PENDAHULUAN
B. Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari pembuatan makalah hipertensi ini antara lain :
1. Memahami dan menjelaskan definisi hipertensi.
2. Memahami dan menjelaskan gejala hipertensi.
3. Memahami dan menjelaskan penyebab hipertensi.
4. Memahami dan menjelaskan pemeriksaan penunjang untuk hipertensi.
5. Memahami dan menjelaskan Pengobatan hipertensi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana
tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg.
Pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmhg
dan tekanan diastolic 90 mmHg. (Suzanne C. Smeltzer, 2001)
Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi
peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita
yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi
140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi.
Secara sederhana, seseorang dikatakan menderita Tekanan Darah Tinggi
jika tekanan Sistolik lebih besar daripada 140 mmHg atau tekanan Diastolik lebih
besar dari 90 mmHg. Tekanan darah ideal adalah 120 mmHg untuk sistolik dan 80
mmHg untuk Diastolik.
Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang
lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih
rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah kurang
dari 120/80 mmHg didefinisikan sebagai “normal”. Pada tekanan darah tinggi,
biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik. Hipertensi biasanya terjadi
pada tekanan darah 140/90 mmHg atau ke atas, diukur di kedua lengan tiga kali
dalam jangka beberapa minggu.
B. Epidemiologi
Hipertensi dikenal sebagai salah satu penyebab utama kematian di Amerika
Serikat. Sekitar seperempat jumlah pendududk dewasa menderita hipertensi, dan
insidennya lebih tinggi dikalangan Afro-Amerika setelah usia remaja.
Sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertensi essensial dan sisanya
mengalami kenaikan tekanan darah dengan penyebab tertentu.
C. Etiologi
Sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertensi, lebih dari 90% diantara
mereka menderita hipertensi essensial (primer), dimana tidak dapat ditentukan
penyebab medisnya.Sisanya mengalami kenaikan tekanan darah dengan
penyebab tertentu (hipertensi sekunder).
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :
1. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum diketahui
penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh hipertensi).
2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/ sebagai akibat dari
adanya penyakit lain.
Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab; beberapa
perubahan pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama
menyebabkan meningkatnya tekanan darah.
Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Pada sekitar
5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-
2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu
(misalnya pil KB).
Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma, yaitu
tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin) atau
norepinefrin (noradrenalin).
Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder:
1. Penyakit Ginjal
- Stenosis arteri renalis
- Pielonefritis
- Glomerulonefritis
- Tumor-tumor ginjal
- Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)
- Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
- Terapi penyinaran yang mengenai ginjal
2. Kelainan Hormonal
- Hiperaldosteronism
- Sindroma Cushing
- Feokromositoma
3. Obat-obatan
- Pil KB
- Kortikosteroid
- Siklosporin
- Eritropoietin
- Kokain
- Penyalahgunaan alkohol
- Kayu manis (dalam jumlah sangat besar)
4. Penyebab Lainnya
- Koartasio aorta
- Preeklamsi pada kehamilan
- Porfiria intermiten akut
- Keracunan timbal akut
Adapun penyebab lain dari hipertensi yaitu :
- Peningkatan kecepatan denyut jantung
- Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama
- Peningkatan TPR yang berlangsung lama
D. Faktor Predisposisi
Berdasarkan faktor pemicu, Hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa hal
seperti umur, jenis kelamin, dan keturunan. Hipertensi juga banyak dijumpai pada
penderita kembar monozigot (satu telur), apabila salah satunya menderita
Hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran didalam
terjadinya Hipertensi.
Sedangkan yang dapat dikontrol seperti kegemukan/obesitas, stress,
kurang olahraga, merokok, serta konsumsi alkohol dan garam. Faktor lingkungan
ini juga berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi esensial. Hubungan antara
stress dengan Hipertensi, diduga melalui aktivasi saraf simpatis. Saraf simpatis
adalah saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas, saraf parasimpatis adalah
saraf yang bekerja pada saat kita tidak beraktivitas.
Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah
secara intermitten (tidak menentu). Apabila stress berkepanjangan, dapat
mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti,
akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan
dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang
dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota.
Berdasarkan penyelidikan, kegemukan merupakan ciri khas dari populasi
Hipertensi dan dibuktikan bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan
terjadinya Hipertensi dikemudian hari. Walaupun belum dapat dijelaskan hubungan
antara obesitas dan hipertensi esensial, tetapi penyelidikan membuktikan bahwa
daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan
hipertensi lebih tinggi dibandingan dengan penderita yang mempunyai berat badan
normal.
E. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula
jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari
kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di torak dan abdomen. Rangsangan
pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetilkolin, yang merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokonstriktor.
Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak
diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bias terjadi.
Pada saat bersamaan dimana system simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respon rangsang emosi. Kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh
darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal,
mengakibatnkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I
yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, saat vasokonstriktor kuat, yang pada
gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormone ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi.
F. Manifestasi Klinis
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala;
meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya
berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala
yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah
kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi,
maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:
- Sakit kepala
- Kelelahan
- Mual
- Muntah
- Sesak nafas
- Gelisah
- Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada
otak, mata, jantung dan ginjal.
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan
bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati
hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.
G. Klasifikasi
Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7 (2003) dapat dilihat pada tabel berikut:
Klasifikasi Tekanan Sistolik (mmHg) Tekanan Diastolik (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi 140-150 90-99
stage I
Hipertensi >150 >100
stage II
(Arif Muttaqin, 2009).
Klasifikasi Hipertensi menurut WHO:
Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Optimal <120 <80
Normal <130 <85
Tingkat I (hipertensi ringan) 140-159 90-99
Sub group: Perbatasan 140-149 90-94
Tingkat 2 (Hipertensi 160-179 100-109
Sedang)
Tingkat 3 (Hipertensi Berat) >180 >110
Hipertensi Sistol terisolasi >140 <90
Sub group: Perbatasan 140-149 <90
(Andy Sofyan, 2012)
Klasifikasi Hipertensi Hasil Konsensus Perhimpunan Hipertensi Indonesia
Kategori Sistol (mmHg) Dan/Atau Diastol (mmHg)
Normal <120 Dan <180
Pre Hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi Tahap 140-159 Atau 90-99
I
Hipertensi Tahap ≥160 Atau ≥100
II
Hipertensi Sistol ≥140 Dan <90
Terisolasi
(Andy Sofyan, 2012)
The Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High
Blood Pressure membuat suatu klasifikasi baru yaitu :
Tidak minum obat antihipertensi dan tidak sakit akut. Apabila tekanan sistolik
dan diastolic turun dalam kategori yang berbeda, maka yang dipilih adalah kategori
yang lebih tinggi. berdasarkan pada rata-rata dari dua kali pembacaan atau lebih
yang dilakukan pada setiap dua kali kunjungan atau lebih setelah skrining awal.
Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang
lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih
rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah kurang
dari 120/80 mmHg didefinisikan sebagai "normal". Pada tekanan darah tinggi,
biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik. Hipertensi biasanya terjadi
pada tekanan darah 140/90 mmHg atau ke atas, diukur di kedua lengan tiga kali
dalam jangka beberapa minggu.
Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau
lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih
dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut. Sejalan
dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan
darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik
terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan
atau bahkan menurun drastis.
Disamping itu juga terdapat hipertensi pada kehamilan ( pregnancy-induced
hypertension, PIH ) PIH adalah jenis hipertensi sekunder karena hipertensinya
reversible setelah bayi lahir. PIH tampaknya terjadi akibat dari kombinasi
peningkatan curah jantung dan TPR. Selama kehamilan normal volume darah
meningkat secara drastis. Pada wanita sehat, peningkatan volume darah
diakomodasikan oleh penurunan responsifitas vascular terhadap hormon-hormon
vasoaktif, misalnya angiotensin II. Hal ini menyebabkan TPR berkurang pada
kehamilan normal dan tekanan darah rendah. Pada wanita dengan PIH, tidak
terjadi penurunan sensitivitas terhadap vasopeptida-vasopeptida tersebut,
sehingga peningkatan besar volume darah secara langsung meningkatkan curah
jantung dan tekanan darah. PIH dapat timbul sebagai akibat dari gangguan
imunologik yang mengganggu perkembangan plasenta. PIH sangat berbahaya
bagi wanita dan dapat menyebabkan kejang,koma, dan kematian.
H. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit hipertensi menurut TIM
POKJA RS Harapan Kita (2003:64) dan Dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007) adalah
diantaranya:
- Penyakit pembuluh darah otak seperti stroke, perdarahan otak, transient
ischemic attack (TIA).
- Penyakit jantung seperti gagal jantung, angina pectoris, infark miocard acut
(IMA).
- Penyakit ginjal seperti gagal ginjal.
- Penyakit mata seperti perdarahan retina, penebalan retina, oedema pupil.
I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut FKUI (2003:64) dan Dosen Fakultas kedokteran
USU, Abdul Madjid (2004), meliputi:
- Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi
bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan factor resiko lain atau
mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urin analisa, darah perifer
lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa,
kolesterol total, HDL, LDL.
- Pemeriksaan EKG. EKG (pembesaran jantung, gangguan konduksi), IVP
(dapat mengidentifikasi hipertensi, sebagai tambahan dapat dilakukan
pemerisaan lain, seperti klirens kreatinin, protein, asam urat, TSH dan
ekordiografi.
- Pemeriksaan diagnostik meliputi BUN /creatinin (fungsi ginjal), glucose
(DM) kalium serum (meningkat menunjukkan aldosteron yang meningkat),
kalsium serum (peningkatan dapat menyebabkan hipertensi: kolesterol dan
tri gliserit (indikasi pencetus hipertensi), pemeriksaan tiroid (menyebabkan
vasokonstrisi), urinanalisa protein, gula (menunjukkan disfungsi ginjal),
asam urat (factor penyebab hipertensi)
- Pemeriksaan radiologi : Foto dada dan CT scan
J. Penatalaksanaan
Olah raga lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi, karena
olah raga isotonik (spt bersepeda, jogging, aerobic) yang teratur dapat
memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olah
raga juga dapat digunakan untuk mengurangi/ mencegah obesitas dan mengurangi
asupan garam ke dalam tubuh (tubuh yang berkeringat akan mengeluarkan garam
lewat kulit).
Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
1. Pengobatan non obat (non farmakologis)
2. Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)
Pengobatan non obat (non farmakologis)
Pengobatan non farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol tekanan
darah sehingga pengobatan farmakologis menjadi tidak diperlukan atau sekurang-
kurangnya ditunda. Sedangkan pada keadaan dimana obat anti hipertensi
diperlukan, pengobatan non farmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk
mendapatkan efek pengobatan yang lebih baik.
Pengobatan non farmakologis diantaranya adalah :
1. Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh
2. Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh.
Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan makan
penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit
dilaksanakan. Cara pengobatan ini hendaknya tidak dipakai sebagai
pengobatan tunggal, tetapi lebih baik digunakan sebagai pelengkap pada
pengobatan farmakologis.
3. Ciptakan keadaan rileks
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat
mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.
4. Melakukan olah raga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45
menit sebanyak 3-4 kali seminggu.
5. Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol
Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis)
Obat-obatan antihipertensi. Terdapat banyak jenis obat antihipertensi yang beredar
saat ini. Untuk pemilihan obat yang tepat diharapkan menghubungi dokter.
1. Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh
(lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang
mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan. Contoh obatannya
adalah Hidroklorotiazid.
2. Penghambat Simpatetik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis
(saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas ). Contoh obatnya adalah :
Metildopa, Klonidin dan Reserpin.
3. Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya
pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah
diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial. Contoh
obatnya adalah : Metoprolol, Propranolol dan Atenolol. Pada penderita
diabetes melitus harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala hipoglikemia
(kondisi dimana kadar gula dalam darah turun menjadi sangat rendah yang
bisa berakibat bahaya bagi penderitanya). Pada orang tua terdapat gejala
bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan) sehingga pemberian obat
harus hati-hati.
4. Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi
otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah
: Prasosin, Hidralasin. Efek samping yang kemungkinan akan terjadi dari
pemberian obat ini adalah : sakit kepala dan pusing.
5. Penghambat ensim konversi Angiotensin
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat
Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah).
Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah Kaptopril. Efek samping
yang mungkin timbul adalah : batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.
6. Antagonis kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara
menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan
obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil. Efek samping yang
mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah.
7. Penghambat Reseptor Angiotensin II
Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat Angiotensin
II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung.
Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah Valsartan (Diovan).
Efek samping yang mungkin timbul adalah : sakit kepala, pusing, lemas dan
mual.
Dengan pengobatan dan kontrol yang teratur, serta menghindari faktor resiko
terjadinya hipertensi, maka angka kematian akibat penyakit ini bisa ditekan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
a. Identitas Pengkajian
Nama : Tn.M
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 60 Tahun
Status Perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pensiun
Alamat : Jalan Raya Lintas Ambawang,
Desa Lingga, Dusun Lingga Timur, No 3
Tanggal Masuk : 18 Agustus 2019
No.Register : 19 – 0012 - 89
Ruangan/Kamar : Ruang Perawatan Pria
Golongan Darah : O (+)
Tanggal Pengkajian : 20 Agustus 2019
Tanggal Operasi : -
Diagnosa Medis : Hipertensi
b. Penanggung Jawab
Nama : Ny L
Hubungan dengan Pasien : Istri
Pekerjaan : PNS
Umur : 52 Tahun
Alamat : Jalan Raya Lintas Ambawang,
Desa Lingga, Dusun Lingga Timur, No 3
Keluhan Utama
Pasien datang ke Puskesmas Lingga, mengatakan kapala pusing, nyeri pada
tungkai, sakit kepala disertai leher terasa tegang dan kaku.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien dirawat di Puskesmas (Rawat Inap) Lingga, Ruang Pria dengan keluhan
kepala pusing, nyeri pada ulu hati, leher dan tengkuk terasa tegang, pasien
mengatakan sulit beraktivitas.
3. Riwayat Masa Lalu
Pasien pernah dirawat Puskesmas Lingga selama 4 hari pada tahun 2016 dengan
kasus yang sama, pasien dirawat dan diberi obat untuk proses penyembuhan
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat kesehatan dari keluarga bahwa penyakit hipertensi yang diderita pasien
adalah faktor keturunan dari ibu karena sebelum pasien menderita hipertensi ibu
pasien juga pernah menderita hipertensi, ibu pasien meninggal dengan riwayat
penyakit hipertensi dan serangan stroke.
5. Riwayat Keadaan Psikososial
Pasien mempergunakan bahasa Indonesia, presepsi terhadap penyakitnya, pasien
sangat optimis untuk cepat sembuh dan pasien selalu berharap dan berdoa kepada
Tuhan, pasien memilki hubungan yang sangat baik dengan keluarga dan saudara.
Genogram
Dari keterangan genogram diatas orangtua pasien keduanya sudah meninggal,
orang tua laki-laki pasien meninggal karena terserang penyakit kanker hati,
sedangkan ibu pasien meninggal karena penyakit hipertensi, dari hasil perkawinan
ke-2 orangtua pasien terdapat 10 jumlah saudara pasien, dari kesepuluh jumlah
saudara kandung pasien tersebut dirinci sebagai beriku : anak pertama perempuan,
dan anak kedua perempuan, kedua anak perempuan tersebut meninggal karena
menderita penyakit kanker rahim. Kemudian anak ketiga laki-laki adalah pasien
yang menderita penyakit hipertensi yang dirawat dirumah sakit umum
Dr.RM.Djoelham. Anak keempat perempuan, anak kelima adalah laki-laki dan
meninggal karena penyakit stroke, anak keenam laki-laki, anak ketujuh laki-laki,
anak kedelapan laki-laki, anak kesembilan laki-laki dan anak kesepuluh
perempuan. Anak kesepuluh ini meninggal karena menderita penyakit stroke.
Pasien menikah dan mempunyai tiga orang anak, yang pertama laki-laki yang
sudah menikah, anak kedua perempuan dan anak ketiga perempuan, mereka
tinggal dalam satu rumah terkecuali anak pertama yang sudah berumah tangga.
Istri merawat pasien dirumah sementara kedua orang tuanya itu sudah meninggal
dan orang tua laki-laki dari istri meninggal dikarenakan menderita penyakit kanker
hati. Jumlah saudara istri pasien ada delapan, belum ada yang meninggal dari
delapan saudara pasien tersebut.
6. Pemeriksaan Fisik
TD : 170/100 mmHg
Pols : 90 x/i
RR : 22 x/i
Temp : 350c
Keadaan umum : Lemah
Penampilan : Pasien kurang rapi dan bersih
Kesadaran : Compos mentis (conscious) yaitu kesadaran normal
(dengan prevalensi 15) sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan
tentang keadaannya
TB : 178 cm
BB : 94 Kg
Ciri Tubuh : Gemuk
7. Pengkajian Pola Fungsional
a. Kepala
Bentuk kepala bulat, rambut hitam lurus kulit kepala bersih tidak terdapat
ketombe
b. Penglihatan
Baik, tidak ada ikterus, konjungtiva tidak anemis pupil isokor dan slekta baik
tidak dijumpai
c. Penciuman
Bentuk dan posisi, anatomis tidak dijumpai kelainan dapat membedakan
bau-bauan
d. Pendengaran
Pendengaran baik serumen ada dalam batas normal tidak ada dijumpai
adanya peradangan dan pendarahan
e. Mulut
Tidak ada masalah pada rongga mulut, gigi bersih, tidak ada pendarahan
maupun peradangan
f. Pernafasan
Tidak ada masalah pada frekuensi dan irama pernafasan
g. Jantung
Frekwensi denyut jantung dibawah normal 100x/i, bunyi jantung berirama,
tidak adanya dijumpai nyeri pada dada
h. Abdomen
Pada abdomen tidak dijumpai kelainan begitu juga pada palpasi hepar
i. Ekstremilasi
pasien mengatakan susah menggerakkan kedua kakinya dan pasien sulit
beraktivitas, semua aktivitas pasien dibantu oleh keluarga dan perawat
j. Pola Kebiasaan
1) Nutrisi
Sebelum masuk Rumah Sakit pola makan biasa 3 x 1 hari, makanan
kesukaan yang berlemak, sedangkan makanan pantangan tidak
ada.
Sesudah masuk Rumah Sakit pola makan 3 x 1 hari. Porsi yang
disajikan habis 1/3 porsi dengan diet M2, pasien dilarang makan
makanan yang banyak mengandung minyak dan lemak.
2) Eliminasi
BAB :
Sebelum masuk Rumah Sakit BAB 2 x 1 hari dengan konsistensi
lembek
Sesudah masuk Rumah Sakit BAB 1 x 1 hari dengan konsistensi
lembek
BAK :
Sebelum masuk Rumah Sakit BAK 5-6 x sehari
Sesudah masuk Rumah Sakit BAK 4-5 x sehari
3) Pola Istirahat
Sebelum masuk Rumah Sakit pasien tidur malam + 8 jam dan tidur
siang + 1-2 jam,
Sesudah masuk Rumah Sakit tidur malam hanya + 2 jam pada siang hari
pasientidak bisa tidur karena suasana yang tidak tenang, kurang
nyaman, sehingga klien tampak kusam dan pucat.
4) Pola Aktivitas
Pada aktivitas sebagai kepala rumah tangga yang tiap waktu sedikit dirumah
dan jumlah jam kerja yang tiada henti, istirahat yang hanya sebentar adanya
hospitalisasi suasana dirumah sakit tidak terlaksana optimal karena badrest
5) Personal Hygine
Sebelum masuk Rumah Sakit pasien mandi 3 x sehari, cuci rambut 2 hari
sekali kulit kepala bersih, sikat gigi 2 x sehari.
6) Therapy
Infus RL : 20 gtt/i
Furosemide : 1 amp/12 jam
Amlodepine : 2 x 10 mg
Dulculax syrp :3x1
Cotrimoxazole : 3x4 80 mg
B.Laxadine : 3x1
Ludios : 2x1
Sohobion : 2x1
8. Data Penunjang
Adapun data penunjang dapat dilihat dari hasil laboratoriun sebagai berikut :
No Kimia Darah Hasil Normal Unit
1 Bil.total 1,35 <1 Mg/dL
2 Bil.Direk 0,59 <0,25 Mg/Dl
3 SGOT 30,5 <37 U/I
4 SGPT 38,4 <40 U/I
5 Ureum 27,2 10-15 Mg/dL
6 Kreatinim 1,08 0,6-11 Mg/dL
7 Uric acid 7,8 3,4-70 Mg/dL
8 Cholesterol total 129 <200 Mg/dL
9 Mglyceride 93 <150 Mg/dL
10 HDL 38 >55 Mg/dL
11 LDL 72 <150 Mg/dL
No Gula Darah Hasil Normal
1 Puasa 75-115
2 2 Jam pp <120
3 dd random 92
4 serologi
B. Diagnosa Keperawatan.
Berdasarkan dari data pengkajian diatas, diagnose untuk klien tersebut adalah
a. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan beban akhir yang
meningkat, vasokontruksi, iskemi miokard, hipertropi ventrikel kiri.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan peningkatan
ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
c. Gangguan rasa nyaman : nyeri/sakit kepala berhungan dengan peningkatan
tekanan vascular serebral.
d. Gangguan nutrisi melebihi kebutuhan tubuh berhungan dengan pemasukan
berlebihan sehubung dengan kebutuhan metabolik, keyakinan budaya, pola
hidup monoton.
e. Tidak efektinya koping individu berhubungan dengan krisis situasional,
perubahan hidup beragam, relaksasi tidak adekuat, sistem pendukung tidak
adekuat, kerja berlebihan, persepsi tidak realistic.
f. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, rencana pengobatan berhubungan
dengan kurangnya informasi, misinterpretasi informasi, menyangkal diagnose,
keterbatasan kognitif.
Tindakan/Intervensi Rasional
Auskultasi tonus jantung dan bunyi S4 umun terdengar pada pasien hipertensi
nafas. berat karena adanya hipertrofi atrium
(peningkatan volume/tekanan atrium).
Peningkatan S3 menunjukkan hipertrofi
ventrikel dan kerusakan fungsi. Adanya
krakles, mengi dapat mengiindikasikan
kongesti paru sekunder terhadap terjadinya
atau gagal jantung kronik.
Amati warna kulit, kelembaban, suhu, Adanya pucat dingin, kulit lembab dan masa
dan mas pengisian kapiler. pengisian kapiler lambat mungkin berkaitan
dengan vasokontriksi atau mencerminkan
dekompensasi/penurunan curah jantung.
Pantau respons terhadap obat untuk Respons terhadap obat “stepedd” (yang
mengontrol tekanan darah. terdiri atas deuretik, inhibitor simpatis dan
vasodilator) tergantung pada individu dan
efek sinergis obat. Karena efek samping
tersebut. Maka penting untuk menggunakan
obat dalam jumlah paling sedikit dan dosis
paling rendah.
Inhibator simpatis, mis, proponalol Kerja khusus obat ini bervariasi, tetapi
(Inderal), metoprolol (Lopressor), secara umum menurunkan TD melalui efek
atenolol(terornim), nadolol kombinasi penurunan tahanan total perifer,
(corgard),metidopa, reserpine, menurunkan curah jantung, menghambat
klonidin. aktivitas simpatis, dan menekan pelepasan
renin.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan peningkatan
ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
Kriteria Hasil :
Tindakan/Intervensi Rasional
Kriteria Hasil :
Tindakan/Intervensi Rasional
Mandiri
Bantu pasien dalam ambulasi sesuai Pusing dan penglihatan kabur sering
kebutuhan. berhubungan dengan sakit kepala. Pasien
juga dapat mengalami episode hipotensi
postural.
Kolaborasi
Kriteria hasil :
Tindakan/Intervensi Rasional
Mandiri :
Kriteria hasil :
Mandiri :
Kriteria hasil :
Beri penguatan pentingnya kerja sama Kurangnya kerja sama adalah alasan
dalam regimen pengobatan dan umum kegagalan. Oleh karena evaluasi
mempertahankan perjanjian tindak yang berkelanjutan untuk kepatuhan
lanjut. pasien adalah penting untuk keberhasila
pengobatan. Terapi yang efektif
menurunkan insiden gagal jantung,
gangguan ginjal dan kemungkinan IM
Jelaskan tentang obat yang diresep Informasi yang adekuat dan pemahaman
bersamanan dengan rasional, dosis, bahwa efek ( mis perubahan suasana
efek samping yang diperkirakan serta hati, mulut kering) adalah umum dan
efek yang merugikan dan idiosinkrasi sering
mis,
Dorong pasien untuk menurunkan atau Kafein adalah stimulus jantung dan dapat
menghilangkan kafein mis, memberikan efek merugikan pada fungsi
kopi,the,cola,coklat. jantung.
Tujuan tiap program penanganan bagi setiap pasien adalah mencegah terjadinya
morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan mempertahankan
tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Efektivitas setiap program ditentukkan oleh
derajat hipertensi, komplikasi, biaya perawatan, dan kualitas hidup dengan
sehubungan dengan terapi.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bruner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8 vol.2.
Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001.Keperawatan Medikal-Bedah edisi 8 volume 2. Jakarta
:EGC
Marilynn E, Doengoes. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC : Jakarta
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. EGC : Jakarta
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17124/4/Chapter%20II.pdf diakses
tgl 14-10-17 jam 09.20
www.library.upnvj.ac.id/pdf/2s1keperawatan/206312017/bab2.pdf diakses tgl 14-
10-17 jam 15.00