Anda di halaman 1dari 16

Eko-Drainase, Konsep Drainase Ramah Lingkungan

SUNGGUH sangat merisaukan jika kita mengevaluasi konsep drainase


yang diterapkan di seluruh pelosok Tanah Air saat ini. Konsep yang
dipakai adalah konsep drainase konvensional, yaitu drainase
“pengatusan kawasan”. Drainase konvensional adalah upaya membuang
atau mengalirkan air kelebihan secepat-cepatnya ke sungai terdekat.
Konsep ini sejak tahun 1970-an sampai sekarang hampir tidak berubah
dan terus diajarkan di seluruh perguruan tinggi di Indonesia dan sebagai
konsep dasar yang digunakan para praktisi dalam pembuatan Masterplan
DrainaseEko-Drainase, Konsep Drainase Ramah Lingkungan

SUNGGUH sangat merisaukan jika kita mengevaluasi konsep drainase


yang diterapkan di seluruh pelosok Tanah Air saat ini. Konsep yang
dipakai adalah konsep drainase konvensional, yaitu drainase
“pengatusan kawasan”. Drainase konvensional adalah upaya membuang
atau mengalirkan air kelebihan secepat-cepatnya ke sungai terdekat.
Konsep ini sejak tahun 1970-an sampai sekarang hampir tidak berubah
dan terus diajarkan di seluruh perguruan tinggi di Indonesia dan sebagai
konsep dasar yang digunakan para praktisi dalam pembuatan Masterplan
Drainase di seluruh kota besar dan kecil di Indonesia.

DALAM konsep drainase konvensional, seluruh air hujan yang jatuh ke


di suatu wilayah harus secepat-cepatnya dibuang ke sungai dan
seterusnya mengalir ke laut. Jika hal ini dilakukan pada semua kawasan,
akan memunculkan berbagai masalah, baik di daerah hulu, tengah,
maupun hilir. Dan ternyata, bahwa konsep drainase konvensional ini di
Indonesia tidak hanya dipakai untuk men-drain areal permukiman,
namun digunakan secara menyeluruh termasuk untuk men-drain
kawasan pedesaan, lahan pertanian dan perkebunan, kawasan olahraga,
wisata, dan lain sebagainya.
Drainase konvensional untuk permukiman atau perkotaan dibuat dengan
cara membuat saluran-saluran lurus terpendek menuju sungai guna
mengatuskan kawasan tersebut secepatnya.Seluruh air hujan diupayakan
sesegera mungkin mengalir langsung ke sungai terdekat. Pada areal
pertanian dan perkebunan biasanya dibangun saluran drainase air hujan
menyusuri lembah memotong garis kontur dengan kemiringan terjal.
Pada saat hujan, saluran drainase ini berfungsi mengatuskan kawasan
pertanian dan perkebunan dan langsung dialirkan ke sungai.

Demikian juga di areal wisata dan olahraga, semua saluran drainase


didesain sedemikian rupa sehingga air mengalir secepatnya ke sungai
terdekat. Orang sama sekali tidak berpikir apa yang akan terjadi di
bagian hilir, jika semua air hujan dialirkan secepat-cepatnya ke sungai
tanpa diupayakan agar air mempunyai waktu cukup untuk meresap ke
dalam tanah (lihat Gambar A, kesalahan drainase konvensional).

Dampak dari pemakaian konsep drainase konvensional tersebut dapat


kita lihat sekarang ini, yaitu kekeringan yang terjadi di mana-mana, juga
banjir, longsor, dan pelumpuran.

Termasuk juga surutnya sungai-sungai di luar Jawa saat ini, hingga


menyebabkan transportasi sungai sangat selalu terganggu. Tentu saja ada
sebab-sebab selain drainase, misalnya, penggundulan hutan, namun
kesalahan konsep drainase yang kita pakai sekarang ini merupakan
penyumbang bencana kekeringan, banjir, dan longsor yang cukup
signifikan.

Kesalahan konsep drainase konvensional yang paling pokok adalah


filosofi membuang air genangan secepat-cepatnya ke sungai. Dengan
demikian, sungai-sungai akan menerima beban yang melampaui
kapasitasnya, sehingga meluap atau terjadi banjir, contoh, banjir-banjir
di Jakarta, Semarang, Bandung, Riau, Samarinda, dan lain-lain.
Demikian juga mengalirkan air secepatnya berarti pengatusan kawasan
atau menurunkan kesempatan bagi air untuk meresap ke dalam tanah.
Dengan demikian, cadangan air tanah akan berkurang, kekeringan di
musim kemarau akan terjadi. Dalam konteks inilah pemahaman bahwa
banjir dan kekeringan merupakan dua fenomena yang saling
memperparah secara susul-menyusul dapat dengan mudah dimengerti.
Sangat ironis bahwa semakin baik drainase konvensional di suatu
kawasan aliran sungai, maka kejadian banjir di musim hujan dan
kekeringan di musim kemarau akan semakin intensif silih berganti.

Dampak selanjutnya adalah kerusakan ekosistem, perubahan iklim


mikro dan makro disertai tanah longsor di berbagai tempat yang
disebabkan oleh fluktuasi kandungan air tanah musim kering dan musim
basah yang sangat tinggi.

JIKA kesalahan konsep dan implementasi drainase yang selama ini kita
lakukan ini tidak diadakan revisi, usaha apa pun yang kita lakukan untuk
menanggulangi banjir, kekeringan lahan, dan longsor, akan sia-sia.
Dalam tulisan ini akan diketengahkan konsep drainase baru yang biasa
disebut drainase ramah lingkungan atau ekodrainase yang sekarang ini
sedang menjadi konsep utama di dunia internasional dan merupakan
implementasi pemahaman baru konsep ekohidraulik dalam bidang
drainase.

Drainase ramah lingkungan didefinisikan sebagai upaya mengelola air


kelebihan dengan cara sebesar-besarnya diresapkan ke dalam tanah
secara alamiah atau mengalirkan ke sungai dengan tanpa melampaui
kapasitas sungai sebelumnya. Dalam drainase ramah lingkungan, justru
air kelebihan pada musim hujan harus dikelola sedemikian sehingga
tidak mengalir secepatnya ke sungai. Namun diusahakan meresap ke
dalam tanah, guna meningkatkan kandungan air tanah untuk cadangan
pada musim kemarau. Konsep ini sifatnya mutlak di daerah beriklim
tropis dengan perbedaan musim hujan dan kemarau yang ekstrem seperti
di Indonesia.

Berikut ini diketengahkan beberapa metode drainase ramah lingkungan


yang dapat dipakai di Indonesia, di antaranya adalah metode kolam
konservasi, metode sumur resapan, metode river side polder, dan metode
pengembangan ereal perlindungan air tanah (ground water protection
area). Metode kolam konservasi (lihat Gambar B) dilakukan dengan
membuat kolam-kolam air, baik di perkotaan, permukiman, pertanian,
atau perkebunan. Kolam konservasi ini dibuat untuk menampung air
hujan terlebih dahulu, diresapkan dan sisanya dapat dialirkan ke sungai
secara perlahan-lahan. Kolam konservasi dapat dibuat dengan
memanfaatkan daerah-daerah dengan topografi rendah, daerah-daerah
bekas galian pasir atau galian material lainnya, atau secara ekstra dibuat
dengan menggali suatu areal atau bagian tertentu. Kolam konservasi
juga sangat menguntungkan jika dikaitkan dengan kebutuhan rekreasi
masyarakat. Misalnya pada pembangunan real estat, pemerintah dapat
mewajibkan pengelola real estat untuk membangun kolam konservasi air
hujan di lokasi perumahan, sekaligus ditata sebagai areal rekreasi bagi
masyarakat perumahan.

Di samping itu, kolam konservasi dapat dikembangkan menjadi bak-bak


permanen air hujan, khususnya di daerah-daerah dengan intensitas hujan
yang rendah. Kota-kota dan kawasan luar kota di Indonesia perlu segera
membangun kolam-kolam konservasi air hujan ini. Sangat disayangkan,
bahwa perkembangan yang ada di Indonesia sekarang ini justru
masyarakat dan pemerintah berlomba mempersempit atau bahkan
menutup kolam konservasi alamiah yang ada (rawa, situ, danau kecil,
telaga, dan lain-lain). Banyak kolam-kolam konservasi alamiah dalam
sepuluh tahun terakhir ini hilang dan berubah fungsi menjadi areal
permukiman, contohnya di Jakarta, Bandung, dan lain-lain.

Untuk areal pertanian dan perkebunan sudah mendesak, untuk segera


direncanakan dan dibuat parit-parit (kolam) konservasi air hujan. Parit
ini sangat penting untuk cadangan air musim kemarau sekaligus
meningkatkan konservasi air hujan di daerah hulu, serta meningkatkan
daya dukung ekologi daerah setempat. Konstruksi parit cukup
sederhana, berupa galian tanah memanjang atau membujur di beberapa
tempat tanpa pasangan. Pada parit tersebut sekaligus bisa dijadikan
tempat budidaya ikan dan lain-lain.

Metode sumur resapan merupakan metode praktis dengan cara membuat


sumur-sumur untuk mengalirkan air hujan yang jatuh pada atap
perumahan atau kawasan tertentu (Dr Sunjoto, UGM). Sumur resapan
ini juga dapat dikembangkan pada areal olahraga dan wisata. Konstruksi
dan kedalaman sumur resapan disesuaikan dengan kondisi lapisan tanah
setempat. Perlu dicatat bahwa sumur resapan ini hanya dikhususkan
untuk air hujan, sehingga masyarakat harus mendapatkan pemahaman
mendetail untuk tidak memasukkan air limbah rumah tangganya ke
sumur resapan tersebut.

METODE river side polder (lihat Gambar C) adalah metode menahan


aliran air dengan mengelola/menahan air kelebihan (hujan) di sepanjang
bantaran sungai. Pembuatan polder pinggir sungai ini dilakukan dengan
memperlebar bantaran sungai di berbagai tempat secara selektif di
sepanjang sungai. Lokasi polder perlu dicari, sejauh mungkin polder
yang dikembangkan mendekati kondisi alamiah, dalam arti bukan polder
dengan pintu-pintu hidraulik teknis dan tanggul-tanggul lingkar hidraulis
yang mahal. Pada saat muka air naik (banjir), sebagian air akan mengalir
ke polder dan akan keluar jika banjir reda, sehingga banjir di bagian hilir
dapat dikurangi dan konservasi air terjaEko-Drainase, Konsep Drainase
Ramah Lingkungan
SUNGGUH sangat merisaukan jika kita mengevaluasi konsep drainase
yang diterapkan di seluruh pelosok Tanah Air saat ini. Konsep yang
dipakai adalah konsep drainase konvensional, yaitu drainase
“pengatusan kawasan”. Drainase konvensional adalah upaya membuang
atau mengalirkan air kelebihan secepat-cepatnya ke sungai terdekat.
Konsep ini sejak tahun 1970-an sampai sekarang hampir tidak berubah
dan terus diajarkan di seluruh perguruan tinggi di Indonesia dan sebagai
konsep dasar yang digunakan para praktisi dalam pembuatan Masterplan
Drainase di seluruh kota besar dan kecil di Indonesia.

DALAM konsep drainase konvensional, seluruh air hujan yang jatuh ke


di suatu wilayah harus secepat-cepatnya dibuang ke sungai dan
seterusnya mengalir ke laut. Jika hal ini dilakukan pada semua kawasan,
akan memunculkan berbagai masalah, baik di daerah hulu, tengah,
maupun hilir. Dan ternyata, bahwa konsep drainase konvensional ini di
Indonesia tidak hanya dipakai untuk men-drain areal permukiman,
namun digunakan secara menyeluruh termasuk untuk men-drain
kawasan pedesaan, lahan pertanian dan perkebunan, kawasan olahraga,
wisata, dan lain sebagainya.

Drainase konvensional untuk permukiman atau perkotaan dibuat dengan


cara membuat saluran-saluran lurus terpendek menuju sungai guna
mengatuskan kawasan tersebut secepatnya.Seluruh air hujan diupayakan
sesegera mungkin mengalir langsung ke sungai terdekat. Pada areal
pertanian dan perkebunan biasanya dibangun saluran drainase air hujan
menyusuri lembah memotong garis kontur dengan kemiringan terjal.
Pada saat hujan, saluran drainase ini berfungsi mengatuskan kawasan
pertanian dan perkebunan dan langsung dialirkan ke sungai.

Demikian juga di areal wisata dan olahraga, semua saluran drainase


didesain sedemikian rupa sehingga air mengalir secepatnya ke sungai
terdekat. Orang sama sekali tidak berpikir apa yang akan terjadi di
bagian hilir, jika semua air hujan dialirkan secepat-cepatnya ke sungai
tanpa diupayakan agar air mempunyai waktu cukup untuk meresap ke
dalam tanah (lihat Gambar A, kesalahan drainase konvensional).

Dampak dari pemakaian konsep drainase konvensional tersebut dapat


kita lihat sekarang ini, yaitu kekeringan yang terjadi di mana-mana, juga
banjir, longsor, dan pelumpuran.
Termasuk juga surutnya sungai-sungai di luar Jawa saat ini, hingga
menyebabkan transportasi sungai sangat selalu terganggu. Tentu saja ada
sebab-sebab selain drainase, misalnya, penggundulan hutan, namun
kesalahan konsep drainase yang kita pakai sekarang ini merupakan
penyumbang bencana kekeringan, banjir, dan longsor yang cukup
signifikan.
Kesalahan konsep drainase konvensional yang paling pokok adalah
filosofi membuang air genangan secepat-cepatnya ke sungai. Dengan
demikian, sungai-sungai akan menerima beban yang melampaui
kapasitasnya, sehingga meluap atau terjadi banjir, contoh, banjir-banjir
di Jakarta, Semarang, Bandung, Riau, Samarinda, dan lain-lain.
Demikian juga mengalirkan air secepatnya berarti pengatusan kawasan
atau menurunkan kesempatan bagi air untuk meresap ke dalam tanah.
Dengan demikian, cadangan air tanah akan berkurang, kekeringan di
musim kemarau akan terjadi. Dalam konteks inilah pemahaman bahwa
banjir dan kekeringan merupakan dua fenomena yang saling
memperparah secara susul-menyusul dapat dengan mudah dimengerti.
Sangat ironis bahwa semakin baik drainase konvensional di suatu
kawasan aliran sungai, maka kejadian banjir di musim hujan dan
kekeringan di musim kemarau akan semakin intensif silih berganti.

Dampak selanjutnya adalah kerusakan ekosistem, perubahan iklim


mikro dan makro disertai tanah longsor di berbagai tempat yang
disebabkan oleh fluktuasi kandungan air tanah musim kering dan musim
basah yang sangat tinggi.

JIKA kesalahan konsep dan implementasi drainase yang selama ini kita
lakukan ini tidak diadakan revisi, usaha apa pun yang kita lakukan untuk
menanggulangi banjir, kekeringan lahan, dan longsor, akan sia-sia.
Dalam tulisan ini akan diketengahkan konsep drainase baru yang biasa
disebut drainase ramah lingkungan atau ekodrainase yang sekarang ini
sedang menjadi konsep utama di dunia internasional dan merupakan
implementasi pemahaman baru konsep ekohidraulik dalam bidang
drainase.

Drainase ramah lingkungan didefinisikan sebagai upaya mengelola air


kelebihan dengan cara sebesar-besarnya diresapkan ke dalam tanah
secara alamiah atau mengalirkan ke sungai dengan tanpa melampaui
kapasitas sungai sebelumnya. Dalam drainase ramah lingkungan, justru
air kelebihan pada musim hujan harus dikelola sedemikian sehingga
tidak mengalir secepatnya ke sungai. Namun diusahakan meresap ke
dalam tanah, guna meningkatkan kandungan air tanah untuk cadangan
pada musim kemarau. Konsep ini sifatnya mutlak di daerah beriklim
tropis dengan perbedaan musim hujan dan kemarau yang ekstrem seperti
di Indonesia.

Berikut ini diketengahkan beberapa metode drainase ramah lingkungan


yang dapat dipakai di Indonesia, di antaranya adalah metode kolam
konservasi, metode sumur resapan, metode river side polder, dan metode
pengembangan ereal perlindungan air tanah (ground water protection
area). Metode kolam konservasi (lihat Gambar B) dilakukan dengan
membuat kolam-kolam air, baik di perkotaan, permukiman, pertanian,
atau perkebunan. Kolam konservasi ini dibuat untuk menampung air
hujan terlebih dahulu, diresapkan dan sisanya dapat dialirkan ke sungai
secara perlahan-lahan. Kolam konservasi dapat dibuat dengan
memanfaatkan daerah-daerah dengan topografi rendah, daerah-daerah
bekas galian pasir atau galian material lainnya, atau secara ekstra dibuat
dengan menggali suatu areal atau bagian tertentu. Kolam konservasi
juga sangat menguntungkan jika dikaitkan dengan kebutuhan rekreasi
masyarakat. Misalnya pada pembangunan real estat, pemerintah dapat
mewajibkan pengelola real estat untuk membangun kolam konservasi air
hujan di lokasi perumahan, sekaligus ditata sebagai areal rekreasi bagi
masyarakat perumahan.
Di samping itu, kolam konservasi dapat dikembangkan menjadi bak-bak
permanen air hujan, khususnya di daerah-daerah dengan intensitas hujan
yang rendah. Kota-kota dan kawasan luar kota di Indonesia perlu segera
membangun kolam-kolam konservasi air hujan ini. Sangat disayangkan,
bahwa perkembangan yang ada di Indonesia sekarang ini justru
masyarakat dan pemerintah berlomba mempersempit atau bahkan
menutup kolam konservasi alamiah yang ada (rawa, situ, danau kecil,
telaga, dan lain-lain). Banyak kolam-kolam konservasi alamiah dalam
sepuluh tahun terakhir ini hilang dan berubah fungsi menjadi areal
permukiman, contohnya di Jakarta, Bandung, dan lain-lain.

Untuk areal pertanian dan perkebunan sudah mendesak, untuk segera


direncanakan dan dibuat parit-parit (kolam) konservasi air hujan. Parit
ini sangat penting untuk cadangan air musim kemarau sekaligus
meningkatkan konservasi air hujan di daerah hulu, serta meningkatkan
daya dukung ekologi daerah setempat. Konstruksi parit cukup
sederhana, berupa galian tanah memanjang atau membujur di beberapa
tempat tanpa pasangan. Pada parit tersebut sekaligus bisa dijadikan
tempat budidaya ikan dan lain-lain.

Metode sumur resapan merupakan metode praktis dengan cara membuat


sumur-sumur untuk mengalirkan air hujan yang jatuh pada atap
perumahan atau kawasan tertentu (Dr Sunjoto, UGM). Sumur resapan
ini juga dapat dikembangkan pada areal olahraga dan wisata. Konstruksi
dan kedalaman sumur resapan disesuaikan dengan kondisi lapisan tanah
setempat. Perlu dicatat bahwa sumur resapan ini hanya dikhususkan
untuk air hujan, sehingga masyarakat harus mendapatkan pemahaman
mendetail untuk tidak memasukkan air limbah rumah tangganya ke
sumur resapan tersebut.

METODE river side polder (lihat Gambar C) adalah metode menahan


aliran air dengan mengelola/menahan air kelebihan (hujan) di sepanjang
bantaran sungai. Pembuatan polder pinggir sungai ini dilakukan dengan
memperlebar bantaran sungai di berbagai tempat secara selektif di
sepanjang sungai. Lokasi polder perlu dicari, sejauh mungkin polder
yang dikembangkan mendekati kondisi alamiah, dalam arti bukan polder
dengan pintu-pintu hidraulik teknis dan tanggul-tanggul lingkar hidraulis
yang mahal. Pada saat muka air naik (banjir), sebagian air akan mengalir
ke polder dan akan keluar jika banjir reda, sehingga banjir di bagian hilir
dapat dikurangi dan konservasi air terjaga.

Upaya ini sedang dilakukan di Jepang dan Jerman secara besar-besaran,


sebagai upaya menahan air untuk konservasi sungai musim kemarau dan
menghindari banjir serta meningkatkan daya dukung ekologi wilayah
keairan. Metode ini dapat diusulkan untuk mengurangi banjir di kota-
kota besar yang terletak di hilir sungai seperti Kota Jakarta, Surabaya,
Medan Samarinda, dan lain-lain. Demikian juga dapat meningkatkan
pasokan air sungai musim kemarau untuk mendukung transportasi
sungai atau pertanian.

Metode areal perlindungan air tanah dilakukan dengan cara menetapkan


kawasan lindung untuk air tanah, di mana di kawasan tersebut tidak
boleh dibangun bangunan apa pun. Areal tersebut dikhususkan untuk
meresapkan air hujan ke dalam tanah.

Di berbagai kawasan perlu sesegara mungkin dicari tempat-tempat yang


cocok secara geologi dan ekologi sebagai areal untuk recharge dan
perlindungan air tanah sekaligus sebagai bagian penting dari komponen
drainase kawasan.

Konsep drainase ramah lingkungan atau ekodrainase ini perlu mendapat


perhatian yang serius dari pemerintah. Kesalahan pemahaman
masyarakat, dinas terkait, dan perguruan tinggi tentang filosofi konsep
drainase, yaitu membuang air secepat-cepatnya ke sungai, perlu segera
direvisi dan diluruskan secara serius. Perlu pembenahan dan revisi
bangunan drainase permukiman, tempat olahraga dan rekreasi, pertanian
dan perkebunan dengan konsep drainase ramah lingkungan. Tampaknya
perlu studi khusus untuk menemukan kembali konsep drainase ramah
lingkungan.

ga.
Upaya ini sedang dilakukan di Jepang dan Jerman secara besar-besaran,
sebagai upaya menahan air untuk konservasi sungai musim kemarau dan
menghindari banjir serta meningkatkan daya dukung ekologi wilayah
keairan. Metode ini dapat diusulkan untuk mengurangi banjir di kota-
kota besar yang terletak di hilir sungai seperti Kota Jakarta, Surabaya,
Medan Samarinda, dan lain-lain. Demikian juga dapat meningkatkan
pasokan air sungai musim kemarau untuk mendukung transportasi
sungai atau pertanian.

Metode areal perlindungan air tanah dilakukan dengan cara menetapkan


kawasan lindung untuk air tanah, di mana di kawasan tersebut tidak
boleh dibangun bangunan apa pun. Areal tersebut dikhususkan untuk
meresapkan air hujan ke dalam tanah.

Di berbagai kawasan perlu sesegara mungkin dicari tempat-tempat yang


cocok secara geologi dan ekologi sebagai areal untuk recharge dan
perlindungan air tanah sekaligus sebagai bagian penting dari komponen
drainase kawasan.

Konsep drainase ramah lingkungan atau ekodrainase ini perlu mendapat


perhatian yang serius dari pemerintah. Kesalahan pemahaman
masyarakat, dinas terkait, dan perguruan tinggi tentang filosofi konsep
drainase, yaitu membuang air secepat-cepatnya ke sungai, perlu segera
direvisi dan diluruskan secara serius. Perlu pembenahan dan revisi
bangunan drainase permukiman, tempat olahraga dan rekreasi, pertanian
dan perkebunan dengan konsep drainase ramah lingkungan. Tampaknya
perlu studi khusus untuk menemukan kembali konsep drainase ramah
lingkungan. di seluruh kota besar dan kecil di Indonesia.
DALAM konsep drainase konvensional, seluruh air hujan yang jatuh ke
di suatu wilayah harus secepat-cepatnya dibuang ke sungai dan
seterusnya mengalir ke laut. Jika hal ini dilakukan pada semua kawasan,
akan memunculkan berbagai masalah, baik di daerah hulu, tengah,
maupun hilir. Dan ternyata, bahwa konsep drainase konvensional ini di
Indonesia tidak hanya dipakai untuk men-drain areal permukiman,
namun digunakan secara menyeluruh termasuk untuk men-drain
kawasan pedesaan, lahan pertanian dan perkebunan, kawasan olahraga,
wisata, dan lain sebagainya.

Drainase konvensional untuk permukiman atau perkotaan dibuat dengan


cara membuat saluran-saluran lurus terpendek menuju sungai guna
mengatuskan kawasan tersebut secepatnya.Seluruh air hujan diupayakan
sesegera mungkin mengalir langsung ke sungai terdekat. Pada areal
pertanian dan perkebunan biasanya dibangun saluran drainase air hujan
menyusuri lembah memotong garis kontur dengan kemiringan terjal.
Pada saat hujan, saluran drainase ini berfungsi mengatuskan kawasan
pertanian dan perkebunan dan langsung dialirkan ke sungai.

Demikian juga di areal wisata dan olahraga, semua saluran drainase


didesain sedemikian rupa sehingga air mengalir secepatnya ke sungai
terdekat. Orang sama sekali tidak berpikir apa yang akan terjadi di
bagian hilir, jika semua air hujan dialirkan secepat-cepatnya ke sungai
tanpa diupayakan agar air mempunyai waktu cukup untuk meresap ke
dalam tanah (lihat Gambar A, kesalahan drainase konvensional).

Dampak dari pemakaian konsep drainase konvensional tersebut dapat


kita lihat sekarang ini, yaitu kekeringan yang terjadi di mana-mana, juga
banjir, longsor, dan pelumpuran.
Termasuk juga surutnya sungai-sungai di luar Jawa saat ini, hingga
menyebabkan transportasi sungai sangat selalu terganggu. Tentu saja ada
sebab-sebab selain drainase, misalnya, penggundulan hutan, namun
kesalahan konsep drainase yang kita pakai sekarang ini merupakan
penyumbang bencana kekeringan, banjir, dan longsor yang cukup
signifikan.
Kesalahan konsep drainase konvensional yang paling pokok adalah
filosofi membuang air genangan secepat-cepatnya ke sungai. Dengan
demikian, sungai-sungai akan menerima beban yang melampaui
kapasitasnya, sehingga meluap atau terjadi banjir, contoh, banjir-banjir
di Jakarta, Semarang, Bandung, Riau, Samarinda, dan lain-lain.
Demikian juga mengalirkan air secepatnya berarti pengatusan kawasan
atau menurunkan kesempatan bagi air untuk meresap ke dalam tanah.
Dengan demikian, cadangan air tanah akan berkurang, kekeringan di
musim kemarau akan terjadi. Dalam konteks inilah pemahaman bahwa
banjir dan kekeringan merupakan dua fenomena yang saling
memperparah secara susul-menyusul dapat dengan mudah dimengerti.
Sangat ironis bahwa semakin baik drainase konvensional di suatu
kawasan aliran sungai, maka kejadian banjir di musim hujan dan
kekeringan di musim kemarau akan semakin intensif silih berganti.

Dampak selanjutnya adalah kerusakan ekosistem, perubahan iklim


mikro dan makro disertai tanah longsor di berbagai tempat yang
disebabkan oleh fluktuasi kandungan air tanah musim kering dan musim
basah yang sangat tinggi.

JIKA kesalahan konsep dan implementasi drainase yang selama ini kita
lakukan ini tidak diadakan revisi, usaha apa pun yang kita lakukan untuk
menanggulangi banjir, kekeringan lahan, dan longsor, akan sia-sia.
Dalam tulisan ini akan diketengahkan konsep drainase baru yang biasa
disebut drainase ramah lingkungan atau ekodrainase yang sekarang ini
sedang menjadi konsep utama di dunia internasional dan merupakan
implementasi pemahaman baru konsep ekohidraulik dalam bidang
drainase.

Drainase ramah lingkungan didefinisikan sebagai upaya mengelola air


kelebihan dengan cara sebesar-besarnya diresapkan ke dalam tanah
secara alamiah atau mengalirkan ke sungai dengan tanpa melampaui
kapasitas sungai sebelumnya. Dalam drainase ramah lingkungan, justru
air kelebihan pada musim hujan harus dikelola sedemikian sehingga
tidak mengalir secepatnya ke sungai. Namun diusahakan meresap ke
dalam tanah, guna meningkatkan kandungan air tanah untuk cadangan
pada musim kemarau. Konsep ini sifatnya mutlak di daerah beriklim
tropis dengan perbedaan musim hujan dan kemarau yang ekstrem seperti
di Indonesia.
Berikut ini diketengahkan beberapa metode drainase ramah lingkungan
yang dapat dipakai di Indonesia, di antaranya adalah metode kolam
konservasi, metode sumur resapan, metode river side polder, dan metode
pengembangan ereal perlindungan air tanah (ground water protection
area). Metode kolam konservasi (lihat Gambar B) dilakukan dengan
membuat kolam-kolam air, baik di perkotaan, permukiman, pertanian,
atau perkebunan. Kolam konservasi ini dibuat untuk menampung air
hujan terlebih dahulu, diresapkan dan sisanya dapat dialirkan ke sungai
secara perlahan-lahan. Kolam konservasi dapat dibuat dengan
memanfaatkan daerah-daerah dengan topografi rendah, daerah-daerah
bekas galian pasir atau galian material lainnya, atau secara ekstra dibuat
dengan menggali suatu areal atau bagian tertentu. Kolam konservasi
juga sangat menguntungkan jika dikaitkan dengan kebutuhan rekreasi
masyarakat. Misalnya pada pembangunan real estat, pemerintah dapat
mewajibkan pengelola real estat untuk membangun kolam konservasi air
hujan di lokasi perumahan, sekaligus ditata sebagai areal rekreasi bagi
masyarakat perumahan.

Di samping itu, kolam konservasi dapat dikembangkan menjadi bak-bak


permanen air hujan, khususnya di daerah-daerah dengan intensitas hujan
yang rendah. Kota-kota dan kawasan luar kota di Indonesia perlu segera
membangun kolam-kolam konservasi air hujan ini. Sangat disayangkan,
bahwa perkembangan yang ada di Indonesia sekarang ini justru
masyarakat dan pemerintah berlomba mempersempit atau bahkan
menutup kolam konservasi alamiah yang ada (rawa, situ, danau kecil,
telaga, dan lain-lain). Banyak kolam-kolam konservasi alamiah dalam
sepuluh tahun terakhir ini hilang dan berubah fungsi menjadi areal
permukiman, contohnya di Jakarta, Bandung, dan lain-lain.

Untuk areal pertanian dan perkebunan sudah mendesak, untuk segera


direncanakan dan dibuat parit-parit (kolam) konservasi air hujan. Parit
ini sangat penting untuk cadangan air musim kemarau sekaligus
meningkatkan konservasi air hujan di daerah hulu, serta meningkatkan
daya dukung ekologi daerah setempat. Konstruksi parit cukup
sederhana, berupa galian tanah memanjang atau membujur di beberapa
tempat tanpa pasangan. Pada parit tersebut sekaligus bisa dijadikan
tempat budidaya ikan dan lain-lain.

Metode sumur resapan merupakan metode praktis dengan cara membuat


sumur-sumur untuk mengalirkan air hujan yang jatuh pada atap
perumahan atau kawasan tertentu (Dr Sunjoto, UGM). Sumur resapan
ini juga dapat dikembangkan pada areal olahraga dan wisata. Konstruksi
dan kedalaman sumur resapan disesuaikan dengan kondisi lapisan tanah
setempat. Perlu dicatat bahwa sumur resapan ini hanya dikhususkan
untuk air hujan, sehingga masyarakat harus mendapatkan pemahaman
mendetail untuk tidak memasukkan air limbah rumah tangganya ke
sumur resapan tersebut.

METODE river side polder (lihat Gambar C) adalah metode menahan


aliran air dengan mengelola/menahan air kelebihan (hujan) di sepanjang
bantaran sungai. Pembuatan polder pinggir sungai ini dilakukan dengan
memperlebar bantaran sungai di berbagai tempat secara selektif di
sepanjang sungai. Lokasi polder perlu dicari, sejauh mungkin polder
yang dikembangkan mendekati kondisi alamiah, dalam arti bukan polder
dengan pintu-pintu hidraulik teknis dan tanggul-tanggul lingkar hidraulis
yang mahal. Pada saat muka air naik (banjir), sebagian air akan mengalir
ke polder dan akan keluar jika banjir reda, sehingga banjir di bagian hilir
dapat dikurangi dan konservasi air terjaga.

Upaya ini sedang dilakukan di Jepang dan Jerman secara besar-besaran,


sebagai upaya menahan air untuk konservasi sungai musim kemarau dan
menghindari banjir serta meningkatkan daya dukung ekologi wilayah
keairan. Metode ini dapat diusulkan untuk mengurangi banjir di kota-
kota besar yang terletak di hilir sungai seperti Kota Jakarta, Surabaya,
Medan Samarinda, dan lain-lain. Demikian juga dapat meningkatkan
pasokan air sungai musim kemarau untuk mendukung transportasi
sungai atau pertanian.

Metode areal perlindungan air tanah dilakukan dengan cara menetapkan


kawasan lindung untuk air tanah, di mana di kawasan tersebut tidak
boleh dibangun bangunan apa pun. Areal tersebut dikhususkan untuk
meresapkan air hujan ke dalam tanah.

Di berbagai kawasan perlu sesegara mungkin dicari tempat-tempat yang


cocok secara geologi dan ekologi sebagai areal untuk recharge dan
perlindungan air tanah sekaligus sebagai bagian penting dari komponen
drainase kawasan.

Konsep drainase ramah lingkungan atau ekodrainase ini perlu mendapat


perhatian yang serius dari pemerintah. Kesalahan pemahaman
masyarakat, dinas terkait, dan perguruan tinggi tentang filosofi konsep
drainase, yaitu membuang air secepat-cepatnya ke sungai, perlu segera
direvisi dan diluruskan secara serius. Perlu pembenahan dan revisi
bangunan drainase permukiman, tempat olahraga dan rekreasi, pertanian
dan perkebunan dengan konsep drainase ramah lingkungan. Tampaknya
perlu studi khusus untuk menemukan kembali konsep drainase ramah
lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai