Anda di halaman 1dari 9

PEREKONOMIAN INDONESIA

Nama Kelompok:

I Wayan Raka Wisnawa (1732121406)

A.A Ngr Adhi Palguna (1732121419)

Dany Surya Manuaba (1732121490)

Abel Raynaldi Sitorus (1732121405)

Agus Raditya Putra (1732121407)

Putu Gede Krismantara (1732121203)

UNIVERSITAS WARMADEWA
TAHUN AJARAN 2018/2019
1.KRISIS EKONOMI INDONESIA
Krisis ekonomi atau yang sering disebut dengan nama krisis moneter merupakan suatu
peristiwa atau kondisi menurunya ekonomi suatu Negara. Semua Negara praktis pernah
mengalami yang namanya krisis dalam perekonomian negaranya. Karena krisis merupakan
kejadian yang simultan dan memiliki effek yang akan menyebar keberbagai Negara. Banyak yang
menyebutkan bahwa Krisis moneter merupakan hasil dari ekonomi kapitalis yang sepenuhnya
bergantung pada sistem pasar yang ada. Akibatnya pasar tidak terkendali dan mengakibatkan
terjadinya krisis. Sebagian besar negara-negara di dunia pernah mengalami krisis ekonomi, bahkan
AS juga pernah mengalaminya. Indonesia pun tidak dapat mengelak dari permasalah tersebut,
dimana Indonesia dilanda oleh suatu krisis ekonomi yang diawali dari krisis nilai tukar rupiah
terhadap dollar AS pada pertengahan tahun 1997. Kecenderungan melemahnya rupiah semakin
menjadi ketika terjadi penembakan mahasiswa Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998 dan aksi
penjarahan pada tanggal 14 Mei 1998. Sejak berdirirnya orde baru tahun 1966-1998, terjadi krisis
rupiah pada pertengahan tahun 1997 yang berkembang menjadi suatu krisis ekonomi yang besar.
Krisis pada tahun ini jauh lebih parah dan kompleks dibandingkan dengan krisis-krisis sebelumnya
yang pernah dialami oleh Indonesia. Hal ini terbukti dengan mundurnya Soeharto sebagai presiden,
kerusuhan Mei 1998, hancurnya sektor perbankan dan indikator-indikator lainnya, baik ekonomi,
sosial, maupun politik. Faktor-faktor yang diduga menjadi penyebab suatu krisis moneter yang
berubah menjadi krisis ekonomi yang besar, yakni terjadinya depresiasi nilai tukarrupiah terhadap
dolar AS lebih dari 200% dan berlangsung dalam jangka waktu yang panjang.
Krisis ekonomi Indonesia merupakan salah satu Negara di Asia yang mengalami krisis
mata uang, kemudian disusul oleh krisis moneter dan berakhir dengan krisis ekonomi yang besar.
Seperti diungkapkan oleh Haris (1998), “Krisis ekonomi yang dialami Indonesia sejak tahun 1997
adalah yang paling parah sepanjang orde baru. Ditandai dengan merosotnya kurs rupiah terhadap
dolar yang luar biasa, serta menurunnya pendapatan per kapita bangsa kita yang sangat drastis.
Lebih jauh lagi, sejumlah pabrik dan industri yang bakal collaps atau disita oleh kreditor menyusul
utang sebagian pengusaha yang jatuh tempo pada tahun 1998 tak lama lagi akan menghasilka
ribuan pengngguran baru dengan sederet persoalan sosial. Ekonom, dan politik yang baru pula”
Menurut Fischer (1998), sesungguhnya pada masa kejayaan Negara-negara Asia Tenggara, krisis
di beberapa negara, seperti Thailand, Korea Selatan, dan Indonesia, sudah bisa diramalkan meski
waktunya tidak dapat dipastikan.Misalnya di Thailand dan Indonesia, defisit neraca perdagangan
terlalu besar dan terus meningkat setiap tahun, sementara pasar properti dan pasar modal di dalam
negeri berkembang pesat tanpa terkendali. Selain itu, nilai tukar mata uang di dua Negara tersebut
dipatok terhadap dolar AS terlalu rendah yang mengakibatkan ada kecenderungan besar dari dunia
usaha didalam negeri untuk melakukan pinjaman luar negeri, sehingga banyak perusahaan dan
lembaga keuangan di negara-negara itu menjadi sangat rentan terhadap risiko perubahan nilai tukar
valuta asing. Dan yang terakhir adalah aturan serta pengawasan keuangan oleh otoriter moneter di
Thailand dan Indonesia yang sangat longgar hingga kualitas pinjaman portfolio perbankan sangat
rendah. Anggapan Fischer tersebut dapat membantu untuk menentukan apakah krisis rupiah terjadi
karena krisis bath Thailand. Sementara menurut McLeod (1998), krisis rupiah di Indonesia adalah
hasil dari akumulasi kesalahan-kesalahan pemerintah dalam kebijakan-kebijakan ekonominya
selama orde baru, termasuk diantaranya kebijakan moneter yang mempertahankan nilai tukar
rupiah pada tingkat yang overvalued.
Krisis moneter yang terjadi di Indonesia sejak awal Juli 1997, di akhir tahun itu telah
berubah menjadi krisis ekonomi. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, menyebabkan
harga-harga naik drastis. Banyak perusahaan-perusahaan dan pabrik-pabrik yang melakukan
pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran. Jumlah pengangguran meningkat dan
bahan-bahan sembako semakin langka.Krisis ini tetap terjadi, meskipun fundamental ekonomi
Indonesia di masa lalu dipandang cukup kuat dan disanjung-sanjung oleh Bank Dunia. Yang
dimaksud fundamental ekonomi yang kuat adalah pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, laju
inflasi terkendali, cadangan devisa masih cukup besar dan realisasi anggaran pemerintah masih
menunjukkan sedikit surplus. *Tahun anggaran. Sumber : BPS,Indikator ekonomi; Bank Indonesia,
Statistik Keuangan Indonesia; World Bank, Indonesia in Crisis, July 2, 1998 Menanggapi
perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang mulai merosot sejak bulan Mei 1997,
pada bulan Juli 1997 BI melakukan empat kali intervensi dengan memperlebar rentang intervensi.
Namun pengaruhnya tidak banyak. Nilai rupiah dalam dolar AS terus tertekan. Tanggal 13 Agustus 1997
rupiah mencapai nilai terendah hingga saat itu, yakni dari Rp2.655,00 menjadi Rp2.682,00
per dollar AS. BI akhirnya menghapuskan rentang intervensi dan pada akhirnya rupiah turun ke
Rp2.755,00 per dollar AS. Tetapi terkadang nilai rupiah juga mengalami penguatan beberapa poin.
Misalnya, pada bulan Maret 1988 nilai rupiah mencapai Rp10.550,00 untuk satu dollar AS,
walaupun sebelumnya, antara bulan Januari dan Februari sempat menembus Rp11.000,00 rupiah
per dollar AS. Selama periode Agustus 1997-1998, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terendah
terjadi pada bulan Juli 1998, yakni mencapai nilai antara Rp14.000,00 dan Rp15.000,00 per dollar
AS. Sedangkan dari bulan September 1998 hingga Mei 1999, perkembangan kurs rupiah terhadap
dolar AS berada pada nilai antara Rp8.000,00 dan Rp11.000,00 per dollar AS. Selama periode 1
Januari 1998 hingga 5 Agustus 1998, depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS adalah yang
paling tinggi dibandingkan dengan mata uang-mata uang Negara-negara Asia lainnya yang juga
mengalami depresiasi terhadap dolar AS selama periode tersebut. Sebagai konsekuensinya, BI
pada tanggal 14 Agustus 1997 terpaksa membebaskan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing.
Dengan demikian, BI tidak melakukan intervensi lagi di pasar valuta asing, sehingga nilai tukar
ditentukan oleh kekuatan pasar

2. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KRISIS

penyebab utama dari terjadinya krisis yang berkepanjangan ini adalah merosotnya nilai tukar
rupiah terhadap dollar AS yang sangat tajam, meskipun ini bukan faktor satu-satunya, tetapi ada
banyak faktor lainnya yang berbedamenurut sisi pandang masing-masing pengamat. Berikut ini
diberikan rangkuman dari berbagai faktor tersebut menurut urutan kejadiannya:

1) Dianutnya sistim devisa yang terlalu bebas tanpa adanya pengawasan yang
memadai,memungkinkan arus modal dan valas dapat mengalir keluar-masuk secara bebas
berapapun jumlahnya. Kondisi di atas dimungkinkan, karena Indonesia menganut rezim devisa
bebas dengan rupiah yang konvertibel, sehingga membuka peluang yang sebesarbesarnyauntuk
orang bermain di pasar valas. Masyarakat bebas membuka rekening valas di dalam negeri atau di
luar negeri. Valas bebas diperdagangkan di dalam negeri, sementara rupiah juga bebas
diperdagangkan di pusat-pusat keuangan di luar negeri.

2) Tingkat depresiasi rupiah yang relatif rendah, berkisar antara 2,4% (1993) hingga 5,8% (1991)
antara tahun 1988 hingga 1996, yang berada di bawah nilai tukar nyatanya, menyebabkan nilai
rupiah secara kumulatif sangat overvalued. Ditambah dengan kenaikan pendapatan penduduk
dalam nilai US dollar yang naiknya relatif lebih cepat dari kenaikan pendapatan nyata dalam
Rupiah, dan produk dalam negeri yang makin lama makin kalah bersaing dengan produk impor.
Nilai Rupiah yang overvalued berarti juga proteksi industri yang negatif. Akibatnya harga barang
impor menjadi relatif murah dan produk dalam negeri relatif mahal, sehingga masyarakat memilih
barang impor yang kualitasnya lebih baik.Akibatnya produksi dalam negeri tidak berkembang,
ekspor menjadi kurang kompetitif dan impor meningkat. Nilai rupiah yang sangat overvalued ini
sangat rentan terhadap serangan dan permainan spekulan, karena tidak mencerminkan nilai tukar
yang nyata.

3) Akar dari segala permasalahan adalah utang luar negeri swasta jangka pendek dan menengah
sehingga nilai tukar rupiah mendapat tekanan yang berat karena tidak tersedia cukup devisa untuk
membayar utang yang jatuh tempo beserta bunganya ditambah sistim perbankan nasional yang
lemah. Akumulasi utang swasta luar negeri yang sejak awal tahun 1990-an telah mencapai jumlah
yang sangat besar, bahkan sudah jauh melampaui utang resmi pemerintah yang beberapa tahun
terakhir malah sedikit berkurang (oustanding official debt). Ada tiga pihak yang krisis Moneter
Indonesia

4) Permainan yang dilakukan oleh spekulan asing yang dikenal sebagai hedge funds tidak mungkin
dapat dibendung dengan melepas cadangan devisa yang dimiliki Indonesia pada saat itu, karena
praktek margin trading, yang memungkinkan dengan modal relatif kecil bermain dalam jumlah
besar. Dewasa ini mata uang sendiri sudah menjadi komoditi perdagangan, lepas dari sektor riil.
Para spekulan ini juga meminjam dari sistim perbankan untuk memperbesar pertaruhan mereka.
Itu sebabnya mengapa Bank Indonesia memutuskan untuk tidak intervensi di pasar valas karena
tidak akan ada gunanya. Meskipun pada awalnya spekulan asing ikut berperan, tetapi mereka tidak
bisa disalahkan sepenuhnya atas pecahnya krisis moneter ini.

5) Kebijakan fiskal dan moneter tidak konsisten dalam suatu sistim nilai tukar dengan pitabatas
intervensi. Sistim ini menyebabkan apresiasi nyata dari nilai tukar rupiah danmengundang
tindakan spekulasi ketika sistim batas intervensi ini dihapus pada tanggal 14 Agustus 1997 tidak
adanya kebijakan pemerintah yang jelas dan terperinci tentang bagaimana mengatasi krisis dan
keadaan ini masih berlangsung hingga saat ini. Ketidak mampuan pemerintah menangani krisis
menimbulkan krisis kepercayaan dan mengurangi kesediaan investor asing untuk memberi
bantuan finansial dengan cepat .
6) Defisit neraca berjalan yang semakin membesar, yang disebabkan karena laju peningkatan
impor barang dan jasa lebih besar dari ekspor dan melonjaknya pembayaran bunga pinjaman.
Sebab utama adalah nilai tukar rupiah yang sangat overvalued, yang membuat harga barang-barang
impor menjadi relatif murah dibandingkan dengan produk dalam negeri.

7) Penanam modal asing portfolio yang pada awalnya membeli saham besar-besaran dimingimingi
keuntungan yang besar yang ditunjang oleh perkembangan moneter yang relatif stabil kemudian
mulai menarik dananya keluar dalam jumlah besar . Selisih tingkat suku bunga dalam negeri
dengan luar negeri yang besar dan kemungkinan memperoleh keuntungan yang relatif besar
dengan cara bermain di bursa efek, ditopang oleh tingkat devaluasi yang relatif stabil sekitar 4%
per tahun sejak 1986 menyebabkan banyak modal luar negeri yang mengalir masuk. Setelah nilai
tukar Rupiah tambah melemah dan terjadi krisis kepercayaan, dana modal asing terus mengalir ke
luar negeri meskipun dicoba ditahan dengan tingkat bunga yang tinggi atas surat-surat berharga
Indonesia. Kesalahan juga terletak pada investor luar negeri yang kurang waspada dan
meremehkan resiko Krisis ini adalah krisis kepercayaan terhadap rupiah.

3.DAMPAK TERJADINYA KRISIS EKONOMI GLOBAL BAGI INDONESIA

Krisis ekonomi yang sedang dialami oleh beberapa negara besar di dunia diantaranya AS
secara tidak langsung mempengaruhi perekonomian di Indonesia.Maka dari itu pemerintah harus
waspada dan antisipatif, karena resesi ekonomi AS kemungkinan semakin parah sehingga bisa
berdampak hebat terhadap kehidupan ekonomi di dalam negeri. Krisis ekonomi global bisa
diumpamakan sebagai deretan kartu domino yang diatur sejajar,jika pemain utamanya terjatuh
maka akan membawa dampak buruk terhadap yang lainnya (efek domino). Celakanya, kalau
negara-negara berkembang yang terkena krisis ekonomi, lembaga-lembaga keuangan
internasional cenderung lepas tangan. Akibatnya, krisis yang terjadi bisa sangat parah dan
potensial mengimbas ke wilayah lain. Warung-warung di pelosok Jakarta kini bertumbangan ke
jurang kebangkrutan. Itu sebagai bukti bahwa rakyat kebanyakan sudah tak berbelanja lagi.

Sementara lapisan atas justru berbelanja keperluan sehari-hari ke pasar-pasar modern milik
pengusaha besar. Ini menyebabkan kefailitan raksasa bagi dunia bisnis. Saat ini dampak resesi
ekonomi global yang paling dirasakan adalah pada masyarakat menengah ke atas, terlebih mereka
yang bermain saham, valuta asing dan investasi emas. Dari pantauan media di sejumlah pasar di
tanah air, sejak BEJ (Bursa Efek Jakarta) melakukan suspend pada Jum’at (10/10/11) , harga
bahan-bahan pangan mulai merangkak naik. Jika sudah begini, masyarakat bawah yang paling
merasakan dampaknya. Selain itu, kenaikan harga bahan baku di sektor properti akibat pengaruh
krisis ekonomi global, sangat mungkin terjadi. Seperti di kutip dari Antara.co.id, Wakil Ketua
DPD Real Estate Indonesia (REI) Jawa Tengah, Adib Adjiputra, di Solo, beberapa waktu lalu
mengatakan, harga bahan baku yang diproduksi di dalam negeri maupun luar negeri, berpotensi
terpengaruh oleh krisis ekonomi ini.

Harga bahan baku seperti besi, keramik, semen dan sejumlah aksesori rumah lainnya yang
berasal dari industri manufaktur, kata dia, sangat rentan mengalami kenaikan. Kenaikan bahan
baku akibat dampak krisis ekonomi ini akan semakin menyulitkan sektor properti, setelah
sebelumnya juga diterpa kenaikan harga bahan baku akibat kenaikan bahan bakar minyak (BBM).
Selain memberi dampak negatif, krisis ekonomi juga membawa dampak positif. Secara umum
impor barang, termasuk impor buah menurun tajam, perjalanan ke luar negeri dan pengiriman anak
sekolah ke luar negeri,kebalikannya arus masuk turis asing akan lebih besar, meningkatkan ekspor
khususnya di bidang pertanian, proteksi industri dalam negeri meningkat, dan adanya perbaikan
dalam neraca berjalan. Krisis ekonomi juga menciptakan suatu peluang besar bagi Unit Kecil
Menengah (UKM) dan Industri Skala Kecil (ISK), yakni pertumbuhan jumlah unit usaha,jumlah
pekerja atau pengusaha, munculnya tawaran dari IMB untuk melakukan mitra usaha dengan ISK,
peningkatan ekspor, dan peningkatan pendapatan untuk kelompok menengah ke bawah.Namun
secara keseluruhan, dampak negatif dari jatuhnya nilai tukar rupiah masih lebih besar dari dampak
positifnya
4.BEBERAPA SOLUSI MENGATASI KRISIS EKONOMI GLOBAL OLEH
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Presiden menegaskan 10 langkah yang harus ditempuh semua pihak untuk menghadapi krisis
keuangan yang terjadi di Amerika Serikat (AS), sehingga tidak berdampak buruk terhadap
pembangunan nasional.

1. Presiden mengajak semua pihak dalam menghadapi krisis global harus terus memupuk rasa
optimisme dan saling bekerjasama sehingga bisa tetap menjagar kepercayaan masyarakat.
2. Pertumbuhan ekonomi sebesar enam persen harus terus dipertahankan antara lain dengan terus
mencari peluang ekspor dan investasi serta mengembangkan perekonomian domestik
3. Optimalisasi APBN 2009 untuk terus memacu pertumbuhan dengan tetap memperhatikan
`social safety net` dengan sejumlah hal yang harus diperhatikan yaitu infrastruktur, alokasi
penanganan kemiskinan, ketersediaan listrik serta pangan dan BBM.Untuk itu perlu dilakukan
efisiensi penggunaan anggaran APBN maupun APBD khususnya untuk peruntukan konsumtif.
4. Ajakan pada kalangan dunia usaha untuk tetap mendorong sektor riil dapat bergerak. Bila itu
dapat dilakukan maka pajak dan penerimaan negara bisa terjaga dan juga tenaga kerja dapat terjaga.
Sementara Bank Indonesia dan perbankan nasional harus membangun sistem agar kredit bisa
mendorong sektor riil. Di samping itu, masih menurut Kepala Negara, pemerintah akan
menjalankan kewajibannya untuk memberikan insentif dan kemudahan secara proporsional.
5. Semua pihak lebih kreatif menangkap peluang di masa krisis antara lain dengan
mengembangkan pasar di negara-negara tetangga di kawasan Asia yang tidak secara langsung
terkena pengaruh krisis keuangan AS.
6. Menggalakkan kembali penggunaan produk dalam negeri sehingga pasar domestik akan
bertambah kuat.
7. Perlunya penguatan kerjasama lintas sektor antara pemerintah, Bank Indonesia, dunia perbankan
serta sektor swasta.
8. Semua kalangan diharapkan untuk menghindari sikap ego-sentris dan memandang remeh
masalah yang dihadapi.
9. Mengingat tahun 2009 merupakan tahun politik dan tahun pemilu, kaitannya dengan upaya
menghadapi krisis keuangan AS adalah memiliki pandangan politik yang non partisan, serta
mengedepankan kepentingan rakyat di atas kepentingan golongan maupun pribadi termasuk dalam
kebijakan-kebijakan politik.
10. Presiden meminta semua pihak melakukan komunikasi yang tepat dan baik pada masyarakat.
Tak hanya pemerintah dan kalangan pengusaha, serta perbankan, Kepala Negara juga memandang
peran pers dalam hal ini sangat penting karena memiliki akses informasi pada masyarakat.
5.KESIMPULAN

Indonesia mengalami krisis moneter bukan baru sekali ini saja. Sebagai salah satu Negara
berkembang, Indonesia sudah sering mengalaminya. Krisis yang paling parah terjadi pada
pertengahan tahun 1997. Pada saat itu, Indonesia berada dibawah pemerintahan Presiden Soeharto
(Orde Baru), dimana kebijakan-kebijakan ekonominya telah menghasilkan kemajuan ekonomi
yang pesat. Namun disamping itu, kondisi sektor perbankan memburuk dan semakin besarnya
ketergantungan terhadap modal asing,termasuk pinjaman dan impor, yang membuat Indonesia
dilanda suatu krisis ekonomi yang besar yang diawali oleh krisis nilai tukar rupiah terhadap dollar
AS pada pertengahan tahun 1997.Keadaan ini kemudian diperburuk dengan adanya krisis nilai
tukar bath Thailand yang menyebabkan nilai tukar dollar menguat. Penguatan nilai tukar dollar ini
berimbas ke rupiah dan menyebabkan nilai tukar rupiah semakin anjlok. Banyak sekali faktor-
faktor yang menyebabkan krisis itu terjadi. Namun ada dua aspek penting yang menunjukkan
kondisi fundamental ekonomi Indonesia menjelang krisis, yakni saldo transaksi berjalan dalam
keadaan defisit yang melemahkan posisi neraca pembayaran dan adanya utang luar negeri jangka
pendek yang tidak bisa dibayar pada waktu jatuh tempo. Terjadinya krisis ini menimbulkan
dampak positif dan negatif terhadap perekonomian Indonesia, di dalam segala aspek kehidupan.
Namun secara keseluruhan, dampak negatif dari jatuhnya nilai tukar rupiah ini lebih besar daripada
dampak positif yang ditimbulkan. Dalam menangani krisis ini, pemerintah tidak dapat
menanganinya sendiri. Karena merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS tidak dapat
dibendung sendiri,lebih lagi cadangan dollar AS di BI sudah mulai menipis. Oleh karena itu,
pemerintah meminta bantuan kepada IMF. IMF adalah bank sentral dunia yang fungsi utamanya
adalah membantu memelihara stabilitas kurs devisa Negara-negara anggotanya dan tugasnya
adalah sebagai tumpuan akhir bagi bank-bank umum yang mengalami kesulitan likuiditas.

Anda mungkin juga menyukai