Anda di halaman 1dari 20

Menganalisis Penyakit Stroke Dalam Tinjauan

Epidemiologi Dan Cara Penanggulangannya


Dosen pengampu : Restu Yuliani, M.Kes

Disusun Oleh :

Kelompok I

1. Indri Sri Imawi (0801172147)


2. Maulidina Siregar (0801172222)
3. Ilfani Iamaro Zakiah (0801172124)
4. Nurmaida (0801172127)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
2019
KATA PENGANTAR
BAB I

PENDAHULUAN
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Penyakit Stroke

Stroke dalam bahasa Inggrisnya stroke, cerebrovascular accident, CVA adalah suatu
kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian otak tiba-tiba terganggu. Dalam
jaringan otak, kurangnya aliran darah menyebabkan serangkaian reaksi biokimia yang dapat
merusak atau mematikan sel-sel saraf di otak. Kematian jaringan otak dapat menyebabkan
hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh jaringan tersebut.

Menurut WHO, stroke adalah tanda-tanda klinis mengenai gangguan fungsi serebral
secara fokal ataupun global yang berkembang dengan cepat dengan gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih atau mengarah ke kematian tanpa penyebab yang kelihatan, selain
tanda-tanda yang berkenaan dengan aliran darah di otak. Sedangkan Menurut Neil F Gordon,
stroke adalah gangguan potensial yang fatal pada suplai darah bagian otak. Tidak ada satupun
bagian tubuh manusia yang dapat bertahan bila terdapat gangguan suplai darah dalam waktu
relatif lama sebab darah sangat dibutuhkan dalam kehidupan terutama oksigen pengangkut bahan
makanan yang dibutuhkan pada otak dan otak dalah pusat kontrol sistem tubuh termasuk
perintah dari semua gerakan fisik.

Penyakit stroke ialah suatu kondisi yg terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian otak
tiba-tiba terganggu. Di dalam jaringan otak, kurangnya aliran darah menyebabkan serangkaian
reaksi biokimia yang dapat merusakkan atau mematikan sel-sel saraf di otak. Jika otak telah
terganggu maka otomatis seluruh anggota tubuh akan sulit untuk berfungsi dan salah satunya
akan mengakibatkan penyakit stroke karena tidak ada rangsangan dari otak untuk menggerakan
anggota tubuh kita.

Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh iskemia
atau perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh darah otak yang
menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak yang mengalami oklusi
(Hacke, 2003). Munculnya tanda dan gejala fokal atau global pada stroke disebabkan oleh
penurunan aliran darah otak. Oklusi dapat berupa trombus, embolus, atau tromboembolus
menyebabkan hipoksia sampai anoksia pada salah satu daerah percabangan pembuluh darah di
otak tersebut. Stroke hemoragik dapat berupa perdarahan intraserebral atau perdarahan
subrakhnoid.

2. Gejala Klinik Stroke

Gejala stroke yang masih dalam tahap ringan mirip dengan gejala stroke biasa. Berikut
beberapa gejala penyakit stroke yang mesti diwapadai dan hal ini juga bergantung pada sistem
peredaran darah dan otak yang terkena penyakit stroke tersebut:

a. Terdapat gangguan penglihatan disalah satu mata atau keduanya, termasuk juga
gangguan penglihatan ganda dan bisa terjadi buta sementara.

b. Lemah, pusing, dan sering bingung

c. Mengalami kesulitan dalam berbicara, mencakup juga berbicara dengan intonasi yang
kacau.

d. Tidak mampu berjalan atau ataxia

e. Mengalami hilang ingatan sebaagian atau tiba-tiba hilang kesadaran

f. Mengalami kesulitan koordinasi antara tangan dan lengan

Pada satu sisi tubuh mengalami lemah dan kelumpuhan.


3. Karakteristik Stroke
4. Faktor Risiko Penyakit Stroke

Sebagian faktor risiko dapat dikendalikan atau dihilangkan sama sekali baik dengan
cara medis, misalnya minum obat tertentu atau dengan cara nonmedis, misalnya perubahan
gaya hidup. Diperkirakan bahwa hampir 85% dari semua stroke dapat dicegah dengan
mengendalikan faktor-faktor risiko yang dapat dimodifikasi tersebut. Namun, terdapat
sejumlah faktor risiko yang tidak dapat diubah. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
mencakup penuaan, kecenderungan genetis dan suku bangsa.

Dari penelitian epidemiologi telah dibuktikan bahwa sejumlah faktor risiko stroke
diketahui mempunyai hubungan yang erat dengan timbulnya manifestasi penyakit. Faktor
risiko penyakit stroke terbagi menjadi 2 yaitu:
a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah/dikontrol
 Umur
Kemunduran sistem pembuluh darah meningkat seiring dengan bertambahnya
usia hingga makin bertambah usia makin tinggi kemungkinan mendapat stroke.
Dalam statistik faktor ini menjadi 2 kali lipat setelah usia 55 tahun. Menurut hasil
penelitian Framingham studi menunjukkan resiko stroke meningkat sebesar 20%,
32%, 83% pada kelompok umur 40-55, 55-64, 65-74 tahun.
 Jenis Kelamin
Stroke diketahui lebih banyak laki-laki dibanding perempuan. Akan tetapi, karena
pemakaian alat kontrasepsi dan usia harapan hidup wanita lebih tinggi daripada laki-
laki, maka tidak jarang pada studi-studi tentang stroke lebih banyak penderitanya
adalah perempuan.
 Ras
Orang kulit hitam, Hispanik Amerika, Cina, dan Jepang memiliki insiden stroke
yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang kulit putih. Di Indonesia sendiri, suku
Batak dan Padang lebih rentan terkena stroke dibandingkan dengan suku Jawa. Hal
ini disebabkan oleh pula makan dan jenis makanan yang lebih banyak mengandung
kolestrol.
 Faktor genetik
Riwayat stroke pada orang tua akan meningkatkan risiko stroke. Peningkatan
risiko stroke ini dapat diperantarai oleh beberapa mekanisme, yaitu: penurunan
genetis faktor risiko stroke, penurunan kepekaan terhadap faktor risiko stroke,
pengaruh keluarga pada pola hidup dan paparan lingkungan, interaksi antara faktor
genetik dan lingkungan. Penelitian pada anak kembar memperlihatkan peran faktor
genetik pada risiko stroke.

b. Faktor risiko yang dapat diubah


Banyak data menunjukkan bahwa penderita stroke yang pertama kali menunjukkan
angka penurunan terjadinya stroke setelah penanggulangan faktor resikonya, terutama
mengatasi faktor resiko artherosklerosis.
 Hipertensi atau tekanan darah tinggi
Hipertensi adalah faktor risiko utama stroke. Hasil dari 28 Rumah Sakit,
hipertensi sebesar 73,9%. Dari studi Framingham, dengan analisa regresi multivariat,
dikategorikan hipertensi bila tekanan darah lebih besar atau sama dengan 160/95
mmHg, normotensi jika tekanan darah kurang atau sama dengan 140/90 mmHg,
sedangkan tekanan darah antara 140/90 mmHg - 160/95 mmHg termasuk borderline
atau hipertensi ringan. Berdasarkan hasil perhitungan, hipertensi merupakan faktor
risiko terbesar infark otak, baik untuk pria maupun wanita. Menurut perhitungan
statistik dengan variabel umur, ternyata hipertensi dan normotensi mempunyai risiko
stroke sebesar 3 berbanding 1 untuk pria dan 2,9 berbanding 1 untuk wanita. Artinya
dengan faktor risiko hipertensi ditambah umur lanjut, kejadian stroke untuk pria 3
kali dan wanita 2,9 kali lebih sering dibandingkan mereka yang berusia lanjut dengan
tekanan darah normal. Hasil analisa lanjutan studi Framingham, hipertensi, baik
hipertensi sistolik maupun diastolik, mempunyai risiko yang sama kejadian stroke.
Sedangkan untuk tekanan darah borderline, kecenderungan penyakit jantung koroner
lebih sering terjadi.
 Diabetes
Diabetes telah diketahui dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya
aterosklerosis pada arteri koroner, arteri femoral dan arteri serebral. Survei pada
pasien stroke dan hasil studi prospektif memastikan bahwa terjadi peningkatan stroke
pada penderita diabetes melitus. Penderita diabetes cenderung menderita
artherosklerosis dan meningkatkan terjadinya hipertensi, kegemukan, dan kenaikan
lemak darah. Kombinasi hipertensi dan diabetes sangat menaikkan komplikasi
diabetes termasuk stroke.
Di Amerika Serikat, pada periode tahun 1976 sampai dengan 1980, didapatkan
riwayat diabetes mellitus 2,5 sampai 4 kali lebih besar pada penderita stroke
dibandingkan pada orang dengan toleransi glukosa normal. Pada penelitian kohort di
Rancho Bernando, risiko relatif tetap sebesar 1,8 kali pada laki-laki dan 2,2 kali pada
wanita meskipun telah dimasukkan variabel faktor risiko lainnya pada analisa
statistiknya. Para pakar kedokteran sepakat, apabila gula darah di atas 150 mg/100
ml akan terjadi infark otak aterotrombotik pada wanita yang lebih sering
dibandingkan laki-laki dan merupakan faktor risiko independen peningkatan kejadian
stroke wanita usia lanjut.
 Penyakit jantung
Penyakit atau kelainan pada jantung dapat mengakibatkan iskemia otak. Hal ini
disebabkan oleh denyut jantung yang tidak teratur dan tidak efisien menurunkan total
curah jantung yang mengakibatkan aliran darah di otak berkurang (iskemik). Selain
itu juga dengan adanya penyakit atau kelainan pada jantung dapat terjadi pelepasaan
embolus (keping darah) yang kemudian dapat menyumbat pembuluh darah otak. Hal
ini disebut dengan stroke iskemik akibat trombosis.
Seseorang dengan penyakit atau kelainan pada jantung mendapatkan resiko untuk
terkena stroke lebih tinggi 3 kali lipat daripada orang yang tidak memiliki penyakit
atau kelainan jantung.
 Kadar kolesterol darah
Kadar kolestrol yang tinggi dalam darah dapat menjadi masalah pemicu terjadinya
kolestrol. Semakin tinggi kolestrol maka semakin besar kemungkinan kolestrol
tersebut tertimbun pada dinding pembuluh darah. Hal ini menyebabkan pembuluh
darah semakin sempit sehingga mengganggu suplai darah ke otak yang disebut
stroke iskemik. Hasil penelitian menunjukkan angka stroke meningkat pada pasien
dengan kadar kolesterol diatas 240mg%. Setiap kenaikan 38,7 mg% menaikkan
angka stroke 25%. Sedangkan kenaikan HDL 1 mmol (38,7 mg%) menurunkan
terjadinya stroke setinggi 47%.
 Penyempitan pembuluh darah carotis
Pembuluh darah carotis berasal dari pembuluh darah jantung yang menuju ke otak
dan dapat diraba pada leher. Penyempitan pembuluh darah ini kadang-kadang tak
menimbulkan gejala dan hanya diketahui dengan pemeriksaan. Penyempitan > 50%
ditemukan pada 7% pasien laki-laki dan 5% pada perempuan pada umur diatas 65
tahun. Pemberian obat-obat aspirin dapat mengurangi terjadinya stroke, namun pada
beberapa pasien dianjurkan dikerjakan carotid endarterectomy.
 Obesitas
Obesitas merupakan kelebihan berat badan 20% dari berat badan idealnya,
keadaan obesitas berhubungan dengan tingginya tekanan darah dan kadar gula darah
(Pearson, 1994). Jika seseorang memiliki berat badan yang berlebih, maka jantung
bekerja lebih keras untuk memompa darah keseluruh tubuh, sehingga dapat
meningkatkan tekanan darah. Obesitas juga dapat mempercepat terjadinya proses
ateroklerosis pada remaja dan dewasa muda.

 Kadar gula darah


Kadar gula darah normal (< 20 ml/dl), dan ini akan cenderung meningkat setelah
usia 50 tahun secara perlahan tapi pasti terutama pada orang-orang yang tidak aktif.
Keadaan hiperglikemi atau kadar gula dalam darah yang tinggi dan berlangsung
kronis memberikan dampak yang tidak baik pada jaringan tubuh, salah satunya
adalah mempercepat terjadinya atherosklorosis baik pada pembuluh darah kecil
maupun pembuluh darah besar termasuk pembuluh darah yang mensuplai darah ke
otak. Keadaan pembuluh otak yang sudah mengalami atherosklorosis sangat beresiko
untuk mengalami sumbatan maupun pecahnya pembuluh darah yang mengakibatkan
timbulnya serangan stroke.
 Merokok
Penelitian menunjukkan bahwa merokok merupakan faktor resiko terjadinya
stroke, terutama dalam kombinasi dengan faktor resiko yang lain. Misalnya, pada
kombinasi merokok dan pemakaian obat kontrasepsi. Hal ini juga ditunjukkan pada
perokok pasif. Merokok meningkatkan terjadinya thombus karena terjadinya
artherosklerosis.
Merokok merupakan faktor risiko kuat terjadinya infark miokard dan kematian
mendadak. Merokok meningkatkan risiko stroke trombotik dan perdarahan
subrakhnoid juga sudah diterima secara luas. Risiko relatif perdarahan subrakhnoid
pada perokok dibandingkan bukan perokok sebesar 2,7 pada laki laki dan 3,0 pada
wanita. Para peneliti mengemukakan hipotesis merokok akan meningkatkan tekanan
darah secara temporer yang bereaksi bersama-sama efek metastase empiema.
Hipotesa ini yang diduga bertanggung jawab pada perdarahan subarakhnoid dari
aneurisma serebral. Untuk perdarahan intraserebral, merokok juga secara bermakna
memberikan risiko relatif yang cukup besar yaitu sebesar 2,5 kali dibanding pada
yang bukan perokok. Hasil analisis dari 32 studi terpisah, menyimpulkan bahwa
merokok bermakna sebagai kontributor untuk insiden stroke pada pria maupun
wanita di semua tingkatan umur. Dari hasil di 28 rumah sakit di Indonesia, merokok
didapatkan cukup tinggi yaitu sebesar 20,45%.

 Kebiasaan menkonsumsi alkohol


Peran alkohol dalam sumbangannya sebagai faktor resiko stroke tergantung pada
dosis yang dikonsumsi. Alkohol dapat meningkatkan resiko stroke jika dikonsumsi
dalam jumlah berlebih, dan dalam jumlah sedikit dapat mengurangi resiko astroke
(Pearso, 1994). Akan tetapi kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jumlah banyak
dapat menjadi salah satu pemicu faktor resiko untuk terjadinya hipertensi, yang
memberikan sumbangan faktor resiko pada stroke. Dalam sebuah pengamatan
diperoleh data bahwa konsumsi 3 gelas alkohol per hari akan meningkatkan resiko
stroke hemoragik, yaitu perdarahan intraserebral hingga 7 kali lipat.
 Aktivitas fisik
Aktivitas fisik sangat berhubungan dengan faktor resiko stroke, yaitu hipertensi
dan asterosklerosis. Seseorang yang sering melakukan aktivitas fisik, minimal 3-5
kali dalam seminggu dengan lama waktu minimal 30-60 menit dapat menurunkan
resiko untuk terkena penyakit yang berhubungan denagn pembuluh darah, seperti
stroke. Hal ini disebabkan oleh aktivitas fisik yang dapat membuat lumen pembuluh
darah menjadi lebih lebar. Oleh karena itu, darah dapat melalui pembuluh darah
dengan lebih lancar tanpa membuat jantung memompa darah lebih kuat.
 Stress
Stress mungkin bukan merupakan faktor resiko terjadinya stroke, akan tetapi
stress dapat mengakibatkan hati memproduksi lebih banyak radikal bebas,
menurunkan imunitas tubuh, dan mengganggu funsi hormonal. Dalam hubungannya
dengan kejadian stroke, keadaan stress dapat memproduksi hormon kortisol dan
adrenalin yang berkonstribusi pada proses aterosklerosis. Hal ini disebabkan oleh
kedua hormon tadi meningkatkan jumlah trombosit dan produksi kolesterol. Kartisol
dan adrenalin juga dapat merusak sel yang melapisi arteri sehingga lebih muda bagi
jaringan lemak untuk tertimbun didalam dinding arteri.
5. Riwayat Alamiah Penyakit

Masing-masing penyakit memiliki perjalanan alamiahnya sendiri jika tidak diganggu


dengan intervensi medis atau jika penyakit dibiarkan sampai melengkapi perjalanannya.
Proses suatu penyakit dimulai dari seseorang yang rentan penyakit dan diserang oleh agen
patogenik yang cukup virulen untuk menimbulkan penyakit, perjalanan alami penyakit ini
juga disebut dengan riwayat alamiah penyakit.

a. Tahap peka atau pre pathogenesis


Tahap Pre pathogenesis meliputi orang-orang yang sehat, tetapi mempunyai faktor
resiko atau predisposisi untuk terkena penyakit Stroke. Faktor-faktor resiko dari penyakit
tersebut adalah usia dan jenis kelamin, genetika, ras, mendengkur dan sleep apnea,
inaktivitas fisik, hipertensi, merokok, diabetes militus, penyakit jantung, arteriosklerosis,
dislipidemi, alcohol dan narkoba, kontrasepsi oral, serta obesitas.
b. Tahap pragejala atau sub-klinis
Pada tahap ini telah terjadi infeksi, tetapi belum menunjukkan gejala dan masih
belum terjadi gangguan fungsi organ. Pada penyakit non-infeksi merupakan periode
terjadinya perubahan anatomi dan histology, misalnya terjadinya aterosklerotik pada
pembuluh darah koroner yang mengakibatkan penyempitan pembuluh darah. Pada tahap
ini sulit untuk diagnosis secara klinis. Aterosklerosis adalah penyakit yang merupakan
dasar serangan jantung (infark miokard) dan stroke (thrombosis serebri). Arterosklerosis
ditandai dengan penebalan berupa bercak daru intima yang mengandung endapan lipid
intrasel dan ekstrasel.
c. Tahap klinis (stage of clinical disease)
Tahap klinis merupakan kondisi ketika telah terjadi perubahan fungsi organ yang
terkena dan menimbulkan gejala. Tahap klinis pada penyakit Stroke tergantung pada
neuro anatomi dan vaskularisasinya.
 Gejala klinis dan deficit neurologik yang ditemukan berguna menilai lokasi
iskemi. Gangguan peredaran darah arteri serebri anterior menyebabkan
hemiparesis dan hemihipestesis kontralateral yang terutama melibatkan tungkai.
Gangguan peredaran darah arteri serebri media menyebabkan hemiparesis dan
hemihipestisi kontralateral yang terutama mengenai lengan disertai dengan
gangguan fungsi luhur berupa afasia (bila mengenai area otak dominan) atau
hemispatial neglect (bila mengenai area otak nondominan).
 Gangguan peredaran darah arteri serebri prosterior menimbulkan menianopsi
homonym atau kuadrantanopsi kontralateral tanpa disertai gangguan motorik
maupun sensorik. Gangguan daya ingat terjadi apabila terjadi infark pada lobus
temporaliss medial. Aleksia tanpa agrafia timbul bila infark terjadi pada korteks
visual dominan dan splenium korpus kalosum. Agnosia dan porosopagnosia
(ketidak mampuan mengenali wajah) timbul akibat infark pada korteks
rooksipitalis inferior.
 Gangguan peredaran darah batang otak menyebabkan gangguan saraf kranial
seperti disartri, diplopi dan vertigo; gangguan serebral, seperti ataksia atau hilang
keseimbangan; atau penurunan kesadaran. Infark lekunar merupakan infark kecil
dengan klinis gangguan mumi motorik atau sensorik tanpa disertai gangguan
fungsi luhur.
d. Tahap penyakit lanjut atau ketidakmampuan
Apabila penyakit makin bertambah hebat penyakit masuk dalam tahap penyakit
lanjut. Pada tahap ini penderita tidak dapat lagi melakukan pekerjaan dan jika datang
berobat, umumnya telah memerlukan perawatan.
Salah satu aspek yang tidak menguntungkan dan menghancurkan dari beberapa
penyakit akut dan kronis adalah hasil akhir yang berupa kecacatan atau ketidakmampuan.
Pada stroke dapat menyebabkan penderitanya menjadi lumpuh.
e. Tahap terminal (akhir penyakit)
Kecacatan pada stroke umumnya dinilai dengan kemampuan pasien untuk
melanjutkan fungsinya kembali, seperti sebelum sakit dan kemampuan pasien untuk
mandiri. Salah satu skala ukur yang paling sering dipakai untuk menggambarkan
kecacatan akibat stroke adalah skala raknin, yaitu:
 Tidak ada distabilitas yang signifikan, dapat melakukan tugas harian seperti biasa.
 Distabilitas ringan, tidak dapat melakukan beberapa aktivitas seperti sebelum sakit,
namun dapat memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bentuan.
 Distabilitas sedang berat, tidak dapat berjalan tanpa bantuan dan tidak dapat
memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bantuan.
 Distabilitas berat, di tempat tidur, inkontinisia, memerlukan perawatan dan
perhatian.
6. Besar Masalah Stroke

Stroke merupakan penyebab ketiga angka kematian di dunia dan penyebab pertama
kecacatan. Angka morbiditas lebih berat dan angka mortalitas lebih tinggi pada stroke
hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Hanya 20% pasien yang dapat kembali
melakukan kegiatan. Angka mortalitas dalam bulan pertama pada stroke hemoragik mencapai
40-80%, dan 50% kematian terjadi dalam 48 jam pertama.

Prevalensi (angka kejadian) stroke di Indonesia berdasarkan riset kesehatan dasar


(Riskesdas) tahun 2011 adalah delapan per seribu penduduk atau 0,8 %. Sebagai
perbandingan, prevalensi stroke di Amerika Serikat adalah 3,4 % per 100 ribu penduduk, di
Singapura 55 per 100 ribu penduduk dan di Thailand 11 per 100 ribu penduduk. Dari jumlah
total penderita stroke di Indonesia, sekitar 2,5 % atau 250 ribu orang meninggal dunia dan
sisanya cacat ringan maupun berat. Pada 2020 mendatang diperkirakan 7,6 juta orang akan
meninggal karena stroke.

Menurut Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki), terdapat kecenderungan meningkatnya


jumlah penyandang stroke di Indonesia dalam dasawarsa terakhir. Kecenderungannya
menyerang generasi muda yang masih produktif. Hal ini akan berdampak terhadap
menurunnya tingkat produktifitas serta dapat mengakibatkan terganggunya sosial ekonomi
keluarga. Tidak dapat dipungkiri bahwa peningkatan jumlah penderita stroke di Indonesia
identik dengan wabah kegemukan akibat pola makan kaya lemak atau kolesterol yang
melanda di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia.
7. Pola Penyebaran atau Distribusi Stroke
 Person (orang)
Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit stroke dilihat dari segi person
(orang), yaitu:
1. Usia. Kemunduran sistem pembuluh darah meningkat seiring dengan bertambahnya
usia hingga makin bertambah usia makin tinggi kemungkinan mendapat stroke.
Dalam statistik faktor ini menjadi 2 kali lipat setelah usia 55 tahun.
2. Jenis kelamin. Stroke diketahui lebih banyak laki-laki dibanding perempuan. Kecuali
umur 35-44 tahun dan diatas 85 tahun, lebih banyak diderita perempuan. Hal ini
diperkirakan karena pemakaian obat-obat kontrasepsi dan usia harapan hidup
perempuan yang lebih tinggi dibanding laki-laki.
3. Faktor genetik. Riwayat stroke pada orang tua akan meningkatkan risiko stroke.
Peningkatan risiko stroke ini dapat diperantarai oleh beberapa mekanisme, yaitu:
penurunan genetis faktor risiko stroke, penurunan kepekaan terhadap faktor risiko
stroke, pengaruh keluarga pada pola hidup dan paparan lingkungan, interaksi antara
faktor genetik dan lingkungan. Penelitian pada anak kembar memperlihatkan peran
faktor genetik pada risiko stroke.
 Time (waktu)
Penyakit stroke dapat terjadi kapan saja, selama faktor resiko seperti tekanan darah
tinggi, kadar kolestrol dalam tubuh meningkat, dan terjadinya kematian jaringan otak
yang disebabkan berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak.
 Place (tempat)
Penyakit stroke banyak terjadi di Negara maju, akan tetapi tidak menutup
kemungkinan terjadi di Negara berkembang. Hal ini disebabkan pada gaya hidup yang
tinggal pada Negara-negara maju, seperti insiden stroke di Amerika Serikat lebih kurang
700.000 pertahun dan merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung
koroner serta kanker.
8. Pencegahan Penyakit Stoke
Adapun lima tahap pencegahan yang dapat kita lakukan untuk mencegah terjadinya
penyakit stroke yaitu:
1. Health promotion (mempertinggi nilai kesehatan)
Health Promotion yaitu usaha yang merupakan pelayanan terhadap pemeliharaan
kesehatan pada umumnya. Dalam mencegah penyakit stroke usaha tersebut dapat
dilakukan dengan upaya “3M”, yaitu:
- Menghindari: rokok, stress mental, minum kopi dan alkohol, kegemukan, dan
golongan obat-obatan yang dapat mempengaruhi serebrovaskuler (amfetamin,
kokain, dan sejenisnya)
- Mengurangi: asupan lemak, kalori, garam, dan kolesterol yang berlebih
- Mengontrol atau mengendalikan: hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung
dan aterosklerosis, kadar lemak darah, konsumsi makanan seimbang, serta olah
raga teratur 3-4 kali seminggu.
2. Specific protection (memberikan perlindungan khusus terhadap suatu penyakit)
Usaha ini merupakan tindakan terhadap pencegahan penyakit-penyakit tertentu,
contohnya dengan konsumsi garam rendah sodium dan diet lemak yang dapat
mengurangi risiko tekanan darah tinggi yang mengakibatkan stroke. Selain itu,
konsumsi buah, sayuran dan gandum sangat bermanfaat mencegah stroke (Hendrahadi,
2008).
3. Early diagnosis & prompt treatment (diagnosis dini dan pengobatan tepat)
Diagnosa dini dan pengobatan tepat merupakan program penemuan penderita
melalui survey pada kelompok masyarakat yang beresiko atau populasi umum. Kegiatan
diagnosis dini dan pengobatan tepat ini seperti:
 Waspadai gangguan irama jantung (attrial fibrillation). Detak jantung yang
tidak wajar menunjukkan ada perubahan fungsi jantung yang mengakibatkan
darah terkumpul dan menggumpal di dalam jantung. Detak jantung ini mampu
menggerakkan gumpalan darah sehingga masuk pada aliran darah, yang
mengakibatkan stroke. Gangguan irama jantung dapat dideteksi dengan menilai
detak nadi.
 Waspadai gangguan sirkulasi darah. Stroke berkaitan dengan jantung, pembuluh
arteri dan vena. Tiga bagian ini penting bagi sirkulasi darah keseluruh tubuh,
termasuk dari jantung keotak. Ketika ada tumpukan lemak yang menghambat
aliran, maka risiko stroke meningkat. Masalah ini dapat diobati dengan obat, bisa
juga dengan operasi yang mampu mengatasi hambatan di pembuluh arteri, seperti
tumpukan lemak.
4. Disability limitation (membatasi kemungkinan cacat)
Pembatasan kecacatan dan berusaha untuk mengilangkan gangguan kemampuan
bekerja yang diakibatkan sesuai penyakit, dengan:
 Pencegahan penyakit stroke, dapat kita lakukan dengan upaya menerapkan pola
hidup sehat, berolahraga teratur, dan sebaginya.
 Rutin memeriksa tekanan darah. Tingkat tekanan darah adalah faktor paling
dominan pada semua jenis stroke. Makin tinggi tekanan darah makin besar risiko
terkena stroke.
 Periksa kadar kolesterol dalam tubuh. Mengetahui tingkat kolesterol dapat
meningkatkan kewaspadaan stroke. Kolesterol tinggi mengarah pada risiko
stroke.
 Kontrol kadar gula darah.

5. Rehabilitasi
Rehabilítasí stroke merupakan sebuah program komprehensíf yang terkoordínasí
antara medís dan rehabílítasí dengan tujuan mengoptímalkan dan mernodifikasi
kemampuan fungsíonal yang ada. Gejala sísa fungsíonal yang dísebabkan karena
densimotorik merupakan fokus utama program rehabílitasí stroke. Program
rehabílítasí stroke sendírí telah terbukti dapat mengoptímalkan pemulíhan sehingga
penyandang stroke mendapat keluaran fungsíonal dan kualitas hídup yang lebíh baík
(Widiyanto, 2009).
Salah satu program rehabílítasí yang sering dipergunakan untuk mengembalíkan
fungsí karena defisit motorik adalah program latíhan gerak. Dalam tekník ini
dílakukan latíhan fungsíonal dan ídentífíkasí kunci utama tugas-tugas motorik. Setiap
tugas motorik dianalisis, ditentukan komponen-komponen yang tidak dapat
dilakukan, melatih penderita untuk hal-hal tersebut serta memastikan latihan ini
dilakukan pada aktivitas sehari-hari pasien. Latihan motorik harus dílakukan dalam
bentuk aktivitas fungsíonal karena tujuan dari rehabílítasi tídak hanya sekedar
mengembalíkan suatu pergerakan akan tetapi mengembalíkan fungsi .
9. Pengobatan Penyakit Stroke

Penangan khusus terhadap pasien stroke dilakukan oleh dokter saraf tergantung pada
jenis stroke yang dialami pasien, apakah stroke disebabkan gumpalan darah yang
menghambat aliran darah ke otak (strok iskemik) atau stroke yang disebabkan perdarahan
di dalam atau di sekitar otak (stroke hemoragik).
 Pengobatan stroke iskemik. Penanganan awal stroke iskemik akan berfokus untuk
menjaga jalan napas, mengontrol tekanan darah, dan mengembalikan aliran darah.
Penanganan tersebut dapat dilakukan dengan cara:
 Penyuntikan rtPA. Penyuntikkan rtPA (recombinant tissue plasminogen activator)
melalui infus dilakukan untuk mengembalikan aliran darah. Namun, tidak semua
pasien dapat menerima pengobatan ini.
 antiplatelet. Untuk mencegah pembekuan darah, digunakan obat antiplatelet, seperti
aspirin.
 antikoagulan. Untuk mencegah pembekuan darah, pasien dapat diberikan obat-
obatan antikoagulan, seperti heparin.
 antihipertensi. Pada penderita stroke baru, biasanya tekanan darah tidak diturunkan
terlalu rendah untuk menjaga suplai darah ke otak. Namun, setelah keadaan stabil
tekanan darah akan diturunkan ke level optimal. Obat hipertensi juga digunakan
untuk mencegah stroke berulang, mengingat hipertensi merupakan faktor risiko
terbanyak penyebab terjadinya stroke. Contoh obat hipertensi, seperti obat
penghambat enzim pengubah angiotensin (ACE inhibitor), antagonis kalsium
(calcium channel bloker), dan lainnya.
 Pengobatan stroke hemoragik. Pada kasus stroke hemoragik, penanganan awal
bertujuan untuk mengurangi tekanan pada otak dan mengontrol perdarahan. Ada
beberapa bentuk pengobatan terhadap stroke hemoragik antara lain:
 Obat-obatan.
 Operasi.

10. Program Penanggulangan Stroke


Ada lima komponen program penanggulangan stroke antara lain:
 Upaya bertujuan untuk angka kejadian stroke dengan mencegah peningkatan faktor
risiko stroke di masyarakat, seperti kampanye tentang gaya hidup sehat.
 bertujuan untuk menurunkan angka kejadian stroke dengan mencari dan mengobati
individu yang mempunyai faktor risiko tinggi terserang stroke.
 untuk mencegah serangan ulang pada penderita yang pernah mengalami stroke.
 stroke fase akut bertujuan untuk menurunkan angka kematian dan kecacatan pada
penderita yang mengalami serangan stroke untuk pertama kalinya maupun serangan
ulang.
 Rehabilitasi, sangat penting dalam usaha meningkatkan kemandirian penderita
melalui upaya rehabilitasi.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2013).
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Gofir, abdul. 2009. Manajemen Stroke. Yogyakarta : Pustaka cendikia press.

Hacke W, Kaste M, Bogousslavsky J, at al.,. Ischemic Stroke Prophylaxis and Treatment-


Eoropan Stroke Invitiative Recommendation 2003.

Hartanto, OS. 2009. Pencegahan Primer Stroke Iskemik Dengan Mengendalikan Faktor Risiko.

Hasnawati, Sugito, Purwanto H. dan Brahim R. 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.

Junaidi, I.2005. Panduan praktik Pencegahan dan Pengobatan Stroke. Jakarta : PT.Bhuana Ilmu
Populer kelompok Gramedia.

Bustan, M. N., 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta.

Pandji, Dewi. 2011. Stroke Bukan Akhir Segalanya. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo
Anggota IKPI.

Anda mungkin juga menyukai