebih dari fatamorgana dan hiasan bibir
semata. Kepedulian kepada sesama muslim ini menjadi barometer sejauh mana
kesempurnaan iman seorang muslim. Semakin peduli seorang muslim terhadap saudaranya,
sejauh itu pula kesempurnaan imannya.

Dalam hidup bersama, manusia tidak hanya dikaitkan seperti mata rantai berkaitan
satu sama lain. Manusia berhubungan satu sama lain dengan suatu perasaan dan sikap
pribadi, yaitu dengan cinta kasih. Cinta kasihpun masih didampingi oleh berbagai sikap hati
yang lain seperti kepercayaan dan harapan.

Kaum dhuafa tidaklah lemah dan inferior dalam pergaulan dan membuat hidup
mereka terbelakang atau sebaliknya menjadi superior sehingga terjerumus ke dalam
perbuatan yang merusak diri dan masa depannya, diperlukan keberadaan orang-orang yang
dapat memberikan bimbingan dan pembinaan terhadap para kaum dhuafa. Sejak zaman
Rosulullah bukan hanya memberikan jaminan sosial kepada kaum dhuafa untuk keperluan
hidup di dunia, melainkan juga jaminan akhirat. Rasulullah telah memperlihatkan bagaimana
islam memberikan perhatian yang besar terhadap nasib kaum dhuafa.

Kaum Dhuafa | 17
Dalam konteks pembangunan ekonomi ke depan, kaum dhu’afa dijadikan perhatian
prioritas dari negara. Kehidupan ekonomi kaum dhu’afa sebagaimana sederhananya,
sesungguhnya menjadi basis pertahanan yang strategis bagi negara dalam menghadapi
kemungkinan krisis. Disamping itu, dinamika kehidupan ekonomi kaum dhu’afa relatif lebih
sehat, humanis, komplementatif, dan jauh dari model-model kompetisi yang saling menegasi.

Oleh karena itu, ciri manusia sosial menurut islam ialah kepentingan pribadinya
diletakkan dalam kerangka kesadaran akan kewajibannya sebagai mekhluk sosial.
Kesetiakawanan dan cinta kasih inilah yang pernah dicontohkan Nabi Muhammad SAW dan
sahabat-sahabatnya. Inilah ajaran iman dan amal shalih yang diajarkan oleh Rasulullah SAW
berupa akhlak rabbani dan akhlak insani.

Kaum Dhuafa | 18
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kaum dhu’afa merupakan korban kekerasan negara. Kaum dhu’afa terdiri dari orang-
orang yang terlantar, fakir miskin, anak-anak yatim dan orang cacat. Kaum dhu’afa adalah
orang-orang yang menderita hidupnya secara sistematik. Para dhu’afa setiap hari berjuang
melawan kemiskinan. Kaum dhu’afa menanggung beban hutang negara dengan membeli
mahalnya minyak tanah dan sembako.
Kaum dhu’afa cerminan ketidakmampuan negara dalam memeliharanya. Para dhu’afa
sendirian berjuang melawan sistem kapitalisme. Kaum dhu’afa merupakan orang-orang
miskin yang ada di jalanan, di pinggiran dan di sudut-sudut lingkungan kumuh. Bekerja
sebagai pemulung, pedagang asongan, pengemis jalanan, buruh bangunan, dan abang becak.
Penderitaan dan penindasan yang dialami oleh para kaum dhu’afa menyebabkannya rentan
terhadap penyakit menular dan ancaman bunuh diri.
5.2 Saran
Sebaiknya kita sebagai orang yang berkecukupan, harus lebih bersyukur dengan apa
yang telah kita punya dengan selalu melihat orang-orang yang ada dibawah kita dalam hal
materi.dan sebagai orang yang berkecukupan, kita harus membantu dan membagi sedikit apa
yang kita punya untuk meringankan beban mereka.

Kaum Dhuafa | 19
DAFTAR PUSTAKA

http://jawaposting.blogspot.com/2010/10/makalah-membantu-kaum-duafa.html
http://dwambrn.blogspot.com/2012/10/bab-2-menyantuni-kaum-dhuafa_4154.html
http://putriart12.blogspot.com/2012/08/makalah-agama-islam_27.html
http://i-ricxie.blogspot.com/2010/11/menyantuni-kaum-dhuafa-dalam-islam.html
http://wizaradnan.blogspot.com/2009/07/kepedulian-terhadap-kepada-kaum-dhuafa.html
http://aisyahnuramanda.blogspot.com/2009/09/ayat-ayat-al-quran-tentang-menyantuni.html
http://apakatasidik.wordpress.com/2010/03/10/perbuatan-mubadzir-dalam-islam-sebuah-
telaah-kandungan-surat-al-isra-ayat-26-27/
http://arabquran.blogspot.com/2007/09/topik-34-erosi-makruh-dan-sunnah.html
http://books.google.co.id/books?id=4awyLZUE9AkC&pg=PA1&hl=id&source=gbs_selected_p
ages&cad=3#v=onepage&q&f=false
http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1-2005-sitikurnia-537-
BAB5_419-2.pdf
http://mediaamalislami.wordpress.com/2011/05/08/keberpihakan-islam-kepada-kaum-dhuafa/
http://quran.com/4/9
http://quran.com/17/26-27
http://quran.com/28/5
http://wizaradnan.blogspot.com/
http://dwambrn.blogspot.com/2012/10/bab-2-menyantuni-kaum-dhuafa_4154.html

Kaum Dhuafa | 20
LAMPIRAN

Transkrip Wawancara

Saya : Assalamualaikum buu


Ibu : Wa’alaikumsalam , siapa ya ? (dengan wajah bingung)
Saya : Saya Ima bu, saya bermaksud kesini untuk silaturahmi dengan Ibu
(Sambil mencium tangan Bu Sugiati)
Ibu :Monggo sampean masuk mbak, maaf rumahnya jelek. Hehee (sambil
dipersilahkan duduk)
Saya : Iya Ibu makasih. Ibu disini tinggal dengan siapa kalau boleh tau ?
Ibu : Saya nduk , disini tinggal sama anak dan cucu saya. Suami saya sudah gak
ada (tiba-tiba muka beliau berubah menjadi sedih)
Saya : Kalau boleh tau nama Ibu siapa ? (mengalihkan pembicaraan bermaksud
ingin membuat beliau tidak sedih lagi)
Ibu : Ooh iya , nama saya Sugiati nduk
Saya : Ibu Sugiati sekarang umur berapa ?

Ibu : (lama berpikir) saya lupa nduk, sekitar 56 itu.

Saya : Waah Ibu awet muda hehe (sambil tertawa) . Sekarang Ibu bekerja sebagai
apa ?

Ibu : Kamu bisa saja nduk. Saya sekarang Cuma jaga kios kecil di pojok situ
(sambil nujuk ke kios).

Saya : Kira-kira penghasilan Ibu setiap harinya berapa ?

Ibu : Gak terlalu banyak nduk, hanya sekitaran Rp25,000,00 .

Saya : Tidak ada kerja sampingan Ibu ?

Ibu : Yo gak ada nduk. Paling kalau ada orang yang mau minta pijetin ke saya,
saya pijetin tapi saya tidak minta upah . terkadang juga ada yang kasik upah ke
saya. Saya ikhlas (dengan mencurahkan semua isi hati Ibu Sugiati).

Kaum Dhuafa | 21
Foto Penelitian

Kaum Dhuafa | 22
Kekayaan tidak dilihat dari melimpahnya harta tetapi dari perasaan berpuas diri.
Lihatlah mereka yang lebih tidak beruntung daripada dirimu, sehingga kamu tidak mungkin
tidak berpuas diri atas keberuntungan yang diberikan Allah kepadamu.

Kaum Dhuafa | 23

Anda mungkin juga menyukai