Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

MATERIALITAS DAN RISIKO AUDIT

DOSEN PENGAJAR

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 8 :

MUHAMMAD PARID 1710313210038

FAYA NURAINI 1710313220026

NURMINA FARIDHA 1710313320058

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
JURUSAN S1-AKUNTANSI
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia -Nya
sehingga penyusunan makalah yang berjudul ”MATERIALITAS DAN RISIKO AUDIT” telah selesai.

Penyusunan makalah ini diajukan untuk menyelesaikan tugas yang telah diberikan oleh pengajar
kepada kami. Dalam penyusunan makalah ini, kami selaku penulis mendapat banyak bimbingan dan
petunjuk dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah mendukung dalam penyusunan makalah ini yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu.
Kami menyadari tanpa arahan dari dosen pembimbing serta masukan -masukan dari berbagai
pihak tidak mungkin kami bisa menyelesaikan tugas makalah ini. Makalah MATERIALITAS DAN
RISIKO AUDIT ini dibuat sedemikian rupa semata-mata untuk memenuhi tugas dan sebagai panduan
dalam pembelajaran. Untuk itu kami hanya bisa menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua
pihak yang terlibat, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih belum sempurna, maka saran dan kritik
yang konstruktif sangat kami harapkan demi perbaikan makalah yang akan dibuat selanjutnya. Akhir kata,
kami berharap semoga makalah ini bermanfaat.

Banjarmasin, April 2019

Kelompok 8
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................................................. 1
BAB I .................................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN ................................................................................................................................ 3
1.1 LATAR BELAKANG...................................................................................................................... 3
1.2 RUMUSAN MASALAH ................................................................................................................ 3
1.3 TUJUAN ..................................................................................................................................... 4
1.4. MANFAAT .................................................................................................................................. 4
1. Mengetahui konsep dasar materialitas. ....................................................................................... 4
BAB II....................................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ....................................................................................................................................... 5
2.1 Materialitas ............................................................................................................................... 5
2.2 Materialitas Untuk Laporan Keuangan Secara Keseluruhan..................................................... 6
2.3 Menentukan Materialitas Pelaksanaan .................................................................................... 8
2.4 Memperkirakan Kesalahan Penyajian dan Membandingkan dengan Kebijakan Awal ............. 8
2.5 Risiko Audit ............................................................................................................................. 11
2.6 Komponen-komponen Model Risiko Audit ............................................................................. 15
2.7 Menetapkan Risiko Audit Bisa Diterima ................................................................................. 18
2.8 Menilai Risiko Inheren ............................................................................................................ 20
2.9 Hubungan Risiko dengan Bukti dan Faktor-faktor yang mempengaruhi Risiko ..................... 21
2.10 Risiko Signifikan....................................................................................................................... 22
BAB III ............................................................................................................................................... 24
PENUTUP........................................................................................................................................... 24
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................................. 24
3.2 Saran ....................................................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................................... 25

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Materialitas mendasari penerapan standar-standar auditing yang berlaku umum,
terutama standar pekerjaan lapangan dan pelaporan. Oleh karena itu, materialitas
memiliki dampak yang mendalam pada audit laporan keuangan. SAS 47, Audit Risk and
Materiality in Conducting an Audit (AU 312.08), menyatakan agar auditor
mempertimbangkan materialitas dalam (1) merencanakan audit dan (2) mengevaluasi
apakah laporan keuangan secara keseluruhan telah disajikan secara wajar sesuai dengan
prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. ISA yang menjad acuan dalam materi ini
ialah ISA 320. Alinea 8 dari ISA 320 menyatakan bahwa: “Tujuan auditor adalah
menerapkan secara tepat konsep materialitas dalam merencanakan dan melaksanakan
audit”.
Membuat keputusan mengenai risiko audit merupakan salah satu langkah kunci
yang terlibat dalam melaksanakan audit. Konsep risiko audit adalah penting sebagai
dasar untuk mengekspresikan konsep keyakinan yang memadai. Ingat kembali bahwa
auditor membuat penilaian mengenai berbagai komponen risiko audit ; risiko bawaan,
risiko pengendalian, dan risiko deteksi untuk mengarahkan keputusan tentang sifat,
waktu, dan luasnya prosedur audit dan juga keputusan mengenai penetapan staf audit.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimanakah tinjauan umum dari materialitas itu?
2. Bagaimana meterialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan?
3. Bagaimana menentukan meterialitas pelaksanaan?
4. Bagaimana memperkirakan kesalahan penyajian dan membandingkan dengan kebijakan
awal?
5. Apa yang dimaksud dengan risiko audit?
6. Bagaimana komponen-komponen model risiko audit?
7. Bagaimana menetapkan risiko audit yang bisa diterima?
8. Bagaimana menilai risiko inheren?
9. Bagaimana hubungan risiko dengan bukti dan faktor-faktor yang mempengaruhi risiko?
10.Apa yang dimaksud dengan risiko signifikan?

3
1.3 TUJUAN
1. Sebagai tugas kelompok dari Dosen auditing.
2. Penulis dapat lebih mengerti pembahasan Materialitas dan Risiko Audit.
3. Dapat menambah wawasan bagi penulis dan pembaca makalah ini.
4. Dapat menyajikan materi secara ringkas agar mudah dimengerti pembaca/pendengar.

1.4. MANFAAT
1. Mengetahui konsep dasar materialitas.
2. Memahami tentang meterialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan.
3. Memahami bagaimana memperkirakan kesalahan penyajian dan membandingkan
dengan kebijakan awal.
4. Menjelaskan secara jelas menentukan meterialitas pelaksanaan.
5. Mengetahui konsep dasar risiko audit dan komponen-komponen model risiko audit.
6. Memahami bagaimana menetapkan risiko audit yang bisa diterima dan menilai risiko
inheren.
7. Mengetahui hubungan risiko dengan bukti dan faktor-faktor yang mempengaruhi
risiko serta risiko signifikan

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Materialitas
Materialitas adalah suatu nilai informasi akuntansi yang mana dalam
penyajiannya mengalami kesalahan atau hilangnya suatu informasi yang ada di
dalamnya. Hal ini mungkin akan menimbulkan perubahan pertimbangan seseorang yang
bersandar atau mempercayai informasi tersebut. Definisi lainnya, materialitas adalah
pertimbangan utama dalam laporan auditor yang layak. Sedangkan menurut FASB 2,
materialitas didefinisikan sebagai “besarnya penghapusan atau salah saji informasi
keuangan yang dengan memperhitungkan situasinya, menyebabkan pertimbangan
seseorang yang bijaksana yang mengandalkan informasi tersebut mungkin atau berubah
atau terpengaruh oleh penghapusan atau salah saji tersebut.”

Dalam konteks penyusunan dan penyajian laporan keuangan seringkali membahas


materialitas. Konsep materialitas ini juga diterapkan auditor pada saat pengevaluasian
dampak kesalahan penyajian yang teridentifikasi. Walaupun kerangka laporan keuangan
mungkin membahas materialitas dengan menggunakan istilah yang berbeda-beda,
kerangka tersebut secara umum menjelaskan bahwa:
 Kesalahan penyajian, termasuk perhitungan, dianggap material bila kesalahan
penyajian tersebut, secara individual atau agregat, diperkirakan dapat memengaruhi
keputusan ekonomi yang diambil berdasarkan laporan keuangan oleh pengguna
laporan keuangan tersebut.
 Pertimbangan tentang materialitas dibuat dengan memperhitungkan berbagai kondisi
yang melingkupinya dan dipengaruhi oleh ukuran atau sifat kesalahan penyajian, atau
kombinasi keduanya, dan
 Pertimbangan tentang hal-hal yang material bagi pe pengguna laporan keuangan
didasarkan pada pertimbangan kebutuhan informasi keuangan yang umum diperlukan
oleh pengguna laporan keuangan sebagai suatu grup. Kemungkinan dampak kesalahan
penyajian terhadap pengguna laporan keuangan individual tertentu, yang
kebutuhannya beragam, tidak dipertimbangkan.

Pertimbangan yang professional dibutuhkan oleh auditor untuk penentuan


materialitas, yang mana hal ini juga dipengaruhi oleh persepsi auditor tentang informasi
keuangan oleh para pengguna laporan keuangan. Dalam konteks ini, adalah masuk akal
bagi auditor untuk mengasumsikan bahwa pengguna laporan keuangan:
1. Memiliki suatu pengetahuan memadai tentang aktivitas bisnis dan ekonomi serta
akuntansi dan kemauan untuk mempelajari informasi yang ada dalam laporan
keuangan dengan cermat.
2. Memahami bahwa laporan keuangan disusun, disajikan dan diaudit berdasarkan
tingkat materialitas tertentu.
3. Mengakui adanya ketidakpastian bawaan dalam pengukuran suatu jumlah yang
ditentukan berdasarkan penggunaan estimasi, pertimbangan dan pertimbangan masa
depan.

5
4. Membuat keputusan ekonomi yang masuk akal berdasarkan informasi dalam laporan
keuangan.

Sebagaimana ditetapkan dalam standar audit (SA 320. A1) “…….Materialitas dan
risiko audit perlu dipertimbangkan sepanjang pelaksanaan audit, khususnya pada saat:

1. Mengidentifikasi dan menilai kesalahan penyajian material.


2. Menentukan sifat, saat, dan luas prosedur audit selanjutnya.
3. Mengevaluasi dampak kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi, jika ada, terhadap
laporan keuangan dan dalam merumuskan opini dalam laporan auditor.
Dalam menerapkan materialitas, auditor biasanya melakukan lima langkah seperti
pada gambar berikut.

Tahap Menetapkan materialitas untuk


1 laporan keuangan secara
keseluruhan
Merencanakan
Luas Pengujian
Tahap Menentukan materialitas
2 pelaksanaan

Tahap Memperkirakan total kesalahan


3 penyajian dalam segmen

Tahap Memperkirakan keseluruhan Mengevaluasi


4 kesalahan penyajian Hasil

Tahap Membandingkan taksiran


5 keseluruhan dengan kebijakan
awal materialitas

2.2 Materialitas Untuk Laporan Keuangan Secara Keseluruhan


Standar auditing (SA 320. 10) menyatakan bahwa “pada saat menetapkan strategi
audit secara keseluruhan, auditor harus menentukan materialitas untuk laporan keuangan
secara keseluruhan”. Hal ini disebut dengan pertimbangan awal materialitas, dimana
meskipun opini ditetapkan secara professional, namun hal itu bisa berubah ketika
pengauditan sedang berlangsung.

6
Pada tahap ini, pertimbangan awal materialitas untuk laporan keuangan secara
keseluruhan adalah jumlah maksimum yang membuat auditor yakin bahwa laporan
keuangan mengandung kesalahan penyajian tetapi tidak mempengaruhi untuk
pengambilan keputusan yang dilakukan pengguna laporan. Untuk membantu dalam
perencanaan pengumpulan bukti yang tepat, auditor perlu menetapkan pertimbangan awal
materialitas. Semakin rendah jumlah rupiah pertimbangan awal, semakin banyak bukti
yang diperlukan. Pengalaman auditor akan sangat berpengaruh pada penentuan jumlah
yang dipandang material sesuai dengan keadaan yang dihadapi.

Faktor-faktor yang berpengaruh pada kebijakan awal materialitas yaitu:


a. Konsep Materialitas adalah Relatif, bukan Absolut
Bagi sebuah perusahaan kecil, sejumlah kesalahan penyajian bisa material, tetapi jumlah sekian
tidak material bagi perusahaan lain yang lebih besar. Oleh karena itu, tidaklah mungkin untuk
membuat suatu pedoman jumlah rupiah untuk menetapkan kebijakan awal
materialitas yang akan berlaku umum bagi semua klien audit.

b. Diperlukan Dasar Tertentu untuk Mengevaluasi Materialitas


Suatu dasar untuk menetapkan apakah kesalahan penyajian dipandang material sangat diperlukan,
mengingat bahwa materialitas itu bersifat relatif. Standar auditing mewajibkan auditor untuk
mendokumentasikan dasar yang digunakan untuk menetapkan kebijakan awal materialitas dalam
kertas kerja audit.

c. Faktor Kualitatif
Jenis-jenis kesalahan penyajian tertentu seringkali lebih berpengaruh terhadap pengguna laporan
keuangan daripada lainnya, walaupun jumlah rupiahnya sama. Sebagai contoh:
 Kesalahan penyajian yang menyangkut kecurangan (fraud) dipandang lebih serius daripada
kekeliruan tidak disengaja walaupun jumlah rupiahnya sama.
 Kesalahan penyajian yang jumlah rupiahnya kecil bisa menjadi material apabila terkait dengan
kewajiban kontraktual.
 Kesalahan penyajian yang kelihatannya tidak material, bisa menjadi material apabila
kesalahan penyajian tersebut memengaruhi tren laba.

Selain itu, dalam menentukan materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan,
presentase tertentu seringkali diterapkan pada suatu tolak ukur yang telah dipilih. Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi proses identifikasi suatu tolak ukur yang tepat mencakup:
 Unsur-unsur laporan keuangan (aset, liabilitas, ekuitas, pendapatan, dan beban);
 Apakah terdapat unsur-unsur yang menjadi perhatian khusus para pengguna laporan keuangan
suatu entitas tertentu;
 Sifat entitas, posisi entitas dalam siklus hidupnya, dan industri serta lingkungan ekonomi yang
di dalamnya entitas tersebut beroperasi.
 Struktur kepemilikan dan pendanaaan entitas; dan
 Fluktuasi relatif tolak ukur tersebut.

7
2.3 Menentukan Materialitas Pelaksanaan
Standar auditing (SA 320.9) merumuskan materialitas pelaksanaan sebagai berikut:
Materialitas pelaksanaan (performance materiality) adalah suatu jumlah yang
ditetapkan oleh auditor, pada tingkat yang lebih rendah daripada materialitas untuk
laporan keuangan secara keseluruhan untuk mengurangi ke tingkat rendah yang
semestinya kemungkinan kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi dan yang tidak
terdeteksi yang secara agrerat melebihi materialitas untuk laporan keuangan secara
keseluruhan. Jika berlaku, materialitas pelaksanaan dapat ditetapkan oleh auditor
pada jumlah yang lebih rendah daripada materialitas golongan transaksi, saldo akun
atau pengungkapan tertentu.

Penentuan materialitas pelaksanaan diperlukan karena auditor mengumpulkan bukti


per segmen bukan untuk laporan keuangan secara keseluruhan, dan tingkat materialitas
pelaksanaan membantu mereka dalam menentukan bukti audit yang tepat yang harus
dikumpulkan. Materialitas pelaksanaan bisa berbeda-beda untuk golongan transaksi,
saldo akun, atau pengungkapan yang berbeda terutama bila terdapat fokus pada suatu
bidang tertentu. Penentuan pelaksanaan ini dipengaruhi oleh pemahaman auditor atas
suatu entitas, yang dimutahirkan selama pelaksanaan prosedur penilaian risiko; dan sifat
serta luasnya kesalahan penyajian yang terdeteksi dalam audit sebelumnya serta harapan
auditor berkaitan dengan kesalahan penyajian dalam periode berjalan.

Dalam hal lainnya, penentuan materialitas pelaksanaan ini juga bisa disebut proses
pengalokasian pertimbangan awal tentang materialitas ke segmen-segmen. Karena
menurut beberapa sumber kebanyakan prosedur audit berfokus pada akun-akun neraca,
maka materialitas harus dialokasikan hanya pada akun-akun neraca. Sebagai
kesimpulannya, tujuan pengalokasian kebijakan awal materialitas ke akun-akun neraca
adalah untuk membantu auditor dalam menentukan bukti yang tepat yang harus diperoleh
untuk setiap akun dalam neraca dan laporan laba-rugi.

2.4 Memperkirakan Kesalahan Penyajian dan Membandingkan dengan Kebijakan


Awal
Pada saat auditor melaksanakan prosedur audit untuk setiap segmen audit, auditor
mendokumentasikan semua kesalahan penyajian yang ditemukannya. Kesalahan
penyajian dalam suatu akun bisa terdiri dari dua tipe yaitu kesalahan penyajian diketahui
(known misstatement) dan kesalahan penyajian diperkirakan (likely
misstatement).cKesalahan penyajian diketahui adalah kesalahan penyajian dalam akun
yang bisa ditentukan jumlahnya. Misalnya, ketika mengaudit aset tetap, auditor
menemukan adanya leased aset yang dikapitalisasi padahal seharusnya diperlakukan
sebagai beban karena merupakan operating aset. Kesalahan selanjutnya kesalahan
penyajian diperkirakan, ada dua tipe kesalahan ini, pertama adalah kesalahan penyajian
yang timbul dari perbedaan pertimbangan yang dibuat oleh auditor dengan pertimbangan
manajemen dalam menaksir saldo akun. Sebagai contoh adalah perbedaan dalam
menaksir cadangan kerugian piutang atau kewajiban garansi. Tipe kedua adalah proyeksi
kesalahan penyajian yang didasarkan pada pengujian auditor atas suatu sampel dan
populasi. Sebagai contoh, misalkan auditor menemukan 6 kesalahan penyajian yang

8
dibuat klien dalam suatu sampel yang terdiri dari 200 dalam pengujian harga perolehan
persediaan. Auditor menggunakan temuan kesalahan penyajian ini untuk menaksir total
perkiraan kesalahan penyajian (tahap 3). Jumlah total ini disebut suatu “proyeksi” atau
“ekstrapolasi” karena yang diaudit hanya suatu sampel, tidak keseluruhan populasi.
Jumlah proyeksi kesalahan penyajian untuk setiap akun dikumpulkan dalam kerta kerja
(tahap 4), dan selanjutnya gabungan seluruh kesalahan penyajian ini dibandingkan
dengan meterialitas (tahap 5).
Tabel 7-1 contoh perbandingan antara perkiraan total kesalahan penyajian dengan
pertimbangan awal materialitas
Akun Materialitas Jumlah perkiraan kesalahan penyajian
pelaksanaan
Kesalahan Kesalahan Total
penyajian sampling
diketahui dan
proyeksi
langsung
Kas Rp 4.000 Rp 2.000 Rp TBD Rp 2.000

Piutang usaha 20.000 12.000 6.000 18.000

Persediaan 36.000 31.500 15.750 47.250


Total perkiraan 45.000 16.800 62.300
jumlah kesalahan
penyajian
Kebijakan 50.000
meterialitas

Keterangan:
TBD = tidak bisa diterapkan
Kas diaudit 100%
Kesalahan penyajian dalam kas sebesar Rp 2.000 adalah kesalahan penyajian diketahui
yang berasal dari temuan auditor tentang biaya administrasi bank yang tidak dicatat klien.
Berbeda dengan kas, kesalahan penyajian untuk piutang usaha dan persediaan didasarkan
pada sampel. Auditor menghitung perkiraan kesalahan penyajian untuk piutang usaha dan
persediaan didaasarkan pada sampel. Auditor menghitung perkiraan kesalahan penyajian
untuk piutang usaha dan persediaan dengan menggunakan kesalahan penyajian diketahui
yang terdeteksi dalam sampel tersebut. Untuk memberi contoh perhitungan, misalkan
dalam mengaudit persediaan, auditor menemukan lebih saji (bersih) Rp3.500.00 dalam
suatu sampel yang besarnya Rp50.000,00 dari total populasi Rp450.000.00. Kesalahan
penyajian Rp3.500.00 adalah kesalahan penyajian diketahui. Untuk menghitung taksiran
perkiraan kesalahan penyajian untuk total populasi Rp450.000.00 auditor membuat
proyeksi langsung dari kesalahan penyajian diketahui dari sampel ke populasi dan

9
menambahkan satu taksiran untuk kesalahan sampling. Perhitungan proyeksi langsung
taksiran kesalahan penyajian.

Rp3.500 (kesalahan penyajian bersih dalam sampel)


𝑥 𝑅𝑝 450.000(𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖)
RP50.000 (total sampel)
= 𝑅𝑝 31.500(𝑝𝑟𝑜𝑦𝑒𝑘𝑠𝑖 𝑙𝑎𝑛𝑔𝑠𝑢𝑛𝑔 𝑡𝑎𝑘𝑠𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑎𝑗𝑖𝑎𝑛

Estimasi untuk kesalahan sampling diperlukan karena auditor mengambil sampel hanya
sebagian dari populasi dan oleh karenanya ada risiko bahwa sampel tidak secara akurat
mencerminkan populasi. Dalam contoh yang disederhanakan ini, kita berasumsi bahwa
kesalahan sampel adalah 50% dari jumlah proyeksi langsung kesalahan penyajian untuk
akun-akun yang diambil sampelnya (piutang usaha dan persediaan). Dalam hal ini tidak
ada kesalahan sampel untuk kas karena jumlah total kesalahan penyajiannya diketahui,
tidak diestimasi.

Dalam menggabungkan kesalahan penyajian pada Tabel 7-1 diatas, terlihat bahwa
kesalahan penyajian yang diketahui dan proyeksi langsung taksiran kesalahan penyajian
untuk ketiga akun ditambahkan ke Rp45.500. Namun demikian, total kesalahan sampai
lebih kecil dari jumlah kesalahan sampel individual. Hal ini disebabkan karena kesalahan
Sampel mencerminkan kesalahan penyajian maksimum dalam akun yang detilnya tidak
diaudit. Rasanya tidak mungkin bahwa jumlah kesalahan penyajian maksimum ini
terdapat pada semua akun yang diakibatkan oleh Sampel.
Tabel 7-1 menunjukkan bahwa total estimasi taksiran kesalahan penyajian sebesar
Rp62.300 adalah lebih besar dari pada kebijakan awal materialitas yang besarnya
Rp50.000. Bidang yang paling sulit adalah persediaan dengan taksiran kesalahan
penyajian Rp47.250 yang jauh lebih besar dari kesalahan penyajian bisa ditoleransi
Rp36.000. Berhubung gabungan taksiran kesalahan penyajian lebih besar dan kebijakan
awal, maka laporan keuangan tidak dapat diterima. Dalam situasi demikian, auditor dapat
menentukan apakah taksiran kesalahan penyajian sungguh-sungguh melebihi Rp50.000
dengan melaksanakan prosedur audit tambahan, atau minta klien untuk melakukan
penyesuaian untuk taksiran kesalahan penyajian. Apabila auditor memutuskan untuk
melakukan prosedur tambahan, mereka akan memusatkan perhatian pada persediaan.
Apabila jumlah bersih taksiran kesalahan penyajian untuk persediaan mencapai
Rp28.000 (Rp18.000 + Rp 10.000), auditor mungkin tidak perlu memperluas pengujian
audit karena telah memenuhi pengujian kesalahan penyajian bisa ditoleransi (Rp36.000)
dan kebijakan awal materialitas (Rp2.000+ Rp18.000 + Rp28.000 = Rp48.000 <
Rp50.000). Dalam situasi seperti dilukiskan contoh ini, auditor sebenarnya memiliki
kelebihan waktu karena hasil dari prosedur yang diterapkan terhadap kas dan piutang
usaha menunjukkan bahwa kedua akun tersebut berada dalam batas kesalahan penyajian
bisa ditoleransi. Apabila pendekatan yang diterapkan auditor dilakukan secara berurutan,
maka temuan audit dari akun-akun yang diaudit lebih dahulu akan bisa digunakan untuk
merevisi kesalahan penyajian bisa ditoleransi yang telah ditetapkan untuk akun-akun
yang diaudit kemudian. Dalam contoh di atas, apabila auditor telah mengaudit kas dan
piutang usaha sebelum persediaan, maka kesalahan penyajian bisa ditoleransi untuk
persediaan bisa dinaikkan.

10
2.5 Risiko Audit
Standar audit (SA 315) mewajibkan auditor untuk mendapatkan pemahaman
tentang entitas dan lingkungannya, termasuk pengendalian internal, untuk menetapkan
risiko kesalahan penyajian material dalam laporan keuangan klien.
Sebagaimana kita lihat perencanaan audit, auditor menerima suatu tingkat risiko
atau ketidakpastian dalam pelaksanaan fungsi pengauditan sebagai contoh, auditor
mengakui ketidakpastian inheren tentang ketepatan bukti, ketidakpastian tentang
efektivitas pengendalian internal klien, dan ketidakpastian tentang apakah laporan
keuangan disajikan secara wajar, ketika audit telah berakhir. Auditor yang efektif
mengakui tentang adanya risiko dan mengelola risiko tersebut dengan cara yang tepat.
Banyak risiko yang sulit diukur dan membutuhkan pertimbangan yang cermat sebelum
auditor dapat menanggulanginya dengan tepat. Tanggapan terhadap risiko-risiko secara
tepat adalah sesuatu yang kritikal untuk mencapai audit berkualitas tinggi.

A. Model Risiko Audit Untuk Perencanaan


Risiko kesalahan penyajian material didefinisikan dalam standar audit (SA
200.13. (n)) sebagai: Risiko bahwa laporan keuangan mengandung kesalahan
penyajian material sebelum audit dlakukan. Risiko kesalahan penyajian material dapat
terjadi di dua tingkat:
 Tingkat laporan keuangan secara keseluruhan; dan
 Tingkat asersi untuk golongan transaksi, saldo, akun, dan pengungkapan.
Risiko kesalahan penyajian material pada tingkat laporan keuangan secara
keseluruhan mengacu ke risiko kesalahan penyajian material yang berdampak luas
(pervasif) terhadap laporan\ keuangan secara keseluruhan dan berpotensi memengaruhi
banyak asersi.
Risiko kesalahan penyajian material pada tingkat asersi dinilai untuk menentukan
sifat, saat, dan luas prosedur audit yang diperlukan untuk memperoleh bukti audit yang
cukup dan tepat. Bukti audit tersebut memungkinkan auditor untuk menyatakan opini atas
laporan keuangan pada tingkat rendah yang dapat diterima. Risiko kesalahan material
pada tingkat asersi terdiri dari dua komponen, yaitu: risiko inheren dan risiko
pengendalian.
Penilaian risiko auditor atas risiko kesalahan penyajian material pada tingkat asesi
dapat berubah selama pelaksanaan audit, sejalan dengan diperolehnya bukti audit
tambahan. Dalam kondisi ketika auditor memperoleh bukti audit dari prosedur audit
lanjutan, atau ketika informasi baru diperoleh, yang kedua bukti tersebut tidak konsisten
dengan bukti audit awal yang menjadi dasar penilaian, auditor harus merevisi penilaian
tersebut, dan oleh karena itu memodifikasi prosedur audit lanjutan yang direncanakan
sebelumnya.
Auditor manggunakan beberapa pendekatan untuk mencapai tujuan Panilaian risiko
kesalahan Penyajian material. Salah satu pendekatan yang banyak digunakan para auditor
adalah dengan menggunakan suatu model yang menggambarkan hubungan umum
berbagai komponen isiko audit dalam istilah matematis untuk mencapai tingkat risiko
deteksi yang dapat diterima yang disebut model risiko audit. Model tersebut berguna
untuk merencanakan prosedur audit. Dalam prosedur perencanaan, auditor
mempertimbangkan risiko untuk mendapatkan bukti audit terutama dengan menerapkan
model risiko audit.

11
Model risiko audit membantu auditor dalam menentukan beberapa banyak dan jenis
bukti apa yang harus dikumpulkan pada setiap siklus.
Model risiko audit biasanya dinyatakan sebagai berikut.

𝐀𝐑 = 𝐈𝐑 𝐗 𝐂𝐑 𝐗 𝐃𝐑
Atau
𝑨𝑹
𝐃𝐑 =
𝑰𝑹 𝑿 𝑪𝑹
Keterangan:
AR= Risiko Audit
IR=Risiko Inheren
CR=Risiko Pengendalian
DR=Risiko Deteksi
Gambar 7-4 dibawah ini melukiskan hubungan antara model risiko audit dengan
pemahaman tentang bisnis dan bidang usaha klien yang telah dibahas pada Bab
perencanaan audit. Auditor menggunakan model risiko audit untuk selanjutnya
mengidenifikasi potensi kesalahan penyajian material dalam keseluruhan laporan
keuangan dan saldo akun tertentu, pada golongan transaksi, dan mengungkapkan dimana
kesalahan penyajian paling mungkin terjadi.
Gambar 7-4 Model risiko audit dan pemahaman tentang bisnis dan bidang usaha klien

Lingkungan Industri dan Eksternal

Pemahaman Bisnis dan Bidang Usaha Klien

Operasi dan Proses Bisnis

Manajemen dan Tata Kelola


Menentapkan Risiko Bisnis dan Klien

Tujuan dan Strategi

Menetapkan Risiko Kesalahan Penyajian


Material Pengukuran dan Kinerja

Risiko Inheren Risiko


(IR) Pengendalian
(CR)
12
Model Risiko Audit
𝐴𝑅
𝐷𝑅 =
𝐼𝑅 𝑋 𝐶𝑅
B. Ilustrasi Tentang Risiko Dan Bukti

Sebelum membahas komponen-komponen risiko audit, perhatikanlah ilustrasi untuk


sebuah perusahaan hipotesis pada tabel 7-2 dibawah ini
Tabel 7-2 ilustrasi perbedaan benyaknya bukti antar siklus
Siklus Siklus Siklus Siklus Siklus perolehan
penjualan pembelian penggajian persediaan modal dan
dan dan dan dan pengembaliannya
pengumpulan pembayaran personalia penggudangan
piutang

A Penilaian auditor Diduga Diduga Diduga Diduga Diduga terdapat


tentang ekspektasi terdapat terdapat terdapat terdapat sedikit kesalahan
kesalahan sejumlah banyak sedikit banyak penyajian
penyajian material kesalahan kesalahan kesalahan kesalahan
sebelum penyajian penyajian penyajian penyajian
mempertimbangkan
pengendalian
internal (risiko (medium) (tinggi) (rendah) (tinggi)
inheren) (rendah)

B Penilaian auditor Efektivitas Efektivitas Efektivitas Efektivitas Efektivitas medium


tentang medium tinggi tinggi rendah
pengendalian
internal untuk (medium)
mencegah dan (medium) (rendah) (rendah) (tinggi)
mendeteksi
kesalahan
penyajian material
(risiko
pengendalian)

C Kesediaan auditor Kesediaan Kesediaan Kesediaan Kesediaan Kesediaan menerima


untuk mengijinkan menerima menerima menerima menerima risiko rendah
keberadaan salah risiko rendah risiko rendah risiko risiko rendah
saji material setelah rendah
audit selesai (risiko (rendah)
(rendah)
audit diterima) (rendah) (rendah) (rendah)

D Banyaknya bukti Tingkat Tingkat Tingkat Tingkat tinggi Tingkat medium


audit yang

13
direncanakan akan medium medium rendah
dikumpulkan
auditor (risiko
deteksi di (medium) (medium) (tinggi) (rendah) (medium)
rencanakan)

Penjelasan ilustrasi diatas:


 Baris pertama dalam tabel menunjukkan frekuensi dan besarnya taksiran kesalahan
penyajian dalam berbagai siklus (A). Dalam siklus penggajian dan personalia
diperkirakan tidak ada kesalahan penyajian, sebaliknya dalam siklus persediaan dan
penggudangan diperkirakan banyak kesalahan penyajian. Hal ini disebabkan karena
transaksi penggajian bersifat rutin, sedangkan pencatatan persediaan sangat kompleks.
 Pengendalian internal diyakini berbeda efektivitasnya dalam kelima siklus di atas (B).
Sebagai contoh, pengendalian internal pada penggajian dan personalia dinilai sangat
efektif, sedangkan pengendaiian internal atas persediaan dan penggudangan dinilai tidak
efektif.
 Auditor menetapkan kesediaan menerima kesaiahan penyajian material yang rendah
setelah audit selesai untuk kelima siklus di atas (C). Hal semacam ini lazim bagi auditor
untuk menetapkan kesediaan menerima risiko kesalahan penyajian yang rendah untuk
semua siklus setelah auditor menyelesaikan audit dan menerbitkan pendapat wajar tanpa
pengecualian.
 Pertimbangan-pertimbangan di atas (A, B, dan C) mempengaruhi keputusan auditor
tentang sifat, saat, dan banyaknya bukti yang akan dikumpulkan (D). Sebagai contoh,
karena auditor memperkirakan hanya terdapat sedikit kesalahan penyaiian dalam
penggajian dan personalia (A) dan pengendalian internalnya efektif (B), auditor
merencanakan untuk mengumpulkan bukti yang lebih sedikit dibandingkan untuk
persediaan dan penggudangan.

Apabila dinyatakan dengan angka, ilustrasi seperti tertuang dalam Tabel 7- 2 di atas
untuk siklus persediaan dan penggudangan dapat dinyatakan sebagai berikut:

IR =100%
CR=100%
AR=5%

𝟎. 𝟎𝟓
𝑫𝑹 = = 𝟎, 𝟎𝟓 𝒂𝒕𝒂𝒖 𝟓%
𝟏, 𝟎 𝒙 𝟏, 𝟎

Penilaian-penilaian dalam Tabel 7-2 tidak dalam bentuk angka. Meskipun model
penilaian risiko bisa dinyatakan secara kuantitatif maupun nonkuantitatif, namun
kebanyakan kantor akuntan lebih suka menggunakan model penilaian secara

14
nonkuantitatif karena sulitnya melakukan pengukuran risiko secara kuantitatif dengan
tepat.

2.6 Komponen-komponen Model Risiko Audit


1. RISIKO DETEKSI
Standar audit (SA 200. 13 (e)) mendefinisikan risiko deteksi sebagai berikut:
Risiko deteksi adalah risiko bahwa prosedur yang dilaksanakan oleh auditor untuk
menurunkan risiko audit ke tingkat rendahyang dapat diterima tidak akan mendeteksi
suatu kesalahan penyajian yang ada dan yang mungkin material, baik secara
individual maupun secara kolektif ketika digabungkan dengan kesalahan penyajian
lainnya.
Dengan lain perkataan, risiko deteksi adalah risiko yang timbul karena bukti audit
tidak berhasil mendeteksi kesalahan penyajian yang melebihi kesalahan penyajian
yang bisa ditoleransi (atau disebut juga materialitas pelaksanaan). Ada dua hal yang
perlu diketahui tentang risiko deteksi (atau lebih tepat disebut risiko deteksi yang
direncanakan),yaitu:
(1) Risiko deteksi merupakan dependen dari tiga faktor lain yang tercakup dalam
model.Risiko ini akan berubah hanya apabila auditormengubah salah satu (atau lebih)
faktor lain dalam model risiko

(2) Risiko deteksi menentukan jumlah bukti substantif yang direncanakan akan
dikumpulkan auditor yang berkebalikan dengan ukuran risiko deteksi. Apabila risiko
deteksi berkurang. auditor harus mengumpulkan bukti yang lebih banyak untuk
mencapai risiko deteksi yang telah berkurang tersebut. Sebagai contoh, dalam Tabel
7-2, risiko deteksi (D) untuk persediaan dan penggudangan adalah rendah, yang
menyebabkan bukti yang direncanakan meniadi tinggi. Hal sebaliknya terjadi pada
siklus penggajian dan personalia.

Dalam contoh dengan angka di atas, risiko deteksi direncanakan (DR) adalah 0,05
yang berarti auditor akan mengumpulkan bukti hingga risiko kesalahan penyajian
melebihi kesalahan penyajian ditoleransi berkurang sampai 5 persen. Apabila risiko
pengendalian (CR) dimisalkan 0,50 (bukan 1,0).maka risiko deteksi direncanakan
akan menjadi 0,10 dan oleh karenanya bukti yang direncanakan dapat dikurangi.
2. RISIKO INHEREN
Standar audit (SA 200.13 (n)) mendefinisikan risiko inheren sebagai berikut:
Risiko inheren: Kerentanan suatu asersi tentang suatu golongan transaksi, saldo
akun, atau pengungkapan terhadap suatu kesalahan penyajian yang mungkin material,
baik secara individual maupun secara kolektif ketika digabungkan dengan kesalahan
penyajian lainnya, sebelum mempertimbangkan pengendalian internal yang terkait.
Dengan perkataan lain, risiko inheren adalah penilaian auditor mengenai
kemungkinan adanya kesalahan penyajian material yang disebabkankarena kekeliruan
atau kecurangan sebelum mempertimbangkan efektivitas pengendalian internal.
Apabila auditor berkesimpulan bahwa kemungkinan besar terdapat kesalahan
penyajian, makaauditor akan berkesimpulan bahwa risiko inherennya tinggi. Pada

15
saat mempertimbangkan risiko inheren, pengendalian internal kita kesampingkan
karena dalam model risiko audit. pengendalian internal dipertimbangkan tersendiri
sebagai risiko pengendalian. Pada Tabel 7-2,
rlsiko inheren (A) dinilai tinggi untuk pembelian dan pembayaran dan untuk
persediaan dan penggudangan. Sedangkan untuk penggajian dan personalia serta
pendanaan dan pengembaliannya dinilai rendah. Penilaian tersebut biasanya
didasarkan atas hasil diskusi dengan manajemen, pengetahuan tentang perusahaan,
dan hasil audit tahun sebelumnya.
Risiko inheren berbanding terbalik dengan risiko deteksi dan berbanding lurus
dengan bukti. Risiko inheren untuk persediaan penggudangan pada Tabel 7-2 adalah
tinggi, yang mengakibatkan risiko deteksi lebih rendah dan dibutuhkan bukti yang
lebih banyak dibandingkan apabila risiko inherennya rendah.
Risiko inheren yang tinggi, selain akan meningkatkan bukti yang harus
dikumpulkan, juga menuntut digunakannya staf audit yang lebih berpengalaman, dan
review terhadap pengujian audit Iebih cemar. Sebagai contoh, apabila risiko inheren
untuk keusangan persediaan sangat tinggi. Masuk diakal apabila auditor akan
menugasi staf yang sudah berpengalaman untuk melakukan pengujian lebih intensif
temadap keusangan persediaan dan melakukan review yang mendalam terhadap hasil
audit.
3. RISIKO PENGENDALIAN
Standar audit (SA200.13(n)) mendefinisikan risiko pengendalian sebagai berikut:
Risiko bahwa suatu kesalahan penyaiian yang mungkin terjadi dalam suatu asersi
tentang suatu golongan transaksi, saldo akun, atau pengungkapan yang mungkin
material, baik secara individual maupun secara kolektif ketika digabungkan dengan
kesalahan penyajian lainnya, tidakakan dapat dicegah, atau dideteksi dan dikoreksi,
secara tepat waktu oleh pengendalian internal entitas.
Dengan perkataan lain, risiko pengendalian mengukur penilaian auditor tentang
apakah kesalahan penyajian yang melebihi jumlah kesalahan penyajian bias
ditoleransi pada suatu segmen akan dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu
oleh sistem pengendalian internal klien. Misalkan auditor berkesimpulan bahwa
pengendalian internal samasekali tidak efektif untuk mencegah atau mendeteksi
kesalahan penyajian. sebagaimana kesimpulan auditor terhadap pengendalian internal
atas persediaan dan penggudangan pada Tabel 7-2. Dalam situasi demikian, auditor
akan memberi bobot yang tinggi mungkin sampai 100%, untuk risiko pengendalian.
Semakin efektif pengendalian internal, semakin rendah faktor risiko yang dibebankan
pada risiko pengendalian.
Model nsiko audit menunjukkan hubungan yang erat antara risiko inheren dengan
risiko pengendalian. Sebagai contoh, risiko inheren 40 persen dan risiko
pengendalian 60% mempengaruhi risiko deteksi dan bukti yang harus dikumpulkan.
sama seperti halnya apabila risiko inheren 60% dan risiko pengendalian 40%. Dalam
kedua situasi tersebut, perkalian IR dengan CR menghasilkan denominator dalam
model risiko audit sebesar 24%. Gabungan risiko inheren dengan risiko pengendalian

16
disebutkan dalam standar auditing sebagai risiko kesalahan penyajian material.
Auditor bisa melakukan penilaian gabungan risiko kesalahan penyajian materiat
atau auditor bisa juga menilai risiko inheren dan risiko pengendalian secara
terpisah.(lngat, risiko inheren adatah dugaan kesalahan penyajian sebelum
mempertimbangkan pengaruh pengendalian internal).
Seperti halnya risiko inheren, hubungan antara risiko pengendalian dengan risiko
deteksi adalah berkebalikan, sedangkan hubungan antara risiko pengendalian dengan
bukti substantif yang harus dikumpulkan berbanding lurus. Apabila auditor
menyimpulkan bahwa pengendalian internal efektif, maka risiko deteksi dapat
dinaikkan dan dengan demikian bukti yang dikumpulkan bisa dikurangi. Auditor bisa
menaikkan risiko deteksi apabila pengendalian efektif, karena pengendalian internal
yang efektif mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan penyajian dalam laporan
keuangan.
Sebelum auditor menetapkan risiko pengendalian kurang dari 100%, auditor harus
mendapatkan pemahaman tentang pengendalian internal. mengevaluasi seberapa baik
pengendalian berfungsi, dan melakukan pengujian tentang efektivitasnya.
Mendapatkan pemahaman tentang pengendalian interen harus dilakukan auditor pada
setiap audit, sedangkan evaluasi dan pengujian pengendalian diverlukan hanya
apabila auditor menetapkan risiko pengendalian di bawah maksimum. Auditor pada
umumnya memilih untuk lebih mengandalkan pada Pengendalian yang efektif.
terutama apabila pengolahan transaksi sehari-hari dilakukan dengan menggunakan
prosedur otomatis. Apabila pengendalian diperkirakan tidak efektif dan risiko
inheren tinggi, Penggunaan model risiko audit akan menyebabkan auditor
menurunkan risiko deteksi dan sebagai akibatnya harus menaikkan bukti yang harus
dikumpulkan.
4. RISIKO AUDlT
Standar audit (SA200.13 (c))mendefinislkan risiko audit sebagai berikut:
Risiko audit: risiko bahwa auditor menyatakan suatu opini aneh yang tidak tepat
ketika laporan keuangan mengandung kesalahan penyajian material. Risiko audit
merupakan suatu fungsi kesalahan penyajian material dan risiko deteksi.
Dengan perkataan lain, risiko audit adalah ukuran tentang seberapa besar
auditor bersedia untuk menerima bahwa laporan keuangan mungkin mengandung
kesalahan penyajian material setelah audit selesai dikerjakan dan memberinya
pendapat wajar tanpa pengecualian. Apabila auditor memutuskan untuk menurunkan
risiko audit. hal itu berarti bahwa auditor ingin lebih pasti bahwa laporan keuangan
tidak mengandung kesalahan penyajian material. Risiko nol berarti sepenuhnya pasti
sedangkan risiko 100% berarti sama sekali tidak pasti. jaminan penuh (risiko nol)
mengenal ketepatan laporan keuangan tidak ekonomis dan tidak praktis. Auditor tidak
dapat menjamin sepenuhnya bahwa laporan keuangan tidak mengandung kesalahan
penyajian material.

17
Seringkali auditor tidak menggunakan istilah risiko audit tetapi istilah lain
seperti misalnya asurans audit (audit assurance) atau tingkat asuransi. Asurans audit
atau istilah lain adalah pelengkap risiko audit, yakni satu dikurangi risiko audit yang
bias diterima. Dengan lain perkataan, risiko audit bias diterima sebesar 2% adalah
sama dengan asurans audit 98%.
Apabila kita menggunakan model tistko audit. Didalamnya terkandung
hubungan langsung antara risiko audit yang bisa diterima dengan risiko deteksi, dan
terdapat hubungan berkebalikan antara risiko audit dengan bukti yang harus
dikumpulkan. Apabila auditor memutuskan untuk menurunkan risiko audit yang bisa
diterima.maka risiko deteksi juga akan turun,dan bukti yang harus dikumpulkan akan
naik. Untuk klien dengan risiko audit yang rendah, auditor biasanya menugasi staf
andil yang lebih berpengalaman dan melakukan review atas kertas keria audit yang
lebih mendalam.

PERBEDAAN ANTARA RlSlKO-RlSlKO DALAM MODEL RISIKO AUDIT


Ada perbedaan besar dalam hal bagaimana auditor menilai keempat faktor risiko
dalam model risiko audit. Untuk risiko audit yang bisa diterima, auditor
memutuskannya sesuai dengan kesediaan kantor akuntan menerima risiko bahwa
laporan keuangan mengandung kesalahan penyajian setelah audit selesai dikerjakan,
berdasarkan berbagai faktor yang menyangkut klien. Sebagai contoh, auditor akan
menetapkan risiko audit bisa diterima yang sangat rendah untuk perusahaan yang
melakukan penawaran saham perdana (initial public offering). Kita akan membahas
faktor-faktor apa saia yang harus dipertimbangkan dalam menetapkan risiko audit
bisa diterima dalam uraian di bagian lain bab ini. Risiko inheren dan risiko
pengendalian didasarkan pada dugaan auditor atau prediksi tentang kondisi klien.
Contoh risiko inheren yang tinggi adalah apabila terdapat persediaan yang belum
laku teriual dalam waktu dua tahun. Contoh risiko pengendalian yang rendah adalah
manakala terdapat pemisahan tugas antara pemegang aset dengan akuntansi.Auditor
tidak dapat mengubah kondisi klien semacam itu, tetapi hanya bisa melakukan
penilaian. Risiko deteksi sepenuhnya adalah dependen dari ketiga risiko yang lain,
dan karenanya hanya dapat ditentukan setelah auditor menetapkan ketiga risiko
lainnya.

2.7 Menetapkan Risiko Audit Bisa Diterima


Auditor harus memutuskan risiko audit yang bisa diterima untuk suatu
audit,terutama pada tahap perenanaan audit. Pertama tama auditor harus menetapkan
risiko penugasan dan selanjutya menggunakan risiko penugasan untuk menetapkan risiko
audit.

1. Menilai Risiko Yang Dapat Diterima ( Acceptable Audit Risk )

18
Auditor harus memutuskan risiko audit yang dapat diterima yang tepat bagi suatu
audit selama perencanaan audit. Pertama, auditor memutuskan risiko risiko
penugasan..
Risiko penugasan (engagement risk) adalah risiko bahwa auditor atau organisasi yang
membawahi auditor akan menderita kerugian setelah selesainya audit, walaupun
laporan audit sudah benar.Untuk menilai risiko audit yang dapat diterima, auditor
harus menilai setiap factor yang mempengaruhi risiko audit yang dapat diterima.

2. Faktor faktor utama yang mempengaruhi resiko penugasan dan mempengaruhi


resiko yang audit yang dapat diterima antara lain:
Seberapa jauh pengguna laporan eksteren mengandalkan laporan eksteren
mengandalkan laporan keuangan auditan. Apabila pengguna eksteren sangat
mengandalkan laporan auditan,sebaiknya tingkat risiko audit ditetapkan lebih rendah.
Dalam hal ini bisa timbul sejumlah bahaya sebagai akibat adanya kesalahan penyajian
signifikan yang tetap tidak tedeteksi dalam laporan keuangan apabila laporan sangat
diandalkan. Beberapa faktor bisa menjadi indikator tentang seberapa jauh laporan
diandalkan oleh pengguna eksteren yaitu ukuran entitas,distribusi kepemilikan,serta
sifat dan jumlah kewajiban.
Kemungkinan klien mengalami kesulitan keuangan setelah laporan keuangan
audit
Apabila klien terpaksa mengalami kebangkrutan atau menderita kerugian besar setelah
audit diselesaikan,auditor kemungkinan besar akan berhadapan dengan tuntutan untuk
membuktikan kualitas audit yang telah dilakukannya. Beberapa factor yang bisa
menjadi indicator yang baik tentang kemungkinan terjadinya hal tersebut yaitu posisi
likuiditas,laba(rugi) tahun-tahun lalu,metoda pendanaan,sifat operasi klien,dan
kompetensi manajemen.

3. Integritas manajemen
Perusahaan dengan integritas rendah sering melakukan kegiatan bisnis yang
memicu terjadinya konflik dengan pemegang saham,regulator dan konsumen.

Selain itu juga terdapat metode yang digunakan menilai risiko audit yang dapat
diterima yaitu sebagai berikut:
a. Seberapa jauh pengguna pemakai eksteren mengandalkan pada laporan keuangan
audit
 Menelaah laporan keuangan
 Membaca notulen rapat dewan direksi unruk menentukan rencana masa depan
 Membahas rencana pembiayaan dengan manajemen.
b. Kemungkinan terjadinya kesulitan keuangan
 Menganalisis keuangan laporan keuangan dan menggunakan prosedur analitis
lainnya
 Menelaah laporan arus kas historis dan proyeksi, untuk mempelajari arus kas
masuk dan keluar
c. Integritas manajemen
 Menerapkan prosedur penerimaan klien dan kelanjutan klien.

19
2.8 Menilai Risiko Inheren
Auditor harus berusaha memprediksi dimana kesalahan penyajian paling mungkin
dan mana yang paling kecil kemungkinannya dalam laporan keuangan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi risiko inheren, yaitu:
a. Sifat bisnis klien
Risiko inheren untuk akun tertentu dipengaruhi oleh sifat bisnis klien. Pemahaman
auditor atas bisnis klien akan membantu menilai risiko inheren ini.
b. Hasil audit sebelumnya
Salah saji yang ditemukan dalam audit tahun sebelumnya dapat ditemukan lagi dalam
audit tahun berjalan. Oleh karena itu auditor tidak boleh mengabaikan hasil audit
tahun sebelumnya selama mengembangkan proses audit di tahun berjalan.
c. Penugasan awal vs penugasan berulang
Auditor akan memperoleh pengalaman dan pengetahuan tentang kemungkinan salah
saji setelah mengaudit klien selama beberapa tahun. Auditor menetapkan risiko
inheren yang tinggi pada tahun pertama audit dan mengurangi tinggkat risikonya pada
tahun berikutnya karena telah semakin memahami klien.
d. Pihak pihak yang terkait
Pihak yang terkait yaitu perusahaan induk dengan perusahaan anak, serta manajemen
dan entitas perusahaan. Risiko inheren atas transaksi pihak yang terkait ini sangat
tinggi karena kemungkinan salah saji yang lebih besar.
e. Transaksi non rutin
Transaksi yang tidak biasa bagi klien lebih besar resikonya dibandingkan transaksi
rutin karena pengalaman untuk transaksi non rutin masih sedikit.
f. Pertimbangan yang diperlukan untuk mencatat saldo akun dan transaksi dengan tepat
Auditor harus memperbesar risiko inheren karena banyak akun memerlukan estimasi
dan banyak pertimbangan manajemen.
g. Pembentuk populasi
Seluruh item yang membentuk populasi mempengaruhi ekspektasi auditor mengenai
salah saji yang material.
h. Faktor faktor yang berkaitan dengan kecurangan pelaporan keuangan dan
penyalahgunaan aset

Menurut konsep maupun praktik sangat sulit memisahkan faktor faktor risiko
kecurangan ke dalam risiko yang dapat diterima ataupun risiko inheren.

Dalam Menetapkan Risiko Inheren Auditor harus mengevaluasi informasi-


informasi yang mempengaruhi risiko inheren dan menetapkan tingkat risiko inheren
untuk setiap siklus,dan untuk setiap tujuan audit. Dalam standar audit (SA 200.A38)
disebutkan bahwa resiko inheren dapat lebih tinggi untuk beberapa asersi dan
golongan transaksi,saldo akun,serta pengungkaan tertentu.

20
2.9 Hubungan Risiko dengan Bukti dan Faktor-faktor yang mempengaruhi Risiko
Konsep materialitas dan risiko dalam audit dinilai sangat berkaitan erat. Risiko
merupakan ukuran atas ketidakpastian, sedangkan materialitas merupakan ukuran besaran
atau tinggi rendahnya suatu ketidakpastian. Gambar berikut adalah alur hubungan antar
risiko dengan bukti audit.

21
Keterangan:
L = Hubungan Langsung
K = Hubungan Berkebalikan
Jadi, kesimpulan hubungan antara materialitas, bukti audit, dan risiko audit yaitu:
1. Jika menginginkan risiko audit konstan sedangkat tingkat meterialitas dikurangi, maka
bukti audit harus ditambah/diperbanyak.
2. Jika mempertahankan tingkat meterialitas konstan dan mengurangi jumlah bukti audit,
maka risiko audit akan meningkat.
3. Jika menginginkan risiko audit berkurang (rendah), maka ada beberapa alternatif,
diantaranya:
a. Menaikkan tingkat materialitas dan mempertahankan jumlah bukti audit.
b. Menambah jumlah bukti audit dan mempertahankan tingkat materialitas.
c. Meningkatkan jumlah bukti audit dan tingkat materialitas secara bersama-sama.

2.10 Risiko Signifikan


Risiko signifikan adalah suatu risiko kesalahan penyajian material yang diidentifikasi dan
dinilai yang,dalam pertimbangan auditor,memerlukan pertimbangan khusus audit khusus
(SA 315.4(e)). Risiko signifikan sering berkaitan dengan transaksi nonrutin yang
signifikan atau hal hal yang memerlukan pertimbangan. Transaksi non rutin adalah
transaksi yang tidak biasa karena ukuran maupun sifatnya dan oleh karena itu tidak sering
terjadi. Risiko kesalahan penyajian material mungkin lebih besar untuk transaksi non
rutin yang signifikan yang disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:

 Intervensi manajemen yang lebih besar dalam menetukan perlakuan akuntansi


 Intervensi manual yang lebih besar dalam pengumpulan dan pengolahan data
 Perhitungan atau prinsip akuntansi yang kompleks
 Sifat transaksi nonrutin yang dapat menyebabkan kesulitan bagi entitas untuk
mengimplementasikan pengendalian yang efektif terhadap risiko
Dalam melakukan pertimbangan atas penentuan suatu risiko sebagai risiko yang
signifikan,auditor harus mempertimbangkan paling tidak hal hal sebagai berikut:
1. Apakah risiko tersebut merupakan suatu risiko kecurangan
2. Apakah risiko tersebut terkait dengan perkembangan terkini yang signifikan dalam
bidang ekonomi,akuntansi,atau lainnya dan oleh karena itu membutuhkan perhatian
spesifik
3. Kompleksitas transaksi
4. Apakah risiko tersebut melibatkan transaksi signifikan dengan pihak berelasi
5. Derajat subyektifitas dalam pengukuran informasi keuangan yang berkaitan
risiko,terutama pengukuran yang melibatkan ketidak pastian pengukuran yang luas
dan
6. Apakah risiko tersebut melibatkan transaksi signifikansi yang terjadi diluar kegiatan
bisnis normal entitas,atau yang tampaknya tidak biasa

22
Jika auditor telah menemukan bahwa terdapat suatu risiko signifikan,auditor harus
memperoleh suatu pemahaman tentang pengendalian entitas,termasuk aktivitas
pengendalian yang relevan dengan risiko tersebut.

23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Materialitas dan risiko adalah konsep dasar yang amat penting dalam perencanaan audit.
Materialitas dibilang penting karena auditor memberikan keyakinan kepada pemakai laporan
keuangan bahwa laporan keuangan bebas dari kesalahan penyajian material. Oleh karena
itu,auditor harus mengembangkan pertimbangan awal tentang materialitas yang bisa digunakan
untuk merancang perencanaan audit yang bisa menjadi dasar keyakinan tersebut. Selain itu karena
auditor menerima suatu tingkat ketidakpastian dalam melaksanakan fungsi audit,maka
oertimbangan risiko sebagaimana yang dirumuskan oleh model risiko audit sangat perlu bagi
auditor tersebut secara efektif dengan cara yang tepat. Pemahaman auditortentang entitas dan
lingkungannya termasuk pengendalian internal memberikan dasar bagi auditor untuk menetapkan
risiko kesalahan penyajian material. Dengan menggunakan model risiko audit dan kesalahan
penyajian bisa ditoleransi untuk setiap akun,auditor menentukan bukti audit yang diperlukan
untuk mencapai tingkat risiko audit bisa diterima untuk laporan keuangan sebagai keseluruhan.

3.2 Saran
Berdasarkan uraian makalah auditing tentang Materialitas dan Risiko Audit ini
diharapkan dapat mengaplikasikan teori yang didapatkan dari materi ini.

24
DAFTAR PUSTAKA

Jusup, Al. Haryono. 2014. Auditing (Pengauditan Berbasis IPA). Yogyakarta: Bagian Penerbitan STIE
YKPN
https://www.academia.edu/7726369/Hubungan_antara_Materialitas_Bukti_Audit_dan_Resiko_Audit
https://www.coursehero.com/file/p2b1hon/Faktor-faktor-yang-mempengaruhi-risiko-Risiko-Bukti-audit-
Sejauh-mana/
https://jurnal-akuntansi.blogspot.com/2012/06/materialitas-dan-risiko-auditing-1.html?m=1
http://tensilatif31.blogspot.com/2012/07/resiko-audit.html?m=1
https://jurnal-akuntansi.blogspot.com/2012/06/materialitas-dan-risiko-auditing-1.html?m=1
http://akuntansidanauditing.blogspot.com/2017/03/risiko-signifikan.html?m=1
https://www.e-akuntansi.com/2015/04/penetapan-materialitas.html
https://www.e-akuntansi.com/2015/04/penetapan-materialitas.html
https://www.slideshare.net/dian07/konsep-materialitas-dan-penerapan-materialitas-terhadap-proses-audit

25

Anda mungkin juga menyukai