PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Susu merupakan bahan pangan yang memiliki komponen spesifik
seperti lemak susu, kasein (protein susu, dan laktosa (karbohidrat susu).
Seperti halnya asam amino, protein susu (kasein) juga bersifat amfoter.
Protein dalam susu mencapai 3,25%. Struktur primer terdiri dari rantai
polipeptida juga memiliki pH isoelektrik tertentu. pH isoelektrik
merupakan suati nilai pH dimana jumlah muatan listrik positif sama
dengan muatan negatifnya. Pada pH tersebut, protein tidak bermuatan
positif maupun negatif, sehingga dapat membentuk agregat (gumpalan-
gumpalan yang keruh) dan mengendap, karena sebagian protein
menunjukkan kelarutan yang minimal pada pH isolektriknya. Sifat inilah
yang akan digunakan untuk memisahkan atau mengisolasi kasein dari
susu. Protein susu memiliki protein-protein spesifik. Salah satunya adalah
kasein.
Kasein merupakan komponen terbesar dalam susu dan sisanya
berupa whey protein. kadar kasein dari asam-asam amino yang disatukan
ikatan-ikatan peptida (peptida linkages).
Protein juga memiliki pH isoelektrik tertentu. pH isoelektrik
merupakan suati nilai pH dimana jumlah muatan listrik positif sama
dengan muatan negatifnya. Pada pH tersebut, protein tidak bermuatan
positif maupun negatif, sehingga dapat membentuk agregat (gumpalan-
gumpalan yang keruh) dan mengendap, karena sebagian protein
menunjukkan kelarutan yang minimal pada pH isolektriknya. Sifat inilah
yang akan digunakan untuk memisahkan atau mengisolasi kasein dari
susu. Protein susu memiliki protein-protein spesifik. Salah satunya adalah
kasein.
Kasein merupakan komponen terbesar dalam susu dan sisanya
berupa whey protein. kadar kasein pada protein susu mencapai 80%.
Kasein terdiri atas beberapa fraksi seperti alpha-casein, beta casein, dan
kappa-casein. Kasein merupakan salah satu komponen organik yang
melimpah dalam susu bersama dengan lemak dan laktosa. Kasein
merupakan protein konjugasi antara protein dengan fosfat membentuk
fosfoprotein.
Dalam isolasi, kasein larut dalam air, alkohol dan eter namun tidak
larut dalam etanol, senyawa alkali dan beberapa larutan asam (Andaiyani;
2011).
Setelah kasein dikeluarkan, maka protein lain yang tersisa dalam
susu disebut whey protein. Protein serum terdiri dari b-laktoglobulin 50%,
a-laktalbumin 20%, albumin, immunoglobulin, laktoferin, trasferin dan
sebagian kecil protein dan enzim. Whey tidak mengandung fosfor tapi
mengandung asam amino sulfur yang membentuk ikatan disulfide. Jika
ikatan rusak maka protein mengalami denaturasi (Andaiyani; 2011).
Whey protein merupakan protein butiran (globular). Betha-
lactoglobulin, alpha-lactalbumin, Immunoglobulin (Ig), dan Bovine Serum
Albumin (BSA) adalah contoh dari whey protein. Alpha-lactalbumin
merupakan protein penting dalam sintesis laktosa dan keberadaannya juga
merupakan pokok dalam sintesis susu.
Dalam whey protein terkandung pula beberapa enzim, hormon,
antibodi, faktor pertumbuhan (growth factor), dan pembawa zat gizi
(nutrient transporter). Sebagian besar whey protein kurang tercerna dalam
usus. Ketika whey protein tidak tercerna secara lengkap dalam usus, maka
beberapa protein utuh dapat menstimulasi reaksi kekebalan sistemik.
Peristiwa ini dikenal dengan alergi protein susu (milk protein allergy)
(Andaiyani; 2011).
II.1.3 Laktosa
Kadar Laktosa (karbohidrat)
Karbohirat merupakan zat organik yang terdiri atas karbon,
hidrogen, dan oksigen. Karbohidrat dapat dikelompokan berdasarkan
jumlah molekul gula-gula sederhana (simple sugars) dalam karbohidrat
tersebut. Monosakarida, disakarida, dan polisakarida merupakan beberapa
kelompok karbohidrat. Laktosa adalah karbohidrat utama susu dengan
proporsi 4,6% dari total susu. Laktosa tergolong dalam disakarida yang
disusun dua monosakarida, yaitu glukosa dan galaktosa. Rasa manis
laktosa tidak semanis disakarida lainnya, semacam sukrosa. Rasa manis
laktosa hanya seperenam kali rasa manis sukrosa (Anonim; 2012b).
Laktosa dapat mempengaruhi tekanan osmosa susu, titik beku, dan
titik didih. Keberadaan laktosa dalam susu merupakan salah satu keunikan
dari susu itu sendiri, karena laktosa tidak terdapat di alam kecuali sebagai
produk dari kelenjar susu. Laktosa merupakan zat makanan yang
menyediakan energi bagi tubuh. Namun, laktosa ini harus dipecah menjadi
glukosa dan galaktosa oleh enzim bernama laktase agar dapat diserap usus
(Anonim; 2012e).
Enzim laktase merupakan enzim usus yang digunakan untuk
menyerap dan mencerna laktosa dalam susu. Enzim adalah suatu zat yang
bekerja sebagai katalis untuk melakukan perubahan kimiawi, tanpa diikuti
perubahan enzim itu sendiri. Jika kekurangan enzim laktase dalam
tubuhnya, manusia akan mengalami gangguan pencernaan pada saat
mengonsumsi susu. Laktosa yang tidak tercerna akan terakumulasi dalam
usus besar dan akan memengaruhi keseimbangan osmotis di dalamnya,
sehingga air dapat memasuki usus. Peristiwa tersebut lazim dinamakan
intoleransi laktosa (Anonim; 2012b).
II.1.4 Uji Kasein
Melihat Butiran Lemak
Besar kecilnya butir lemak ditentukan oleh kadar air yang ada
didalamnya. Makin banyak air maka makin besar globuler dan keadaan ini
dikhawatirkan akan menjadi pecah. Bila globuler pecah maka air susu
disebut pecah. Air susu yang pecah tidak dapat dipisahkan lagi krimnya,
dan tidak dapat dijadikan sebagai bahan makanan. Globuler air susu
mudah menyerap bau dari sekitarnya, oleh karena itu jangan simpan air
susu pada tempat yang berbau (Saleh; 2004).
Pengukuran Kadar pH
Susu segar mempunyai sifat ampoter, artinya dapat bersifat asam
dan basa sekaligus. Jika diberi kertas lakmus biru, maka warnanya akan
menjadi merah, sebaliknya jika diberi kertas lakmus merah warnanya akan
berubah menjadi biru. Potensial ion hydrogen (pH) susu segar terletak
antara 6.5 sampai 6.7. Jika dititrasi dengan alkali dan kataliasator
penolptalin, total asam dalam susu diketahui hanya 0.10 sampai 0.26 %
saja. Sebagian besar asam yang ada dalam susu adalah asam laktat.
Meskipun demikian keasaman susu dapat disebabkan oleh berbagai
senyawa yang bersifat asam seperti senyawa-senyawa pospat komplek,
asam sitrat, asam-asam amino dan karbondioksida yang larut dalam susu.
Bila nilai pH air susu lebih tinggi dari 6,7 biasanya diartikan terkena
mastitis dan bila pH dibawah 6,5 menunjukkan adanya kolostrum ataupun
pemburukan bakteri (Saleh; 2004).
Penggumpalan Kasein
Susu mengandung protein berupa kasein yang dapat mengalami
penggumpalan. Penggumpalan susu dalam proses pembuatan tahu susu
dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan asam, enzim
proteolitik, dan alkohol serta dapat dipercepat dengan pemanasan.
Penggumpal yang biasa digunakan adalah penggumpal kimia antara lain
kalsium / magnesium-klorida, kalsium sulfat, glukano-D-laktone, dan
penggumpal asam (asam laktat, asam asetat) (Anggraeni et al; 2013).
Sifat-sifat Kasein (Uji Reaksi Protein)
1. Uji biuret.
Ikatan peptida dan asam amino ketika direaksikan akan membentuk
kromofor (senyawa berwarna). Ikatan antara asam amino dengan
ikatan peptida adalah struktur paling sederhana (struktur primer).
Struktur sekunder yaitu ikatan antara ikatan peptida dengan ikatan
hidrogen sehingga membentuk α-helix dan β-helix. Sekumpulan dari
struktur sekunder membentuk struktur tersier ikatan peptida. Struktur
kuartener dibentuk dari ikatan antar polipeptida (Lehninger; 1995).
2. Uji hopskin-cole.
Pencampuran pereaksi Hopkins-Cole, asam sulfat dituangkan
perlahan-lahan sehingga membentuk lapisan di bawah larutan protein.
Beberapa saat kemudian akan terjadi cincin ungu pada batas antara
kedua lapisan tersebut (Hart et al; 2003)
3. Uji Milon.
Uji milon bertujuan untuk mengetahui adanya asam amino tirosin pada
susu. Gumpalan kasein ketika ditambahkan 1ml larutan HgSO4 1% dan
dipanaskan selama 10 menit lalu didinginkan maka akan terbentuk
endapan putih yang dihasilkan dari reaksi antara Hg dengan asam
amino tirosin pada albumin. Ditambahkan sedikit NaNO3 kristal
kemudian dipanaskan kembali selama 10 menit, akan terbentuk
endapan merah.Endapan merah yang dihasilkan berasal dari
pencampuran HgSO4 dengan NaNO3 menjadi HgNO3. Hal ini sesuai
dengan pendapat Jalip (2008), apabila pereaksi ini ditambahkan pada
larutan protein, akan menghasilkan endapan putih yang dapat berubah
menjadi merah oleh pemanasan. Pada dasarnya reaksi ini positif untuk
fenol-fenol, karena terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus
hidroksifenil yang berwarna.
4. Uji xanthoprotein.
Uji xanthoprotein bertujuan untuk mengetahui adanya asam amino 11
ristal 11 (tripthopan, tirosin dan fenilalanin) pada susu. Hasil yang
diperoleh dari gumpalan kasein yang ditambahkan dengan HNO3
pekat, dipanaskan dan didinginkan menunjukkan adanya endapan
berwarna kuning dan setelah itu penambahan NH4OH menyebabkan
endapan pada larutan tersebut semakin keruh dan kuning keoranyenan.
Endapan ini mengindikasikan bahwa di dalam susu tersebut terdapat
asam amino tirosin, tripthopan dan fenilalanin. Susu mengandung
senyawa N yang jika direaksikan dengan HNO3 pekat akan
menghasilkan ikatan N yang lebih banyak yang ditandai denagn warna
kuning, kemudian setelah ditambhakan dengan NH4OH ikatan yang
dihasilkan semakin lebih banyak, sehingga warna dari larutantersebut
semakin berwarna kuning keoranyenan., warna kuning terbentuk
karena asam amino dari tirosin, triptofan dan fenilalanin memiliki inti
11 ristal yang jika ditambahkan dengan larutan HNO3 pekat akan
membentuk warna kuning, tetapi warna kuning ini akan berubah
menjadi warna orange jika diberi penambahan larutan basa (Sumirdjo;
2008).
Pengujian terhadap Sifat-sifat Filtrat
1. Preparasi.
Filtrat dari hasil uji penggumpalan kasein dipanaskan hingga terdapat
endapan putih di dasar larutan tersebut. Larutan yang telah dipanaskan
tersebut disaring dan 12ristal12 dari larutan tersebut dibagi menjadi
dua sama banyak yang akan digunakan untuk uji benedict dan uji
osazon. Pemanasan ini bertujuan untuk menggumpalkan protein
sehingga pada 12 ristal12 sudah tidak ada lagi kandungan proteinnya.
Selain itu pemanasan juga akan menghidrolisis senyawa yang
terkandung dalam 12 ristal12 menjadi senyawa yang lebih sederhana
sehingga pengujian selanjutnya lebih mudah untuk dilakukan.
2. Uji benedict.
Uji benedict ini bertujuan untuk mengetahui adanya gugus pereduksi
dalam laktosa. Sebanyak 1 ml 12 ristal 12 hasil preparasi ditambahkan
dengan reagen benedict dan dipanaskan sehingga larutan tersebut dari
warna biru berubah menjadi terdapat endapan berwarna merah bata di
dasar larutan. Pemanasan dilakukan bertujuan untuk mempercepat
reaksi pelepasan gugus reduksi yang ada di dalam glukosa susu atau
laktosa. Hasil yang didapat pada percobaan ini adalah adanya endapan
merah bata. Gugus reduksi yang sudah terlepas dari laktosa mampu
mereduksi larutan Benedict (CuSO4) menjadi senyawa Cu2O yang
berwarna merah bata. Hasil percobaan sesuai dengan pendapat
Sudarmadji (2003), bahwa Gula reduksi dengan larutan Benedict
(campuran garam kuprisulfat, Natrium sitrat, Natrium karbonat) akan
terjadi reaksi reduksi-oksidasi dan dihasilkan endapan berwarna merah
bata dari senyawa Cu2O.
3. Uji osazon.
Uji osazon bertujuan untuk mengetahui adanya uji fisik karbohidrat
yang ada didalam susu atau laktosa. Sisa 12 ristal12 hasil preparasi
ditambah dengan lima tetes asam asetat 12 ristal dan sedikit
fenilhidrazin padat serta Na Asetat dengan perbandingan 1:2 lalu
dipanaskan dan kemudian disaring. Pemanasan ini bertujuan untuk
melepaskan gugus aldehid atau keton bebas dari senyawa karbohidrat
yang ada di dalam 13ristal13. Penyaringan dilakukan bertujuan untuk
memisahkan antara 13ristal13 yang mengandung gugus aldehid atau
keton dengan gumpalan yang berisi senyawa yang tidak diperlukan.
Tahapan berikutnya adalah adanya pemanasan kembali selama 30
menit. Pemanasan kedua bertujuan untuk mempercepat reaksi antara
gugus aldehid atau keton yang ada di dalam laktosa dengan
fenilhidrzin sehingga terbentuk osazon. Senyawa osazon yang
terbentuk diamati melalui mikroskop. Hasil percobaan sesuai dengan
pendapat McGilvery (1996), bahwa semua karbohidrat yang
mempunyai gugus aldehid atau keton bebas akan membentuk osazon
bila dipanaskan bersama fenilhidrazina berlebih. Osazon yang terjadi
mempunyai bentuk 14 ristal yang khas dan titik lebur yang berbeda
bagi masing-masing karbohidrat.
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah batang
pengaduk, corong, , gelas erlenmeyer, gelas kimia, gelas ukur, hot plate
kertas saring, dan pipet skala
III.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah susu
“Dancow”, aquadest, CaCO3, etanol 90%, karbon aktif, es batu.
IV.2 Reaksi
IV.2 Perhitungan
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
Rendamen = x 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
2,040 𝑔𝑟𝑎𝑚
= x 100%
10 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 20,4%
BAB V
PEMBAHASAN
Anggraini, R.P., Agustinus, H.D.R., dan R. Singgih, S.S. 2013. Pengaruh Level
Enzim Bromelin Dari Nanas Masak Dalam Pembuatan Susu Terhadap
Rendemen dan Kekenyalan Tahu Susu. Fakultas Peternakan UNSOED.
Purwokerto.
Hart, H., Craine, L.E., dan Hart, D.J. 2003. Kimia Organik. Erlangga. Jakarta.
Saleh, Eniza. 2004. Dasar Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. USU
Digital Library. Medan.
Sediaoetama, D.A. 2006. Ilmu Gizi Jilid I. Penerbit Dian Rakyat. Jakarta.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
LAMPIRAN
Oleh:
Golongan : I / Senin
Kelas : Transfer 2014
Asisten : Dewi
LABORATRIUM KIMIA
SEKOLAH TINGGI ILMU FARASI
MAKASSAR
2015