Anda di halaman 1dari 17

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Hipotensi atau tekanan darah rendah adalah suatu keadaan dimana
tekanan darah lebih rendah dari nilai 90/ 60 mmHg atau tekanan darah
cukup rendah, sehingga menyebabkan gejala – gejala seperti pusing dan
pingsan (A.J. Ramadhan, 2010).
Hipotensi atau tekanan darh rendah ,terjadi jika terdapat
ketidakseimbangan antara kapasitas vaskuler darah dan volume darah atau
jika jantung terlalu lemah untuk menghasilkan tekanan darah yang dapat
mendorong darah (Sherwood,2002).
Hipotensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah rendah
dari 90/60 mmhg sehingga menyebabkan keluhan.Namun jika tidak terjadi
keluhan dapat dikategorikan kondisi yang normal.Sedangkan Tekanan
darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri.Tekanan puncak
terjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut tekanan sistolik.Tekanan
diastolik adalah tekanan terendah yang terjadi saat ventricle beristirahat dan
mengisi ruangannya.Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio
tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik(Oxford,2003).
Hipotensi adalah tekanan darah rendah sehingga tidak mencukupi
untuk perfusi dan oksigenasi jaringan adekuat.Hipotensi dapat primer atau
sekunder(misal:penurunan curah jantung,syok hipovolemik,penyakit
addison)atau postural(ortostatik).Kelenjara drenal(insufisiensiadrenal),
Syok (Chris Brooker,2005). Pada tekanan darah yang terlampau rendah
akan menyebabkan masalah yang dapat mengancam jiwa karena akan
terjadi penurunan aliran darah yang mengangkut nutrisi dan oksigen pada
organ vital seperti jantung daan otak (Lintang,2000).
B. Etiologi
Banyak orang memiliki tekanan darah sistolik di bawah 100, tetapi
beberapa orang mengalami gejala dengan tekanan yang rendah. Gejala
tekanan darah rendah terjadi karena satu atau lebih dari organ tubuh tidak
mendapatkan pasokan darah yang cukup. (Benjamin C. Wedro, MD, FAAEM
2015).
Jika tekanan darah rendah menyebabkan gejala klinis, penyebabnya
akan berada di salah satu dari tiga kategori umum. Entah jantung tidak
memompa dengan tekanan yang cukup, dinding arteri terlalu melebar, atau
tidak ada cukup cairan intravaskular (pembuluh intra = dalam + vaskular =
darah) dalam sistem (Benjamin C. Wedro, MD, FAAEM 2015).
1. Jantung
Jantung adalah pompa listrik. Masalah dengan baik pompa atau
listrik dapat menyebabkan masalah dengan tekanan darah rendah.
Jika jantung berdetak terlalu cepat, tekanan darah bisa turun karena
tidak ada cukup waktu bagi jantung untuk mengisi di antara setiap
denyut (diastole). Jika jantung berdetak terlalu lambat, mungkin ada
terlalu banyak waktu yang dihabiskan di diastol ketika darah tidak
mengalir.
Jika otot jantung telah rusak atau jengkel, mungkin tidak ada cukup
kekuatan memompa untuk mempertahankan tekanan darah. Dalam
serangan jantung (infark miokard), otot jantung cukup mungkin akan
terkejut sehingga jantung terlalu lemah untuk memompa secara efektif.
Katup jantung memungkinkan darah mengalir hanya satu arah. Jika
katup gagal, darah dapat memuntahkan mundur, meminimalkan jumlah
yang akan mengalir ke tubuh. Jika katup menjadi menyempit (stenosis),
maka aliran darah dapat menurun. Kedua situasi dapat menyebabkan
hipotensi. Lanjutkan membaca

2. Cairan intravascular
Ruang cairan di dalam pembuluh darah terdiri dari sel-sel darah dan
serum ( air , faktor pembekuan , bahan kimia , dan elektrolit )
a. Dehidrasi , hilangnya air , mengurangi total volume dalam ruang
intravaskular ( dalam pembuluh darah ) . Hal ini dapat dilihat pada
penyakit dengan peningkatan kehilangan air . Muntah dan diare
adalah tanda-tanda kehilangan air .
1) Pasien dengan pneumonia atau infeksi saluran kemih , terutama
orang tua , rentan terhadap dehidrasi .
2) korban Kembakaranbisa kehilangan sejumlah besar cairan dari
luka bakar mereka .
b. Perdarahan mengurangi jumlah sel darah merah dalam aliran darah
dan menyebabkan penurunan jumlah cairan di ruang intravaskular
dan tekanan darah rendah.

C. Patofisiologi
Tekanan Pada perubahan posisi tubuh misalnya dari tidur ke berdiri
maka tekanan darah bagian atas tubuh akan menurun karena pengaruh
gravitasi. Pada orang dewasa normal, tekanan darah arteri rata-rata pada
kaki adalah 180-200 mmHg. Tekanan darah arterisetinggi kepala adalah 60-
75 mmHg dan tekanan venanya 0. Pada dasarnya, darah akan mengumpul
pada pembuluh kapasitas vena ekstremitas inferior 650 hingga 750 ml darah
akan terlokalisir pada satu tempat. Pengisian atrium kanan jantun gakan
berkurang, dengan sendirinya curah jantung juga berkurang sehingga pada
posisi berdiri akan terjadi penurunan sementara tekanan darah sistolik
hingga 25mmHg, sedang tekanan diastolic tidak berubah atau meningkat
ringan hingga 10mmHg (Andhini Alfiani Putri F, 2012).
Penurunan curah jantung akibat pengumpulan darah pada anggota
tubuh bagian bawah akan cenderung mengurangi darah ke otak. Tekanan
arteri kepala akan turun mencapai 20-30mmHg. Penurunan tekanan ini akan
diikuti kenaikan tekanan persial CO2 (pCO2) dan penurunan tekanan persial
O2 (pCO2) serta pH jaringan otak (Andhini Alfiani Putri F, 2012).
Secara reflektoris, hal ini akan merangsang baroreseptor yang terdapat
didalam dinding dan hamper setiap arteri besar didaerah dada dan leher,
namun dalam jumlah banyak didapatkan dalam diding arteri karotis interna,
sedikit di atas bifurcation carotis, daerah yang dikenal sebagai sinus
karotikus dan dinding arkus aorta. Respon yang ditimbulkan baroreseptor
berupa peningkatan tahanan pembuluh darah perifer, peningkatan tekanan
jaringan pada otot kaki dan abdomen, peningkatan frekuensi respirasi,
kenaikan frekuensi denyut jantung serta sekresi zat-zat vasoaktif. Sekresi
zat vasoaktif berupa katekolamin, pengaktifan system Renin-Angiostensin
Aldosteron, pelepasan ADH dan neurohipofisis. Kegagalan fungsi reflex
autonomy inilah yang menjadi penyebab timbulnya hipotensi ortostatik,
selain oleh factor penurunan curah jantung akibat berbagai sebab dan
kontraksi volume intravascular baik yang relative maupun absolute.
Tingginya kasus hipotensi ortostatik pada usia lanjut berkaitan dengan
:(Andhini Alfiani Putri F, 2012).
a. Penurunan sensitivitas baroreseptor yang diakibatkan oleh proses
atheroskleosis sekitar sinus karotikus dan arkus aorta, hal iniakan
menyebabkan tak berfungsinya reflex vasokontriksi dan peningkatan
frekuensi denyut jantung sehingga mengakibatkan kegagalan
pemeliharaan tekanan arteri sistemik saat berdiri.
b. Menurunnya daya elastisitas serta kekuatan otot eksremitas inferior.

D. Manifestasi Klinis
Terhadat beberapa manifestasi dari beberapa Hipotensi :
1. Hipotensi, (Alo, 2014)
Jantung berdebar kencang dan tidak teratur, pusing, lemas, mual,
pinsan, pandangan buram dan kehilangan keseimbangan
2. Hipotensi Interadialisis, asympomatik hingga syok (Burton Etal, 2009)
Perasaan tidak nyaman pada perut, mual, muntah, menguap, otot
terasa kram, gelisah, pusing kecemasan.
3. Hipotensi Ortostatik, (Jeffrey B. Lanier,dkk, 2014)
Pusing hingga pingsan.

E. komplikasi
1. Pingsan : hipotensi yang menyebabkan tidak cukupnya darah yang
mengalir ke otak, sel-sel otak tidak meneri,a cukup oksigen dan nutrisi-
nutrisi. Sehingga mengakibatkan pening bahkan pingsan.
2. Stroke : hipotensi yang menyebabkan berkurangnya aliran darah dan
oksigen yang menuju otak sehingga mengakibatkan kerusakan otak.
Sehingga menimbulkan kematiain pada jaringan otak karena arteri otak
tersumbat (infark serebral) atau arteri pecah (pendarahan).
3. Anemia : hipotensi pada tekanan darah 90/80 menyebabkan produksi sel
darah merah yang minimal atau produksi sel darah merah yang rendah
sehingga mengakibatkan anemia.
4. Serangan jantung : hipotensi yang mengakbatkan kurangnya tekanan
darah yang tidak cukup untuk menyerahkan dara ke arter-arteri koroner
(arteri yang menyuplai darah ke otot jantung) seingga menyebabkan
nyeri dada yang mengakibatkan serangan jantung.
5. Gangguan ginjal : ketika darah yang tidak cukup dialirkan ke ginjal-
ginjal, ginjal-ginjal akan gagal untuk mengeliminasi pembuangan-
pembuangan dari tubuh yaitu urea, dan creatin, dan peningkatan pada
tingkat-tingkat hasil eliminasi didarah terjadi (contohnya : kenaikan dari
blood urea nitrogen atau BUN,dan serum keratin.
6. Shock : tekanan darah yang rendah memacu jantung untuk memompa
darah lebihbanyak, kondisi tersebut yang mengancam nyawa dimana
tekanan darah yang gigih menyebabkan organ-organ seperti ginjal , hati,
jantung, dan otak untuk secara cepat.

F. Pemeriksaan penujang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan jika gejala-gejala hipotensi
terus menerus berulang namun sulit untuk mendokumentasikan kelainan-
kelainan dalam pembacaan tekanan darah.Tes mungkin berguna dalam
membedakan hipotensi ortostatik dari gangguan lain yang hadir dengan
gejala orthostasis,seperti sinkop neurocardiogenic dan juga mengevaluasi
bagaiman tubuh bereaksi terhadap perubahan posisi.
Langkah-langkah yang dilakukan saat dilakukan pemeriksaan :
1. Tes ini dilakukan diruangan yang tenang dengan suhu 680F hingga
750F(200C sampai 240C).
2. Pasien harus beristirahat sementara terlentang selama lima menit
sebelum tes dimulai.
3. Sewaktu tes pasien diikat diatas meja yang rata,kemudian meja secara
berangsur-angsur dimiringkan kesudut 70/80 derajat,pembacaan
tekanan darah dan denyut jantung terus menerus diambil.
4. Pasien dibiarkan diatas meja selama lebih dari 10 menit untuk mencari
perubahan-perubahan orthostatic tachycardia syndrome.
Tes ini dianggap positif jika tekanan darah sistolik turun 20mmHg
bawah dasar atau jika tekanan darah diastolik turun 10mmHg bawah
baseline.Jika gejala terjadi selama pengujian,pasien harus dikembalikan ke
posisi terlentang segera.

G. Penatalaksanan
Perawatan untuk penderita hipotensi tergantung penyebabnya yaitu :
1. Hipotensi kronik
Hipotensi kronik jarang terdeteksi dari gejala. Hipotensi yang tak
bergejala pada orang-orang sehat biasanya tak memerlukan perawatan.
Dalam mengatasi hipotensi berdasarkan penyebabnya yaitu dengan
mengurangi atau menghilangkan gejalanya.
a. Jika keluhan dirasakan klien saat keadaan diare terjadi, maka klien
dianjurkan untuk pemulihan kepada kebutuhan cairannya, yang
mempengaruhi atau mengurangi volume darah, mengakibatkan
menurunnya tekanan darah.
b. Kecelakaan atau luka yang menyebabkan pendarahan, akan
mengakibatkan kurangnya volume daran dan menurunkan aliran
darah, untuk itu yang dibutuhkan oleh penderita adalah transfusi
darah sesuai dengan yang dibutuhkan.
c. Adanya kelainan jantung bawaan seperti kelainan katup, maka
penderita harusmenjalani operasi jantung sesuai indikasi dokter,
ataupun menjalani pengobatan yang intensif untuk tidak
memperburuk keadaan penderitanya.
2. hipotensi ringan
Cara lain untuk mengatasi hipotensi, yaitu Menambahkan elektrolit.
Penambahan elektrolit untuk diet dapat meringankan gejala dari
hipotensi ringan.
a. Minum kopi. Dosis kafein dipagi dapat memberikan efek karena
kafein dapat memacu jantung untuk bekerja lebih cepat
b. Pemberian posisi trendelenburg. Pada kasus hipotensi rendah
dimana pasien masih merespon dengan meletakkan posisi kaki lebih
tinggi dari pada punggung ( posisi trendelenburg.) posisi itu akan
meningkatkan aliran balik vena, sehingga membuat banyak darah
memenuhi organ-organ yang membutuhkan seperti bagian dada dan
kepala.
c. Klien yang sedang mengalami hipotensi, diharuskan banyak
istirahat, dan membatasi aktifitas fisiknya selama keadaan ini.
d. Klien dengan hipotensi harus membiasakan diri untuk mempunyai
pola makan yang teratur dan mempunyai makanan pelengkap ,
seperti susu untuk meningkatkan stamina. Karena pada umumnya
penderita hipotensi cukup lemah dan mudah lelah.
e. Jika diperlukan misalnya pada klien dengan anemia maka klien
harus mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi ataupun
suplemen zat besi untuk meningkatkan sel-sel darah merah darah
yang menambah volume darah sehingga dapat meningkatkan
tekanan darah penderita.
f. Penderita hipotensi dianjurkan untuk rajin berolahraga ringan, misal
jogging, untuk melatih kerja jantung secara teratur, dan melancarkan
aliran darah keseluruh tubuh.
3. hipotensi simtomatik :
Hipotensi postural simtomatik dapat ditangani dengan mengatur
posisi tidur pasien dengan kepala lebih tinggi. Fludrokortison, suatu
mineralokortilkoid dapat juga berguna tapi banyak pasien tidak
mempunyai respon yang baik terhadap obat ini dan obat obatan yang
lain yang telah dicoba seperti indometasin Penanganan hipotensi yang
dilakukan sendiri (lionel ginsberg,2005).
a. Perbanyak asupan cairan terutama air minum.
b. Tambahkan lebih banyak garam pada makanan, kecuali sudah
konsisi lain yang tidak memperbolehkannya.
c. Terarur berolahraga untuk membuat kondisi jantung dan pembulu
darah menjadi lebih sehat .
d. Berhenti merokok dan jauhi asap rokok orang lain ( Dr.Indra
k.Muhtadi,2013)

BAB III

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian Fokus
Menurut Doenges (2000) Dan Engram (1998) :
1. Aktifitas dan Istirahat
Gejala : merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan, perubahan
kesadaran, letarghi, hemiparesis, quadreplagia, ataksia, cara berjalan
tak tegap, masalah dalam keseimbangan, cedera (trauma) ortopedi,
kehilangan tonus otot dan spastik otot.
2. Sirkulasi
Gejala: Perubahan tekanan darah (hipertensi), perubahan frekuensi
jantung (bradikardi, takikardi yang diselingi dengan bradikardi dan
distritmia).
3. Integritas Ego
Gejala: Perubahan tingkah laku / kepribadian (demam). Tanda.: Cemas,
mudah tersinggung, delrium, agitasi, bingung, depresi dan impulsif.
4. Eliminasi
Gejala: Inkontinensia kandung kemih.
5. Makanan / Cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami penurunan selera. makan.
Tanda.: Muntah (mimgkin proyektif), gangguan menelan (batuk, air
liur keluar, dan disfagia).
6. Neurosensorik
Gejala: Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian,
vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, rasa baal dan
ekstremitas. Perubahan dalam penglihatan seperti ketajamamiya,
displopia, kehilangan sebagian lapang pandang, fotofotobia, gangguan
pengecapan dan penciuman. Tanda. Perubahan kesadaran bisa sampai
koma, perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,
konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi tingkah laku dan
emosi). Perubahan pupil (respon terhadap cahaya., simetri) deviasi
pada. mata, ketidakmampuan mengikuti cahaya, kehilangan
pengindraan seperti: pengecapan, penciuman dan pendengaran, wajah
tidak simetris, lemah dan tidak seimbang. Reflek tendon dalam tidak
ada / lemah, apiaksia, hemiparesis, quadreplagia, postur (dekortikasi
deselerasi), kejang, sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan,
kehilangan sensasi sebagian tubuh dan kesulitan menentukan posisi
tubuh.
7. Nyeri / kenyamanan
Gejala : sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda dan
biasanya lama. Tanda : wajah menyeringai, respon menarik ada
rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa beristirahat dan
merintih.
8. Pernafasan
Tanda : perubahan pola nafas (apneu yang diselingi oleh hiperventilasi),
nafas berbunyi, stridor, tersedak, ronchi, menghi positif (kemungkinan
karena aspirasi).
9. Keamanan
Gejala : trauma karena kecelakaan. Tanda : fraktur / dislokasi dan
gangguan penglihatan gangguan rentang gerak, kekuatan secara umum
mengalami paralisis.
10. Interaksi sosial
Tanda : bicara tanpa arti, disorientasi, amnesia / lupa sesaat.

B. Pathway

Jantung Cairan
Terpapar panas terlalu
lama, dehidrasi
Kerusakan
otot
Curah jantung
jantung

Menyetimulus jantung Suplai darah Suplai darah ke otak


bekerja lebih keras tidak adekuat tidak adekuat

Keadaan fisik metabolisme


Palpitasi
Darah
menuju
ekstrimitas Intoleransi Mata berkunang -
anoreksia
s aktifitas kunag

Akral dingin
syncope
Menganggu aktifitas
Pucat sehari - hari
Jatuh

Rasti Cedera

Gangguan pemenuhan nutrisi


C. Nursing Care Plan (rencana asuhan keperawatan)
Diagnosa KeperawatanI
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipoksia dan
edema serebral ditandai dengan perubahan tingkat kesadaran,
perubahan respon motorik atau sensorik, gelisah, perubahan tanda-
tanda vital. (Doenges, 1999).
b. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tingkat kesadaran
membaik.
c. Kriteria Hasil : Mempertahankan tingkat kesadaran biasa atau
perbiakan, tanda-tanda vital (TTV) kembali normal dan tanda-tanda
peningkatan tekanan intra kranial (TIK).
d. Intervensi:
1) Tentukan faktor-faktor yang menyebabkan koma atau penurunan
perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK. Untuk
mengetahui penyebab cedera, untuk memantau tekanan TIK dan
atau pembedahan.
2) Pantau status neurologik secara teratur dan bandingkan dengan
nilai standar. Untuk mengetahui perubahan nilai GCS, mengkaji
adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial
peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi.
3) Pantau TTV. Ketidakstabilan TTV mempengaruhi tingkat
kesadaran.
4) Pertahankan kepala pada posisi tengah atau pada posisi netral
Kepala yang miring pada salah satu sisi menekan vena jogularis
dan menghambat aliran darah venaPerhatikan adanya gelisah yang
meningkat.Petunjuk nonverbal ini mengidentifikasi adanya
peningkatan TIK atau menandakan adanya nyeri.
5) Kolaborasi pemberian cairan sesuai indikasi. Pembatasan cairan
dapat menurunkan edema cerebral.
6) Berikan obat sesuai indikasi. Dapat menurunkan komplikasi.
Diagnosa Keperawatan II
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler,
kerusakan persepsi dan obstruksi trakeobronkial ditandai dengan
kelemahan atau paralisis otot pernafasan. (Doenges, 1999).
b. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pola nafas kembali
normal.
c. Kriteria Hasil : Mempertahankan pola pernafasan efektif, bebas sanasis,
Nafas normal (16-24 x / mnt), irama regular, bunyi nafas normal, GDA
normal, PH darah normal (7,35-7,45). Pa02 (80-100 mmHg), PaCO2
(35-40 mmHg), HCO2 (22-26). Saturasi oksigen (95- 98%).
d. Intervensi:
1) Pantau frekuensi pernafasan, irama dan kedalaman pernafasan.
Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi, pulmonal atau
menandakan lokasi / luasnya keterlibatan otak.
2) Angkat kepala tempat tidur sesuai aturan, posisi miring sesuai
indikasi. Untuk memudahkan ekspansi pans dan menurunkan
adanya kemungkinan lidah jatuh dan menyumbat jalan nafas
3) Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-
15 detik. Untuk membersihkan jalan nafas, penghisapan
dibutuhkan jika pasien koma atau dalam keadaan imobilisasi, dan
tidak dapat membersihkan jalan nafas sendiri.
4) Auskultasi bunyi nafas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya
suara tambahan yang tidak normal.. Untuk mengidentifikasi
adanya masalah pans seperti atelektasis kongesti atau obstruksi
jalan nafas.
5) Kolaborasi pemberian oksigen.Menentukan kecukupan
pernafasan, memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan
membantu dalam pencegahan hipoksia.

Diagnosa Keperawatan III


a. Perubahan nutrisi kebutuhan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan asam lambung, mual, muntah dan anoreksia
ditandai dengan penurunan BB, penurunan masa otot, tonus otot buruk.
(Carpenito, 2006).
b. Tujuan : Kebutuhan akan nutrisi tidak terganggu.
c. Kriteria Hasil : BB meningkat, tidak mengalami tanda-tanda mal
nutrisi, nilai laboratorium dalam batas normal.
d. Intervensi:
1) Kaji kemampuan klien untuk mengunyah, menelan, batuk dan
mengatasi sekresi.Faktor ini dapat menentukan pemilihan terhadap
jenis makanan.
2) Auskultasi bising usus. Fungsi saluran pencernaan biasanya baik
pada kasus cedera kepala.
3) Jaga keamanan saat memberikan makan pada pasien lewat NGT.
Menurunkan resiko regurgitasi / terjadi aspirasi.
4) Tingkatkan kenyamanan. Lingkungan yang nyaman dapat
meningkatkan nafsu makan.
5) Kolaborasi pemberian makan lewat NGT. Makan lewat NGT
diperlukan pada awal pemberian.

Diagnosa Keperawatan IV
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penekanan vaskuler
serebral dan edema otak ditandai dengan tengangan maskuler, wajah
menahan nyeri dan perubahan TTV. (Engram, 1998).
b. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri dapat berkurang
atau hilang.
c. Kriteria Hasil : Nyeri berkurang atau hilang, TTV dalam batas normal.
d. Intervensi:
1) Kaji karakteristik nyeri (P, Q, R, S, T). Untuk mengetahui letak dan
cara mengatasinya.
2) Buat posisi senyaman mungkinMenurunkan tingkat nyeri
3) Pertahankan tirah baring. Tirah baring dapat mengurangi
pemakaian oksigen jaringan dan menurunkan resiko meningkatnya
TIK.
4) Kurangi stimulus yang dapat merangsang nyeri. Stress dapat
menyebabkan sakit kepala dan menyebabkan kejang.
5) Kolaborasi pemberian obat analgetik. Untuk menurunkan rasa
nyeri.

Diagnosa Keperawatan V
a. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan perdarahan serebral ditandai
dengan respon inflamasi tertekan, hipertemia. (Doenges, 1999).
b. Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak ada tanda-tanda
infeksi.
c. Kriteria Hasil :Tidak terdapat tanda-tanda infeksi dan mencapai
penyembuhan luka tepat waktu
d. Intervensi
1) Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
keperawatan. Untuk menurunkan terjadinya infeksi nosokomial
2) Observasi daerah yang mengalami luka/kerusakan, daerah yang
terpasang alat invasi. Deteksi dini terjadinya perkembangan
infeksi, kemungkinan untuk melakukan tindakan dengan segera
dan mencegah komplikasi.
3) Monitor suhu tubuh dan penurunan kesadaran. suhu yang tinggi
dapat mengidentifikasi terjadinya infeksi yang selanjutnya
memerlukan tindakan dengan segera.
4) Kolaborasi pemberian obat antibiotik. Menurunkan terjadinya
infeksi nasokomial
5) Kolaborasi pemeriksaan laboraturium. Untuk mengetahui adanya
resiko infeksi melalui hasil laboraturium darah
Diagnosa Keperawatan VI
a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri kepala ditandai
dengan ketidakmampuan bergerak, kerusakan koordinasi, keterbatasan
rentang gerak, penurunan kekuatan atau kontrol otak
b. Tujuan : Mempertahankan posisi yang optimal
c. Kriteria hasil :
1) Mempertahankan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit
2) Mendemonstrasikan teknik yang mungkin dilakukan aktifitas
d. Intervensi
1) Kaji derajat imobilisasi pasien dengan menggunakan skala
ketergantungan (0-4). Untuk mengetahui tingkat imobilisasi
pasien.
2) Ubah posisi pasien secara teratur dan buat sedikit perubahan posisi.
Perubahan posisi dapat meningkatkan sirkulasi pada seluruh tubuh.
3) Bantu pasien untuk melakukan latihan rentang gerak.
Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi / posisi normal
ekstrimitas dan menurunkan terjadinya vena yang statis
4) Sokong kepala dan badan, tangan dan lengan, kaki dan paha ketika
berada pada kursi roda. Mempertahankan kenyamanan, keamanan
dan postur tubuh yang normal

DAFTAR PUSTAKA
Pearce,C Evelyn.2010. ANATOMI DAN FISIOLOGI UNTUK PARAMEDIS.
Jakarta:PT.Gramedia Pustaka Utama

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, volume 3.
Jakarta : EGC

Carpenito LD.1995.Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik. Jakarta :


EGC
Doengoes, M.E.,2000. Penerapan Proses Kperawatan dan Diagnosa
Keperawatan, Jakarta : EGC.
Donna, D.Et Al.1991. Medical Surgical Nursing : A. Nursing Prosess Approch. St.
Louis : The
C.V. Mosby Co.
NANDA, 2007. Nursing Diagnoses : Definition and Clssification 2007 – 2008,
NANDA
International, Philadephia.
Mansjoer, Arif. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarata : Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran UI
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai