Anda di halaman 1dari 21

TUGAS MAKALAH

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

“RESIKO K3 DAN PENGENDALIANNYA”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK II

Otniel Sampe Bunga F.17.056


Patmawati F.17.057
Rahayu andriani Sari F.17.058
Rahma Bunga Sari F.17.059
Rezki Awan F.17.060
Ria Wulandari F.17.061
Ririn Dharma Gayatri F.17.062
Sahrul F.17.063
Sasnita F.17.064

PROGRAM STUDI D-III FARMASI

POLITEKNIK BINA HUSADA

KENDARI

2019
Nitrat Organik

Nitrat organik bermanfaat sebagai antiangina telah dikenal sejak 1867.


Brunto menggunakan aminitrit untuk mengatasi nyeri angina. Pengalaman
menggunakan nitrat organik, dua masalah utama muncul, yaitu toleransi dan
penurunan tekanan darah secara nyata sehingga berbahaya pada infark jantung akut
(IJA). Nitrat organik merupakan obat yang penting hingga kini untuk pengobatan
penyakit jantung iskemik, dan efektifitasnya telah ditunjukkan dalam studi klinis
menurunkan mortalitas, mengurangi cedera iskemik dan luas infark.
Nitrat organik adalah ester alkohol polivalen dengan asam nitrat,
sedangkan nitrit organik adalah ester asam nitrit. Ester nitrat (-C-O-NO2) dan nitrit
(-C-O-NO) berbeda dengan senyawa nitro (C-NO 2). Jadi nama nitrogliserin adalah
salah untuk senyawa gliseril trinitrat tetapi nama ini telah diterima secara luas dan
resmi.
Amilnitrit, ester asam nitrit dengan alkohol, merupakan cairan yang
mudah menguap dan biasa diberikan melalui inhalasi. Nitrat organik dengan berat
molekul rendah (misalnya nitrogliserin) berbentuk seperti minyak, relatif mudah
menguap. Sedangkan ester nitrat lainnya yang berat molekulnya tinggi (misalnya
eritritil tetranitrat, pentaeritritol tetranitrat dan isosorbid dinitrat) berbentuk padat.
Golongan nitrat mudah larut dalam lemak, sedangkan metabolitnya lebih mudah
larut dalam air. Nitrat dan nitrit organik serta senyawa lain yang dapat berubah
dalam tubuh menjadi nitrogen oksida (NO) secara kolektif disebut nitrovasodilator.
1. Farmakodinamik
a. Mekanisme kerja
Secara in vivo nitrat organik merupakan prodrug yaitu menjadi aktif
setelah dimetabolisme dan mengeluarkan nitrogen monoksida (NO, endothelial
derived relaxing factor /EDRF). Biotransformasi nitrat organik yang
berlangsung intraseluler ini agaknya dipengaruhi oleh adanya reduktase
ekstrasel dan reduced tiol (glutation) intrasel. NO akan membentuk kompleks
nitrosoheme dengan guanilat siklase dan menstimulasi enzim ini sehingga kadar
Cgmp meningkat. Selanjutnya cGMP akan menyebabkan defosforilasi miosin,
sehingga terjadi relaksasi otot polos.
Mekanisme kedua nitrat organik adalah bersifat endothelium-
dependent, dimana akibat pemberian obat ini akan dilepaskan prostasiklin
(PGI2) dari endothelium yang bersifat vasodilator. Pada keadaan dimana
endothelium mengalami kerusakan seperti aterosklerosis dan iskemia, efek ini
hilang.Atas dasar kedua hal ini maka nitrat organik dapat menimbulkan
vasodilatasi dan mempunyai efek antiagregasi trombosit.
b. Efek Kardiovaskular
Nitrat organik menurunkan kebutuhan dan meningkatkan suplai oksigen
dengan cara mempengaruhi tonus vaskular.
Nitrat organik menimbulkan vasodilatasi semua sistem vaskular. Pada
dosis rendah nitrat organik menimbulkan venodilatasi sehingga terjadi
pengumpulan darah pada vena perifer dan dalam splanknikus. Venous pooling
ini menyebabkan berkurangnya alir balik darah ke dalam jantung, sehingga
tekanan pengisian ventrikel kiri dan kanan (preload) menurun. Dengan cara
ini, maka kebutuhan oksigen miokard akan menurun.
c. Efek lain
Nitrovasodilator menimbulkan relaksasi otot polos bronkus, saluran
empedu, saluran cerna dan saluran kemih. Tetapi karena efeknya hanya
selintas, maka tidak bermakna secara klinis. Peningkatan cGMP oleh nitrat
organik dapat menurunkan agregasi trombosit tetapi sejumlah studi prospektif
tidak menunjukkan manfaat dalam meningkatkan survival pasien dengan
infark jantung akut.
d. Efek samping
Efek samping nitrat organik umumnya berhubungan dengan efek
vasodilatasinya. Pada awal terapi sering ditemukan sakit kepala, flushing
karena dilatasi arteri serebral. Sakit kepala biasanya berkurang setelah
beberapa kali pemakaian atau pengurangan dosis obat. Parasetamol dapat
membantu mengurangi sakit kepala. Dapat terjadi hipotensi postural. Oleh
sebab itu pasien diminta duduk sebelum mendapat nitrat organik dengan mula
kerja cepat. Bila hipotensi berat terjadi bersama refleks takikardia, hal ini
dapat memperburuk angina.
Ketergantungan nitrat organik dapat terjadi, sehingga pada pasien yang
mendapat nitrat organik dosis tinggi dan lama, penghentian obat harus
dilakukan secara bertahap. Pernah dilaporkan penghentian obat secara
mendadak menimbulkan gejala rebound angina. Nitrat organik terutama
pentaeritritol tetranitrat dapat menimbulkan rash. Untuk mengurangi eritema
pada penggunaan plester nitrat organik, daerah kulit tempat aplikasi obat perlu
diubah-ubah.
2. Farmakokinetik
Nitrat organik diabsorbsi dengan baik lewat kulit, mukosa sublingual
dan oral. Metabolisme obat-obat ini dilakukan oleh nitrat organik larut lemak
menjadi metabolitnya yang larut air yang tidak aktif atau mempunyai efek
vasodilatasi lemah. Efek lintas pertama dalam hati ini menyebabkan
bioavaibilitas nitrat organik oral sangat kecil (nitro-gliserin dan isosorbid dinitrat
< 20%). Oleh karena itu, untuk meningkatkan kadar obat dalam darah secara
cepat, serangan akut angina diatasi dengan preparat sublingual. Contoh nitrat
organik sub-lingual yang banyak di pasar adalah nitrogliserin dan isosorbid
dinitrat. Pada pemberian sublingual, kadar puncak plasma nitrogliserin tercapai
dalam 4 menit, waktu paruh 1-3 menit. Metabolit dinitratnya yang mempunyai
efek vasodilatasi 10 x kurang kuat, mempunyai waktu paruh kira-kira 40 menit.
Sediaan lain nitrat organik adalh preparat transdermal, seperti salep
atau plester. Plester nitrogliserin dirancang untuk penggunaan 24 jam dan
melepaskan 0.2 mg-0.8 mg obat tiap jam. Mula kerja lama dengan puncak efek
tercapai dalam 1-2 jam. Salep nitrogliserin (2%) diletakkan pada kulit 2.5-5 cm 2,
dosisnya disesuaikan untuk tiap pasien. Efek terapi muncul dalam 30-60 menit
dan bertahan selama 4-6 jam. Bentuk salep biasanya digunakan untuk mencegah
angina yang timbul malam hari. Preparat transdermal sering menimbulkan
toleransi, sehingga terapi perlu dihentikan selama 8-12 jam.
3. Indikasi
a. Angina Pektoris
Nitrat organik digunakan untuk pengobatan berbagai jenis pektoris.
Walaupun data yang ada tidak menunjukkan bahwa nitrat organik menurunkan
mortalitas atau nitrat organik menurunkan mortalitas atau kejadian infark
jantung baru, obat ini digunakan secara luas untuk angina tidak stabil.
b. Infark jantung
Dalam beberapa laporan awal penggunaan nitrat organik pada infark
jantung akut dapat mengurangi luas infark dan memperbaiki fungsi jantung,
tetapi data selanjutnya menunjukkan hasil yang kontradiktif sehingga tidak
direkomendasikan.
c. Gagal jantung kongestif
Penggunaan nitrat organik untuk gagal jantung kongestif biasanya
dalam bentuk kombinasi. Kombinasi nitrat organik dan hidralazin dilaporkan
memperbaiki survival pasien gagal jantung. Penelitian lain menunjukkan
kemungkinan penggunaan pengahmbat EKA dalam pertama terapi gagal
jantung dengan vasodilator, diikuti oleh lini kedua penghambat reseptor
angiotensin atau kombinasi nitrat organik-hidralazin.
B-Blocker

Obat-obat Beta Blocker, juga dikenal sebagai beta-adrenergic blocking


agents, adalah obat-obat yang menghambat norepinephrine dan epinephrine
(adrenaline) agar tidak berikatan dengan reseptor-reseptor beta. Ada tiga tipe
reseptor beta dan masing-masing mengontrol beberapa fungsi berdasarkan pada
lokasi mereka dalam tubuh.
1. Beta-1 receptors ditemukan di jantung, otak, mata, neuron adrenergik perifer, dan
ginjal. Reseptor β1 merupakan reseptor yang bertanggung jawab untuk
menstimulasi produksi katekolamin yang akan menstimulasi produksi renin.
Dengan berkurangnya produksi renin, maka cardiac output akan berkurang yang
disertai dengan turunnya tekanan darah.
2. Beta-2 receptors ditemukan dalam paru, saluran pencernaan, hati, rahim (uterus),
pembuluh darah, dan otot rangka.
3. Beta-3 receptors dapat ditemukan pada sel-sel lemak.

A. Farmakodinamik Beta Blocker


Beta blocker menghambat efek obat adrenergik, baik NE dan epi endogen
maupun obat adrenergik eksogen. Beta blocker kardioselektif artinya mempunyai
afinitas yang lebih besar terhadap reseptor beta-1 daripada beta-2. Propanolol,
oksprenolol, alprenolol, asebutolol, metoprolol, pindolol dan labetolol mempunyai
efek MSA (membrane stabilizing actvity) → efek anastesik lokal.
1. Kardiovaskuler: mengurangi denyut jantung dan kontraktilitas miokard
2. Menurunkan tekanan darah
3. Antiaritmia: mengurangi denyut dan aktivitas fokus ektopik
4. Menghambat efek vasodilatasi, efek tremor (melalui reseptor beta-2)
5. Efek bronkospasme (hati-hati pada asma)
6. Menghambat glikogenolisis di hati
7. Menghambat aktivasi enzim lipase
8. Menghambat sekresi renin → antihipertensi\
B. Aspek Farmakokinetik
1. Beta bloker larut lemak (propanolol, alprenolol, oksprenolol, labetalol dan
metoprolol) diabsorbsi baik (90%)
2. Beta bloker larut air (sotolol, nadolol, atenolol) kurang baik absorbsinya
3. Kardioselektif: asebutolol, metoprolol, atenolol, bisoprolo
4. Non kardioselektif: propanolol, timolol, nadolol, pindolol, oksprenolol, alprenol
5. Beta blocker menghambat secara kompetitif efek obat adrenergic, baik
Norepinefrin dan Epinefrin endogen maupun obat adrenergic eksogen, pada
adrenoseptor beta. Potensi hambatan dilihat dari kemampuan obat ini dalam
menghambat takikardia yang ditimbulkan oleh isoproterenol atau oleh exercise.
Karena hambatan ini bersifat kompetitif reversible, maka dapat diatasi dengan
meningkatkan kadar obat adrenergic

C. Indikasi dan Kontraindikasi Beta Blocker


a. Indikasi
Beta blockers diindikasikan untuk merawat:
1. irama jantung yang abnormal,
2. tekanan darah tinggi,
3. gagal jantung,
4. angina (nyeri dada)
5. tremor,
6. pheochromocytoma, dan
7. pencegahan migrain-migrain.
Beta blockers juga mampu mencegah lebih jauh serangan jantung
dan kematian setelah serangan jantung. Obat ini juga diindikasikan untuk
pengobatan-pengobatan lain termasuk perawatan hyperthyroidism, akathisia
(kegelisahan atau ketidakmampuan untuk duduk dengan tenang), dan
ketakutan. Beberapa beta blockers mengurangi produksi dari aqueous humor
dalam mata dan oleh karenanya digunakan untuk mengurangi tekanan dalam
mata yang disebabkan oleh glaukoma.
b. Kontraindikasi
1. Penyakit Paru Obstruktif
2. Diabetes Militus (hipoglikemia)
3. Penyakit Vaskuler
4. Disfungsi Jantung

D. Dosis dan Sediaan B-Blocker


a. Pembagian dosis beta-blockers dilakukan berdasarkan tujuan terapi. Jika
digunakan untuk pengobatan hipertensi maka dosis beta-blockers harus
dititrasi menurut tekanan darah yang ingin dicapai. Sementara, jika beta-
blockers digunakan dalam jangka panjang seperti pada gagal jantung kronik
atau pasca- infark miokard, dosis harus dititrasi sesuai dengan dosis yang
digunakan dalam uji klinis. Penghentian terapi beta-blockers setelah
pengobatan kronik dapat menimbulkan beberapa gejala seperti hipertensi,
aritmia, dan eksaserbasi angina.
b. Sediaan
1. Propanolol: tab 10 dan 40 mg, kapsul lepas lambat 160 mg
2. Alprenolol: tab 50 mg
3. Oksprenolol: tab 40 mg, 80 mg, tab lepas lambat 80 mg
4. Metoprolol: tab 50 dan 100 mg, tab lepas lambat 100 mg
5. Bisoprolol: tab 5 mg
6. Asebutolol: kap 200 mg dan tab 400 mg
7. Pindolol: tab 5 dan 10 mg
8. Nadolol: tab 40 dan 80 mg
9. Atenolol: tab 50 dan 100 mg

E. Efek Samping Beta Blocker


Beta blockers mungkin menyebabkan :
1. Diare
2. kejang-kejang perut,
3. mual, dan muntah
4. Ruam, penglihatan yang kabur, kejang-kejang otot, dan kelelahan mungkin
juga terjadi.
5. Sebagai perluasan dari efek-efek mereka yang bermanfaat, mereka
memperlambat denyut jantung, mengurangi tekanan darah, dan mungkin
menyebabkan gagal jantung atau penghalangan jantung pada pasien-pasien
dengan persoalan-persoalan jantung
6. Beta blockers harus tidak diberhentikan dengan tiba-tiba karena
penghentian tiba-tiba mungkin memperburuk angina (nyeri dada) dan
menyebabkan serangan-serangan jantung atau kematian mendadak.

F. Contoh Obat Beta Blocker


1. Asebutol
Nama Paten : sacral, corbutol,sectrazide.
Sediaan obat : tablet, kapsul.
Mekanisme kerja : menghambat efek isoproterenol, menurunkan aktivitas
renin, menurunka outflow simpatetik perifer.
Indikasi : hipertensi, angina pectoris, aritmia,feokromositoma, kardiomiopati
obtruktif hipertropi, tirotoksitosis.
Kontraindikasi : gagal jantung, syok kardiogenik, asma, diabetes mellitus,
bradikardia, depresi.
Efek samping : mual, kaki tangan dingin, insomnia, mimpi buruk, lesu
Interaksi obat : memperpanjang keadaan hipoglikemia bila diberi bersama
insulin. Diuretic tiazid meningkatkan kadar trigleserid dan
asam urat bila diberi bersaa alkaloid ergot. Depresi nodus
AV dan SA meningkat bila diberikan bersama dengan
penghambat kalsium

Dosis : 2 x 200 mg/hr (maksimal 800 mg/hr).


2. Atenolol
Nama paten : Betablok, Farnomin, Tenoret, Tenoretic, Tenormin, internolol.
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : pengurahan curah jantung disertai vasodilatasi perifer,
efek pada reseptor adrenergic di SSP, penghambatan
sekresi renin akibat aktivasi adrenoseptor di ginjal.
Indikasi : hipertensi ringan – sedang, aritmia
Kontraindikasi : gangguan konduksi AV, gagal jantung tersembunyi,
bradikardia, syok kardiogenik, anuria, asma, diabetes.
Efek samping : nyeri otot, tangan kaki rasa dingin, lesu, gangguan tidur, kulit
kemerahan, impotensi.
Interaksi obat : efek hipoglikemia diperpanjang bila diberikan bersama
insulin. Diuretik tiazid meningkatkan kadar trigliserid dan
asam urat. Iskemia perifer berat bila diberi bersama
alkaloid ergot.
Dosis : 2 x 40 – 80 mg/hr
Kalsium Antagonis

Kalsium Antagonis dalah kelas obat heterogen dan golongan obat


penurun tekanan darah atau anti hipertensi yang bekerja dengan cara menghambat
pemasukan ion kalsium ke dalam sel otot vaskular perifer sehingga menimbulkan
vasodilatasi, sedangkan pada sistem konduksi jantung, kalsium antagonis
memperpanjang masa konduksi dan masa refrakter AV node serta menekan
otomatisitas SA node.
A. Klasifikasi
Kalsium antagonis di bagi menjadi 2 golongan yaitu Antagonis kalsium
Dihidropiridin dan Non Dihidropiridin.
1. Dihidropiridin :Golongan dihidropiridin terutama bekerja pada arteri
sehingga
dapat berfungsi sebagai obat antihipertensi.
Contohnya : Nifedipine, Amlodipine, felodipin, isradipin, nikardipin, dan
nisoldipin
a. Nifedipin : merelaksasi otot polos vaskular sehingga mendilatasi arteri
koroner dan perifer. Obat ini lebih berpengaruh pada pembuluh darah dan
kurang berpengaruh pada miokardium dari pada verapamil. Tidak seperti
verapamil, nifedipin tidak mempunyai aktivitas antiaritmia. Nifedipin
jarang menimbulkan gagal jantung, karena efek inotropik negatifnya
diimbangi oleh pengurangan kerja ventrikel kiri. Sediaan nifedipin kerja
pendek tidak dianjurkan untuk pengobatan jangka panjang hipertensi,
karena menimbulkan variasi tekanan darah yang besar dan refleks
takikardia.
b. Amlodipin dan felodipin : menunjukkan efek yang serupa dengan nifedipin
dan nikardipin, tidak mengurangi kontraktilitas miokard dan tidak
menyebabkan perburukan pada gagal jantung. Obat ini mempunyai masa
kerja yang lebih panjang, dan dapat diberikan sekali sehari. Nifedipin,
nikardipin, amlodipin, dan felodipin digunakan untuk pengobatan angina
atau hipertensi. Semuanya bermanfaat pada angina yang disertai dengan
vasospasme koroner. Efek samping akibat efek vasodilatasinya adalah
muka merah dan sakit kepala, dan edema pergelangan kaki (yang hanya
memberikan respons parsial terhadap diuretika).
2.Non – dihidropinin :
Golongan non dihidropinin ini mempengaruhi sistem konduksi
jantung dan cenderung melambatkan denyut jantung. Efek hipertensinya
melalui vasodilatasi perifer dan penurunan resistensi perifer. Contohnya :
Veramil dan Diltiazem
a. Verapamil
Digunakan untuk pengobatan angina, hipertensi, dan aritmia. Obat ini
merupakan antagonis kalsium dengan kerja inotropik negatif yang
poten, mengurangi curah jantung, memperlambat denyut jantung, dan
mengganggu konduksi AV. Dengan demikian verapamil dapat
mencetuskan gagal jantung, memperburuk gangguan konduksi, dan
menyebabkan hipotensi pada dosis tinggi. Karena itu obat ini tidak
boleh digunakan bersama dengan beta-bloker. Efek samping utamanya
berupa konstipasi.
b.Diltiazem efektif untuk sebagian besar angina. Selain itu, sediaan kerja
panjangnya juga digunakan untuk terapi hipertensi. Senyawa ini dapat
digunakan untuk pasien yang karena sesuatu sebab tidak dapat diberikan
beta-bloker. Efek inotropik negatifnya lebih ringan dibanding verapamil
dan jarang terjadi depresi miokardium yang bermakna. Meskipun
demikian, karena risiko bradikardinya, tetap diperlukan kehati-hatian
bila digunakan bersama beta-bloker.

B. Mekanisme Kerja
Antagonis kalsium bekerja dengan cara menghambat pemasukan ion
kalsium ke dalam sel otot vaskular perifer sehingga menimbulkan vasodilatasi,
sedangkan pada sistem konduksi jantung, kalsium antagonis memperpanjang masa
konduksi dan masa refrakter AV node serta menekan otomatisitas SA node.
Antagonis kalsium menghambat arus masuk ion kalsium melalui saluran lambat
membran sel yang aktif. Golongan ini mempengaruhi sel miokard jantung, dan sel
otot polos pembuluh darah, sehingga mengurangi kemampuan kontraksi miokard,
pembentukan dan propagasi impuls elektrik dalam jantung, dan tonus vaskuler
sistemik atau koroner.
Antagonis kalsium (AK) bekerja dengan cara menghambat masuknya
kalsium ke dalam sel melalui chanel-L. AK dibagi 2 golongan besar, yaitu AK
non-dihidropiridin (kelas fenilalkilamin dan benzotiazepin) dan AK dihidropiridin
(1,4-dihidropiridin). Golongan dihidropiridin terutama bekerja pada arteri
sehingga dapat berfungsi sebagai OAH, sedangkan golongan non-dihidropiridin
mempengaruhi sistem konduksi jantung dan cenderung melambatkan denyut
jantung, efek hipertensinya melalui vasodilatasi perifer dan penurunan resistensi
perifer.
Antagonis kalsium bekerja dengan menghambat influks kalsium pada sel
otot polos pembuluh darah dan miokard. Di pembuluh darah, antagonis kalsium
terutama menimbulkan relaksasi arteriol, sedangkan vena kurang dipengaruhi.
Penurunan resistensi perifer ini sering diikuti efek takikardia dan vasokonstriksi,
terutama bila menggunakan golongan obat dihidropirin (Nifedipine). Sedangkan
Diltiazem dan Veparamil tidak menimbulkan takikardia karena efek kronotropik
negatif langsung pada jantung. Contoh antihipertensi dari golongan ini adalah
Amlodipine, Diltiazem, Verapamil, Nifedipine. Antagonis kalsium menghambat
arus masuk ion kalsium melalui saluran lambat membran sel yang aktif. Golongan
ini mempengaruhi sel miokard jantung, dan sel otot polos pembuluh darah,
sehingga mengurangi kemampuan kontraksi miokard, pembentukan dan propagasi
impuls elektrik dalam jantung, dan tonus vaskuler sistemik atau koroner.
C. Indikasi
a. Antagonis Kalsium sebagai Obat bagi penderita Hipertensi
Hipertensi atau Darah Tinggi adalah keadaan dimana seseorang
mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal atau kronis (dalam waktu
yang lama). Pada penderrita hipertensi Antagonis kalsium (AK) bekerja
dengan cara menghambat masuknya kalsium ke dalam sel melalui chanel-L.
Calcium Antagonists (antagonis kalsium). Kalsium menyebabkan dinding
arteri berkontraksi. Hal ini menyebabkan arteri menyempit, dan tekanan darah
meningkat. Golongan obat ini menghambat pengambilan kalsium ke dalam
dinding pembuluh darah. Sebagai akibatnya kontraksi arteri berkurang, arteri
melebar, dan tekanan darah turun. Contoh golongan obat ini adalah amlodipin.
Sering digunakan obat jantung jenis antihipertensi yang melebarkan
pembuluh darah (vasodilator), yang bisa melebarkan arteri, vena atau
keduanya. Pelebar arteri akan melebarkan arteri dan menurunkan tekanan
darah, yang selanjutnya akan mengurangi beban kerja jantung.Pelebar vena
akan melebarkan vena dan menyediakan ruang yang lebih untuk darah yang
telah terkumpul dan tidak mampu memasuki bagian kanan jantung.Hal ini
akan mengurangi penyumbatan dan mengurangi bebanjantung.Obat jantung
jenis antihipertensi yang paling banyak digunakan adalah ACE-inhibitor
(angiotensin converting enzyme inhibitor).Obat ini tidak hanya meringankan
gejala tetapi juga memperpanjang harapan hidup penderita. ACE-inhibitor
melebarkan arteri dan vena; sedangkan obat terdahulu hanya melebarkan vena
saja atau arteri saja (misalnya nitroglycerin hanya melebarkan vena,
hydralazine hanya melebarkan arteri).
AK dibagi 2 golongan besar, yaitu AK non-dihidropiridin (kelas
fenilalkilamin dan benzotiazepin) dan AK dihidropiridin (1,4-dihidropiridin).
Golongan dihidropiridin terutama bekerja pada arteri sehingga dapat berfungsi
sebagai OAH, sedangkan golongan non-dihidropiridin mempengaruhi sistem
konduksi jantung dan cenderung melambatkan denyut jantung, efek
hipertensinya melalui vasodilatasi perifer dan penurunan resistensi perifer.
Penelitian yang membandingkan efek antihipertensi AK dengan obat lain
menunjukkan efek antihipertensi yang sama baiknya pada pasien dengan
hipertensi ringan dan moderat. Efek anti hipertensi AK berhubungan dengan
dosis, bila dosis ditambah maka efek antihipertensi semakin besar dan tidak
menimbulkan efek toleransi. AK tidak dipengaruhi asupan garam sehingga
berguna bagi orang yang tidak mematuhi diet garam. Menurut beberapa studi
penggunaan AK dalam hipertensi secara umum tidak berbeda dalam
efektivitas, efek samping, atau kualitas hidup dibandingkan dengan OAH lain.
Ditinjau dari mortalitas, tidak ada perbedaan bermakna antara diuretik, AK dan
penghambat ACE dalam pengobatan hipertensi. Hanya mungkin ada sedikit
perbedaan dalam respons terapi sesuai usia dan kelompok suku bangsa atau
warna kulit. AK sebagai OAH banyak dipakai pada pasien dengan
hipertensi esensial, pasien dengan hipertensi renovaskular, hipertensi pada
pasien kulit hitam (dimana respons penyakit terhadap b blocker atau ACE
biasanya kurang memuaskan) dan pasien hipertensi dengan diabetes mellitus,
hipertensi dengan asma bronkhial, serta hipertensi dengan hipertrofi ventrikel
kiri.AK mempunyai efek tambahan yang menguntungkan pasien. AK dan
penghambat ACE lebih baik dari penghambat beta dan diuretik dalam
mengurangi kejadian hipertrofi ventrikel kiri yang merupakan risiko
independen pada hipertensi Banyak studi menunjukkan AK mempunyai efek
proteksi vaskular dengan mengurangi remodelling vaskular dan memperbaiki
faal endothelium. Beberapa studi jangka panjang pada penggunaan AK
(kelompok diltiazem) sebagai OAH menunjukkan hasil bahwa AK dapat
mengurangi kejadian stroke sampai 20%. Kontraindikasi utama penggunaan
AK adalah gangguan konduksi (heart block) gagal jantung berat dan sindrom
sick sinus. Semua AK menyebabkan vasodilatasi. Potensi relatif sebagai
vasodilator bervariasi dengan nifedipin dianggap paling poten sedangkan
verapamil dan diltiazem kurang poten. Pada penelitian in vitro, diketahui
bahwa beberapa AK (nifedipin, nisoldipin, isradipin) berikatan di saluran.
Kalsium tipe L di pembuluh darah dengan beberapa sifat selektif,
sedangkan verapamil berikatan sama baiknya di saluran kalsium tipe L pada
jantung dan pembuluh darah.Semua kelas AK menurunkan aktivitas sinus
jantung dan memperlambat konduksi arterioventrikular (AV), sedangkan di
klinik, hanya verapamil dan diltiazem yang menghambat konduksi AV atau
menyebabkan berkurangnya aktivitas sinus.
Semua kelas AK menyebabkan kontraksi otot jantung yang
tergantung konsentrasi pada in vitro, sedangkan in vivo hanya verapamil dan
diltiazem yang menunjukan hal tersebut. Perbedaan in vitro dan in vivo
mungkin dapatdijelaskan dengan aktivasi simpatis yang terjadi sebagai respons
terhadap vasodilatasi yang diinduksi oleh dihidropiridin, yang mengurangi
efek kronotropik dan inotropik negatif.
b. Antagonis Kalsium sebagai Obat bagi penderita Angina pektor
Angina Pectoris adalah suatu syndrom klinis dimana terjadi
sakit dada yang khas, yaitu seperti tertekan atau terasa berat di dada yang
sering menjalar ke lengan kiri. Antagonis kalsium disini di pakai pada
pengobatan jangka panjang untuk mengurangi frekuensi serangan pada
beberapa bentuk angina, dengan cara kerja memperbaiki spasme koroner
dengan cara menghambat tonus vasometer.bekerja dengan cara menghambat
masuknya kalsium pada saluran kalsium,yang akan menyebabkan relaksai otot
polos pembuluh darah sehingga terjadi vasodilatasi pada pebuluh darah
epikardial dan sistemik. Antagonis kalsium yang efektif dalam pengobatan
baik pectoris angina klasik dan vasospastic lebih jarang, atau varian, angina
(Angina varian) . Di Amerika Serikat, amlodipine, diltiazem, nicardipine,
nifedipine, dan verapamil disetujui untuk pengobatan angina .Selain itu,
bepridil diindikasikan hanya untuk pasien dengan angina yang refrakter
terhadap pengobatan dengan obat lain. Dengan pengecualian dari formulasi
yang cepat bertindak, yang kadang-kadang memperburuk angina, masing-
masing obat ini secara substansial memperpanjang waktu untuk timbulnya
angina selama latihan, mengurangi frekuensi episode angina, atau mengurangi
kebutuhan untuk nitrogliserin short-acting di pasien yang membutuhkan
pemberian oral jangka panjang nitrogliserin. Meskipun antagonis kalsium
efektif sebagai monoterapi untuk angina, pengobatan dikombinasikan dengan
antagonis kalsium, nitrat, dan beta-blocker dapat memiliki aditif effect.
kombinasi Terutama efektif untuk pasien dengan angina stabil termasuk baik
dihidropiridin dan beta-blocker atau verapamil atau diltiazem dalam
kombinasi dengan nitrat, diikuti oleh penambahan beta-blocker pada pasien
dengan kontrol yang tidak memuaskan dari angina. terapi kalsium-antagonis
saja tidak efektif pada pasien dengan angina. tidak stabil
Efek komparatif pada morbiditas atau mortalitas terapi jangka
panjang dengan berbagai antagonis kalsium pada pasien dengan angina stabil
tidak diketahui. Sebuah tinjauan retrospektif data telah menyebabkan
kekhawatiran bahwa risiko kematian mungkin sedikit lebih tinggi di antara
pasien yang menerima kalsium dihidropiridin antagonists.
c. Antagonis Kalsium sebagai Obat bagi penderita Disritmia Supraventrikuler
Distritmia (aritmia) jantung didefinisikan sebagai setiap penyimpangan
frekuensi atau pola denyut jantung yang normal; termasuk denyut jantung
terlalu lambat (bradikardia), terlalu cepat (takikardia), atau tidak teratur.
Kalsium Antagonis di sini bekerja dengan cara menghambat perangsangan
adrenergik dari jantung, menekan eksitabilitas dan kontraktilitas dari
miokardium, Menurunkan kecepatan hantaran pada jaringan jantung,
Meningkatkan masa pemulihan (repolarisasi) dari miokardium, Menekan
otomatisitas (depolarisasi spontan untuk memulai denyutan). Verapamil dan
diltiazem disetujui untuk pengobatan pasien dengan aritmia supraventrikular -
khusus untuk jangka pendek dan jangka panjang pengobatan fibrilasi atrium,
flutter atrium, dan atrioventrikular masuk kembali nodal pada pasien tanpa
saluran pintas aksesori. Verapamil dan diltiazem lambat konduksi melalui
node atrioventrikular dan meningkatkan periode refrakter nodal
atrioventrikular, yang, pada gilirannya, hasil dalam memperlambat laju
respons ventrikel pada fibrilasi atrium atau bergetar atau konversi
atrioventrikular takiaritmia masuk kembali ke irama sinus nodal oleh
gangguan dari waktu sirkuit masuk kembali. Seperti efek lain dari verapamil
pada blokade L-jenis saluran kalsium, ini adalah efek stereospesifik, dengan S
-verapamil menyebabkan keterlambatan dalam konduksi nodal
atrioventrikular dan R -verapamil memiliki sedikit effect. Kemampuan
verapamil dan diltiazem untuk memblokir tindakan node atrioventrikular lebih
diucapkan di lebih cepat dari denyut jantung lebih lambat, properti disebut
"menggunakan ketergantungan" atau "ketergantungan frekuensi." Verapamil
dan diltiazem juga dapat menyebabkan sinus-node depresi. Pada dosis klinis
ditoleransi, antagonis kalsium dihidropiridin tidak memperpanjang
atrioventrikular konduksi atau refrakter atau menyebabkan sinus-node depresi
dan oleh karena itu tidak diindikasikan untuk pengobatan aritmia
supraventrikuler. Efek elektropsikologi yang berbeda mungkin karena efek
yang berbeda pada tegangan dan menggunakan ketergantungan antara
phenylalkylamine dan benzothiazepine obat, di satu sisi, dibandingkan dengan
obat dihidropiridin, di sisi lain. Atau, perbedaan mungkin berkaitan dengan
perbedaan antara berbagai golongan obat dalam aksi mereka pada T-jenis
saluran kalsium, yang lebih menonjol dalam struktur nodal jantung.
D. Kontra Indikasi
1. Golongan Dihidropiridin :
a. Niferdipin dan Nicardipin
 Syokkardiogenik
 Hipersensifitas
 stenosis aorta
 menderita miokardial infark dalam 1 bulan terakhir
 angina tak stabil atau serangan akut angina akut porphyria
 Amlodipin
 Kehamilan
 Hipersensitifterhadapterhadap amlodipine atau derivate
dehidroperidinlainya
2. Golongan Non Dihidropiridin :
a. Verapamil
 Sick sinus Sindrom
 Block AV
 Hipotensi
 Hipersensitivitas terhadap verapamil
 Syokkardiogenik
 Riwayat gagal jantung
 Hipotensi
 Bradikardi Blok SA
b.Diltiazem
 Sick sinus Sindrom
 Bradikariberat
 Gagal ventrikel kiri disertai kongesti pulmonal
 Block AV
 Hipotensi
 Hipersensitivitas terhadap diltiazem
 Kehamilan dan menyusui
E. Efek samping
Efek samping yang sering timbul dalam uji klinik antara lain : edema,
sakit kepala. Secara umum : sakit kepala, nyeri, peningkatan atau penurunan
berat badan. Pada keadaan hamil dan menyusui : belum ada penelitian pemakaian
amlodipine pada wanita hamil, sehingga penggunaannya selama kehamilan hanya
bila keuntungannya lebih besar dibandingkan risikonya pada ibu dan janin. Belum
diketahui apakah amlodipine diekskresikan ke dalam air susu ibu. Karena
keamanan amlodipine pada bayi baru lahir belum jelas benar, maka sebaiknya
amlodipine tidak diberikan pada ibu menyusui.Efektivitas dan keamanan
amlodipine pada pasien anak belum jelas benar.
Efek samping lainnya :
1. Vasodilatasi berlebihan ( pusing, muka merah, sakit kepala berdenyut,
hipotensi, refleks takikardia dan palpitasi )
2. Gagal jantung (jika di berikan bersama β blocker ).
3. AV block ( terleblih jika di berikan bersama β bocker atau digitalis )
4. Bradikardi sinus atau henti sinus

F. Interaksi Obat
Antagonis kalsium berinteraksi di dalam tubuh dengan cara menghambat
arus masuk ion kalsium melalui saluran lambat membran sel yang aktif. Golongan
ini mempengaruhi sel miokard jantung, dan sel otot polos pembuluh darah,
sehingga mengurangi kemampuan kontraksi miokard, pembentukan dan propagasi
impuls elektrik dalam jantung, dan tonus vaskuler sistemik atau koroner.
Pemilihan obat-obat golongan antagonis kalsium berbeda-beda
berdasarkan perbedaan lokasi kerja, sehingga efek terapetiknya tidak sama, dengan
variasi yang lebih luas daripada golongan beta-bloker. Terdapat beberapa
perbedaan penting di antara obat- obat golongan antagonis kalsium verapamil,
diltiazem, dan dihidropiridin (amlodipin, felodipin, isradipin, lasidipin,
lerkanidipin, nikardipin, nifedipin, nimodipin, dan nisoldipin). Verapamil dan
diltiazem biasanya harus dihindari pada gagal jantung karena dapat menekan
fungsi jantung sehingga mengakibatkan perburukan klinis.

Anda mungkin juga menyukai