Anda di halaman 1dari 51

RESUME KOMPILASI

SKENARIO 3: DEMAM
COCCYX

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016

SKENARIO 3
SKENARIO 3 : Demam

Terdapat sebuah pertanyaan oleh salah satu wali murid pada kegiatan Quantum
Parenting di sekolah tentang sakit yang diderita anaknya. Ibu tersebut menceritakan bahwa
anaknya beberapa hari yang lalu mengalami demam. Dia masih bingung dalam membedakan
demam bagaimana yang masih dikatakan proses fisiologis dan demam yang patologis.
Kebingungan tersebut timbul saat dokter yang memeriksa mengatakan bahwa penyebab
demamnya masih belum diketahui, bisa oleh virus, bakteri, atau lainnya.
Ibu tersebut lebih kuatir lagi karena baru saja mendapat kabar anak tetangganya
meninggal karena infeksi yang sudah berat. Dokter mengatakan bahwa tetangga ibu tersebut
terlambat membawa bayinya ke rumah sakit, sehingga infeksi yang dideritanya sudah
menyebar ke seluruh tubuh. Kesedihan ibu bayi tersebut juga disertai dengan kekecewaan
terhadap pelayanan dokter kepadanya, karena dokter tersebut marah-marah saat merawat
anaknya.

Klarifikasi Istilah:

1. Quantum Parenting: kiat, strategi bagaimana orangtua dapat mengontrol, membimbing,


dan mendampingi anak-anaknya untuk menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya
menuju proses pendewasaan.
2. Demam: Demam adalah kenaikan suhu tubuh di atas normal. Bila diukur pada rektal >38°C
(100,4°F), diukur pada oral >37,8°C, dan bila diukur melalui aksila >37,2°C (99°F).
(Schmitt, 1984). Sedangkan menurut NAPN (National Association of Pediatrics Nurse)
disebut demam bila bayi berumur kurang dari 3 bulan suhu rektal melebihi 38° C. Pada anak
umur lebih dari 3 bulan suhu aksila dan oral lebih dari 38,3° C.
3. Virus: Virus adalah parasit intraseluler obligat dan ukurannya 20-200 nm, bentuk dan
komposisi kimianya bervariasi, tetapi hanya mengandung RNA atau DNA.
4. Bakteri: (dari kata Latin bacterium; jamak: bacteria) adalah kelompok organisme yang tidak
memiliki membran inti sel. Organisme ini termasuk ke dalam domain prokariota dan
berukuran sangat kecil (mikroskopik), serta memiliki peran besar dalam kehidupan di bumi.
5. Infeksi: invasi dan multiplikasi mikroorganisme dalam jaringan tubuh, khususnya yang
menimbulkan cedera seluler setempat akibat metabolisme kompetitif, toksin, replikasi
intraseluler atau reaksi antigen-antibodi (Kamus Keperawatan)
6. Fisiologi : Definisi fisiologi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah cabang biologi
yg berkaitan dengan fungsi normal dan kegiatan kehidupan atau zat hidup (organ, jaringan,
atausel)
7. Patologi : spesialisasi medis yang bersangkutan dengan studi tentang proses penyakit
dengan penekanan pada pemahaman sifat dan penyebab penyakit.

Learning Objective

1. Demam

a. Etiologi dan patofisiologi

b. Jenis

c. Tata laksana

▪ Farmakologi

▪ Non-farmakologi

2. Termoregulasi

a. Definisi dan mekanisme

b. Patologi

3. Metabolisme
a. Protein

b. Glikogen

4. Infeksi

a. Bakteriemia

b. Septikemia

c. Port d’entry

5. Tissue repair/Pemulihan Jaringan

6. Imunitas akibat mikroba

7. Sikap professional, etik, dan profesi kedokteran atau Medication error

● Demam

ETIOLOGI DEMAM

1. Demam yang disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non infeksi
Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, ataupun parasit.
Infeksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan demam pada anak-anak antara lain
pneumonia, bronkitis, osteomyelitis, appendisitis, tuberculosis, bakteremia, sepsis, bakterial
gastroenteritis, meningitis, ensefalitis, selulitis, otitis media, infeksi saluran kemih, dan lain-lain
(Graneto, 2010). Infeksi virus yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain viral
pneumonia, influenza, demam berdarah dengue, demam chikungunya, dan virus-virus umum
seperti H1N1 (Davis, 2011). Infeksi jamur yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain
coccidioides imitis, criptococcosis, dan lain-lain (Davis, 2011). Infeksi parasit yang pada
umumnya menimbulkan demam antara lain malaria, toksoplasmosis, dan helmintiasis (Jenson &
Baltimore, 2007).
Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor
lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu tinggi, keadaan tumbuh gigi, dll),
penyakit autoimun (arthritis, systemic lupus erythematosus, vaskulitis, dll), keganasan (Penyakit
Hodgkin, Limfoma non- hodgkin, leukemia, dll), dan pemakaian obat-obatan (antibiotik,
difenilhidantoin, dan antihistamin) (Kaneshiro & Zieve, 2010). Selain itu anak-anak juga dapat
mengalami demam sebagai akibat efek samping dari pemberian imunisasi selama ±1-10 hari
(Graneto, 2010). Hal lain yang juga berperan sebagai faktor non infeksi penyebab demam adalah
gangguan sistem saraf pusat seperti perdarahan otak, status epileptikus, koma, cedera
hipotalamus, atau gangguan lainnya (Nelwan, 2009).

2. Demam fisiologis
Demam fisiologis adalah demam yang bukan disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri,
juga bukan disebabkan hal-hal yang sifatnya turunan. Demam fisiologis seperti kekurangan
cairan (dehidrasi), suhu udara yang terlalu panas, dan lain-lain. Demam jenis ini yang tidak
memerlukan pengobatan, dan umumnya jarang melebihi 38°C.
PATOFISIOLOGI DEMAM
Virus
Sembuh dengan sendirinya

Terjadi 90-95% pada anak

Melibatkan banyak organ (biasanya berhubungan dengan saluran napas)

Anak masih bisa bermain dan berinteraksi dengan baik

Ex : batuk, pilek, diare

Bakteri
Harus diberi antibiotik

Terjadi 5-10% pada anak

Suhu tubuh >39°C

Demam >3 hari

Terlokalisasi di 1 organ

Anak tampak sakit berat, menangis lemah, danhh tidak tertarik dengan lingkungan sekitar Ex :
pneumonia, meningistis, isk
Demam bermanfaat untuk melawan infeksi. Peningkatan suhu tubuh akan menghambat
replikasi bahkan mematikan beberapa patogen. Selain itu, konsentrasi Fe, Zn, dan Cu dalam
plasma akan menurun dan sel-sel diserang oleh virus akan dihancurkan, sehingga replikasi virus
akan terhambat. Oleh karena itu, penggunaan antipiretik hanya digunakan jika demam dapat
menimbulkan febrile convultion (kejang demam), yang sering terjadi pada bayi dan balita, atau
suhu tubuh meningkat sangat tinggi (> 39°C) sehingga dapat menyebabkan kejang.

Mekanisme Demam
Respon terhadap rangsangan pirogenik, maka monosit, makrofag, dan sel-sel Kupffer
mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen IL-1(interleukin 1), TNFα
(Tumor Necrosis Factor α), IL-6 (interleukin 6), dan INF (interferon) yang bekerja pada pusat
termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan patokan termostat. Hipotalamus
mempertahankan suhu di titik patokan yang baru dan bukan di suhu normal. Sebagai contoh,
pirogen endogen meningkatkan titik patokan menjadi 38,9° C, hipotalamus merasa bahwa suhu
normal prademam sebesar 37° C terlalu dingin, dan organ ini memicu mekanisme- mekanisme
respon dingin untuk meningkatkan suhu tubuh (Ganong, 2002).
Berbagai laporan penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan suhu tubuh berhubungan
langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang.
Rangsangan endogen seperti eksotoksin dan endotoksin menginduksi leukosit untuk
mengeluarkan pirogen endogen, dan yang poten diantaranya adalah IL-1 dan TNFα, selain IL-6
dan IFN. Pirogen endogen ini akan bekerja pada sistem saraf pusat tingkat OVLT (Organum
Vasculosum Laminae Terminalis) yang dikelilingi oleh bagian medial dan lateral nucleus
preoptik, hipotalamus anterior, dan septum palusolum. Sebagai respon terhadap sitokin tersebut
maka pada OVLT terjadi sintesis prostaglandin, terutama prostaglandin E2 melalui metabolism
asam arakidonat jalur COX-2 (cyclooxygenase 2), dan menimbulkan peningkatan suhu tubuh
terutama demam (Nelwan dalam Sudoyo, 2006).
Mekanisme demam dapat juga terjadi melalui jalur non prostaglandin melalui sinyal
aferen nervus vagus yang dimediasi oleh produk lokal MIP-1 (machrophage inflammatory
protein-1) ini tidak dapat dihambat oleh antipiretik (Nelwan dalam Sudoyo, 2006).
Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama pirogen. Pirogen
adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen terbagi dua yaitu pirogen eksogen adalah
pirogen yang berasal dari luar tubuh pasien. Contoh dari pirogen eksogen adalah produk
mikroorganisme seperti toksin atau mikroorganisme seutuhnya. Salah satu pirogen eksogen
klasik adalah endotoksin lipopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Jenis lain
dari pirogen adalah pirogen endogen yang merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh
pasien. Contoh dari pirogen endogen antara lain IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN. Sumber dari
pirogen endogen ini pada umumnya adalah monosit, neutrofil, dan limfosit walaupun sel lain
juga dapat mengeluarkan pirogen endogen jika terstimulasi (Dinarello & Gelfand, 2005).
Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih (monosit, limfosit, dan
neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin, mediator inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel
darah putih tersebut akan mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1,
IL-6, TNF-α, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang endotelium
hipotalamus untuk membentuk prostaglandin (Dinarello & Gelfand, 2005). Prostaglandin yang
terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan termostat di pusat termoregulasi hipotalamus.
Hipotalamus akan menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru
sehingga ini memicu mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas antara lain menggigil,
vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi
peningkatan produksi panas dan penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya akan
menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang baru tersebut (Sherwood, 2001).

Demam memiliki tiga fase yaitu:


1. Fase kedinginan merupakan fase peningkatan suhu tubuh yang ditandai dengan
vasokonstriksi pembuluh darah dan peningkatan aktivitas otot yang berusaha untuk
memproduksi panas sehingga tubuh akan merasa kedinginan dan menggigil.
2. Fase demam merupakan fase keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas di
titik patokan suhu yang sudah meningkat.
3. Fase kemerahan merupakan fase penurunan suhu yang ditandai dengan vasodilatasi
pembuluh darah dan berkeringat yang berusaha untuk menghilangkan panas sehingga tubuh akan
berwarna kemerahan.

JENIS DEMAM
● Demam Intermiten yakni demam di mana suhu tubuh turun sampai dengan normal selama
beberapa jam dalam satu hari. Contoh : abses, TBC milier, limfoma, malaria falciparum.
● Demam Remiten yakni demam di mana suhu tubuh dapat turun tiap hari tapi tidak mencapai
suhu normal.
● Demam hektik yakni keadaan dimana suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi pada
malam hari dan turun kembali ketingkat normal pada pagi hari
● Demam kontinu adalah variasi suhu sepanjang hari, tidak berbeda lebih dari 0,50C.
● Demam siklik adalah kenaikan suhu selama beberapa hari, diikuti periode bebas demam
beberapa hari, demam lagi, dst.
A. Demam Infeksi

Demam adalah peningkatan suhu tubuh di atas normal yang dikarenakan adanya patokan suhu
baru pada hipotalamus. Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat 2 jenis
pirogen yaitu pirogen eksogen dan pirogen endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh
seperti toksin, produk-produk bakteri dan bakteri itu sendiri mempunyai kemampuan untuk
merangsang pelepasan pirogen endogen yang disebut dengan sitokin yang diantaranya yaitu
interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF), interferon (INF), interleukin-6 (IL-6) dan
interleukin-11 (IL-11). Sebagian besar sitokin ini dihasilkan oleh makrofag yang merupakan
akibat reaksi terhadap pirogen eksogen. Dimana sitokin-sitokin ini merangsang hipotalamus
untuk meningkatkan sekresi prostaglandin, yang kemudian dapat menyebabkan peningkatan
suhu tubuh.

1. Pirogen Eksogen
Pirogen eksogen biasanya merangsang demam dalam 2 jam setelah terpapar. Umumnya,
pirogen berinteraksi dengan sel fagosit, makrofag atau monosit, untuk merangsang sintesis
interleukin-1 (IL-1). Mekanisme lain yang mungkin berperan sebagai pirogen eksogen, misalnya
endotoksin, bekerja langsung pada hipotalamus untuk mengubah pengatur suhu. Radiasi, racun
DDT dan racun kalajengking dapat pula menghasilkan demam dengan efek langsung terhadap
hipotalamus. Beberapa bakteri memproduksi eksotoksin yang akan merangsang secara langsung
makrofag dan monosit untuk melepas IL-1. Mekanisme ini dijumpai pada scarlet fever dan toxin
shock syndrome. Pirogen eksogen dapat berasal dari mikroba dan non-mikroba.

b. Pirogen Mikrobial
Bakteri Gram-negatif
Pirogenitas bakteri Gram-negatif (misalnya Escherichia coli, Salmonela) disebabkan adanya
heat-stable factor yaitu endotoksin, yaitu suatu pirogen eksogen yang pertama kali ditemukan.
Komponen aktif endotoksin berupa lapisan luar bakteri yaitu lipopolisakarida (LPS). Endotoksin
menyebabkan peningkatan suhu yang progresif tergantung dari dosis (dose-related). Apabila
bakteri atau hasil pemecahan bakteri terdapat dalam jaringan atau dalam darah, keduanya akan
difagositosis oleh leukosit, makrofag jaringan dan natural killer cell (NK cell). Seluruh sel ini
selanjutnya mencerna hasil pemecahan bakteri dan melepaskan interleukin-1, kemudian
interleukin-1 tersebut mencapai hipotalamus sehingga segera menimbulkan demam. Endotoksin
juga dapat mengaktifkan sistem komplemen dan aktifasi faktor hageman, seperti yang terdapat
pada gambar 1.4 dan gambar 1.5
Bakteri Gram-positif
Pirogen utama bakteri gram-positif (misalnya Stafilokokus) adalah peptidoglikan dinding sel.
Bakteri gram-positif mengeluarkan eksotoksin, dimana eksotoksin ini dapat menyebabkan
pelepasan daripada sitokin yang berasal dari T-helper dan makrofag yang dapat menginduksi
demam. Per unit berat, endotoksin lebih aktif daripada peptidoglikan. Hal ini menerangkan
perbedaan prognosis yang lebih buruk berhubungan dengan infeksi bakteri gram-negatif.
Mekanisme yang bertanggung jawab terjadinya demam yang disebabkan infeksi pneumokokus
diduga proses imunologik. Penyakit yang melibatkan produksi eksotoksin oleh basil gram-positif
(misalnya difteri, tetanus, dan botulinum) pada umumnya demam yang ditimbulkan tidak begitu
tinggi dibandingkan dengan gram-positif piogenik atau bakteri gram-negatif lainnya.
Virus
Telah diketahui secara klinis bahwa virus dapat menyebabkan demam. Pada tahun 1958,
dibuktikan adanya pirogen yang beredar dalam serum kelinci yang mengalami demam setelah
disuntik virus influenza. Mekanisme virus memproduksi demam antara lain dengan cara
melakukan invasi secara langsung ke dalam makrofag, reaksi imunologis terjadi terhadap
komponen virus yang termasuk diantaranya yaitu pembentukan antibodi, induksi oleh interferon
dan nekrosis sel akibat virus.
Jamur
Produk jamur baik yang mati maupun yang hidup, memproduksi pirogen eksogen yang akan
merangsang terjadinya demam. Demam pada umumnya timbul ketika produk jamur berada
dalam peredaran darah. Anak yang menderita penyakit keganasan (misalnya leukemia) disertai
demam yang berhubungan dengan neutropenia sehingga mempunyai resiko tnggi untuk terserang
infeksi jamur invasif.
c. Pirogen Non-Mikrobial
Fagositosis
Fagositosis antigen non-mikrobial kemungkinan sangat bertanggung jawab untuk terjadinya
demam, seperti dalam proses transfusi darah dan anemia hemolitik imun (immune hemolytic
anemia).
Kompleks Antigen-antibodi
Demam yang disebabkan oleh reaksi hipersensitif dapat timbul baik sebagai akibat reaksi antigen
terhadap antibodi yang beredar, yang tersensitisasi (immune fever) atau oleh antigen yang
teraktivasi sel-T untuk memproduksi limfokin, dan kemudian akan merangsang monosit dan
makrofag untuk melepas interleukin-1 (IL-1). Contoh demam yang disebabkan oleh
immunologically mediated diantaranya lupus eritematosus sistemik (SLE) dan reaksi obat yang
berat. Demam yang berhubungan dengan hipersensitif terhadap penisilin lebih mungkin
disebabkan oleh akibat interaksi kompleks antigen-antibodi dengan leukosit dibandingkan
dengan pelepasan IL-1.

Steroid
Steroid tertentu bersifat pirogenik bagi manusia. Ethiocholanolon dan metabolik androgen
diketahui sebagai perangsang pelepasan interleukin-1 (IL-1). Ethiocholanolon dapat
menyebabkan demam hanya bila disuntikan secara intramuskular (IM), maka diduga demam
tersebut disebabkan oleh pelepasan interleukin-1 (IL-1) oleh jaringan subkutis pada tempat
suntikan. Steroid ini diduga bertanggung jawab terhadap terjadinya demam pada pasien dengan
sindrom adrogenital dan demam yang tidak diketahui sebabnya (fever of unknown origin =
FUO).

Sistem Monosit-Makrofag
Sel mononuklear bertanggung jawab terhadap produksi interleukin-1 (IL-1) dan terjadinya
demam. Granulosit polimorfonuklear tidak lagi diduga sebagai penanggung jawab dalam
memproduksi interleukin-1 (IL-1) oleh karena demam dapat timbul dalam keadaan
agranulositosis. Sel mononuklear selain merupakan monosit yang beredar dalam darah perifer
juga tersebar di dalam organ seperti paru (makrofag alveolar), nodus limfatik, plasenta, rongga
peritoneum dan jaringan subkutan. Monosit dan makrofag berasal dari granulocyte-monocyte
colony-forming unit (GM-CFU) dalam sumsum tulang, kemudian memasuki peredaran darah
untuk tinggal selama beberapa hari sebagai monosit yang beredar atau bermigrasi ke jaringan
yang akan berubah fungsi dan morfologi menjadi makrofag yang berumur beberapa bulan. Sel-
sel ini berperan penting dalam pertahanan tubuh termasuk diantaranya merusak dan
mengeliminasi mikroba, mengenal antigen dan mempresentasikannya untuk menempel pada
limfosit, aktivasi limfosit-T dan destruksi sel tumor (Tabel 1.1). Keadaan yang berhubungan
dengan perubahan fungsi sistem monosit-makrofag diantaranya bayi baru lahir, kortikosteroid
dan terapi imunosupresif lain, lupus eritematosus sistemik (SLE), sindrom Wiskott-Aldrich dan
penyakit granulomatosus kronik. Dua produk utama monosit-makrofag adalah interleukin-1 (IL-
1) dan Tumor necroting factor (TNF).

2.Pirogen Endogen

Interleukin-1 (IL-1)
Interleukin-1 (IL-1) disimpan dalam bentuk inaktif dalam sitoplasma sel sekretori, dengan
bantuan enzim diubah menjadi bentuk aktif sebelum dilepas melalui membran sel kedalam
sirkulasi. Interleukin-1 (IL-1) dianggap sebagai hormon oleh karena mempengaruhi organ-organ
yang jauh. Penghancuran interleukin-1 (IL-1) terutama dilakukan di ginjal.

Interleukin-1 (IL-1) terdiri atas 3 struktur polipeptida yang saling berhubungan, yaitu 2 agonis
(IL-1α dan IL-1β) dan sebuah antagonis (IL-1 reseptor antagonis). Reseptor antagonis IL-1 ini
berkompetisi dengan IL-1α dan IL-1β untuk berikatan dengan reseptor IL-1. Jumlah relatif IL-1
dan reseptor antagonis IL-1 dalam suatu keadaan sakit akan mempengaruhi reaksi inflamasi
menjadi aktif atau ditekan. Selain makrofag sebagai sumber utama produksi IL-1, sel kupfer di
hati, keratinosit, sel langerhans pankreas serta astrosit juga memproduksi IL-1. Pada jaringan
otak, produksi IL-1 oleh astrosit diduga berperan dalam respon imun dalam susunan saraf pusat
(SSP) dan demam sekunder terhadap perdarahan SSP.

Fagositosis Antigen Mikrobial dan Non-mikrobial

Memproses dan mempresentasikan Peran utama mekanisme pertahanan sebelum antigen


antigen dipresentasikan pada sel-T
Aktivasi sel-T Sel-T menjadi aktif hanya setelah kontak antigen pada
permukaan monosit-makrofag
Tumorisidal Umumnya disebabkan oleh TNF
Sekresi dari :
Interferon α dan β Mempengaruhi respon imun, anti virus, anti proliferatif
IL-1 Efek primer pada hipotalamus untuk mengindusi demam,
aktivasi sel-T dan produksi antibodi oleh sel-B
IL-6 Induksi demam dan hepatic acute phase proteins, aktivasi
sel-B dan stem cell, resistensi non spesifik pada infeksi
IL-8 Aktivasi neutrofil dan sintesis IgE
IL-11 Efek pada sel limfopoetik dan mieloid/eritroid, perangsangan
sekresi T-cell dependent B-cell
Tumor necrosis factor Aktivasi selular, aktivasi anti tumor
Prostaglandin Beraksi sebagai supresi imun, mengurangi IL-1
Lisozim Zat penting bagi proses peradangan

B. DemamNon Infeksi

● Penyebab demam :
- Tumor otak / lesi hipotalamus
- Keadaan lingkungan → Heatstroke
● Demam karena lesi otak
Kelainan yang terdapat pada hipotalamus dapat mengubah set point pengaturan suhu
menjadi meningkat. Hal ini dapat menyebabkan suhu tubuh juga meningkat.

● Karakteristik demam :
1. Kedinginan / menggigil
Set point naik secara tiba – tiba (akibat penghancuran jaringan, zat pirogen, dehidrasi)

Sedangkan suhu darah lebih rendah dari set point


Memicu kenaikan suhu tubuh

Menggigil / kedinginan (kulit menjadi dingin karena terjadi vasokonstriksi dan tubuh gemetar)

Jika menggigil berlanjut sampai suhu tubuh mencapai set point hipotalamus, maka orang tersebut
tidak akan kedinginan lagi

2. Heatstroke
● Batas atas suhu udara yang masih dapat ditahan oleh seseorang hampir seluruhnya
bergantung pada keting atau basahnya udara. Tubuh kita lebih bisa bertahan pada suhu kering
dengan udara mengalir dibandingkan dengan udara lembab (dingin) karena suhu lingkungan
yang dingin dapat meningkatkan suhu tubuh. Apabila suhu tubuh meningkat melebihi suhu kritis
(1050F – 1080F) akan memicu heatstroke.
● Gejala : pusing, mual, muntah, kadang delirium, bahkan sampai hilang kesadaran.

TATA LAKSANA DEMAM

Non-farmakologi

1. Memberikan cairan dalam jumlah banyak untuk mencegah dehidrasi.


2. Memakaikan pasien pakaian yang tipis dan tidak member selimut secara berlebihan.
3. Mengondisikan pasien berada di ruangan yang sejuk, tidak dingin dan tidak terlalu panas.
4. Mengompres dengan air hangat (Tepid Sponging). Tepid Sponging memilki dampak:
a. Efek Fisik : air hangat yang menempel di kulit dapat mentransfer panas keluar dari tubuh.
b. Efek Kimia: meingkatkan metabolism tubuh sehingga panas semakin cepa terlepas dari
tubuh.
c. Biologi: melancarkan sirkulasi di pembuluh perifer dan menyebabkan vasodilatasi yang
membuat ori- pori kulit terbuka sehingga tingkat evaporasi naik.
Farmakologi
NSAID Antipiretik. Contohnya Obat ini bekerja langsung pada pusat pengaturan suhu di
hipotalamus sehingga hipotalamus bereaksi dengan menyebabkan usah- usaha untuk melepaskan
panas misalnya, vasodilatasi perifer dan berkeringat.

Obat-obatan yang dipakai dalam mengatasi demam (antipiretik) adalah parasetamol


(asetaminofen) dan ibuprofen. Parasetamol cepat bereaksi dalam menurunkan panas sedangkan
ibuprofen memiliki efek kerja yang lama (Graneto, 2010). Pada anak-anak, dianjurkan untuk
pemberian parasetamol sebagai antipiretik. Penggunaan OAINS tidak dianjurkan dikarenakan
oleh fungsi antikoagulan dan resiko sindrom Reye pada anak-anak (Kaushik, Pineda, & Kest,
2010).

Dosis parasetamol juga dapat disederhanakan menjadi:


Dosis parasetamol menurut Dosis Parasetamol tiap
kelompok umur Umur (tahun) pemberian (mg)
<1 60
1-3 60-125
4-6 125-250
6-12 250-500

● Termoregulasi

DEFINISI DAN MEKANISME

Termoregulasi adalah suatu pengaturan fisiologis tubuh manusia mengenai keseimbangan


produksi panas dan kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat dipertahankan secara konstan.

Mekanisme Pengeluaran Panas


Pengeluaran dan produksi panas terjadi secara simultan.Struktur kulit dan paparan terhadap
lingkungan secara konstan,pengeluaran panas secara normal melalui :
1. Radiasi
Perpindahan panas dari permukaan suatu objek ke objek lain tanpa keduanya
bersentuhan.contohnya : melepaskan pakaian dan selimut.
2. Konduksi
Perpindahan panas dari suatu objek ke objek lain dengan kontak langsung.Contohnya
memberikan kompres es atau memandikan klien dengan air dingin.
3. Konveksi
Perpindahan panas karena gerakan udara.Contohnya Kipas angin,AC,dan pendingin udara.
4. Evaporasi
Perpindahan energi panas ketika cairan berubah menjadi gas.contohnya : berkeringat.
5. Diaforesis
Respirasi visual dahi dan torak atas.Contohnya : Bila suhu tubuh meningkat,kelenjar keringat

mengeluarkan keringat yang menguap dari kulit untuk meningkatkan kehilangan panas.

PATOLOGI

Suhu tubuh secara normal dipertahankan pada rentang yang sempit, walaupun terpapar
suhu lingkungan yang bervariasi. Suhu tubuh secara normal berfluktuasi sepanjang hari, 0,5 0C
dibawah normal pada pagi hari dan 0,50C diatas normal pada malam hari.3 Suhu tubuh diatur
oleh hipotalamus yang mengatur keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas.
Produksi panas tergantung pada aktivitas metabolik dan aktivitas fisik. Kehilangan panas terjadi
melalui radiasi, evaporasi, konduksi dan konveksi.

Dalam keadaan normal termostat di hipotalamus selalu diatur pada set point sekitar 370C,
setelah informasi tentang suhu diolah di hipotalamus selanjutnya ditentukan pembentukan dan
pengeluaran panas sesuai dengan perubahan set point.

Mekanisme Tubuh Ketika Suhu Tubuh Berubah

1. Mekanisme tubuh ketika suhu tubuh meningkat :


Bila hipotalamus anterior menerima informasi suhu luar lebih tinggi dari suhu tubuh maka
pengeluaran panas ditingkatkan dengan vasodilatasi kulit dan menambah produksi keringat.

• Vasodilatasi à disebabkan oleh hambatan dari pusat simpatis pada hipotalamus posterior
(penyebab vasokontriksi) sehingga terjadi vasodilatasi yang kuat pada kulit, yang
memungkinkan percepatan pemindahan panas dari tubuh ke kulit hingga delapan kali lipat
lebih banyak.
• Berkeringat à pengeluaran keringat menyebabkan peningkatan pengeluaran panas melalui
evaporasi.

• Penurunan pembentukan panas à Beberapa mekanisme pembentukan panas, seperti


termogenesis kimia dan menggigil dihambat dengan kuat.

2. Mekanisme tubuh ketika suhu tubuh menurun :


Bila hipotalamus posterior menerima informasi suhu luar lebih rendah dari suhu tubuh maka
pembentukan panas ditambah dengan meningkatkan metabolisme dan aktivitas otot rangka
dalam bentuk menggigil dan pengeluaran panas dikurangi dengan vasokontriksi kulit dan
pengurangan produksi keringat sehingga suhu tubuh tetap dipertahankan tetap. Hipotalamus
anterior mengatur suhu tubuh dengan cara mengeluarkan panas.

• Vasokontriksi à karena rangsangan pada pusat simpatis hipotalamus posterior.

• Piloereksi à Rangsangan simpatis menyebabkan otot erektor pili yang melekat pada folikel
rambut berdiri.

• Peningkatan pembentukan panas à sistem metabolisme meningkat melalui mekanisme


menggigil, pembentukan panas akibat rangsangan simpatis, serta peningkatan sekresi
tiroksin.

Umumnya peninggian suhu tubuh terjadi akibat peningkatan set point. Infeksi bakteri
menimbulkan demam karena endotoksin bakteri merangsang sel PMN untuk membuat pirogen
endogen yaitu interleukin-1, interleukin 6 atau tumor nekrosis faktor. Pirogen endogen bekerja di
hipotalamus dengan bantuan enzim siklooksigenase membentuk protaglandin selanjutnya
prostaglandin meningkatkan set point hipotalamus. Selain itu pelepasan pirogen endogen diikuti
oleh pelepasan cryogens (antipiretik endogen) yang ikut memodulasi peningkatan suhu tubuh
dan mencegah peningkatan suhu tubuh pada tingkat yang mengancam jiwa.

● Metabolisme
PROTEIN
➢ Penguraian protein dalam tubuh
Asam amino yang dibuat dalam hati, maupun yang dihasilkan dari proses katabolisme
protein dalam hati, dibawa oleh darah kedalam jaringan untuk digunakan.proses anabolik
maupun katabolik juga terjadi dalam jaringan diluar hati.asam amino yang terdapat dalam
darah berasal dari tiga sumber, yaitu absorbsi melalui dinding usus, hasil penguraian protein
dalam sel dan hasil sintesis asam amino dalam sel. Banyaknya asam amino dalam darah
tergantung keseimbangan antara pembentukan asam amino dan penggunaannya. Hati
berfungsi sebagai pengatur konsentrasi asam amino dalam darah.
Dalam tubuh kita, protein mengalami perubahan – perubahan tertentu dengan kecepatan
yang berbeda untuk tiap protein. Protein dalam dara, hati dan organ tubuh lain mempunyai
waktu paruh antara 2,5 sampai 10 hari. Protein yang terdapat pada jaringan otot mempunyai
waktu paruh 120 hari. Rata-rata tiap hari 1,2 gram protein per kilogram berat badan diubah
menjadi senyawa lain. Ada tiga kemungkinan mekanisme perubahan protein, yaitu :
1) Sel-sel mati, lalu komponennya mengalami proses penguraian atau katabolisme dan
dibentuk sel – sel baru.
2) Masing-masing protein mengalami proses penguraian dan terjadi sintesis protein baru,
tanpa ada sel yang mati.
3) Protein dikeluarkan dari dalam sel diganti dengan sintesis protein baru.
Protein dalam makanan diperlukan untuk menyediakan asam amino yang akan
digunakan untuk memproduksi senyawa nitrogen yang lain, untuk mengganti protein dalam
jaringan yang mengalami proses penguraian dan untuk mengganti nitrogen yang telah
dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk urea. Ada beberapa asam amino yang dibutuhkan oleh
tubuh, tetapi tidak dapat diproduksi oleh tubuh dalam jumlah yang memadai. Oleh karena itu
asam amino tersebut,yang dinamakan asam essensial yang dibutuhkan oleh manusia.
Kebutuhan akan asam amino esensial tersebut bagi anak-anak relatiflebih besar
daripada orang dewasa. Kebutuhan protein yang disarankan ialah 1 sampai 1,5 gram per
kilogram berat badan per hari.
➢ Asam amino dalam darah
Jumlah asam amino dalam darah tergantung dari jumlah yang diterima dan jumlah yang
digunakan. Pada proses pencernaan makanan, protein diubah menjadi asam amino oleh
beberapa reaksi hidrolisis serta enzim – enzim yang bersangkutan. Enzim-enzim yang bekerja
pada proses hidrolisis protein antara lain ialah pepsin, tripsin, kimotripsin, karboksi peptidase,
amino peptidase, tripeptidase dan dipeptidase.
Setelah protein diubah menjadi asam-asam amino, maka dengan proses absorpsi melalui
dinding usus, asam amino tersebut sampai kedalam pembuluh darah. Proses absorpsi ini ialah
proses transpor aktif yang memerlukan energi. Asam-asam amino dikarboksilat atau asam
diamino diabsorbsi lebih lambat daripada asam amino netral.
Dalam keadaan berpuasa, konsentrasi asam amino dalam darah biasanya sekitar 3,5
sampai 5 mg per 100 ml darah. Segera setelah makan makanan sumber protein, konsentrasi
asam amino dalam darah akan meningkat sekitar 5 mg sampai 10 mg per 100 mg darah.
Perpindahan asam amino dari dalam darah kedalam sel-sel jaringan juga proses tranpor aktif
yang membutuhkan energi.
➢ Reaksi metabolisme asam amino
Tahap awal pembentukan metabolisme asam amino, melibatkan pelepasan gugus amino,
kemudian baru perubahan kerangka karbon pada molekul asam amino. Dua proses utama
pelepasan gugus amino yaitu, transaminasi dan deaminasi.
Transaminasi
Transaminasi ialah proses katabolisme asam amino yang melibatkan pemindahan gugus
amino dari satu asam amino kepada asam amino lain. Dalam reaksi transaminasi ini gugus
amino dari suatu asam amino dipindahkan kepada salah satu dari tiga senyawa keto, yaitu
asam piruvat, a ketoglutarat atau oksaloasetat, sehingga senyawa keto ini diubah menjadi
asam amino, sedangkan asam amino semula diubah menjadi asam keto. Ada dua enzim
penting dalam reaksi transaminasi yaitu alanin transaminase dan glutamat transaminase yang
bekerja sebagai katalis dalamreaksi berikut :
Pada reaksi ini tidak ada gugus amino yang hilang, karena gugus amino yang dilepaskan oleh
asam amino diterima oleh asam keto. Alanin transaminase merupakan enzim yang
mempunyai kekhasan terhadap asam piruvat-alanin. Glutamat transaminase merupakan enzim
yang mempunyai kekhasan terhadap glutamat-ketoglutarat sebagai satu pasang substrak .
Reaksi transaminasi terjadi didalam mitokondria maupun dalam cairan sitoplasma. Semua
enzim transaminase tersebut dibantu oleh piridoksalfosfat sebagai koenzim. Telah diterangkan
bahwa piridoksalfosfat tidak hanya merupakan koenzim pada reaksi transaminasi, tetapi juga
pada reaksi-reaksi metabolisme yang lain.
Deaminasi Oksidatif
Asam amino dengan reaksi transaminasi dapat diubah menjadi asam glutamat. Dalam
beberapa sel misalnya dalam bakteri, asam glutamat dapat mengalami proses deaminasi
oksidatif yang menggunakan glutamat dehidrogenase sebagai katalis.
Dalam proses ini asam glutamat melepaskan gugus amino dalam bentuk NH4+. Selain NAD+
glutamat dehidrogenase dapat pula menggunakan NADP+ sebagai aseptor elektron. Oleh
karena asam glutamat merupakan hasil akhir proses transaminasi, maka glutamat
dehidrogenase merupakan enzim yang penting dalam metabolisme asam amino oksidase dan
D-asam oksidase.

➢ Pembentukan Asetil Koenzim A


Asetil koenzim A merupakan senyawa penghubung antara metabolisme asam amino
dengan siklus asam sitrat. ada dua jalur metabolic yang menuju kepada pembentukan asetil
koenzim A, yaitu melalui asam piruvat dan melalui asam asetoasetat
Asam-asam amino yang menjalani jalur metabolic melalui asam piruvat ialah alanin,
sistein, serin dan treonin. alanin menghasilkan asam piruvat dengan langsung pada reaksi
transaminasi dengan asam a ketoglutarat. Treonin diubah menjadi gllisin dan asetaldehida
oleh enzim treonin aldolase. glisin kemudian diubah menjadi asetil koenzim A melalui
pembentukan serin dengan jalan penambahan satu atom karbon, seperti metal, hidroksi metal
dan formil. koenzim yang bekerja disini ialah tetrahidrofolat.
➢ Siklus urea
Hans Krebs dan Kurt Heneseleit pada tahun 1932 mengemukakan serangkaian reaksi
kimia tentang pembentukan urea. Mereka berpendapat bahwa urea terbentuk dari ammonia
dan karbondioksidamelalui serangkaian reaksi kimia yang berupa siklus, yang mereka
namakan siklus urea. Pembentukan urea ini terutama berlangsung didalam hati. Urea adalah
suatu senyawa yang mudah larut dalam air, bersifat netral, terdapat dalam urine yang
dikeluarkan dari dalam tubuh.
Dalam reaksi pembentukan karbamil fosfat ini, satu mol ammonia bereaksi dengan satu
mol karbondioksida dengan bantuan enzim karbamilfosfat sintetase. Reaksi ini membutuhkan
energi, karenanya reaksi ini melibatkan dua mol ATP yang diubah menjadi ADP. Disamping
itu sebagai kofaktor dibutuhkan mg++ dan N-asetil-glutamat.
Karbamil fosfat yang terbentuk bereaksi dengan ornitin membentuk sitrulin. Dalam
reaksi ini bagian karbomil bergabung dengan ornitin dan memisahkan gugus fosfat. Sebagai
katalis pada pembentukan sitrulin adalah ornitin transkarbamilase yang terdapat pada bagian
mitokondria sel hati.
Selanjutnya sitrulin bereaksi dengan asam aspartat membentuk asam argininosuksinat.
Reaksi ini berlangsung dengan bantuan enzim argininosuksinat sintetase. Dalam reaksi
tersebut ATP merupakan sumber energi dengan jalan melepaskan gugus fosfat dan berubah
menjadi AMP.
Dalam reaksi ini asam argininosuksinat diuraikan menjadi arginin dan asam fumarat.
Reaksi ini berlangsung dengan bantuan enzim argininosuksinase, suatu enzim yang terdapat
dalam hati dan ginjal. Reaksi terakhir ini melengkapi tahap reaksi pada siklus urea. Dalam
reaksi ini arginin diuraikan menjadi urea dan ornitin. Enzim yang bekerja sebagai katalis
dalam reaksi penguraian ini ialah arginase yang terdapat dalam hati. Ornitin yang terbentuk
dalam reaksi hidrolisis ini bereaksi dengan karbamilfosfat untuk membentuk sitrulin.
➢ Biosintesis protein
Biosintesis protein yang terjadi dalam sel merupakan reaksi kimia yang kompleks dan
melibatkan beberapa senyawa penting, terutama DNA dan RNA.molekuk DNA merupakan
rantai polinukleutida yang mempunyai beberapa jenis basapurin dan piramidin, dan berbentuk
heliks ganda.
Dengan demikian akan terjadi heliks gandayang baru dan proses terbentunya molekul
DNA baru ini disebut replikasi, urutan basa purin dan piramidin pada molekul DNA
menentukan urutan asam amino dalam pembentukan protein. Peran dari DNA itu sendri
sebagai pembawa informasi genetic atau sifat-sifat keturunan pada seseorang .dua tahap
pembentukan protein:
1) Tahap pertama disebut transkripsi, yaitu pembentukan molekul RNA sesuai pesan yang
diberikan oleh DNA
2) Tahap kedua disebut translasi, yaitu molekul RNA menerjemahkan informasi genetika
kedalam proses pembentukan protein.
Biosintesis protein terjadi dalam ribososm, yaitu suatu partikel yang terdapat dalam
sitoplasma rRNA bersama dengan protein merupakan komponen yang membentuk ribosom
dalam sel, perananya dalam dalam sintesis protein yang berlangsung dalam ribosom belum
diketahui.
m RNA diproduksi dalam inti sel dan merupakan RNA yang paling sedikit jumlahnya.
kode genetika yang berupa urutan basa pada rantai nukleutida dalam molekul DNA. tiap tiga
buah basa yang berurutan disebut kodon, sebagai contoh AUG adalah kodon yang terbentuk
dalam dari kombinasi adenin-urasil-guanin, GUG adalah kodon yang terbentuk dari
kombinasi guanin-urasil-guanin. kodon yang menunjuk asam amino yang sama disebut
sinonim, misalnya CAU dan CAC adalah sinonim untuk histidin. perbedaan antara sinonim
tersebut pada umumnya adalah basa pada kedudukanketiga misalnya GUU,GUA,GUC,GUG.
Bagian molekut tRNA yang penting dalam biosintesis protein ialah lengan asam amino
yang mempunyai fungsi mengikat molekul asam amino tertentu dalam lipatan anti kodon.
lipatan anti kodon mempunyai fungsi menemukan kodon yang menjadi pasangannya dalam
mRNA yang tedapat dalam ribosom. pada prosese biosintesis protein, tiap molekuln tRNA
membawa satu molekul asam amino masuk kedalam ribosom. pembentukkan ikatan asam
amino dengan tRna ini berlangsung dengan bantuan enzim amino asli tRNA sintetase dan
ATP melalui dua tahap reaksi:
1. Asam amino dengan enzim dan AMP membentuk kompleks aminosil-AMP-enzim.
2. Reaksi antara kompleks aminoasil-AMP-enzim dengan tRNA
Proses biosintesis akan berhenti apabila pada mRNA terdapat kodon
UAA,UAG,UGA. karena dalam sel normal tidak terdapat tRNA yang mempunyai antikodon
komplementer.
GLIKOGEN

Metabolisme glikogen dibagi menjadi dua yaitu glikogenesis dan glikogenolisis.


Glikogen : bentuk simpanan karbohidrat yang utama. Terutama di hati dan otot. Di hati dapat
mencapai 6 % dari berat hati. Di otot jumlahnya jarang melebihi 1 % dari massa otot, tetapi
karena massa otot jauh lebih besar, maka secara keseluruhan glikogen di otot lebih besar
dibandingkan glikogen di hati (3-4 kali).
A. Glikogenesis
Glukosa akan mengalami fosforilasi menjadi glukosa 6-fosfat, yaitu reaksi yang lazim
terjadi sebagai reaksi pertama dalam lintasan glikolisis dari glukosa. Reaksi fosforilasi ini
dikatalisasi oleh enzim heksokinase di dalam otot dan glukokinase di dalam hepar.

Glukosa 6-fosfat akan diubah menjadi glukosa 1-fosfat dalam reaksi yang dikatalisasi oleh
enzim Fosfoghtkotnutase. Enzim itu sendiri akan mengalami fosforilasi, dan gugus fosfo akan
mengambil banias dalam reaksi reversibel di mana glukosa 1,6-bisforfat merupakan senyawa-
antara. Selanjutnya, senyawa glukosa 1-fosfat bereaksi dengan uridin trifosfat (UTP) untuk
membentuk nukleotida aktif uridin difosfat glukosa (UDPG). Reaksi antara glukosa 1-fosfat
dan uridin trifosf, dikatalisasi oleh enzim UDPG pirofosforilase. Hidrolisis berikutnya
pirofosfat anorganik oleh enzim. pirofosfatase anorganik akan menarik reaksi ke arah kanan
persamaan reaksi.Dengan kerja enzim glikogen sintase, atom C1 pada glukosa aktif UDPG
rnembentuk ikatan glikosidik dengan C4 pada residu glukosa terminal glikogen, sehingga
membebaskan uridin difosfat (UDP). Molekul glikogen yang sudah ada sebelumnya atau
molekul “glikogen primer harus terdapat untuk memicu reaksi ini. Molekul primer glikogen
selanjutnya dapat terbentuk pada primer protein yang dikenal sebagai glikogenin.

B. Glikogenolisis
Residu glukosil paling luar molekul glikogen dibuang secara berurutan oleh enzim glikogen
fosforilase melepaskan glukosa 1-fosfat
(C6) n + Pi (C6) n-1 + glukosa 1-fosfat
Enzim tersebut spesifik untuk rangkaian 1-- 4 glikogen. Berakhir pada empat residu dari
titik cabang. 3 dari 4 unit glukosil yang tersisa dipindahkan ke rantai yang lain oleh enzim ( -[1-
- 4] --- -[1--4] glukan transferase) dan selanjutnya akan dipecah lagi oleh enzim glikogen
fosforilase. Satu unit glukosa yang terakhir yang merupakan ikatan [1---6] dipecah juga
menggunakan enzim pemutus cabang (debranching enzyme) (amilo[1---6] glukosidase)
Enzim fosfoglukomutase merubah glukosa 1-fosfat menjadi glukosa 6-fosfat. Glukosa 6-fosfat
dapat memasuki jalur glikolisis.Di hati dan ginjal terdapat enzim glukosa 6 fosfatase yang
spesifik yang dapat memecah ikatan ester pada glukosa 6-fosfat dan melepaskan glukosa ke
peredaran darah. Sedangkan di otot tidak didapatkan enzim tersebut.
● Infeksi
BAKTERIEMIA

● Bakteriemia
Bakteremia adalah keadaan dimana terdapatnya bakteri yang mampu hidup dalam aliran
darah secara sementara, hilang timbul atau menetap. Bakteremia merupakan infeksi sistemik
yang berbahaya karena dapat berlanjut menjadi sepsis yang angka kematiannya cukup tinggi.

➢ Infeksi Primer
● Impetigo
Tiga bentuk impetigo dikenali berdasar klinis, bakteriologis, dan histologis. Lesi
impetigo pada umumnya superfisial disebabkan oleh Streptococcus β-hemolitik grup
A, S aureus, atau keduanya. Bentuk impetigo ini adalah infeksi kulit yang paling
sering terjadi pada anak-anak. Impetigo pada bayi sangat kontagius dan memerlukan
pengobatan yang tepat. Lesi impetigo bulosa selalu disebabkan oleh S aureus,
superfisial dan berdinding tipis.
● Selulitis dan erisipelas
Streptococcus pyogenes adalah penyebab utama dari selulitis, yaitu suatu peradangan
difus jaringan ikat longgar, terutama jaringan subkutan. Bakteri menembus permukaan
kulit, dan infeksi menimbulkan edema jaringan. Selulitis mungkin hanya seperti kulit
normal, namun, lesi selulitis berupa eritema, edema, keras, atau lunak, dengan batas-
batas yang tidak tegas. Tidak ada perbedaan yang tegas antara selulitis akibat
streptokokus dan erisipelas. Secara klinis, erisipelas lebih dangkal, dengan batas tegas
dan lesi biasanya terdapat di pipi.
● Staphylococcal scalded skin syndrome
Staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS), disebut juga penyakit Lyell atau
nekrolisis epidermal toksik, dimulai berupa lesi lokal, yang selanjutnya diikuti dengan
eritema yang meluas dan pengelupasan kulit. Sindroma ini disebabkan oleh
staphylococcus faga grup II yang mengeluarkan toksin epidermolitik. Penyakit ini
lebih sering terjadi pada bayi dibandingkan pada orang dewasa.
● Folikulitis
Folikulitis dapat dibagi menjadi dua kategori utama berdasarkan lokasi histologis:
superfisial dan profunda. Bentuk folikulitis superfisial disebabkan oleh stafilokokus,
berupa pustula eritematosa kecil pada folikel tanpa kelainan kulit di sekitarnya.
Biasanya paling sering mengenai kulit kepala dan ekstremitas. Folikulitis yang
disebabkan bakteri Gram-negatif terjadi terutama sebagai akibat superinfeksi pada
acne vulgaris yang mendapat terapi antibiotik sistemik jangka panjang. Pustula ini
sering didapat bergerombol di sekitar hidung dan bakteri ditemukan dalam lubang
hidung dan pustula. Folikulitis yang disebabkan Propionibacterium acnes sering salah
didiagnosis sebagai folikulitis stafilokokus. Lesi primer berupa pustula folikular
berwarna putih sampai kuning, datar atau seperti kubah. Furunkel adalah infeksi
stafilokokus dari folikel pada jaringan subkutan yang biasanya mengenai bagian
berbulu atau daerah yang terkena gesekan dan maserasi. Karbunkel adalah beberapa
furunkel yang bersatu yaitu berupa lesi yang indurasi besar dan nyeri.
● Pitted keratolysis
Pitted keratolysis adalah infeksi superfisial pada permukaan telapak kaki, berupa
lubanglubang/cekungan. Lubang-lubang bisa bergabung menjadi daerah berbentuk
tidak teratur erosi dangkal. Lubang-lubang yang dihasilkan ini terbentuk akibat proses
lisisyang mentebar ke perifer dan biasanya terdapat pada tumit, telapak, dan jari-jari
kaki. Kelembaban dan suhu tinggi seringkali merupakan faktor yang memberatkan.
Bakteri coryneform Gram positif telah diisolasi dari lesi.
● Erisipeloid
Erysipeloid, infeksi jinak yang paling sering terjadi pada nelayan dan penangan
daging, ditandai dengan kemerahan pada kulit (biasanya pada jari atau punggung
tangan), yang berlangsung selama beberapa hari. Infeksi ini disebabkan oleh
Erysipelothrix rhusiopathiae. E. rhusiopathiae adalah bakteri berbentuk batang Gram
positif, pleomorfik, nonmotil, fakultatif anaerob.
● Eritrasma
Eritrasma adalah, infeksi superfisial kronis pada aksila, pubis, selangkangan, sela jari
kaki, dan lipatan mammae. Kebanyakan lesi tidak menunjukkan gejala, tetapi beberapa
memberi gejala ringan dengan rasa terbakar dan gatal-gatal. Lesi tidak teratur, kering
dan bersisik; awalnya merah muda dan kemudian menjadi coklat. Bentuk yang lebik
luas lebih sering terjadi pada iklim hangat. Penyebab kelainan ini adalah
Corynebacterium minutissimum. yaitu bakteri berbentuk batang Gram positif, tidak
berspora, tumbuh aerobik atau fakultatif anaerob. Dengan menggunakan sinar Wood
pada lesi akan tampak fluoresensi merah koral dan ini adalah diagnostik untuk
eritrasma yang disebabkan oleh C. minutissimum.
● Trikhomikosis
Trichomycosis melibatkan rambut di aksila dan daerah pubis, ditandai oleh adanya
nodul dengan berbagai konsistensi dan warna. Kondisi ini umumnya asimtomatik dan
tidak menular. Kulit di bawahnya adalah normal. Nodul pada rambut terdiri dari
bakteri bentuk batang pendek. Bakteri yang dikaitkan dengan trikhomikosis adalah
coryneform; satu menyerupai C. minutissimum, yang lainnya lipolitik, dan C. tenuis
➢ Infeksi Sekunder
● Intertrigo
Intertrigo ini paling sering terlihat pada bayi gemuk atau orang dewasa dengan
obesitas. Biasanya didapat dalam lipatan kulit, suhu panas, kelembaban, dan bila
digosok akan menyebabkan eritema, maserasi, atau bahkan erosi. Pertumbuhan
berlebih mikrobiota tetap atau sementara dapat menyebabkan keadaan ini.
● Dermatitis Eksematoid Infeksius Akut
Dermatitis eksematoid infeksius akut timbul dari lesi primer seperti bisul atau aliran
dari telinga atau hidung, yang merupakan sumber dari eksudat infeksius. Ciri khas dari
penyakit ini adalah berupa goresan dermatitis di sepanjang jalur aliran bahan debit.
Stafilokokus koagulase-positif adalah organisme yang paling sering diisolasi.
● Pseudofolikulitis Janggut
Pseudofolikulitis janggut adalah suatu kelainan yang sering terjadi di daerah jenggot
orang kulit hitam yang mencukur. Lesi karakteristik biasanya berupa papula
eritematosa atau, yang lebih jarang, adalah bagian dasar rambut yang mengandung
pustula. Ini terjadi ketika rambut sangat melengkung muncul dari folikel rambut dan
masuk kembali ke kulit untuk menghasilkan rambut yang tumbuh ke dalam.
Mikroorganisme Gram positif yang termasuk mikrobiota tetap pada kulit berhubungan
dengan gangguan ini.
● Infeksi sela jari kaki
Penyakit ini sering disebut athlete’s foot yang secara tradisional dianggap sebagai
infeksi jamur. Namun asumsi ini telah direvisi, karena jamur sering tidak dapat
ditemukan dari lesi sepanjang perjalanan penyakit. Para peneliti saat ini percaya
bahwa dermatofita, penyerang pertama, menyebabkan kerusakan kulit yang
memungkinkan pertumbuhan bakteri yang berlebihan, sehingga terjadi maserasi dan
hiperkeratosis. Jamur, sebagai penghasil antibiotik akan menciptakan lingkungan yang
mendukung pertumbuhan bakteri coryneform tertentu dan Brevibacterium. Enzim
proteolitik, yang diproduksi oleh beberapa bakteri ini, dapat memperburuk kondisi.
Jika kaki mengalami hiperhidrasi, bakteri batang Gram-negatif yang merupakan
mikrobiota normal dominan, dan sela jari kaki menyebakan kerusakan lebih lanjut.
● Septikemia
● Sepsis adalah keadaan yang ditandai dengan adanya mikroorganisme patogen atau
toksinnya di dalam darah atau jaringan lain atau dapat dikatakan suatu keadaan yang
berhubungan dengan keadaan tersebut.
● Septikemia adalah penyakit sistemik yang berhubungan dengan adanya dan bertahannya
mikroorganisme patogen atau toksinnya di dalam darah. Jadi, dapat diartikan bahwa
septikemia merupakan bakteremia yang berat. Biasanya mereka yang terkena septikemia
adalah orang-orang yang sebelumnya telah menderita suatu penyakit atau kondisi medis
tertentu.
N BAKTEREMIA SEPTIKEMIA
O
1 Bekteremia menunjukan adanya bakteri di Septikemia menunjukan adanya bakteri
dalam darah dalam darah dan sedang aktif ber
multiplikasi atau memperbanyak diri
2 Bakteremia tidak berbahaya seperti Septikemia merupakan infeksi yang
septikemia berpotensi mengancam jiwa
3 Bakteri yang ada di dalam darah Bakteri yang ada di dalam darah
jumlahnya sedikit jumlahnya banyak
4 Terjadi akibat adanya luka atau infeksi, Terjadi akibat infeksi pada tubuh seperti
bisa juga terjadi akibat prosedur infeksi paru-paru, infeksi perut, infeksi
pembedahan atau injeksi. saluran kemih dll.
5 Tidak memproduksi racun Racun diproduksi oleh bakteri
6 Bakteremia biasanya tidak menimbulkan Terdapat gejala seperti menggigil,
gejala, atau bahkan diikuti dengan demam demam, detak jantung atau respirasi
yang ringan cepat.
7 Bisa sembuh tanpa pengobatan Septikemia yang dibiarkan tanpa
pengobatan dapat cepat berkembang
menjadi sepsis
8 Bisa hilang dari peredaran darah oleh Memerlukan antibiotik untuk
sistem imun menyembuhkan septikemia
9 Disebabkan oleh streptococcus, Staphilococcus diduga penyebab lebih
pseudomonas, Haemophilus, e.coli, dental dari 50% kasus sepsis. Bakteri lain
procedure, Infeksi saluran kemih dll. Streptococcus pyogenes, Pseudomonan
aeruginosa dll.

● Port d’entry
Port de entree adalah tempat masuknya mikroba dalam tubuh. Pada umumnya, mikroba
masuk melewati kulit, mukosa, dan oropharynx karena permukaan terbuka yang luas dan
menerima kontak langsung dengan patogen setiap harinya. Kulit dan selaput lendir merupakan
pertahanan primer terhadap infeksi. Bila area kulit dan selaput lendir abnormal (terjadi luka
bakar, terpotong, atau cedera lain) akan sering menjadi tempat masuknya bakteri. Jalan masuk
yang lain, mulut, hidung, genital, saluran kemih.

Secara umum proses infeksi adalah sebagai berikut :

1) Periode inkubasi
Interval antara masuknya pathogen kedalam tubuh dan munculnya gejalapertama.
2) Tahap prodromal
Interval dari awitan tanda dan gejala non spesifik (malaise, demam ringan, keletihan) sampai
gejala yang spesifik. Selama masa ini, mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak dan
klien lebih mampu menyebarkan penyakit ke orang lain.

3) Tahap sakit
Klien memanifestasikan tanda dan gejala yang spesifik terhadap jenis infeksi.

4) Pemulihan Interval
Saat munculnya gejala akut infeksi.

● Tissue Repair/Pemulihan Jaringan

Penyembuhan dan Fibrosis

Jika terjadi jejas pada sel ataupun jaringan maka akan terjadi kerusakan dan inisiasi dari
pelepasan jaringan. Sel dan jaringan tersebut mempunyai kemampuan untuk mengatasi
kerusakan itu, yaitu:
A. Regenerasi
Regenerasi adalah kemampuan sel untuk berproliferasi untuk menggantikan jaringan yang
hilang agar kembali menjadi normal.
Faktor-faktor yang berpengaruh
a. Sel yang terkena jejas terkait dengan kemampuannya untuk beregenerasi
b. Keutuhan arsitektur dari jaringan
Klasifikasi penyembuhan luka
Berdasarkan kemampuan untuk beregenerasi sel dibagi menjadi tiga:
1. Sel labil
yang setiap saat melakukan pembelahan dan berpolifrasi serta dapat dengan mudah
beregenerasi terhadap jejas. Jaringannya mengandung banyak stem sel. Contoh:
a. sel epitel permukaan, contoh: epitel pseudostratisfiet squamous (kulit, oral
cavity, vagina, dan servix)
b. jaringan epitel dari duktus ekskretori dari kelenjar (saliva, pankreas, dan
straktus biliar)
c. epitel kolumnar (traktus gastro intestinal dan uterus)
d. epitel peralihan dari traktus urinari
e. sel dari sumsum tulang belakang dan jaringan hematopoietik
2. Sel stabil
mampu beregenerasi. Namun dalam keadaan G0 dan dapat berproliferasi ketika ada
jejas.Kemampuan sel ini terbatas terhadap bentuk jaringan.Kemampuan beregenerasi
terbatas kecuali sel hati. Contoh: pada hepatektomi, sel-sel hati itu dapat membentuk
jaringannya kembali seperti semula apabila kerangka dari hepar tersebut tidak rusak.
Hal ini tidak berlaku bagi penderita hepatitis B karena struktur kerangka dari hati
sudah rusak.Contoh organ lainya adalah renal dan pankreas yang mengandung sel-sel
mesenkim misalnya jaringan fibroblas dan otor polos, searinal endotel vaskuler dan
limfosit serta leukosit lainya.
3. Sel permanen
sel ini tidak mampu berprliferasi dan beregenerasi. Sehingga apabila terjadi jejas pada
organya maka akan terbentuk jaringan parut atau skar.
Contohna padan neuroon. Jika terjadi jejas, baik dari sistem saraf pusat maupun saraf
tepi maka akan terjadi kerusakan secara permanen tanpa adanya perbaikan. Akan
tetapi jika hanya serabut aksonya saja yang rusak dan pada badan sel belum rusak,
maka akan terjadi perbaikan dengan terbentuknya serabut akson kembali melalui
jalur akson yang rusak. Apabila akson tersebut terbentuk melalui jalur yang baru
maka akan terjadi kekacauan dan hilangnya fungsi sel sehingga pada penderita
neuroma traumatic atau neuroma amputasi akan terbentuk massa yang tidak teratur.
Contoh lainya adalah sel pada otot jantung yang akan membentuk jaringa ikat parut
atau skar.
B. Repair
Repair adalah kombinasi dari regenerasi serta pembentukan skar dengan terdeposisinya
kolagen. Termasuk pemulihan pemulihan arsitektur dan fuingsi setelah jejas.
Repair berdasarkan tipe luka
Regenerasi dan pembentukan skar adalah kemampuan sel untuk beregenerasi
terhadap jejas.Biasanya itu disebabkan oleh radang kronik sebagai prekusor pembentukan
skar karena adanya produksi hormon pertumbuhan dan sitokin yang memicu pembentukan
polifrasi fibroblas dan sintesis kolagen. Fibrosis itu adalah deposit yang luas dari kolagen.
Secara garis besar, penyembuhan luka pada setiap jaringan tubuh sama dengan
proses penyembuhan luka pada kulit.
Pola penyembuhan ada dua, yaitu :
● Penyembuhan Primer (Healing by First Intention)
Tepi lukanya dapat saling didekatkan untuk memulai proses penyembuhan, tahap-
tahapnya :
➢ Tepi luka dapat disatukan oleh bekuan darah.
➢ Terjadi reaksi peradangan akut pada tepi luka itu. Makrofag memasuki bekuan
darah dan menghancurkannya.
➢ Pertumbuhan jaringan granulasi ke arah dalam pada daerah yang sebelumnya
ditempati oleh bekuan-bekuan darah.
➢ Setelah beberapa hari, luka tersebut dijembatani oleh jaringan granulasi yang akan
berkembang menjadi jaringan parut.
➢ Sementara proses itu terjadi, epitel permukaan di bagian tepi melakukan regenasi.
Beberapa hari kemudian, lapisan epitel yang tipis bermigrasi di atas permukaan
luka.
➢ Jaringan parut di bawahnya matang, epitel ini juga menebal dan matang sehingga
menyerupai kulit di dekatnya.
➢ Hasilnya, terbentuk kembali permukaan kulit dan dasar jaringan parut yang tidak
nyata atau hanya terlihat sebagai satu garis yang menebal.
● Penyembuhan dengan Granulasi (Healing by Second Intention)
Tepi luka tidak dapat saling didekatkan, tahapannya :
➢ Tepi luka disatukan oleh bekuan darah.
➢ Pada tepi luka terjadi reaksi peradangan akut.
➢ Permukaan luka terbentuk keropeng.
➢ Jringan granulasi dan regenerasi epitel terjadi di bawah keropeng.
➢ Keropeng terlepas setelah penyembuhan lengkap.
➢ Hasilnya jaringan parut besar dan sering daerah epidermis “baru” tipis yang tidak
berambut dan apendiks terhadap kulit yang lain.
PEMULIHAN OLEH JARINGAN IKAT (FIBROSIS)
Jejas jaringan berat atau menetap yang disertai kerusakan pada sel parenkim dan
kerangka stroma menimbulkan suatu keadaan yang pemulihannya terjadi melalui
pergantian sel parenkim nonregeneratif oleh jaringan ikat.
Terdapat 4 komponen umum dalam proses ini yaitu :
1. Pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis)
2. Migrasi dan proliferasi fibroblast
3. Deposisi ECM
4. Maturasi dan reorganisasi jaringan fibrosa (remodeling)
Pemulihan dimulai dalam waktu 24 jam setelah jejas, melalui emigrasi fibroblast
dan induksi proliferasi fibroblast dan sel endotel. Dalam 3-5 hari akan muncul jaringan
granulasi dengan gambaran histologinya yaitu, proliferasi fibroblast dan kapiler baru yang
halus dan berdinding tipis di dalam ECM yang longgar. Kemudian jaringan granulasi akan
mengumpulkan matriks jaringan ikat secara progresif yang akhirnya menghasilkan fibrosis
padat (pembentukan jaringan parut). Lalu, jaringan parut ini dapat melakukan remodeling
lebih lanjut sesuai perjalanan waktu.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEMBUHAN LUKA
1. Usia
Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih
sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari
faktor pembekuan darah.
2. Nutrisi
Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien memerlukan diit
kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral seperti Fe, Zn. Pasien
kurang nutrisi memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka setelah
pembedahan jika mungkin. Klien yang gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan
penyembuhan lama karena supply darah jaringan adipose tidak adekuat.
3. Infeksi
Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi.
4. Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi
Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah besar
lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada orang-
orang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu,
lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang
dewasa dan pada orang yang menderita gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau
diabetes millitus. Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau
gangguan pernapasan kronik pada perokok.
Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya
ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.
5. Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap
diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar,
hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat
proses penyembuhan luka.
6. Benda asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu
abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel
mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang
disebut dengan nanah (pus).
7. Iskemia
Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian
tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada
luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada
pembuluh darah itu sendiri.
8. Diabetes
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi
tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-
kalori tubuh.
9. Keadaan Luka
Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan luka.
Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.
10. Obat
Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik
mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat
seseorang rentan terhadap infeksi luka.
a. Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap
cedera.
b. Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan
c. Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri
penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan
tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.
Komplikasi Penyembuhan
Komplikasi pada penyembuhan luka:
1. Hypertropic scar
Komplikasi ini berupa penebalan bekas luka namun tidak melebihi batas luka.
2. Keloid
Penonjolan pada bekas luka akibat pembentukan kolagen yang berlebihan.
Penonjolan hingga melebihi batas luka. Keloid lebih berbasis genetik sehingga lebih
sering dijumpai pada orang Asia dan Afro Amerika.

3. Adhesi
Adhesi adalah perekatan permukaan serosa oleh jaringan parut dan jaringan
granulasi. Adhesi pada rongga peritonium dapat menghasilkan selaput atau jaringan
yang mempersempit saluran pencernaan yang akan memerangkap organ-organ
pencernaan dan menyebabkan hernia interna yang dapat mengalami strangulasi dan
gangren.
4. Hernia insisional
Pada keadaan ini, jaringan granulasi dan parut yang menjembatani defek
pembedahan pada dinding tubuh secara bertahap menimbulkan tekanan
intraperitonium dan membentuk kantong menonjol di dalam insisi.
5. Proud flesh
Penonjolan sebagian kecil jaringan granulasi di atas permukaan luka yang sedang
sembuh.

6. Neuroma traumatik
Neuroma traumatik merupakan proliferasi regeneratif serabut-srabut saraf ke
dalam daerah penyembuhan tempat serabut-serabut saraf terjerat di dalam
jaringan parut yang padat. Neuroma semacam itu dapat berupa gumpalan yang
tidak enak dilihat dan dapat menimbulkan nyeri.
7. Kontraktur
Kontraktur adalah kecacatan berupa pembatasan gerak pada daerah persendian
akibat jaringan parut. Kontraktur biasa terjadi pada luka bakar.

● Imunitas akibat mikroba


Imunitas
Imunitas merupakan suatu mekanisme perlindungan terhadap penyakit, khususnya
penyakit infeksi. Sistem imun adalah sistem pertahanan untuk melawan mikroba penginfeksi.
Terdapat dua jenis respon imun:
1. Respon imun non-spesifik (innate Imunity)
Berupa jaringan epitel, fagosit, komplemen, dan NK sel
2. Respon imun spesifik (adaptive immunity)
Berupa sel limfosit B dan T. Terdapat tiga jenis sel T:
- Sel T helper, berfungsi untuk aktivasi dari makrofag dalam proses inflamasi dan diferensiasi
sel B menjadi antibodi
- Set T sitotoksin atau sel T killer
- Sel T regulatory, sebagai supressor dari kerja sel T

Jenis-jenis mikroorganisme patogen:


- Bakteri ekstraseluler
- Bakteri intraseluler (fungi dan virus)
- Protozoa dan parasit multiseluler
Bakteri Ekstraseluler
Bakteri ekstraseluler merupakan bakteri yang dapat bereplikasi di luar sel. Bakteri ini
terdapat di sirkulasi, saluran pernapasan, dan lumen pencernaan. Bakteri ini dapat menyebabkan
penyakit dengan cara menginduksi inflamasi dan memproduksi toksin

I. Respon Imun
1. Innate immunity
- Fagositosis
- Aktivasi komplemen

2. Adaptive immunity
- Humoral immunity
- Cell adapted immunity
-
Bakteri Intraseluler merupakan bakteri yang dapat bertahan hidup di dalam tubuh
host atau inangnya dan mampu melakukan replikasi didalam proses fagolisosom.Contoh
dari bakteri intraseluler adalah fungi, virus dan parasit. Sistem imun didalam tubuh kita
terdiri dari sistem imun bawaan (innate) dan sistem imun didapat (adaptive). Dimana
sistem imun bawaan (innate) ini berfungsi dalam mengontrol pertumbuhan dari bakter
agar tidak semakin banyak, dan sistem imun didapat (adaptive) ini berfungsi dalam
mengeliminasi bakteri.

Sistem imun bawaan (innate) terdiri dari sel fagosit dan Naturak Killer (NK
Cells). Dimana NK sel ini akan aktif bila terdapat bakteri intraseluler. Setelah NK sel
aktif, NK sel akan secara langsung membunuh sel-sel yang terinfeksi bakteri dan NK sel
juga akan memproduksi IFN Gamma untuk mengaktifkan makrofag.

Sistem imun didapat (adaptive) terdiri dari dua tipe reaksi, pertama sel T
sitotoksik akan langsung menghancurkan sel yang terinfeksi bakteri intraseluler, dan
yang kedua sel T sitotoksik akan memproduksi IFN Gamma dan CD40L untuk
mengaktifkan makrofag agar dapat membunuh bakteri intraseluler yang menginfeksi sel.
Tetapi ada beberapa bakteri yang dapat melawan sistem imun kita, diantaranya adalah
Salmonella Typhimurium, Listeria monocytogenes dan Mycobakterium leprae.

1. Salmonella Typhimurim akan mengeluarkan sekret berupa protein yang dimiliki oleh bakteri
tersebut sehingga sekret tersebut dapat menghambat proses fagolisosom.

2. Listeria monocytogenes akan mengeluarkan sekret berupa hemolisin yang dapat membuat
bakteri yang sudah masuk kedalam proses fagolisosom mampu meloloskan diri.

3. Mycobacterium leprae akan mengeluarkan sekret berupa glycolipid yang dapat menghambat
fungsi dari ROS dalam proses pembunuhan bakteri.

Berikut ini merupakan


contoh penyakit yang
disebabkan oleh
Mycobacterium
leprae :
● Sikap professional, etik, dan profesi kedokteran atau Medication error

MEDICATION ERROR
Medication error adalah suatu kesalahan dalam proses pengobatan yang masih berada
dalam pengawasan dan tanggung jawab profesi kesehatan, pasien, atau konsumen dan
seharusnya dapat dicegah (Cohen, 1991, Basse & Myers, 1998) . Sedangkan accident
(kecelakaan) adalah peristiwa yang tidak direncanakan, tidak diduga, dan tidak diinginkan
dengan timbulnya dampak/hasil negatif. Hal ini berbeda dengan tindakan yang bersifat kelalaian,
karena kelalaian dapat dicegah yang disebabkan karena tindakan di bawah standar. Istilah yang
lain adalah kekeliruan yang wajar, yang masih diteliti.

Contoh medication error adalah sebagai berikut.


1. Tindakan operasi yang menimbulkan komplikasi, kecelakaan operasi, atau tindakan operasi
yang berisiko.
2. Pengobatan yang menimbulkan komplikasi, kesalahan memilih obat, salah diagnosis.

Dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004


disebutkan bahwa pengertian medication error adalah kejadian yang merugikan pasien, akibat
pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah.

Kejadian medication error dibagi dalam 4 fase, yaitu:


1. fase prescribing adalah error yang terjadi pada fase penulisan resep
2. fase transcribing, error terjadi pada saat pembacaan resep
3. fase dispensing terjadi pada saat penyiapan hingga penyerahan obat oleh petugas apotek
4. fase administration adalah error yang terjadi pada proses penggunaan obat.

Beberapa kejadian medication error menyangkut pengobatan antara lain


1. underuse of medication,
2. overuse of medication,
3. use of inappropriate medication,
4. reaksi obat yang tidak diinginkan,
5. tidak mendapat pengobatan yang dibutuhkan

Menurut Cohen (1991) dari fase-fase medication error di atas, dapat dikemukakan bahwa faktor
penyebabnya dapat berupa:
1. Komunikasi yang buruk, baik secara tertulis (dalam resep) maupun secara lisan (antar
pasien, dokter, dan apoteker)
2. Sistem distribusi obat yang kurang mendukung (sistem komputerisasi, sistem penyimpanan
obat, dan lain sebagainya)
3. Sumber daya manusia (kurang pengetahuan, pekerjaan yang berlebihan)
4. Edukasi kepada pasien kurang
5. Peran pasien dan keluarganya kurang.
Berdasarkan laporan dari USP Medication Error Reporting Program, beberapa hal berikut dapat
dilakukan ketika dokter menulis resep untuk mencegah salah interpretasi terhadap penulisan
resep, yaitu (Katzung and Loftholm, 1997):
1. Mencantumkan identitas dokter yang tercetak dalam kertas resep.
2. Menuliskan nama lengkap obat (dianjurkan dalam nama generik), kekuatan, dosis, dan
bentuk sediaan.
3. Nama pasien, umur dan alamat, juga berat badan dan nama orang tua untuk pasien anak

Tindakan yang harus dilakukan dalam rangka menjamin medication safety adalah
1. Menggunakan nama generik dalam pemberian obat
2. Memberikan resep sesuai dengan individu setiap pasien
3. Melatih teknik dalam pengambilan informasi riwayat pengobatan pasien
4. Memahami obat-obatan apa saja yang berisiko tinggi dan memerlukan pengawasan
5. Memastikan obat yang diresepkan merupakan obat yang benar-benar dipahami
6. Menggunakan alat bantu untuk mengingat langkah-langkah mediction safety
7. Melalu mengingat “5R” dalam peresepan dan pemberian obat
8. Melakukan komunikasi dengan jelas
9. Mengembangkan sistem pengecekan dalam pemberian obat
10. Ajak pasien untuk ikut aktif dalam proses pengobatan
11. Membuat laporan dan pembahasan mengenai medication error sebagai pembelajaran

SOLUSI
Berdasarkan laporan dari USP*Medication* Error* Reporting* Program, beberapa hal
berikut dapat dilakukan ketika dokter menulis resep untuk mencegah salah interpretasi
terhadap penulisan resep, yaitu (Katzung and Lofholm, 1997):
1. Mencantumkan identitas dokter yang tercetak dalam kertas resep.
2. Menuliskan nama lengkap obat (dianjurkan dalam nama generik), kekuatan, dosis dan
bentuk sediaan.
3. Nama pasien, umur dan alamat, juga berat badan dan nama orang tua untuk pasien anak.

Medication safety perlu dijamin dalam setiap langkah pemberian obat yang terdiri atas
1. Persepan obat
2. Pemberian obat
3. Pemantauan efek obat

Tindakan yang harus dilakukan dalam rangka menjamin medication safety adalah
1. Menggunakan nama generik dalam pemberian obat
2. Memberikan resep sesuai dengan individu setiap pasien
3. Melatih teknik dalam pengambilan informasi riwayat pengobatan pasien
4. Memahami obat-obatan apa saja yang berisiko tinggi dan memerlukan pengawasan
5. Memastikan obat yang diresepkan merupakan obat yang benar-benar dipahami
6. Menggunakan alat bantu untuk mengingat langkah-langkah mediction safety
7. Melalu mengingat “5R” dalam peresepan dan pemberian obat
8. Melakukan komunikasi dengan jelas
9. Mengembangkan sistem pengecekan dalam pemberian obat
10. Ajak pasien untuk ikut aktif dalam proses pengobatan
11. Membuat laporan dan pembahasan mengenai medication* error sebagai pembelajaran
Hal-hal yang menyebabkan timbulnya masalah dalaam peresepan obat
1. Kurangnya pengetahuan mengenai indikasi dan kontraindikasi obat
2. Tidak teliti dalam mempertimbangkan faktor individual, seperti alergi, kehamilan,
komorbid, dan reaksi dengan obat lain.
3. Wrong patient, wrong dose, wrong time, wrong drug, dan wrong route
4. Komunikasi yang tidak baik (tertulis maupun verbal)
5. Penulisan resep yang tidak terbaca, tidak lengkap, dan ambigu
6. Kesalahan penghitungan dosis

SENGKETA MEDIS
Dalam kosakata Inggris terdapat dua istilah, yakni “conflict” dan “dispute” yang
keduanya mengandung pengertian tentang adanya perbedaan kepentingan di antara kedua belah
pihak atau lebih, tetapi keduanya dapat dibedakan. Conflict sudah diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia yakni “konflik”, sedangkan dispute dapat diterjemahkan dengan arti sengketa.
Konflik adalah sebuah situasi dimana dua pihak atau lebih dihadapkan pada perbedaan
kepentingan, tidak dapat berkembang dari sebuah sengketa apabila pihak yang merasa dirugikan
hanya memendam perasaan tiak puas atau kepentingan, tidak dapat berkembang dari sebuah
sengketa apabila pihak yang merasa dirugikan hanya memendam perasaan tidak puas atau
keprihatinannya. Konflik berkemband atau berubah menjadi sebuah sengketa apabila pihak yang
merasa dirugikan telah menyatakan rasa tidak puas atau keprihatinannya, baik secara langsung
kepada pihak yang dianggap sebagai penyebab kerugian atau pihak lain. Ini berarti sengketa
merupakan kelanjutan dari konflik. Sebuah konflik yang tidak dapat terselesaikan akan menjadi
sengketa.
Dalam Undang-Undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran secara implisit
menyebutkan bahwa sengketa medik adalah sengketa yang terjadi karena kepentingan pasien
dirugikan oleh tindakan dokter atau dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran. Pasal 66
ayat (1) UU Praktik Kedokteran yang berbunyi: setiap orang yang mengetahui atau kepentingan
dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat
mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
Dengan demikian, sengketa medik merupakan sengketa yang terjadi antara pengguna pelayanan
medik dengan pelaku pelayanan medik dalam hal ini pasien dengan dokter. Jadi sengketa medik
adalah suatu kondisi dimana terjadi perselisihan dalam praktek kedokteran. Seringkali sengketa
medik ini tidak dapat dibedakan dengan pelanggaran etik, pelanggaran disiplin, dan pelanggaran
hukum.
Dalam kasus sengketa medik, dokter sulit dituntuk hukuman pidana, karena sulit
dibuktikan adanya niat/motif jahat atau adanya unsur kesengajaan. Beberapa faktar di lapangan
adalah sebagai berikut:
1. Sulit mencari dokter yang berniat jahat terhadap kesehatan pasien
2. Banyak dokter yang ingin mendapatkan keuntungan materi dari pasiennya secara tidak patut
3. Tidak ada dokter yang ingin pasiennya mati, sakit memanjang, atau sengsara.
4. Banyak dokter yang membiarkan pasiennya rugi secara materiil.

Terdapat dua aliran dalam tuntuan pidana dalam layanan medis


1. Aliran tidak ada pidana dalam layanan medis
● Membuktikan adanya kesengajaan dalam layanan medis tidak mudah
● Layanan medis bertujuan baik, bila hasilnya tidak baik bukanlah sebuah kesengajaan
● Layanan medis bukan pelayanan teknik yang bias diukur karena bersifat individual
2. Alisan bisa pidana dalam layanan medis
● Apabila ada kelalaian berat yang tidak patut dilakukan
● Apabila terjadi pembiaran yang menyebabkan luka berat, kecacatan, sampai kematian
● Ketidakhati-hatian, kecerobohan, dan sembrono yang berakibat fatal

Persoalan terbesar dalam sengketa medik adalah keterbatasan pengetahuan aparat


penegak hukum tentang hubungan dokter-pasien, banyak kasus perdata digeser ke pidana, dan
dokter tidak memahami masalah hukum.
Penanganan sengketa termasuk sengketa medik antara satu pihak dengan pohak lainnya
karena adanya pelanggaran hak dan kewajiban, dapat melalui dua jalur yaitu litigasi (pengadilan)
dan non litigasi/konsensual/non ajudikasi. Salah satu bentuk upaya penyelesaian sengketa adalah
melalui mediasi yang merupakan bagian dari proses alternated penyelesaian sengketa.
Mediasi memiliki keuntungan menghasilkan kesepakatan win-win solution, membiarkan
para pihak dengan dibantu oleh mediator. Mediasi itu sendiri dapat dilakukan melalui jalur
pengadilan maupun di luar pengadilan dengan menggunakan mediator yang telah mempunyai
mempunyai sertifikat mediator. Pengertian Mediator sendiri adalah pihak netral yang
membantuk para pihak dalam prises perundingan guna mencari berbagai kemungkinan
penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah
penyelesaian. Penyelesaian sengketa melalui mediasi sangat baik untuk kasus-kasus sengketa
medik mengingat karakteristik hubungan dokter dan pasien di dalam memberikan pengobatan,
tidak akan sama dengan hubungan hukum lainnya seperti halnya penjual dan pembeli. Melalui
mediasi akan tercipta win-win solution, tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang
sehingga hubungan dokter dan pasien tetap harmon

Anda mungkin juga menyukai