Anda di halaman 1dari 14

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-

keinginan dalam hukum agar menjadi kenyataan dan ditaati oleh masyarakat.

Masyarakat Indonesia makin hari makin mendambakan tegaknya hukum yang

berwibawa, memenuhi rasa keadilan dan ketentraman yang menyejukkan hati.

Penegakan hukum terhadap kejahatan di Indonesia merujuk pada pendekatan

norma hukum yang bersifat menghukum sehingga memberikan efek jera.1

Tanpa perasaan tentram dan adil maka hasil-hasil pembangunan negara yang

menyangkut berbagai permasalahan akan terasa ada hambatan untuk mencapai

kemajuan yang maksimal karena itu untuk menegakan hukum dan menjaga

kententraman masyarakat diperlukan suatu organ yang disebut Polisi.

Sejak lama masyarakat menghendaki Kepolisan Negara Republik

Indonesia (Polri) dalam menjalankan tugasnya tidak bersifat militaristik yakni

menggunakan senjata melawan musuh masyarakat, tetapi yang diinginkan

masyarakat adalah Polri bisa lebih berperan sebagai sosok hukum yang hidup

yang bertugas melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat serta

bertindak berdasarkan hukum yang berlaku.2 Di dalam hukum positif

Indonesia, telah terdapat jaminan adanya kepastian hukum, terutama hukum

1
Siswantoro Sumarso, 2004, Penegakan Hukum Psikotropika, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
Hal. 7.
2
Pudi Rahardi, 2007, Hukum Kepolisian (Profesionalisme Dan Reformasi Polri), Surabaya:
Laksbang Mediatama, hal. 1.

1
2

pidana. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) secara langsung

mengatur dan menunjuk proses hukum dan materi hukum anak-anak di bawah

umur atau belum dewasa.

Masa remaja adalah masa yang amat baik untuk mengembangkan

segala potensi positif yang mereka miliki seperti bakat, kemampuan, dan

minat. Selain itu masa ini adalah masa pencarian nilai-nilai hidup, oleh karena

itu sebaiknya mereka diberikan bimbingan agama agar menjadi pedoman

hidup baginya.3 Masalah kenakalan remaja dirasa telah mencapai tingkat yang

cukup meresahkan bagi masyarakat. Kondisi ini memberi dorongan kuat

kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab mengenai masalah ini, seperti

kelompok edukatif di lingkungan sekolah, dan di lingkungan masyarakat.

Kenakalan-kenakalan yang dilakukan oleh remaja biasanya muncul

karena pengaruh atau sebagai akibat dari kondisi sosial yang kurang

menguntungkan bagi perkembangan remaja. Ada beberapa faktor yang

menyebabkan kenakalan remaja itu muncul yakni faktor dari diri anak itu

sendiri, faktor rumah tangga, faktor masyarakat, dan faktor yang berasal dari

sekolah.4

Pihak lain yang ikut bertanggung jawab dalam proses pembinaan

remaja adalah para pendidik di lingkungan sekolah. Pembinaan ini dilakukan

secara formal dalam proses belajar mengajar dan sosialisasi mengenai

pergaulan-pergaulan menyimpang di luar lingkungan sekolah agar tidak

3
Sofyan S Wilis, 2005, Remaja dan Masalahnya, Bandung: CV.Alfabeta. Hal. 1.
4
Ibid, Hal. 93.
3

terjerumus ke dalam pergaulan menyimpang yang salah satunya mengenai

minum-minuman yang mengandung alkohol seperti ciu.

Ciu adalah minuman alkohol yang sangat terkenal di solo, karena

minuman ini mudah di dapat dan sangat murah atau terjangkau dan pabrik-

pabrik pembuat ciu banyak terdapat di daerah pinggiran kota Solo tepatnya di

Bekonang Sukoharjo. Apabila kita mengkonsumsi atau meminum ciu ini

banyak resiko yang kita dapat yaitu karena beralkohol tinggi dapat

memabukkan, membuat hilang kesadaran dan membuat pandangan kabur saat

berkendara.5

Negara-negara barat sudah menjadikan minuman beralkohol sebagai

minuman budaya, artinya setiap orang dewasa boleh meminumnya, misal di

pesta, di night club dan terutama saat mengalami stress maka mereka lari

kepada alkohol sebagai penenang jiwanya, Padahal belum terbukti bahwa

alkohol dapat menenangkan jiwa manusia. Paling-paling saat dia mabuk maka

penderitaan jiwanya akan terlupakan untuk sementara. Setelah dia sadar dari

mabuknya, maka sudah pasti masalah kesulitan hidup akan kembali terasa.

Ajaran Islam telah mengemukakan bahwa dengan zikrullah maka hati

manusia akan tenang. Akan tetapi di negara yang beragama seperti Indonesia

sudah terlihat gejala untuk meniru cara-cara barat yaitu menyelesaikan

masalah pribadi yang berkecumuk adalah lari ke alkohol. Hal itu adalah hasil

tontonan di TV dimana jika orang bule mengalami stres maka mereka lari ke

alkohol, dengan banyak minum dan menjadi teler (mabuk), maka

kesusahannya akan hilang untuk sementara. Akibatnya menjadi kecanduan


5
Mobile-friendly, 6 juni 2011: Resiko Minum Ciu, dalam
http://resikobuku.blogspot.co.id/2011/06/resiko-minum-ciu.html?m=1 , diunduh Kamis 24
Desember 2015 pukul 15:10.
4

alkohol karena kesusahan selalu ada terutama manusia yang tidak

mempercayai Tuhan.6

Sesuai dengan penjelasan tersebut di atas penulis tertarik untuk

membuat penelitian kedalam sebuah judul skripsi dengan judul “STRATEGI

KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI PENYALAHGUNAAN CIU

DIKALANGAN ANAK SMA (STUDI KASUS DI POLRESTA

SURAKARTA)”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Pembatasan masalah merupakan hal yang sangat penting dalam suatu

rangkaian pelaksanaan penelitian, perumusan masalah yang jelas akan

menghindari pengumpulan data yang tidak perlu, dapat menghemat biaya,

waktu, tenaga, penelitian akan lebih terarah pada tujuan yang ingin dicapai.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka penulis

merumuskan permasalahan dalam penulisan sebagai berikut:

1. Apa yang mendorong anak-anak SMA itu mengkonsumsi ciu?

2. Bagaimana upaya Kopolisian dalam menanggulangi penyalahgunaan ciu

di kalangan anak SMA di Surakarta?

3. Bagaimana bentuk sanksi yang diberikan kepada anak SMA dalam

penyalahgunaan ciu?

6
Sofyan S Willis, Op.Cit., Hal. 158-159.
5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian adalah

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui penyebab anak SMA di Surakarta mengkonsumsi ciu.

2. Untuk mengetahui upaya apa saja yang dilakukan kepolisian dalam

menanggulangi penyalahgunaan ciu di kalangan anak SMA di Surakarta.

3. Untuk mengetahui apa saja sanksi yang diberikan kepada anak SMA di

Surakarta yang mengkonsumsi ciu.

Manfaat yang diharapkan dan diambil oleh penulis dari penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Menambah ilmu pengetahuan dan pemahaman mengenai hukum

pidana.

b. Untuk menambah ilmu pengetahuan mengenai strategi kepolisian

dalam menanggulangi penyalahgunaan ciu di kalangan anak SMA.

c. Memberikan sumbangan pemikiran dan sumber informasi bagi

masyarakat dalam bidang hukum pidana, khususnya mengenai strategi

kepolisian dalam menganggulangi penyalahgunaan ciu di kalangan

anak SMA.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan pengetahuan bagi

masyarakat banyak dalam menyikapi hal seperti ini.


6

D. Kerangka Pemikiran

Sudut pandang etimologis ”Juvenile Delinquency” berarti kejahatan

anak, akan tetapi pengertian ini menimbulkan konotasi cenderung negatif,

bahkan negatif sama sekali. Atas pertimbangan tata fikir yang moderat dan

mengingat kepentingan subjek, maka beberapa ilmuwan memberanikan diri

mengartikan “juvenile delinquency” menjadi kenakalan anak. Dalam konsep

ini telah terjadi pergeseran aktivitas secara kualitatif, pergeseran subjekpun

dalam perkembangan berikutnya terjadi pula. Dalam kaitan ini “juvenile

delinquency” berarti kenakalan remaja. Pengertian ini lebih memandai untuk

dibakukan sebab lebih relevan dengan kondisi materiil subjek dan kondisi

materiil aktifitasnya.

Perbuatan anak delinquent menurut sudut pandang ilmu hukum,

teristimewa hukum pidana terdapat beberapa perbuatan yang nyata-nyata

melawan hukum. Di tengah-tengah masyarakat banyak bukti yang

menunjukkan bahwa kerap kali terjadi peralihan hak yang melawan hukum

dilakukan oleh anak deliquent. Di samping itu anak deliquent sering

melakukan delik penipuan dan penggelapan terhadap barang-barang tertentu.

Perbuatan-perbuatan tersebut diperberat lagi dengan delik-delik kekerasan

yang ancamannya khusus tertuju kepada nyawa dan jasmani seseorang. Tidak

kalah sering dilakukan oleh anak delinquent adalah delik yang

dikwalifikasikan dengan kejahatan pemeransan. Delik ini lebih sering

dilakukan di terminal-terminal dan stasiun kereta api atau di tempat-tempat

ramai dikunjungi oleh orang.


7

Delik-delik tersebut dihimpun dalam buku kedua Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Kejahatan. Anak-anak delinquent

bukan hanya melakukan delik-delik tertentu sebagaimana dimuat dan diancam

dalam buku kedua KUHP, akan tetapi juga melakukan pelanggaran-

pelanggaran tertentu sebagaimana dimuat dan diancam dalam buku ketiga

KUHP dan delik tertentu di luar KUHP. Perbuatan-perbuatan tertentu

meliputi pelanggaran dan kejahatan sebagai berikut: 7

1. Keamanan umum bagi orang atau barang dan kesehatan

2. Ketertiban umum

3. Terhadap penguasa umum

4. Terhadap orang yang memerlukan pertolongan

5. Kesusilaan dan penyalahgunaan narkoba atau minuman keras.

Ada pedoman yang paling mudah dan amat sederhana untuk mengerti

suatu perbuatan tergolong kenakalan remaja, jika perbuatan tersebut bersifat

melawan hukum, anti sosial, anti susila dan melanggar norma-norma agama

yang dilakukan oleh subjek yang masih berusia remaja yang menurut sebagian

psikolog umur 11- 21 tahun maka perbuatan tersebut cukup alasan untuk

disebut kenakalan remaja (Juvenile Delinquency). Para penegak hukum

memandang umur subjek tersebut menjadi dua alternatif, secara yuridis formal

kenakalan remaja berada pada dua alternatif. Pertama, apabila pelakunya di

bawah 16 tahun maka hal tersebut akan tunduk pada Pasal 45,46 dan 47

KUHP, sedangkan pada alternatif kedua, yakni apabila pelakunya berumur di

7
Sudarsono, 1990, Kenakalan Remaja, Jakarta: Rineka Cipta, Hal.1-4.
8

atas 16 tahun ke atas maka berdasarkan Pasal 45 dan 46 KUHP anak

delinquent tersebut dilakukan sama dengan para kriminal lain.8 Dijelaskan

juga dalam Pasal 67 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak yang berbunyi:

“Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban


penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif
lainya sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 ayat (2) huruf e dan
anak yang terlibat dalam produksi dan distribusinya dilakukan melalui
upaya pengawasan, pencegahan, perawatan dan rehabilitasi.”

Masyarakat tidak saja dipandang sebagai warga Negara yang pasif

berperan pada pembinaan hukum Nasional, tetapi dapat menjadi faktor utama

terhadap sosial kontrol untuk terciptanya kebenaran dan keadilan hukum atau

dapat menjadi social engineering terhadap proses pembinaan anak nakal baik

terhukum atau anak awam terhadap hukum. Dalam perilaku sosial masyarakat,

psikologi sosial menunjukkan adanya perbedaan peranan masyarakat yang

berada di kota metropolitan dan megapolitan dengan masyarakat pedesaan

(kota kecil). Wujud tanggung jawab masyarakat desa tampak riil terhadap

bentuk-bentuk kejahatan pada umumnya dan atau kejahatan yang dilakukan

anak-anak. Partisipasi dan kesadaran masyarakat desa lebih konstitusional,

jika dibandingkan dengan masyarakat metro dan megapolitan. Seperti tindak

pidana yang tergolong perjudian, pelacuran, sabu-sabu, ekstasi, tawuran,

menjadi budaya kejahatan/pelanggaran yang dilegitimasi oleh aparat penegak

hukum atau masyarakat itu sendiri.9

8
Ibid, Hal. 85.
9
Maulana Hasan Wadong, 2000, Advokasi Dan Hukum Perlindungan Anak, Jakarta:
PT Gramedia, Hal. 54.
9

Pada garis besarnya masalah-masalah sosial yang timbul karena

perbuatan-perbuatan anak remaja dirasakan sangat mengganggu kehidupan

mayarakat baik di kota maupun di plosok desa, akibatnya sangat memilukan

kehidupan masyarakat menjadi resah perasaaan tidak aman bahkan sebagian

anggota-anggotanya menjadi terasa terancam hidupnya. Problema tadi

hakikatnya menjadi tanggung jawab bersama di dalam kelompok. Hal ini

bukan berarti masyarakat harus membenci masayarakat delinquent atau

mengucilkannya akan tetapi justru sebaliknya, masyarakat dituntut secara

moral agar mampu mengubah anak-anak delinquent menjadi anak saleh,

paling tidak mereka dapat dikembalikan dalam kondisi sebelumnya.

Keresahan dan perasaan terancam tersebut pasti terjadi sebab kenakalan-

kenakalan yang dilakukan anak remaja pada umumnya: 10

1. Berupa ancaman terhadap hak milik orang lain yang berupa benda, seperti

pencurian, penipuan dan penggelapan.

2. Berupa ancaman terhadap keselamatan jiwa orang lain, seperti

pembunuhan dan penganiayaan yang menimbulkan matinya orang lain.

3. Perbuatan-perbuatan ringan lainya, seperti pertengkaran sesama anak,

minum-minuman keras, begadang atau keliaran sampai larut malam.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Berdasarkan judul dan rumusan masalah maka penulis

menggunakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk memberikan

10
Sudarsono, 2004, Kenakalan Remaja, Jakarta, PT Asdi Mahasatya. Hal. 115-116.
10

gambaran tentang suatu keadaan secara objektif dalam suatu situasi,

terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah atau keadaan atau

peristiwa sebagaimana adanya sehingga bersifat sekedar untuk

mengungkapkan fakta yang obyektif yaitu bagaimana kepolisian dalam

penangulangan anak SMA yang mengkonsumsi ciu.

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian skripsi ini

yaitu pendekatan yuridis empiris. Yuridis empiris adalah pendekatan dari

sudut kaidah-kaidah dan pelaksanaan peraturan yang berlaku di

masyarakat dalam sistem kehidupan yang bersifat kualitatif berdasarkan

data primer yang diperoleh langsung dari objeknya.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dalam pembuatan skripsi ini dilakukan di

Polresta Surakarta sesuai dengan penelitian yang penulis susun sehingga

memudahkan penulis dalam pencarian data.

4. Jenis Data dan Sumber Data

Jenis data dan Metode Pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari

sumber data di lapangan dengan mengadakan interview atau

wawancara secara langsung dengan responden di lokasi penelitian.

yakni Sat BINMAS (Satuan Pembinaan Masyarakat) POLRESTA

Surakarta dan siswa SMA di Surakarta.


11

b. Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang berupa hasil dari penelitian

kepustakaan berupa dokumen-dokumen, makalah, arsip, maupun

buku-buku yang berkaitan dengan masalah yang di teliti. Terdiri dari 3

(tiga) bahan hukum yaitu:

1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang sifatnya

mengikat berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku dan

ada kaitanya dengan permasalahan yang dibahas tersebut terdiri

dari:

a) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

b) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

c) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak

d) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

Negara Repulik Indonesia

e) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1947 tentang Cukai

Minuman Keras

f) Rancangan Undang-Undang tentang Minuman Beralkohol

g) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2012

Tentang Perlindungan Anak


12

h) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 12 Tahun 2009

Tentang Pembinaan, Pengawasan, Monitoring, Evaluasi, dan

Pemberian Ijin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol

(SUIP-MB) di Kota Surakarta

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan

undang-undang, hasil penelitian, atau pendapat pakar hukum.11

Tulisan atau artikel yang berkaitan dengan judul skripsi.

3) Bahan Hukum Tersier

Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang

memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap Bahan Hukum

Primer dan Bahan Hukum Sekunder. Adapun petunjuk yang

digunakan adalah Kamus Hukum

5. Metode Pengumpulan data

a. Studi Lapangan

Metode ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data secara

langsung ke lapangan dengan mempergunakan teknik pengumpulan

data. Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian di Polresta

Surakarta sesuai dengan penelitian yang penulis susun sehingga

memudahkan penulis dalam pencarian data. Dengan teknik

pengumpulan data melalui wawancara (Interview). Berikut narasumber

11
Amiruddin dan Zainal Asikin, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rajawali
Pers. hal. 118
13

yang akan penulis wawancarai dalam penelitian ini yaitu Sat BINMAS

(Satuan Pembinaan Masyarakat) POLRESTA Surakarta dan siswa

SMA di Surakarta.

Wawancara (Interview) merupakan percakapan antara dua

orang atau lebih dan berlangsung antara narasumber dan pewawancara

untuk mendapatkan informasi dimana sang pewawancara melontarkan

pertanyaan-pertanyaan untuk dijawab oleh orang yang diwawancarai.

b. Studi Kepustakaan

Metode ini dilakukan dengan cara mencari, mengumpulkan,

menganalisis bahan-bahan yang berupa buku-buku, dokumen, maupun

makalah-makalah yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.

6. Metode Analisis Data

Berdasarkan data yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh dari rekaman,

wawancara, pengamatan, atau bahan tertulis (undang-undang, dokumen,

buku dan sebagainya), maka teknik data yang digunakan oleh penulis

berupa analisis kualitatif yaitu penyajian data yang dideskripsikan dalam

berbentuk essay dengan kalimat yang cukup panjang yang bersifat

membahas dan menguraikan permasalahan yang penting. Dari bahan dan

data tersebut selanjutnya dilakukan analisis yang berkaitan dengan strategi

kepolisian terhadap penyalahgunaan ciu di kalangan anak SMA.


14

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini untuk memberikan gambaran agar

memudahkan dalam mempelajari isinya.

BAB I Pendahuluan yang di dalamnya berisikan tentang latar

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

metode penelitian dan sistematika penulisan skripsi.

BAB II Tinjauan Pustaka yang didalamnya berisikan mengenai

tinjauan umum tentang kepolisian, tinjuan umum tentang minuman

beralkohol atau ciu, tinjauan umum tentang anak, tinjauan umum tentang

tindak pidana dan penanggulangan tindak pidana.

BAB III Mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh

penulis serta pembahasan tentang permasalahan yang telah dirumuskan dalam

rumusan masalah.

BAB IV Penutup yang di dalamnya berisikan kesimpulan dan saran

dari akhir penelitian.

Anda mungkin juga menyukai