Skenario 2
Skenario 2
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016
SKENARIO 2
Judul Skenario : Gara-gara Semprotan
Refleks batuk terdiri dari 5 komponen utama; yaitu reseptor batuk, serabut saraf
aferen, pusat batuk, susunan saraf eferen dan efektor. Batuk bermula dari suatu rangsang
pada reseptor batuk. Reseptor ini berupa serabut saraf non mielin halus yang terletak baik
di dalam maupun di luar rongga toraks. Yang terletak di dalam rongga toraks antara lain
terdapat di laring, trakea, bronkus dan di pleura. Jumlah reseptor akan semakin berkurang
pada cabang-cabang bronkus yang kecil, dan sejumlah besar reseptor didapat di laring,
trakea, karina dan daerah percabangan bronkus. Reseptor bahkan juga ditemui di saluran
telinga, lambung, hilus, sinus paranasalis, perikardial dan diafragma.
Serabut aferen terpenting ada pada cabang nervus vagus, yang mengalirkan rangsang
dari laring, trakea, bronkus, pleura, lambung dan juga rangsang dari telinga melalui
cabang Arnold dari n. Vagus.Nervus trigeminus menyalurkan rangsang dari sinus
paranasalis, nervus glosofaringeus menyalurkan rangsang dari faring dan nervus frenikus
menyalurkan rangsang dari perikardium dan diafragma.
Serabut aferen membawa rangsang ini ke pusat batuk yang terletak di medula
oblongata, di dekat pusat pemapasan dan pusat muntah. Kemudian dari sini oleh serabut-
serabut eferen n. Vagus, n. Frenikus, n. Interkostal dan lumbar, n. Trigeminus, n. Fasialis,
n. Hipoglosus dan lain-lain menuju ke efektor. Efektor ini terdiri dari otot-otot laring,
trakea, brrmkus, diafragma, otot-otot interkostal dan lain-lain.Di daerah efektor inilah
mekanisme batuk kemudian terjadi.
A. Etiologi
Menurut McGowan (2006) batuk bisa terjadi secara volunter tetapi selalunya terjadi
akibat respons involunter akibat dari iritasi terhadap infeksi seperti infeksi saluran
pernafasan atas maupun bawah, asap rokok, abu dan bulu hewan terutama kucing. Batuk
disebabkan pula oleh adanya peradangan pada lapisan lender saluran pernafasan. Ada batuk
berdahak akut karena infeksi disebabkan oleh bakteri atau virus, misalnya tubercolosa dan
influenza. Sedangkan batuk berdahak yang tdk disebabkan oleh infeksi antara lain asma,
alergi, ataupun debu.
B. Mekanisme Batuk
Mekanisme Batuk dapat
dibagi menjadi empat
fase yaitu :
1) Fase iritasi
Iritasi dari salah satu saraf sensoris nervus vagus di laring, trakea, bronkus besar,
atau serat aferen cabang faring dari nervus glosofaringeus dapat menimbulkan
batuk. Batuk juga timbul bila reseptor batuk di lapisan faring dan esofagus,
rongga pleura dan saluran telinga luar dirangsang.
2) Fase inspirasi
Pada fase inspirasi glotis secara refleks terbuka lebar akibat kontraksi otot
abduktor kartilago aritenoidea. Inspirasi terjadi secara dalam dan cepat, sehingga
udara dengan cepat dan dalam jumlah banyak masuk ke dalam paru. Hal ini
disertai terfiksirnya iga bawah akibat kontraksi otot toraks, perut dan diafragma,
sehingga dimensi lateral dada membesar mengakibatkan peningkatan volume
paru. Masuknya udara ke dalam paru dengan jumlah banyak memberikan
keuntungan yaitu akan memperkuat fase ekspirasi sehingga lebih cepat dan kuat
serta memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga menghasilkan mekanisme
pembersihan yang potensial.
3) Fase kompresi
Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis akibat kontraksi otot adduktor kartilago
aritenoidea, glotis tertutup selama 0,2 detik. Pada fase ini tekanan intratoraks
meninggi sampai 300 cm H2O agar terjadi batuk yang efektif. Tekanan pleura
tetap meninggi selama 0,5 detik setelah glotis terbuka . Batuk dapat terjadi tanpa
penutupan glotis karena otot-otot ekspirasi mampu meningkatkan tekanan
intratoraks walaupun glotis tetap terbuka.
4) Fase ekspirasi/ ekspulsi
Pada fase ini glotis terbuka secara tiba-tiba akibat kontraksi aktif otot ekspirasi,
sehingga terjadilah pengeluaran udara dalam jumlah besar dengan kecepatan yang
tinggi disertai dengan pengeluaran benda-benda asing dan bahan-bahan lain.
Gerakan glotis, otot-otot pernafasan dan cabang-cabang bronkus merupakan hal
yang penting dalam fase mekanisme batuk dan disinilah terjadi fase batuk yang
sebenarnya. Suara batuk sangat bervariasi akibat getaran sekret yang ada dalam
saluran nafas atau getaran pita suara.
C. Klasifikasi Batuk
Menurut Dicpinigaitis (2009) batuk secara definisinya bisa diklasifikasikan
mengikut waktu yaitu batuk akut yang berlangsung selama kurang dari tiga
minggu, batuk sub-akut yang berlangsung selama tiga hingga delapan minggu dan
batuk kronis berlangsung selama lebih dari delapan minggu.
1) Batuk akut
Batuk akut berlangsung selama kurang dari tiga minggu dan merupakan
simptom respiratori yang sering dilaporkan ke praktik dokter. Kebanyakan
kasus batuk akut disebabkan oleh infeksi virus respiratori yang
merupakan self-limiting dan bisa sembuh selama seminggu (Haque, 2005).
Dalam situasi ini, batuk merupakan simptom yang sementara dan
merupakan kelebihan yang penting dalam proteksi saluran pernafasan dan
pembersihan mukus. Walau bagaimanapun, terdapat permintaan yang
tinggi terhadap obat batuk bebas yang kebanyakannya mempunyai bukti
klinis yang sedikit dan waktu yang diambil untuk konsultasi ke dokter
tentang simptom batuk (Dicpinigaitis, 2009).
2) Batuk kronis
Batuk kronis berlangsung lebih dari delapan minggu. Batuk yang
berlangsung secara berterusan akan menyebabkan kualitas hidup menurun
yang akan membawa kepada pengasingan sosial dan depresi klinikal
(Haque, 2005). Penyebab sering dari batuk kronis adalah penyakit refluks
gastro-esofagus, rinosinusitis dan asma. Terdapat juga golongan penderita
minoritas yang batuk tanpa dengan diagnosis dan pengobatan
diklasifikasikan sebagai batuk idiopatik kronis. Batuk golongan ini masih
berterusan dipertanyakan apa sebenarnya penyebabnya yang pasti (Haque,
2005).
● Jenis-jenis Batuk :
1) Batuk produktif
Batuk produktif adalah batuk yang menghasilkan dahak atau lendir (sputum)
sehingga lebih dikenal dengan sebutan batuk berdahak. Batuk produktif memiliki
ciri khas yaitu dada terasa penuh dan berbunyi. Mereka yang mengalami batuk
produktif umumnya mengalami kesulitan bernapas dan disertai pengeluaran dahak.
2) Batuk tidak produktif
Batuk tidak produktif adalah batuk yang tidak menghasilkan dahak (sputum), yang
juga disebut batuk kering. Batuk tidak produktif sering membuat tenggorokan
terasa gatal sehingga menyebabkan suara menjadi serak atau hilang. Batuk ini
sering dipicu oleh kemasukan partikel makanan, bahan iritan, asap rokok (baik oleh
perokok aktif maupun pasif), dan perubahan temperatur. Batuk ini dapat merupakan
gejala sisa dari infeksi virus atau flu.
D. Pengobatan
a. Pengobatan medis
Salah satu cara mendiagnosa batuk adalah dengan mendengarkan cara batuknya.
Dokter akan menentukan pengobatan berdasarkan suara batuk yang terdengar. Karena
sebagian besar penyakit pernapasan seperti batuk disebabkan oleh virus, maka dokter
tidak meresepkan antibiotik untuk batuk. Jika mencurigai adanya infeksi bakteri, dokter
baru akan memberikan antibiotik.
b. Pengobatan dirumah
Pengobatan dirumah yang dapat dilakukan untuk meringankan gejala adalah sebagai
berikut :
● Jika menderita asma, pastikan anda sudah tahu cara mengontrol asma dari dokter
anda. Ikuti perkembangan ketika terjadi serangan asma dan berikan obat asma
sesuai anjuran dokter.
● Jika ditengah malam terjadi batuk mengonggong atau sesak napas, hiruplah uap air
panas untuk membantu melegakan pernapasan.
● Jika ada alat pelembab udara dikamar, benda tersebut dapat membantu anda untuk
tidur dengan nyenyak.
● Minuman dingin seperti jus dapat menenangkan, tetapi hindari minuman bersoda
atau jeruk.
Jangan memberikan (terutama pada bayi dan anak yang baru belajar berjalan) obat batuk bebas
tanpa petunjuk khusus dari dokter.
o Afferent Mismatch
Jika ada seseorang yang mengalami sesak nafas berikan lingkungan yang tenang dan
jangan sampai dikerumuni oleh banyak orang. Karena semakin banyak orang yang
mengerumuni, udara akan menjadi pengap dan oksigen menjadi sedikit sehingga akan
memeperburuk sesak nafas.
o berikan posisi setengah duduk
Jika ada yang mengalami sesak nafas, segera mungkin berikan posisi tidur setengah
duduk (45o–90o) dengan cara diberi bantal. Posisi ini membantu paru–paru lebih mudan
untuk mengembang sehingga oksigen bisa masuk secara maksimal.
Ajarkan orang yang mengalami sesak nafas untuk melakukan nafas dalam dan panjang.
Cara untuk melakukan hal ini yaitu minta orang tersebut untuk menarik nafas sedalam
mungkin instruksikan untuk menahan nafasnya selama 3 detik lalu minta untuk
menghembuskan nafasnya melalui mulut secara perlahan. Hal ini juga bisa digunakan
untuk teknik relaksasai jika mengalami stres atau rasa sakit yang sedikit mengganggu.
Catatan: untuk tekhnik ini jangan gunakan pada orang yang sesak nafas karena adanya
suatu sumbatan misalnya dahak. Jika orang tersebut berdahak cukup banyak sehingga
mengganggu proses pernafasannya berikan minum air hangat dan minta untuk batuk.
o hindari alergen
Sesak nafas yang disebabkan karena asma biasanya terjadi karena adanya suatu alergi
misalnya terhadap udara dingin atau debu. Untuk mengurangi sesak nafas karena asma
sobat harus menghindari alergen tersebut. Bila sesak nafas sudah terjadi maka bisa
memberikan obat bronchodilator agar jalan nafas kembali normal. Obat–obat tersebut
bisa didapatkan dengan mudah di apotik, tapi untuk lebih jelas dan lebih aman
konsultasikan dulu dengan dokter.
o pertolongan dengan tenaga medis
Bila sesak nafas tidak dapat segera teratasi segera bawa ketenaga medis untuk mendapat
pertolongan lebih lanjut, pertolongan yang diberikan tenaga medis bisa berupa pemberian
oksigen
F. Asma
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi berperan
terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel. Faktor
lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi
saluran napas pada penderita asma. Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik pada
asma intermiten maupun asma persisten. Inflamasi dapat ditemukan pada berbagai bentuk
asma seperti asma alergik, asma nonalergik, asma kerja dan asma yang dicetuskan aspirin.
Sedangkan dari bahasa yunani yang berarti terengah engah atau napas pendek. untuk keadan
yang menunjukkan penyempitan saluran pernapasan. Simtomnya napas pendek dan
wheezing/mengi. Obstruksi ini terjadi pada bronkus ukuran .sedang dan bronkiolus ukuran 1
mm.
1) Inflamasi Akut
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain
alergen, virus, iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut yang terdiri
atas reaksi asma tipe cepat dan pada sejumlah kasus diikuti reaksi asma tipe
lambat.
a) Reaksi tipe cepat
Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi
degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan preformed
mediator seperti histamin, protease dan newly generated mediator seperti
leukotrin, prostaglandin dan PAF yang menyebabkan kontraksiotot polos
bronkus, sekresi mukus dan vasodilatasi.
b) Reaksi tipe lambat
Reaksi ini timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan
pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel T CD4+, neutrofil dan makrofag.
2) Inflamasi Kronis
Berbagai sel terlibat dan teraktivasi pada inflamasi kronik. Sel tersebut ialah
limfosit T, eosinofil, makrofag , sel mast, sel epitel, fibroblast dan otot polos
bronkus.
a) Limfosit T
Limfosit T yang berperan pada asma ialah limfosit T-CD4+ subtipe Th2).
Limfosit T ini berperan sebagai orchestra inflamasi saluran napas dengan
mengeluarkan sitokin antara lain IL-3, IL-4,IL-5, IL-13 dan GM-CSF.
Interleukin-4 berperan dalam menginduksi Th0 ke arah Th2 dan bersama-
sama IL-13 menginduksi sel limfosit B mensintesis IgE. IL-3, IL-5 serta GM-
CSF berperan pada maturasi, aktivasi serta memperpanjang ketahanan hidup
eosinofil
b) Sel Epitel
Sel epitel yang teraktivasi mengeluarkan a.l 15-HETE, PGE2 pada penderita
asma. Sel epitel dapat mengekspresi membran markers seperti molekul adhesi,
endothelin, nitric oxide synthase, sitokin atau khemokin.Epitel pada asma
sebagian mengalami sheeding. Mekanisme terjadinya masih diperdebatkan
tetapi dapat disebabkan oleh eksudasi plasma, eosinophil granule protein,
oxygen free-radical, TNF-alfa, mast-cell proteolytic enzyme dan
metaloprotease sel epitel.
c) Eosinofil
Eosinofil jaringan (tissue eosinophil) karakteristik untuk asma tetapi tidak
spesifik. Eosinofil yang ditemukan pada saluran napas penderita asma adalah
dalam keadaanteraktivasi. Eosinofil berperan sebagai efektor dan mensintesis
sejumlah sitokin antara lain IL-3, IL-5,IL-6, GM-CSF, TNF-alfa serta
mediator lipid antara lain LTC4 dan PAF. Sebaliknya IL-3, IL-5 dan GM-CSF
meningkatkan maturasi, aktivasi dan memperpanjang ketahanan hidup
eosinofil. Eosinofil yang mengandung granul protein ialah eosinophil cationic
protein(ECP), major basic protein(MBP), eosinophil peroxidase (EPO) dan
eosinophil derived neurotoxin(EDN) yang toksik terhadap epitel saluran
napas.
d) Sel Mast
Sel mast mempunyai reseptor IgE dengan afiniti yang tinggi. Cross-linking
reseptor IgE dengan “factors” pada sel mast mengaktifkan sel mast. Terjadi
degranulasi sel mast yang mengeluarkan preformed mediator seperti histamin
dan protease serta newly generated mediators antara lain prostaglandin D2
dan leukotrin. Sel mast juga mengeluarkan sitokin antara lain TNF-alfa, IL-3,
IL-4, IL-5 dan GM-CSF.
e) Makrofag
Merupakan sel terbanyak didapatkan pada organ pernapasan, baik pada orang
normal maupun penderita asma, didapatkan di alveoli dan seluruh
percabangan bronkus. Makrofag dapat menghasilkan berbagai mediator antara
lain leukotrin, PAF serta sejumlah sitokin. Selain berperan dalam
prosesinflamasi, makrofag juga berperan pada regulasi airway remodeling.
Peran tersebut melalui sekresi growth-promoting factors untuk fibroblast,
sitokin, PDGF dan TGF-.
Gambar Mekanisme Inflamasi Akut dan Kronik pada Asma dan Mekanisme Remodelling
3) Airway Remodelling
Proses inflamasi kronik pada asma akan meimbulkan kerusakan jaringan yang
secara fisiologis akan diikuti oleh proses penyembuhan (healing process) yang
menghasilkan perbaikan (repair) dan pergantian selsel mati/rusak dengan sel-sel
yang baru. Proses penyembuhan tersebut melibatkan regenerasi/perbaikan
jaringan yangrusak/injuri dengan jenis sel parenkim yang sama dan pergantian
jaringan yang rusak/injuri dengan jaringan peyambung yang menghasilkan
jaringan skar. Pada asma, kedua proses tersebut berkontribusi dalam proses
penyembuhan dan inflamasi yang kemudian akan menghasilkan perubahan
struktur yang mempunyai mekanisme sangat kompleks dan banyak belum
diketahui dikenal dengan airway remodeling. Mekanisme tersebut sangat
heterogen dengan proses yang sangat dinamis dari diferensiasi, migrasi, maturasi,
dediferensiasi sel sebagaimana deposit jaringan penyambung dengan diikuti oleh
restitusi/pergantian atau perubahan struktur dan fungsi yang dipahami sebagai
fibrosis dan peningkatan otot polos dan kelenjar mukus.Pada asma terdapat saling
ketergantungan antara prosesinflamasi dan remodeling. Infiltrasi sel-sel inflamasi
terlibat dalam proses remodeling, juga komponen lainnya seperti matriks
ekstraselular, membran retikular basal, matriks interstisial, fibrogenic growth
factor, protease dan inhibitornya, pembuluh darah, otot polos, kelenjar mukus.
Gambar Hubungan anatar Inflamasi Akut, Inflamasi Kronik dan Airway Remodelling dengan
Gejala Klinis
Pemberian obat asma dengan cara inhalasi bisa dilakukan dengan berbagai cara,
yaitu: (1) Inhalasi Dosis Terukur (IDT)/Metered Dose Inhaler (MDI); (2) IDT dengan
menggunakan alat bantu (spacer), bertujuan untuk mengatasi kesulitan dan memperbaiki
penghantaran obat melalui IDT, namu kekurangan dari IDT adalah sulit
mengkoordinasikan dua kegiatan (menekan inhaler dan menarik napas) dalam waktu
bersamaan, sehingga harus dilakukan latihan berulang-ulang agar pasien terampil; (3)
Breath-actuated MDI; (4) Dry powder inhaler (DPI), DPI mempunyai kelebihan DPI tidak
menggunakan campuran propelan freon, yang dapat merusak ozon lingkungan dan relatif
lebih mudah digunakan dibandingkan IDT. Saat inhalasi, hanya diperlukan kecepatan
aliran udara inspirasi minimal; (5) Turbuhaler; dan (6) Nebulizer.
Obat asma dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
1) Obat Pengontrol (Controllers)
Pengontrol adalah obat asma yang digunakan jangka panjang untuk
mengontrol asma, karena mempunyai kemampuan untuk mengatasi proses inflamasi
yang merupakan patogenesis dasar penyakit asma. Obat ini diberikan setiap hari
untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten,
dan sering disebut sebagai obat pencegah. Berbagai obat yang mempunyai sifat
sebagai pengontrol, antara lain:
a) Kortikosteroid inhalasi
b) Kortikosteroid sistemik
c) Sodium chromoglicate
d) Nedochromil sodium
e) Methylxanthine
f) Agonis β2 kerja lama (LABA) inhalasi
g) Leukotriene modifiers
h) Antihistamin (antagonis H1) generasi kedua
2) Obat Pelega (Reliever)
Merupakan bronkodilator yang melebarkan saluran pernapasan melalui
relaksasi otot polos, untuk memperbaiki dan atau menghambat bronkokonstriksi yang
berkaitan dengan gejala akut asma, seperi mengi, rasa berat dada dan batuk. Obat
pelega tidak memperbaiki inflamasi atau menurunkan hiperesponsif pada saluran
pernapasan. Oleh karena itu, penatalaksanaan asma yang hanya menggunakan obat
pelega, tidak akan menyelesaikan masalah asma secara tuntas. Obat-obat yang
termasuk obat pelega adalah:
a) Agonis β2 kerja singkat dan kerja lama
b) Anticholinergic (atrophine sulphate, ipratropium, tiotropium, dan lainlain)
c) Xanthine (Aminophylline)
Simpatomimetik lainnya seperti adrenaline, ephedrine, dan lain-lain.
4.2 Hypersensitivitas
Reaksi hipersensitivitas merupakan reaksi berlebihan atau reaksi yang tidak diinginkan,
karena terlalu sensitifnya respon imun (merusak, menghasilkan ketidaknyamanan, dan terkadang
berakibat fatal) yang dihasilkan oleh sistem kekebalan normal. Berdasarkan mekanisme reaksi
imunologis yang terjadi (mekanisme dan waktu yang dibutuhkan untuk reaksi), Gell dan Coomb
membagi reaksi hipersensitivitas menjadi empat tipe, yaitu tipe I, tipe II, tipe III, dan tipe IV.
A. Hipersensitifitas Tipe I
Hipersensitifitas tipe I disebut juga sebagai hipersensitivitas langsung atau anafilaktik. Reaksi ini
berhubungan dengan kulit, mata, nasofaring, jaringan bronkopulmonari, dan saluran
gastrointestinal. Reaksi ini dapat mengakibatkan gejala yang beragam, mulai dari
ketidaknyamanan kecil hingga kematian. Waktu reaksi berkisar antara 15-30 menit setelah
terpapar antigen, namun terkadang juga dapat mengalami keterlambatan awal hingga 10-12 jam.
Hipersensitivitas tipe I diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE). Komponen seluler utama pada
reaksi ini adalah mastosit atau basofil. Reaksi ini diperkuat dan dipengaruhi oleh keping
darah, neutrofil, dan eosinofil.
Uji diagnostik yang dapat digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas tipe I adalah tes kulit
(tusukan dan intradermal) dan ELISA untuk mengukur IgE total dan antibodi IgE spesifik untuk
melawan alergen (antigen tertentu penyebab alergi) yang dicurigai. Peningkatan kadar IgE
merupakan salah satu penanda terjadinya alergi akibat hipersensitivitas pada bagian yang tidak
terpapar langsung oleh alergen). Namun, peningkatan IgE juga dapat dikarenakan beberapa
penyakit non-atopik seperti infeksi cacing, mieloma, dll. Pengobatan yang dapat ditempuh untuk
mengatasi hipersensitivitas tipe I adalah menggunakan anti-histamin untuk memblokir reseptor
histamin, penggunaan Imunoglobulin G(IgG), hyposensitization (imunoterapi
atau desensitization) untuk beberapa alergi tertentu.
B. Hipersensitivitas Tipe II
Hipersensitivitas tipe II diakibatkan oleh antibodi berupa imunoglobulin G (IgG)
dan imunoglobulin E (IgE) untuk melawan antigen pada permukaan sel dan matriks
ekstraseluler. Kerusakan akan terbatas atau spesifik pada sel atau jaringan yang secara langsung
berhubungan dengan antigen tersebut. Pada umumnya, antibodi yang langsung berinteraksi
dengan antigen permukaan sel akan bersifat patogenik dan menimbulkan kerusakan pada target
sel.
Hipersensitivitas dapat melibatkan reaksi komplemen (atau reaksi silang) yang berikatan dengan
antibodi sel sehingga dapat pula menimbulkan kerusakan jaringan. Beberapa tipe dari
hipersensitivitas tipe II adalah:
● Pemfigus (IgG bereaksi dengan senyawa intraseluler di antara sel epidermal),
● Anemia hemolitik autoimun (dipicu obat-obatan seperti penisilin yang dapat menempel pada
permukaan sel darah merah dan berperan seperti hapten untuk produksi antibodi kemudian
berikatan dengan permukaan sel darah merah dan menyebabkan lisis sel darah merah), dan
● Sindrom Goodpasture (IgG bereaksi dengan membran permukaan glomerulus sehingga
menyebabkan kerusakan ginjal)
Komples imun yang mengendap di dinding pembuluh darah mengaktivkan jenjang C sehingga
terbentuknya faktor-faktor kemotatik. Faktor- faktor kemotatik menarik neutrofil dari sirkulasi.
Kerusakan pembuluh berlanjut apabila neutrofil mengalami degranulasi di daerah sekitar yang
disebabkan oleh pembentukan mikrotrombus, peningkatan permeabilitas vaskuler, enzim-enzim
yang menyebabkan peradangan, kerusakan jaringan, dan kematian sel.
✖ Lupus eritematosus sistemik dan artritis dapat terjadi apabila kompleks imun mengendap
di kulit dan sendi.
✖ Serum sickness, yang timbul 1 sampai 2 minggu setelah seseorang disuntik dengan suatu
serum asing. Kompleks imun mengendap di dinding pembuluh, menyebabkan
komplemen terfiksasi dan timbul edema, demam, dan peradangan.
D. Hipersensitifitas Tipe IV
Reaksi Hipersensitivitas tipe IV (reaksi yang diperantai oleh sel, reaksi hipersensitivitas tipe
lambat) diperantai oleh kontak sel-sel T yang telah tersensitisasi dengan imunogen yang sesuai.
Reaksi ini cenderung terjadi 12-24 jam setelah pajanan awal ke imuogen.
Sel-sel CD4 atau Sel T penolong melepaskan sitokin. Sitokin tersebut menarik dan merangsang
makrofag untuk membebaskan mediator-mediator peradangan. Apabila imunogen menetap,
maka kerusakan jaringan yang disebabkan oleh proses ini dapat berkembang menjadi reaksi
granulomatosa kronik. Contoknya berkumpulnya sel-sel monokuler di daerah keruskan jaringan.
1. Virus
2. Bakteri
3. Fungus
4. Hapten
5. Obat
Secara klinis, bronkitis kronik didefinisikan sebagai manifestasi batuk kronik yang
produktif selama 3 bulan sepanjang dua tahun berturut-turut. Sementara emfisema didefinisikan
sebagai pembesaran alveolus di hujung terminal bronkiol yang permanen dan abnormal disertai
dengan destruksi pada dinding alveolus serta tanpa fibrosis yang jelas. The Global Initiative for
Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) guidelines mendefinisikan PPOK sebagai penyakit
yang ditandai dengan gangguan pernafasan yang ireversibel, progresif, dan berkaitan dengan
respon inflamasi yang abnormal pada paru akibat inhalasi partikel-partikel udara atau gas-gas
yang berbahaya.
Gejala-gejala PPOK
Eksaserbasi akut dimana kondisi pasien mengalami perburukan dari kondisi sebelumnya
dan bersifat akut. Eksaserbasi akut ini dapat ditandai dengan gejala yang khas, seperti sesak
nafas yang semakin memburuk, batuk produktif dengan perubahan volume atau purulensi
sputum atau dapat juga memberikan gejala yang tidak khas seperti malaise, kelelahan dan
gangguan tidur. Gejala klinis PPOK eksaserbasi akut ini dapat dibagikan menjadi dua yaitu
gejala respirasi dan gejala sistemik. Gejala respirasi berupa sesak nafas yang semakin bertambah
berat, peningkatan volume dan purulensi sputum, batuk yang semakin sering, dan nafas yang
dangkal dan cepat. Gejala sistemik ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, peningkatan denyut
nadi serta gangguan status mental pasien.
Diagnosis PPOK dipertimbangkan apabila pasien mengalami gejala batuk, sputum yang
produktif, sesak nafas, dan mempunyai riwayat terpajan faktor risiko. Diagnosis memerlukan
pemeriksaan spirometri untuk mendapatkan nilai volume forced expiratory maneuver (FEV 1)
dan force vital capacity (FVC). Jika hasil bagi antara FEV 1 dan FVC kurang dari 0,7, maka
terdapat pembatasan aliran udara yang tidak reversibel sepenuhnya. Pada orang normal volume
forced expiratory maneuver (FEV 1) adalah 28ml per tahun, sedangkan pada pasien PPOK
adalah 50 - 80 ml. Menurut National Population Health Study (NPHS), 51% penderita PPOK
mengeluhkan bahwa sesak nafas yang mereka alami menyebabkan keterbatasan aktivitas di
rumah, kantor dan lingkungan sosial.
Bronkitis Kronis
Etiologi
Bronkitis biasanya lebih sering disebabkan oleh virus seperti rhinovirus, Respiratory
Syncitial Virus (RSV), virus influenza, virus par influenza, dan Coxsackie virus. Bronchitis
adalah suatu peradangan pada bronchus yang disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme
baik virus, bakteri, maupun parasit. Sedangkan pada bronchitis kronik dan batuk berulang adalah
sebagai berikut:
1. Spesifik
a. Asma
b. Infeksi kronik saluran napas bagian atas (misalnya sinobronchitis).
c. Infeksi, misalnya bertambahnya kontak dengan virus, infeksi mycoplasma,
chlamydia, pertusis, tuberkulosis, fungi/jamur.
d. Penyakit paru yang telah ada misalnya bronchiectasis.
e. Sindrom aspirasi.
f. Penekanan pada saluran napa
g. Benda asing
h. Kelainan jantung bawaan
i. Kelainan sillia primer
j. Defisiensi imunologis
k. Kekurangan anfa-1-antitripsin
l. Fibrosis kistik
m. Psikis
2. Non spesifik
a. Asap rokok
b. Polusi udara
Patofisiologi
Emfisema
Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal dan
disertai kerusakan dinding alveoli. Terdapat 3 jenis emfisema menurut morfologinya:
Fungsi normal asetilkolin esterase adalah hidrolisa dan dengan cara demikian tidak
mengaktifkan asetilkolin. Pengetahuan mekanisme toksisitas memerlukan pengetahuan lebih
dulu aksi kolinergik neurotransmiter yaitu asetilkolin (ACh) . Reseptor muskarinik dan nikotinik-
asetilkolin dijumpai pada sistem saraf pusat dan perifer
Pada paparan akut, pestisida golongan organofosfat dapat menyebabkan gangguan pernapasan
yang akan menimbulkan gejala brdipneu progresif yang mengarah ke apneu. Gangguan
pernapasan terjadi juga karena kelumpuhan otot-otot pernapasan.
4.6 Insektisida
Pestisida digunakan untuk membasmi bermacam-macam hama (tumbuhan maupun binatang)
yang dijumpai dalam kehidupan manusia. Pestisida digunakan di negaranegara dunia ini untuk
melindungi tanaman dari kerusakan. Walaupun dalam jumlah dan ukuran kecil tetapi pestisida
jelas menimbulkan keracunan pada manusia. Data kematian akibat pajanan dengan pestisida
tersebut jarang dijumpai, diduga setiap kematian yang terjadi tidak lebih akibat dari 100 kasus
keracunan yang tidak fatal. Survei statistik mengenai morbiditas dan mortalitas menunjukkan
penurunan jumlah kematian karena kecelakaan dalam penggunaan pestisida. Hal ini
dimungkinkan adanya peningkatan pengetahuan toksisitas pestisida melalui program
pencegahan keracunan. Di antara pestisida, golongan organofosfat yang paling umum
ditemukan. Insektisida paling banyak digunakan pada negara yang berkembang, sedangkan
herbisida lebih banyak digunakan pada negara yang maju. Organisasi Pangan dan Pertanian
(FAO 1986) mendefinisikan adalah setiap zat atau campuran yang diharapkan sebagai
pencegahan, menghancurkan atau pengawasan setiap hama termasuk vektor terhadap manusia
atau penyakit pada binatang, dan tanaman yang tidak disukai atau binatang yang menyebabkan
keruskan selama atau dalam proses pencampuran dengan produksi, penyimpanan atau
pemasaran makanan, komiditi pertanian, kayu dan produksi kayu, atau bahan makanan binatang,
atau yang dapat dilakukan pada binatang sebagai kontrol terhadap serangga, arachnoid, atau
hama lain di dalam atau pada tubuh binatang tersebut. Kurang lebih 90 % dari seluruh pestisida
yang dihasilkan digunakan untuk tujuan komersil, dan sisanya pada pengawasan hama,
perkebunan, dan penggunaan pada rumah dan taman. Pada perkebunan, pajanan
pekerjaanterhadap pestisida terutama timbul selama mencampur persenyawaan tersebut dengan
air dan penyemprotan campuran tersebut Organofosfat paling banyak digunakan dalam
pertanian dan kemungkinan paling banyak frekuensinya sebagai agen penyebab penyakit saraf
di antara pekerja pertanian terutama pada negara yang berkembang. Dijumpai lebih dari 50.000
persenyawaan organofosfat telah disintesa dan diuji aktivitasnya sebagai insektisida, tetapi
jumlah sebenarnya yang digunakan untuk tujuan sekarang ini mungkin tidak lebih dari tiga lusin.
Insektisida organofosfat adalah diantara pestisida yang paling toksik pada manusia dan paling
banyak frekuensinya ditemukan keracunan insektisida. Tertelan sedikit saja seperti 2 mg pada
anak-anak dapat menimbulkan kematian
Organofosfat diabsorbsi dengan baik melalui inhalasi, kontak kulit, dan tertelan dengan jalan
utama pajanan pekerjaan adalah melalui kulit. Pada umumnya organofosfat yang diperdagangkan
dalam bentuk –thion (mengandung sulfur) atau yang telah mengalami konversi menjadi -okson
(mengandung oksigen), dalam –okson lebih toksik dari bentuk –thion. Konversi terjadi pada
lingkungan sehingga hasil tanaman pekrja dijumpai pajanan residu yang dapat lebih toksik dari
pestisida yang digunakan. Sebagian besar sulfur dilepaskan ke dalam bentuk mercaptan, yang
merupakan hasil bentuk aroma dari bentuk –thion organofosfat. Mercaptan memiliki aroma
yang rendah, dan reaksi-reaksi bahayanya meliputi sakit kepala, mual, muntah yang selalu keliru
sebagai akibat keracunan akut organofosfat Konversi dari –thion menjadi -okson juga dijumpai
secara invivo pada metabolisme mikrosom hati sehingga –okson menjadi pestisida bentuk aktif
pada hama binatang dan manusia. Hepatik esterase dengan cepatmenghidrolisa organofosfat
ester, menghasilkan alkil fosfat dan fenol yang memiliki aktifitas toksikologi lebih kecil dan
cepat diekskresi.
Organofosfat menimbulkan efek pada serangga, mamalia dan manusia melalui inhibisi
asetilkolinesterase pada saraf. Fungsi normal asetilkolin esterase adalah hidrolisa dan dengan
cara demikian tidak mengaktifkan asetilkolin. Pengetahuan mekanisme toksisitas memerlukan
pengetahuan lebih dulu aksi kolinergik neurotransmiter yaitu asetilkolin (ACh) . Reseptor
muskarinik dan nikotinik-asetilkolin dijumpai pada sistem saraf pusat dan perifer Pada sistem
saraf perifer, asetilkolin dilepaskan di ganglion otonomik :
Pada sistem saraf pusat, reseptor asetilkolin umumnya lebih penting toksisitas insektisitada
organofosfat pada medulla sistem pernafasan dan pusat vasomotor. Ketika asetilkolin
dilepaskan, peranannya melepaskan neurotransmiter untuk memperbanyak konduksi saraf perifer
dan saraf pusat atau memulai kontraksi otot. Efek asetilkolin diakhiri melalui hidrolisis dengan
munculnya enzim asetilkolinesterase (AChE). Ada dua bentuk AChE yaitu true cholinesterase
atau asetilkolinesterase yang berada pada eritrosit, saraf dan neuromuscular junction.
Pseudocholinesterase atau serum cholisterase berada terutama pada serum, plasma dan hati.
Insektisida organofosfat menghambat AChE melalui proses fosforilasi bagian ester anion. Ikatan
fosfor ini sangat kuat sekali yang irreversibel. Aktivitas AChE tetap dihambat sampai enzim
baru terbentuk atau suatu reaktivator kolinesterase diberikan. Dengan berfungsi sebagai
antikolinesterase, kerjanya menginaktifkan enzim kolinesterase yangberfugnsi menghidrolisa
neurotransmiter asetilkolin (ACh) menjadi kolin yang tidak aktif. Akibatnya terjadi penumpukan
ACh pada sinaps-sinaps kolinergik, dan inilah yang menimbulkan gejala-gejala keracunan
organofosfat. Pajanan pada dosis rendah, tanda dan gejala umumnya dihubungkan dengan
stimulasi reseptor perifer muskarinik. Pada dosis lebih besar juga mempengaruhi reseptor
nikotinik dan reseptor sentral muskarinik. Aktivitas ini kemudian akan menurun, dalam dua atau
empat minggu pada pseudocholinesterase plasma dan empat minggu sampai beberapa bulan
untuk eritrosit.
a. Efek Lokal
Mempengaruhi tubuh yang terkena langsung dengan pestisida (kerusakan, gatal, batuk, mata
berair).
b. Efek Sistemik
Asetilkolin adalah neurotransmitter yang ditemukan pada ganglia simpatis dan parasimpatis,
skeletal neuromuscular junction, terminal junction dari postganglion saraf parasimpatis,
postganglion serat simpatis kelenjar keringat dan beberapa ujung saraf pada SSP. Pada akson
terminalis yang depolarisasi, vesikel yang mengandung asetilkolin akan menyatu dengan
membrane eksternal dan rupture kemudian melepas asetilkolin ke dalam sinaps atau
neuromuscular junction. Asetilkolin kemudian berikatan dengan reseptor postsinaptik
menyebabkan terjadinya aktivasi. Asetilkolinesterase menghidrolisis asetilkolin menjadi dua
fragmen yaitu asam asetat dan kolin. Pada keadaan normal asetilkolin yang dilepaskan oleh
akson akan cepat dihidrolisis. Komponen organofosfat dan carbamat akan menghambat hidrolisis
multiple carboxyl ester ini, termasuk Ach E dan butir ilkolinesterase (yang dikenal sebagai
plasma kolinesterase atau pseudokolinesterase). Hambatan ini menghasilkan ikatan terhadap
enzim seperti substansi normal. Meskipun pemisahan ikatan kolin dengan enzimpada
metabolisme Ach selesai dalam beberpa detik, namun ikatan organofosfat organic dengan enzim
dapat menetap hingga beberapa jam. Jika dalam beberpa jam ikatan ini tidak terlepas, maka akan
terjadi ikatan permanent antara organofosfat dengan asetilkolinesterase sehingga menyebabkan
asetilkolin pada seluruh sinaps kolinergik menigkat sehingga terjadi toksisitas.
Gambaran klinis dari terjadinya efektoksik dari pestisida ini diantara adalah dipsnea dan edema
paru
Secara umum keselamatan kerja dapat dikatakan sebagai ilmu dan penerapannya yang
berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan
tempat kerja dan lingkungan kerja serta cara melakukan pekerjaan guna menjamin
keselamatan tenaga kerja dan aset perusahaan agar terhindar dari kecelakaan dan kerugian
lainnya.
Dalam K3 juga dikenal istilah Kesehatan Kerja, yaitu: suatu ilmu yang penerapannya
untuk meningkatkan kulitas hidup tenaga kerja melalui peningkatan kesehatan, pencegahan
Penyakit akibat kerja meliputi pemeriksaan kesehatan, pengobatan dan pemberian makan dan
minum bergizi.
Istilah lainnya adalah Ergonomy yang merupakan keilmuan dan aplikasinya dalam hal
sistem dan desain kerja, keserasian manusia dan pekerjaannya, pencegahan kelelahan guna
tercapainya pelakasanaan pekerjaan secara baik.
Dalam pelaksanaannya K3 adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat
kerja yang aman, sehat dan bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi
dan atau bebas dari kecelakaan dan yang pada akhirnya dapat meningkatkan sistem dan
produktifitas kerja.
Adapun faktor-faktor yang ditemui dalam penerapan K3 didalam dunia pekerja, sebagai
berikut:
a. Dari sisi masyarakat pekerja.
Tuntutan pekerja masih pada kebutuhan dasar (upah dan tunjangan
kesehatan/kesejahtraan).
b. Dari sisi pengusaha.
1) Pengusaha lebih menekankan penghematan biaya produksi .
2) Pengusaha lebih meningkatkan efisiensi untuk mendapatkan keuntungan sebesar-
besarnya dan K3 dipandang sebagai beban dalam hal biaya operasional tambahan.
c. Early diagnosis and promt treatmen (Diagnosa dini dan Terapi segera)
1) Mencari tenaga kerja yang mempunyai resiko menderita penyakit paru.
2) Memeriksa daya pacu paru-paru, kapasitas maksimal oksigen paru tenaga kerja
sehingga dapat mengetahui gambaran perkembangan kesehatan tenaga kerja.
3) Anamnesis riwayat medis lengkap termasuk riwayat pajanan di tempat kerja dan
lingkungan
4) Pemeriksaan penunjang:
- Pemeriksaan langsung untuk mengidentifikasi kondisi ekstraparu yang
berkontribusi terhadap impairment seperti pemeriksaan darah lengkap dan EKG.
- Pemeriksaan untuk menilai impairment respirasi yaitu foto toraks. Spirometri,
DLco (single breath diffusing capacity), Ct scan, Bal, dan lain – lain.
- Pemeriksaan faal paru dan radiologi sebelum seorang menjadi pekerja dan
pemeriksaan secara berkala untuk deteksi dini kelainan yang timbul. Bila
seseorang telah mendenita penyakit, memindahkan ke tempat yang tidak terpapar
mungkin dapat mengurangi laju penyakit.
- Penderita yang atopik idealnya dianjurkan menghindari tempat yang jelas tepat
mencetuskan serangan asma, seperti produksi sutra, deterjen, dan pekerjaan yang
mempunyai paparan garam platinum.
5) Perlu dilakukan screnning pada saat masuk menjadi tenaga kerja disebuah
perusahaan. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah penyakit yang dialami
setelah bekerja diperusahaan tersebut merupakan penyakit akibat kerja atau
merupakan yang memang telah dialami sebelumnya.
e. Rehabilitasi
1) Menempatkan tenaga kerja yang terkena penyakit paru di tempat yang tidak berisiko
untuk memperburuk keadaan parunya
2) Apabila tidak dapat dipindahkan, maka tenaga kerja yang terkena penyakit paru
diberikan perlindungan ekstra, seperti pemakaian masker khusus dan pemberian
waktu yang relatif singkat untuk menghindari paparan agen penyebab penyakit paru
lebih lama dan memperburuk keadaan paru.
3) Memberikan perlindungan ekstra pada tempat – tempat yang berisiko untuk
menyebabkan penyakit paru.
c. Early diagnosis and promt treatmen (Diagnosa dini dan Terapi segera)
1) Mencari tenaga kerja yang mempunyai resiko menderita penyakit paru.
2) Memeriksa daya pacu paru-paru, kapasitas maksimal oksigen paru tenaga kerja
sehingga dapat mengetahui gambaran perkembangan kesehatan tenaga kerja.
3) Anamnesis riwayat medis lengkap termasuk riwayat pajanan di tempat kerja dan
lingkungan
4) Pemeriksaan penunjang:
- Pemeriksaan langsung untuk mengidentifikasi kondisi ekstraparu yang
berkontribusi terhadap impairment seperti pemeriksaan darah lengkap dan
EKG.
- Pemeriksaan untuk menilai impairment respirasi yaitu foto toraks. Spirometri,
DLco (single breath diffusing capacity), Ct scan, Bal, dan lain – lain.
- Pemeriksaan faal paru dan radiologi sebelum seorang menjadi pekerja dan
pemeriksaan secara berkala untuk deteksi dini kelainan yang timbul. Bila
seseorang telah mendenita penyakit, memindahkan ke tempat yang tidak
terpapar mungkin dapat mengurangi laju penyakit.
- Penderita yang atopik idealnya dianjurkan menghindari tempat yang jelas
tepat mencetuskan serangan asma, seperti produksi sutra, deterjen, dan
pekerjaan yang mempunyai paparan garam platinum.
5) Perlu dilakukan screnning pada saat masuk menjadi tenaga kerja disebuah
perusahaan. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah penyakit yang dialami
setelah bekerja diperusahaan tersebut merupakan penyakit akibat kerja atau
merupakan yang memang telah dialami sebelumnya.
e. Rehabilitasi
1) Menempatkan tenaga kerja yang terkena penyakit paru di tempat yang tidak
berisiko untuk memperburuk keadaan parunya
2) Apabila tidak dapat dipindahkan, maka tenaga kerja yang terkena penyakit paru
diberikan perlindungan ekstra, seperti pemakaian masker khusus dan pemberian
waktu yang relatif singkat untuk menghindari paparan agen penyebab penyakit
paru lebih lama dan memperburuk keadaan paru.
3) Memberikan perlindungan ekstra pada tempat – tempat yang berisiko untuk
menyebabkan penyakit paru.
A) PROMOTIF
1. Promosi Kesehatan
Berdasarkan Ottawa Charter yang dikeluarkan pada tahun 1986, Promosi Kesehatan
atau Promkes merupakan proses memandirikan masyarakat agar dapat memelihara dan
melindungi kesehatannya. Sasaran dari promosi kesehatan ini berupa sasaran primer yang
meliputi masyarakat umu, sasaran sekunder yang meliputi pemuka masyarakat dan
sasaran tersier yaitu pemegang kekuasaan—di sini yang dimaksud adalah pemerintah.
Sedangkan menurut Lawrence Green, 1984, promosi kesehatan adalah segala bentuk
kombinasi pendidikan keehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik, dan
organisasi yang dirancang untuk membudayakan perubahan perilaku dan lingkungan
yang kondusif bagi kesehatan.
Tujuan dari promosi kesehatan ini adalah agar tersosialisasi program-program
kesehatan dan terwujudnya masyarakat yang berbudaya hidup bersih dan sehat serta
berperan aktif dalam gerakan kesehatan.
Prinsip-prinsip dari promosi kesehatan adalah, sebagai berikut:
b. Pemberdayaan masyarakat
c. Perubahan atau perbaikan perilaku masyarakatdi bidang kesehatan. Melingkupi
upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative
d. Upaya edukasi dengan cara penyuluhan, pendidikan dan latian untuk memperkuat
sumber daya masyarakat; upaya advokasi dan bina suasana agar tercipta suasana
kondusif untuk terwujudnya pola hidup bersih dan sehat (PHBS) di lingkungan
masyarakat.
Promosi Kesehatan di tempat kerja adalah ilmu dan seni untuk menolong pekerja
mengubah gaya hidup mereka agar bergerak menuju status kesehatan dan kapasitas
kerja yang optimal, sehingga berkontribusi bagi kesehatan dan keselamatan di tempat
kerja, dan dapat meningkatkan kinerja dan produktivitas perusahaan. Kesehatan optimal
adalah derajat tertinggi dari kesejahteraan fisik, emosional, mental, sosial, spiritual dan
ekonomi. Kapasitas kerja optimal adalah kemampuan untuk bekerja dengan kuat dan
senang tanpa kelelahan yang berarti, dengan masih tersedia energi untuk menyenangi
hobi, aktivitas rekreasi dan menghadapi gawat darurat yang tak terduga. Perubahan
gaya hidup dapat dimudahkan dengan kombinasi upaya aktifitas organisasi, pendidikan
dan lingkungan yang mendukung praktek hidup sehat.
Menurut Ottawa Charter, promosi kesehatan terdiri atas:
a. Build healthy public policy
b. Create supportive environment
c. Strengthen community skills
d. Develop personal skills
e. Reorient health service
B) PREVENTIF
Upaya preventif penting berkaitan dengan kinerja karyawan kerja.Kegiatan dari upaya ini
berupa pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan kesehatan terdiri dari 3 macam yaitu :
1. Kepala
- Alat pelindung kepala (Safety Helmet) melindungi kepala dari benda keras, pukulan dan
benturan, terjatuh dan terkena arus listrik. Kemudian melindungi kepala dari kebakaran,
korosif, uap-uap, panas atau dingin.
- Pengujian mekanik dengan menjatuhkan benda seberat 3 kg dari ketinggian 1m,
pelindung kepala tidak boleh pecah atau benda tak boleh menyentuh kepala. Jarak
antara lapisan luar dan lapisan dalam dibagian puncak ; 4-5 cm.
- Tidak menyerap air dengan direndam dalam air selama 24 jam.
2. Mata
- Mudah dikenakan cocok untuk kasus berisiko kecil dan menengah. Lemparan benda-
benda kecil, pengaruh cahaya dan pengaruh radiasi tertentu.
- Bahan pembuat alat pelindung mata dari plastic.
- Syarat optis tertentu adalah lensa tidak boleh mempunyai efek distorsi atau efek prisma
lebih dari 1/16 prisma dioptri, artinya perbedaan refraksi harus lebih kecil dari 1/16
dioptri.
3. Telinga
- Sumbat telinga (ear plug) dapat mengurangi intensitas suara 10 s/d 15 dB dan tutup
telinga ( ear muff ) dapat mengurangi intensitas suara 20 s/d 30 dB.
- Sumbat telinga yang baik adalah menahan frekuensi tertentu saja,
4. Pernafasan
- Memberikan perlindungan terhadap sumber-sumber bahaya seperti kekurangan oksigen
dan pencemaran oleh partikel debu, kabut, asap dan uap logam kemudian pencemaran
oleh gas atau uap.
- Masker (Respirator)
Berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup saat bekerja di tempat dengan kualitas
udara buruk (misal berdebu, beracun, dsb).
5. Kaki
- Sepatu dengan logam atau baja, sepatu boot, dan jenis lainnya untuk kebakaran dan
bahaya peledakan.
- Sepatu buruh atau tipe sepatu jalan, digunakan untuk melindungi dari percikan, lelehan
metal atau logam yang berasal dari pengelasan atau bunga api.
- Sepatu penguat bagian dalamnya memiliki sol metal yang fleksibel
- Untuk kondisi basah sepatu kulit dengan paduan kayu cendana
- Sepatu keselamatan dengan pelindung metatarsal, selalu digunakan dalam opersi
material berat. Juga untuk menjaga kemungkinan bila ada denda jatuh dan menimpa jari
kaki bagian atas. Pelindung metal ini sangat cukup melindungi kaki sampai
pergelanagan kaki.
- Sepatu boot keselamatan yaitu sepatu yang dilengkapi dengan nonferrous yang akan
mereduksi kemungkinan adanya gesekan dari pecahan ketika dilokasi dengan bahaya
ledakan api.
6. Tali Pengaman (Safety Harness)
Berfungsi sebagai pengaman saat bekerja di ketinggian. Diwajibkan menggunakan alat ini di
ketinggian lebih dari 1,8 meter.
7. Jas Hujan
APD ini berfungsi untuk melindungi diri dari percikan air saat bekrja, misalnya bekerja pada
saat turun hujan.
8. Pelindung Wajah
Alat ini berfungsi untuk menutupi wajah dari percikan benda-benda berbahaya yang
mungkin akan mengenai wajah. APD ini biasa digunakan oleh orang yang bekerja
menggerinda besi.
9. Tangan
Sarung tangan merupakan alat pelindung diri yang banyak digunakan, fungsinya untuk
melindungi tangan dari luka lecet, luka teriris, luka terkena bahan kimia dan terhadap
temperature ekstrim.
- Kelvar-trated gloves untuk perlindungan dari kebakaran
- Metal-mesh gloves untuk perlindungan dari benda tajam dan pukulan
- Rubber gloves untuk perlindungan dari listrik
- Rubber neoprene or viniyl gloves untuk perlindungan dari korosi kimia
- Leather gloves untuk tahan terhadan suhu yang sedang,api serta benda tajam
- Catton or fabric gloves digunakan untuk tempat kotor
- Chrome-tanned cowhide leathe untuk pengecoran baja
- Coated fabric gloves untuk melindungi dari bahan kimia,biasanya digunakan di tempat
pengalengan ikan.
- Heated industrial gloves di gunakan untuk perlindungan suhu rendah
- Hand leathers untuk bantalan tangan
10. Pakaian Pelindung
- Flame resistant catton atau duck
Untuk bahaya panas atau percikan api yang sedang.
- Special flame- resistant and heat resistant synthetic fabrics
Untuk memadamkan api atau untuk pekerjaan-pekerjaan disekeliling api yang terbuka.
- Rubber, neoprene, vinyl or other protective material
Untuk pekerjaan-pekerjaan yang basah atau menanggulangi asam, korosi dan zat-zat
kimia.
11. Sabuk pengaman
Dapat dipakai dengan maksimal berat tubuh 80 kg.
C) KURATIF
Penanggulangan Penyakit Agroindustri
Sebagian besar penyakit akibat kerja sukar disembuhkan, tetapi potensial untuk
dicegah. Prinsip penanggulangan: meniadakan paparan atau menghindarkan orang yang
berisiko tinggi terhadap paparan. Berbagai cara dapat dilakukan untuk menanggulangi
penyakit akibat kegiatan agroindustri, yaitu:
A) Teknik (engineering)
1) Substitusi; asbes diganti dengan fiberglass
2) Vokalisasi local (local exhauster)
B) Administrasi
Dapat dilakukan berupa:
i. Ketatarumah-tanggaan (housekeeping) yang baik:
5S, singkatan dari Bahasa Jepang, yaitu seiri, seiton, seiso, seiketsu dan
shitsuke. Definisi 5S adalah suatu sistem managemen tata graha atau managemen
ketatarumahtanggaan (good house keeping management) yang di lakukan dalam
rangka mengelola tempat kerja (perkantoran, gudang, area kerja bengkel, area
kerja laboratorium, area kerja produksi atau pembangkit dan lain-lain).
5S mengandung arti bahwa bagaimana kita mengkondisikan tempat kerja agar
menjadi bersih, aman dan nyaman sehingga kegiatan pekerjaan kita tidak
terganggu yang pada akhirnya tujuan atau sasaran yang ingin dicapai dapat
dipenuhi.
ii. Menempatkan pekerja pada job yang sesuai dengan keadaan fisik/mental
iii. Higiene individu
iv. Pemeriksaan kesehatan berkala/khusus
v. Alat Pelindung Diri (APD)
Yang harus diperhatikan dalam pemilihan alat pelindung diri (APD) adalah:
b) Bentuknya cukup menarik
c) Dapat diapakai secara fleksibel
d) Tahan untuk pemakaian yang cukup lama
e) Seringan mungkin dan tidak menyebabkan rasa ketidak nyamanan yang lebih
f) Dapat memberiakn perlindungan yang adekuat terhadap bahaya yang spesifik
yang dihadapi oleh pekerja
g) Tidak menimbulkan bahaya tambahan bagi pemakaiannya yang dikarenakan
bentuk dan bahayanya tidak tepat atau salah dalam penggunaannya.
h) Suku cadang mudah diperoleh untuk mempermudah pemeliharaan
D) REHABILITATIF
▪ Tujuan mengembalikan fungsi
Dilakukan dengan cara fisioterapi atau konsultasi psikologi