Disusun oleh:
Pembimbing:
Dr. dr. Mulyadi, Sp. P (K), FISR
BAGIAN/SMF PULMONOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2019
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas laporan kasus yang
berjudul “EFUSI PLEURA MALIGNANSI”. Shalawat dan salam penulis
haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia
dari alam kegelapan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Penyusunan laporan kasus ini disusun sebagai salah satu tugas dalam
menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu Pulmonologi RSUD
dr. Zainoel Abidin Fakultas Kedokteran Unsyiah Banda Aceh.
Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Dr. dr.
Mulyadi, Sp. P (K), FISR yang telah bersedia meluangkan waktu membimbing
penulis dalam penulisan kasus ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
para sahabat dan rekan-rekan yang telah memberikan dorongan moril dan materil
sehingga tugas ini dapat selesai.
Akhir kata penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat menjadi
sumbangan pemikiran dan memberikan manfaat bagi semua pihak khususnya
bidang kedokteran dan berguna bagi para pembaca dalam mempelajari dan
mengembangkan ilmu kedokteran pada umumnya dan ilmu penyakit dalam pada
khususnya.Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada
kita semua, Amin.
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan cairan melebihi
batas normal di dalam rongga pleura diantara pleura parietalis dan pleura visceralis
berupa cairan transudat atau cairan eksudat. Pada keadaan normal rongga pleura
hanya mengandung cairan sebanyak 10-20 ml. Akibat adanya cairan cukup banyak
dalam rongga pleura, maka kapasitas paru berkurang dan juga menyebabkan
pendorongan organ-organ mediastinum, termasuk jantung. Hal ini mengakibatkan
insufisiensi pernafasan dan mengakibatkan gangguan pada jantung dan sirkulasi
darah.(1)
Pada keadaan normal, sejumlah kecil (0,01 mL/kg/jam) cairan secara
konstan memasuki rongga pleura dari kapiler di pleura parietal. Hampir semua
cairan ini dikeluarkan oleh limfatik pada pleura parietal yang mempunyai kapasitas
pengeluaran sedikitnya 0,2 mL/kg/jam. Akumulasi berlebih cairan pleura hingga
300mL disebut sebagai efusi pleura, terjadi akibat pembentukan cairan pleura
melebihi kemampuan absorpsi cairan pleura.(1) Keadaan ini dapat mengancam jiwa
karena cairan yang menumpuk tersebut dapat menghambat pengembangan paru-
paru sehingga pertukaran udara terganggu. Faktor-faktor dan berbagai keadaan
dapat mendasari terjadinya efusi pleura.(1)
Penelitian di Kairo Mesir menunjukkan bahwa efusi pleura terutama
disebabkan oleh parapneumonic effusion inkomplit, diikuti dengan gagal jantung,
keganasan, dan empiema.(2) Penelitian yang dilakukan terhadap 107 pasien dengan
efusi pleura di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Bali pada tahun 2013, efusi
pleura terbanyak disebabkan oleh keganasan (34.6%), gagal jantung (15.9%),
pneumonia (15.0%), dan tuberkulosis (10.3%), kemudian diikuti dengan demam
berdarah, komplikasi post-thoracotomy, systemic lupus erythematous/SLE, gagal
ginjal, sirosis hepar, dan hypoalbuminemia. (3)
Efusi pleura keganasan merupakan salah satu komplikasi yang biasa
ditemukan pada penderita keganasan dan terutama disebabkan oleh kanker paru dan
kanker payudara. Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai
pada sekitar 50-60% penderita keganasan pleura primer atau metastatik. Sementara
5% kasus mesotelioma (keganasan pleura primer) dapat disertai efusi pleura dan
2
sekitar 50% penderita kanker payudara akhirnya akan mengalami efusi pleura.(4)
Umumnya pasien datang dengan gejala sesak napas, napas pendek, nyeri
dada, batuk, dan isi dada terasa penuh. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan
gerakan diafragma berkurang, deviasi trakea, bunyi redup pada perkusi, penurunan
fremitus pada palpasi, dan penurunan bunyi napas pada auskultasi paru bila cairan
efusi sudah melebihi 300 ml. Foto thoraks dapat digunakan untuk mengkonfirmasi
terjadinya efusi pleura.(5)
Oleh karena keadaannya yang dapat mengancam jiwa dan perlunya
penanganan yang segera pada beberapa kasus, kami mengangkat kasus efusi pleura
malignansi dalam laporan kasus ini. Tujuannya adalah untuk mempelajari
bagaimana diagnosis dan penatalaksanaan kasus efusi pelura yang umumnya
merupakan keadaan akut dari penyakit paru.
3
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Sesak napas
Keluhan Tambahan : Batuk sesekali, nyeri dada kanan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUDZA dengan keluhan sesak napas sejak 6 bulan
dan memberat dalam 1 minggu terakhir. Sesak memberat dengan aktifitas ringan
dan tidak diikuti oleh suara mengi. Pasien juga mengeluhkan batuk sesekali sejak 1
bulan dan tidak berdahak. Batuk darah disangkal. Nyeri dada dirasakan di sebelah
kanan. Pasien lebih nyaman berbaring ke sebelah kiri. Pasien juga mengalami
demam naik turun. Riwayat penurunan nafsu nakan diakui pasien. Pasien
merupakan rujukan dari RS Daerah dan terpasang WSD selama 2 hari. Cairan yang
dikeluarkan sebanyak ± 1200 cc, dan berwarna serous hemoragic.
Perkusi
Redup Sonor
Atas
Tengah Redup Sonor
Auskultasi vesikuler (+) melemah, rhonki vesikuler (+), rhonki (-), wheezing
Atas (+), wheezing (-) (-)
vesikuler (+), rhonki (-), wheezing vesikuler (+), rhonki (-), wheezing
Bawah
(-) (-)
Thoraks posterior
Pemeriksaan
Thorax Dekstra Thorax Sinistra
Fisik Paru
Inspeksi Statis dan dinamis
Asimetris, dada kanan tertinggal, pernapasan abdominothorakal,
retraksi interkostal (-/-), jejas (-)
Palpasi
Fremitus taktil: melemah Fremitus taktil: normal
Atas
Tengah
Fremitus taktil: melemah Fremitus taktil: normal
Perkusi
Redup Sonor
Atas
Tengah Redup Sonor
Jantung
6
b) Thorax
2.6 Diagnosa
1. Efusi pleura dextra ec dd - Malignancy
- Infeksi
2. Ca mammae
3. Hepatomegali ec – Metastasis primer
- Hepatoma
2.7 Tatalaksana
- Diet MB TKTP
- O2 3-4 Lpm NK
- IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam
- Fudostin 3x1
- PCT tab 3x 500 mg
8
2.8 Planning
1. Pungsi Pleura
2. Cek sitologi cairan pleura
3. Analisa cairan pleura
4. Kultur cairan pleura
5. Rontgen thorak ulang post pungsi pleura
6. Evaluasi keadaan umum
7. Evaluasi sesak napas
2.9 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad malam
Quo ad fungsionam : Dubia ad malam
Quo ad sanactionam : Dubia ad malam
Follow Up Harian
Tabel 2. Follow up pasien harian
Tanggal/
hari Catatan Instruksi
rawatan
Minggu S/ sesak nafas, batuk berdahak Th/
31/3/2019 O/ VS: - Diet MB TKTP
H1 TD : 120/80 mmHg
- IVFD RL 20 gtt/i
N : 80 x/menit
RR : 24 x/menit - O2 3-4 Lpm NK
T : 36.0 °C
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam
SpO2 : 98%
Paru - N. Pulmicort 1 Resp/12 jam
I: Asimetris, dada kanan
- N. Combivent 1 Resp/8jam
tertinggal
P: Sf sulit dinilai - Inj. Ketorolac 1 A/8jam
P: redup/sonor
- Codein 3x10mg
A: Ves (+ melemah/+), Rh
(+/+), Wh (-/-)
Ass/
1. Efusi pleura dextra ec dd
- malignancy
- infeksi
9
2. Syndrome obstruksi ec dd
- malignancy
3. Ca Mammae Dextra
P/ Foto Thoraks
Lab (DR, ur/cr, SGOT/SGPT,
KGDS, elektrolit, Albumin)
Senin S/ sesak nafas Th/
1/4/2019 O/ VS: - Diet MB TKTP
H2 TD : 110/80 mmHg
- IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
N : 96 x/menit
RR : 28 x/menit - O2 3-4 Lpm NK
T : 36.3 °C
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam
SpO2 : 98%
Paru - N. Pulmicort 1 Resp/12 jam
I: Asimetris, dada kanan
- N. Combivent 1 Resp/8jam
tertinggal
P: sulit dinilai - Inj. Ketorolac 1 A/8jam
P: redup/sonor
- Codein 3x10mg
A: Ves (+ melemah/+), Rh
(+/+), Wh (-/-) - Nystatin drop 3x 1cc
Ass/
1. Efusi pleura dextra on WSD ec
dd
- Malignancy
- Infeksi
2. Sindrome obstruksi ec dd
malignancy
3. Ca mammae dextra
Ass/
1. Efusi pleura dextra on WSD ec
10
dd
- Malignancy
- Infeksi
2. Sindrome obstruksi ec dd
malignancy
3. Ca mammae dextra
4. Chest pain ec post pemasangan
WSD VAS 5-6
Ass/
1. Efusi pleura dextra ec
malignancy
2. Sindrome obstruksi ec dd
malignancy
3. Ca mammae dextra
P/ USG Abdomen
P/ USG Abdomen
Perbaiki keadaan umum
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat cairan pleura dalam
jumlah yang berlebih di dalam rongga pleura yang melebihi batas normal. Hal ini
disebabkan ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan pleura.
Akumulasi cairan di rongga pleura terjadi akibat peningkatan permeabilitas
pembuluh darah karena reaksi inflamasi pleh infiltrasi sel kanker pada pleura
parietal dan visceral.(6) Normalnya, cairan dari kapiler pleural parietal masuk ke
rongga pleura. Kemudian, diserap oleh system limfe. Selain itu, cairan juga masuk
melalui pleura visceral dari rongga interstitial dan melalui lubang kecil di diafragma
dari rongga peritoneum. System limfatik akan menyerap hingga 20 kali cairan yang
berlebih diproduksinya. Namun, ketika terjadi penurunan absorpsi cairan oleh
system tersebut ataupun produksinya yang sangat banyak maka terjadilah efusi
pleura.(6)
Pada keadaan normal ruangan interpleura terisi sedikit cairan untuk sekedar
melicinkan permukaan kedua pleura parietal dan visceral yang saling bergerak saat
proses pernapasan. Cairan disaring keluar pleura parietal yang bertekanan tinggi
dan diserap oleh sirkulasi di pleura visceral yang bertekanan rendah. Di samping
sirkulasi dalam pembuluh darah, pembuluh limfe pada lapisan subepitelial pleura
parietal dan visceral mempunyai peranan dalam proses penyerapan cairan tersebut.
Sehingga mekanisme yang berhubungan dengan terjadinya efusi pleura ialah
kenaikan tekanan hidrostatik dan penurunan tekanan onkotik pada sirkulasi kapile,
penurunan tekanan kavum pleura, kenaikan permeabilitas kapiler dan penurunan
aliran limfe dari rongga pleura.(6)
3.2 Epidemiologi
Penelitian di Inggris, diperkirakan 50.000 kasus efusi pleura terjadi tiap
tahunnya.(7) Penelitian di RSUP Sanglah Bali tahun 2013, kejadian efusi pleura
berdasarkan jenis kelamin proporsi tertinggi adalah laki-laki sebesar 57% dan
perempuan sebesar 43%.(3) Persentase tertinggi kejadian Efusi Pleura Malignant
17
(MPE) disebabkan oleh proses metastase yaitu kanker paru pada laki-laki dan
kanker payudara pada wanita. Dua jenis kanker ini menyumbangkan 50-60% dari
total kasus efusi pleura malignant. (7)
Nilai pH cairan pleura dibawah 7,00 dan 0,15 unit lebih rendah daripada
nilai pH bakteri
Penanganan keadaan ini tidak boleh terlambat karena efusi parapneumonik
yang mengalir bebas dapat berkumpul hanya dalam waktu beberapa jam
saja.(9,11)
7. Efusi pleura karena penyakit kolagen: SLE, Pleuritis Rheumatoid,
Skleroderma(11)
8. Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh efusi parapneumonik.
(11)
b) Transudat
Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan kapiler hidrostatik
dan koloid osmotic menjadi terganggu, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi
pleura akan melebihi reabsorpsi oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi pada:
(1). Meningkatnya tekanan kapiler sistemik, (2). Meningkatnya tekanan kapiler
pulmoner, (3) Menurunnya tekanan koloid osmotic dalam pleura, (4) Menurunnya
tekanan intra pleura. Efusi plura transudat dapat terjadi pada:
1. Gangguan kardiovaskular
Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab
lainnya adalah perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior.
Patogenesisnya adalah akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan
tekanan kapiler dinding dada sehingga terjadi peningkatan filtrasi pada pleura
parietalis. Tekanan hidrostatik yang meningkat pada seluruh rongga dada dapat
juga menyebabkan efusi pleura yang bilateral. Tapi yang agak sulit
menerangkan adalah kenapa efusi pleuranya lebih sering terjadi pada sisi kanan.
Terapi ditujukan pada payah jantungnya. Bila kelainan jantungnya teratasi
dengan istirahat, digitalis, diuretik dll, efusi pleura juga segera
menghilang. Kadang-kadang torakosentesis diperlukan juga bila penderita amat
sesak.(11,12)
2. Hipoalbuminemia
Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura
dibandingkan dengan tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi kebanyakan
bilateral dan cairan bersifat transudat. Pengobatan adalah dengan memberikan
21
diuretik dan restriksi pemberian garam. Tapi pengobatan yang terbaik adalah
dengan memberikan infus albumin. (11,12)
3. Hidrothoraks hepatik
Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui lubang
kecil yang ada pada diafragma ke dalam rongga pleura. (11)
4. Meig’s Syndrom
Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita
dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan
sindrom serupa : tumor ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor
ovarium ganas yang berderajat rendah tanpa adanya metastasis. Asites timbul
karena sekresi cairan yang banyak oleh tumornya dimana efusi pleuranya terjadi
karena cairan asites yang masuk ke pleura melalui porus di diafragma.
Klinisnya merupakan penyakit kronis. (12)
5. Dialisis Peritoneal
Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Perpindahan cairan
dialisa dari rongga peritoneal ke rongga pleura terjadi melalui celah diafragma.
Hal ini terbukti dengan samanya komposisi antara cairan pleura dengan cairan
dialisa. (10)
c) Darah
Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar Hb pada
hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah hemothorak yang
baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini mungkin karena faktor
koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya diambil oleh permukaan pleura. Bila
darah aspirasi segera membeku, maka biasanya darah tersebut berasal dari
trauma dinding dada.(10)
3.4 Patofisiologi
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam rongga pleura
berfungsi untuk melicinkan kedua pleura viseralis dan pleura parietalis yang saling
bergerak karena pernapasan. Dalam keadaan normal juga selalu terjadi filtrasi
cairan ke dalam rongga pleura melalui kapiler pleura parietalis dan diabsorpsi oleh
kapiler dan saluran limfe pleura parietalis dengan kecepatan yang seimbang dengan
22
kecepatan pembentukannya.(10,13)
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan
dan protein dalam rongga pleura. Gangguan yang menyangkut proses penyerapan
dan bertambahnya kecepatan proses pembentukan cairan pleura akan menimbulkan
penimbunan cairan secara patologik di dalam rongga pleura. Proses penumpukan
cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh peradangan. Mekanisme yang
berhubungan dengan terjadinya efusi pleura yaitu;
1). Kenaikan tekanan hidrostatik dan penurunan tekan onkotik pada sirkulasi
kapiler
2). Penurunan tekanan kavum pleura
3). Kenaikan permeabilitas kapiler dan penurunan aliran limfe dari rongga
pleura.
23
3.6 Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis efusi pleura, dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik dahulu, kemudian dilanjutkan pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Gejala yang biasanya muncul pada efusi pleura yang jumlahnya cukup besar
yakni :
1. Nafas terasa pendek hingga sesak napas yang nyata dan progresif
2. Nyeri khas pleuritic pada area yang terlibat, khususnya jika penyebabnya
adalah keganasan. Nyeri dada meningkatkan kemungkinan suatu efusi
eksudat misalnya infeksi, mesothelioma atau infark pulmoner
3. Batuk kering berulang juga sering muncul, khususnya jika cairan
terakumulasi dalam jumlah yang banyak secara tiba-tiba
4. riwayat penyakit pasien juga perlu ditanyakan misalnya apakah pada pasien
terdapat hepatitis kronis, sirosis hepatis, pangkreatitis, riwayat
pembedahan tulang belakang, riwayat keganasan, dan lain sebagainya.(10)
25
b. Pemeriksaan fisik
7. Jika jumlah cairan pleura telah mencapai 500 mL, baru dapat ditemukan
gejala berupa gerak dada yang melambat atau terbatas saat inspirasi pada
sisi yang mengandung akumulasi cairan. Fremitus taktil juga berkurang
pada dasar paru posterior. Suara perkusi menjadi pekak dan suara napas
pada auskultasi terdengar melemah walaupun sifatnya masih vesikuler.
8. Jika akumulasi cairan melebihi 1000 mL, sering terjadi atelektasis pada
paru bagian bawah. Ekspansi dada saat inspirasi pada bagian yang
mengandung timbunan cairan menjadi terbatas sedangkan sela iga
melebar dan menggembung. Pada auskultasi di atas batas cairan, sering
didapatkan suara bronkovesikuler yang dalam, sebab suara ini
ditransmisiskan oleh jaringan paru yang menagalami atelektasis. Pada
daerah ini juga dapat ditemukan fremitus vokal dan egofoni yang
bertambah jelas.
9. Jika akumulasi cairan melebihi 2000 mL, cairan ini dapat menyebabkan
seluruh paru menjadi kolaps kecuali bagian apeks. Sela iga semakin
melebar, gerak dada pada inspirasi sangat terbatas, suara napas, fremitus
taktil maupun fremitus vocal sulit didengar karena sangat lemah. Selain
itu terjadi pergeseran mediastinum ke arah kontralateral dan penurunan
letak diafragma.(10)
26
c. Pemeriksaan penunjang
1. Foto thoraks
Pada foto dada posterior anterior (PA) permukaan cairan yang terdapat dalam
rongga pleura akan membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah
lateral lebih tinggi dari pada bagian medial, tampak sudut kostrofrenikus
menumpul. Pada pemeriksaan foto dada posisi lateral dekubitus, cairan bebas akan
mengikuti posisi gravitasi. (8)
Tanda meniskus
Tanda ini sangat sugestif akan adanya efusi pleura
Akibat paru yang elastis, maka cairan pleura lebih tinggi dibagian tepi.
Perselubungan hemitoraks
Terjadi ketika rongga pleura mengandung 2L cairan pada orang dewasa.
Paru akan kolaps secara pasif
Efusi paru yang besar ini akan mendorong jantung dan trakea menjauhi
sisi yang terkena efusi.
Pseudotumor fisura
Disebut juga vanishing tumor
Merupakan koleksi cairan pleura yang berbatas tegas dan terletak di
fisura atau subpleura dibawah fisura
Tidak berubah dengan perubahan posisi pasien
Efusi laminar
Bentuk efusi pleura yang menyerupai pita tipis disepanjang dinding lateral
toraks, terutama didekat sulkus kostofrenikus
2. Torakosentesis.
Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) sebagai sarana diagnostik maupun
terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan
pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris posterior dengan jarum abbocath
nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500
cc pada setiap aspirasi. Untuk diagnosis cairan pleura dilakukan
pemeriksaan(10,11,12):
a. Warna cairan. Cairan pleura bewarna agak kekuning-kuningan (serous-
santrokom).Bila agak kemerahan-merahan, dapat terjadi trauma, infark paru,
keganasan dan adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kunig kehijauan dan
agak purulen, ini menunjukkan empiema. Bila merah coklat menunjukkan abses
karena amuba.
b. Biokimia. Terbagi atas efusi pleura transudat dan eksudat. Perbedaannya dapat
dilihat pada tabel :
Tabel 3. Perbedaan Biokimia Efusi Pleura
3. Sitologi.
Digunakan untuk diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel
patologis atau dominasi sel-sel tertentu. (11)
Sel neutrofil: pada infeksi akut
Sel limfosit: pada infeksi kronik (pleuritis tuberkulosa atau limfoma
maligna)
30
3. Biopsi Pleura.
Dapat menunjukkan 50%-75% diagnosis kasus pleuritis tuberkulosis dan
tumor pleura. (14)
3.8 Penatalaksanaan
1. Terapi penyakit dasarnya (Antibiotika) (12,13):
2. Terapi Paliatif (Efusi pleura haemorhagic) (12,13)
3. Torakosentesis(12,13)
Aspirasi cairan pleura selain bermanfaat untuk memastikan diagnosis,
aspirasi juga dapat dikerjakan dengan tujuan terapetik. Awal manajemen untuk
EPM yang simtomatik adalah torakosentesis terapeutik. Dengan pendekatan ini
akan dapat dinilai respon sesak nafas terhadap pengeluaran cairan. Walaupun
keluhan dapat membaik setelah torakosentesis, sekitar 98% ! 100% pasien
dengan EPM akan mengalami reakumulasi cairan dan sesak nafas yang berulang
dalam 30 hari.(10) Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-
1500 cc pada setiap aspirasi. Aspirasi lebih baik dikerjakan berulang-ulang dari
pada satu kali aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan pleura shock
(hipotensi) atau edema paru akut. Edema paru dapat terjadi karena paru-paru
mengembang terlalu cepat. Mekanisme sebenarnya belum diketahui betul, tapi
diperkirakan karena adanya tekanan intra pleura yang tinggi dapat menyebabkan
peningkatan aliran darah melalui permeabilitas kapiler yang abnormal. Selain itu
pengambilan cairan dalam jumlah besar secara mendadak menimbulkan reflex
31
vagal, berupa batuk, bradikardi, aritmi yang berat, dan hipotensi. Komplikasi
torakosintesis adalah: pneumotoraks, hemotoraks, emboli udara, dan laserasi
pleura viseralis.
4. Pemasangan WSD(11,12)
Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang toraks
dihubungkan dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara lambat
dan aman. WSD perlu diawasi tiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi
pada selang, kemungkinan cairan sudah habis dan jaringan paru mengembang.
Untuk memastikan dilakukan foto toraks.
a. Selang torak dapat dicabut jika produksi cairan/hari <100ml dan jaringan
paru telah mengembang. Selang dicabut pada saat ekspirasi maksimum.
5. Pleurodesis(10)
BAB IV
ANALISA KASUS
BAB V
KESIMPULAN
Ny. H, 50 tahun datang dengan keluhan sesak, batuk sesekali, dan nyeri dada
dirasakan di sebelah kanan. Pasien merupakan rujukan dari rumah sakit daerah dan
WSD sudah terpasang selama 2 hari. Cairan yang dikeluarkan sebanyak ± 1200 cc
dan berwara serous hemoragic. Pasien mengaku memiliki riwayat ca mammae 1
tahun lalu. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
dapat didiagnosis sebagai efusi pleura et causa dd ca mammae. Penatalaksanaan
efusi pleura dapat dilakukan dengan pemasangan WSD dan pemberian obat-obatan
simtomatik. Secara umum penatalaksanaan yang dilakukan sudah tepat untuk
perbaikan keadaan umum, namun karena pasien menolak untuk dilalukan tindakan
insisi biopsi maka etiologi diagnosis sulit ditegakkan. Prognosi untuk pasien adalah
dubia ad malam karena kemungkinan ca mammae sudah bermetastasis jauh dan
tindakan yang dapat diberikan hanyalah tindakan paliatif/pencegahan saja.
37
DAFTAR PUSTAKA