Disusun Oleh :
TIM 1 Kelompok 1
Menyetujui
Pembimbing Akademik Pembimbing Ruangan
Mengetahui,
Kepala Ruangan
Maedi, S.Kep.
Mayor Laut (K) NRP.14608/P
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala berkat dan rahmat serta karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah Seminar Keperawatan pada stase medikal bedah yang berjudul “ASUHAN
KEPERAWATAN OKSIGEN HIPERBARIK KE-23 PADA TN. “I”
DENGAN DIAGNOSA MEDIS ULKUS DECUBITUS DI LAKESLA Drs.
Med. R. RIJADI S., Phys. SURABAYA”.
Dalam penyusunan makalah ini penulis berpedoman pada materi
perkuliahan, pengalaman, dan bimbingan praktek, bantuan serta dorongan moril
dan materil dari berbagai pihak, sehingga penulis mampu menyelesaikannya. Pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
iii
Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna dan masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu, penyusun berharap kritik dan saran yang
dapat membangun agar dalam penyusunan makalah selanjutnya akan menjadi
lebih baik. Penyusun berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kami secara
pribadi dan bagi pembaca.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Cover ........................................................................................................................ i
Lembar pengesahan ................................................................................................. ii
Kata pengantar ....................................................................................................... iii
Daftar isi .................................................................................................................. v
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 2
1.3 Tujuan ................................................................................................ 2
1.3.1 Tujuan Umum .......................................................................... 2
1.3.2 Tujuan Khusus ......................................................................... 2
1.4 Manfaat .............................................................................................. 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 4
2.1 Konsep Dasar HNP ............................................................................ 4
2.1.1 Definisi .................................................................................... 4
2.1.2 Faktor Resiko ........................................................................... 5
2.1.3 Etiologi .................................................................................... 5
2.2 Konsep Dasar Dekubitus .................................................................... 5
2.2.1 Definisi Decubitus ................................................................... 5
2.2.2 Klasifikasi Decubitus............................................................... 6
2.2.3 Faktor Resiko Dekubitus ....................................................... 11
2.2.4 Peranan Terapi Hiperbarik Oksigen Terhadap Dekubitus..... 15
2.3 Konsep Teori Terapi Hiperbarik ...................................................... 17
2.3.1 Definisi HBO ......................................................................... 17
2.3.2 Jenis HBO berdasarkan besarnya Chamber........................... 17
2.3.3 Tujuan HBO .......................................................................... 18
2.3.4 Kontraindikasi HBO .............................................................. 18
2.3.5 Dasar Fisiologi ....................................................................... 19
2.3.6 Dosis ...................................................................................... 20
2.3.7 Transportasi dan Utilisasi Oksigen terapi HBO .................... 21
2.4 Teori Askep HBO ............................................................................ 22
v
2.4.1 Pengkajian ............................................................................. 22
2.4.2 Diagnosa Terapi Hiperbarik Oksigen .................................... 25
2.4.3 Intervensi Keperawatan ......................................................... 25
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN ................................................................ 28
3.1 Identitas pasien ................................................................................. 28
3.2 Pengkajian ........................................................................................ 28
3.3 Web of caution ................................................................................. 31
3.4 Analisa data ...................................................................................... 32
3.5 Diagnosa keperawatan ..................................................................... 33
3.6 Intervensi keperawatan..................................................................... 33
3.7 Implementasi keperawatan ............................................................... 37
3.8 Evaluasi keperawatan ....................................................................... 39
BAB 4 PENUTUP................................................................................................. 40
4.1 Simpulan .......................................................................................... 40
4.2 Saran................................................................................................. 40
vi
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan salah satu upaya pembangunan nasional
agar tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi
setiap masyarakat disepanjang hidupnya. Tujuan adanya pembangunan kesehatan
untuk mewujudkan kemandirian msyarakat untuk hidup sehat, memelihara serta
meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Terapi Oksigen Hiperbarik (TOHB) adalah suatu cara terapi dimana penderita
harus berada dalam suatu ruangan bertekanan, dan bernafas dengan oksigen 100 %
pada suasana tekanan ruangan yang lebih besar dari 1 ATA (Atmosfer absolute)
(Lakesla, 2009). Kondisi lingkungan dalam TOHB bertekanan udara yang lebih
besar dibandingkan dengan tekanan di dalam jaringan tubuh (1 ATA). Keadaan ini
dapat dialami oleh seseorang pada waktu menyelam atau di dalam ruang udara yang
bertekanan tinggi (RUBT) yang dirancang baik untuk kasus penyelaman maupun
pengobatan penyakit klinis. Individu yang mendapat TOHB adalah suatu keadaan
individu yang berada di dalam ruangan bertekanan tinggi (> 1 ATA) dan bernafas
dengan oksigen 100%.Tekanan atmosfer pada permukaan air laut adalah sebesar 1
atm.
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh
trauma atau perubahan degeneratife yang menyerang massanucleus pada daerah
vertebra L4-L5, L5-S1, atau C6-C6 yang menimbulkan nyeri punggung bawah,
kronik dan berulang atau kambuh. Permasalahan yang sering terjadi pada kasus
Hernia Nukleus Pulposus.
HNP yaitu adanya nyeri diam, nyeri gerak, nyeri tekan, mengurangi spasme
otot serta adanya keterbatasan gerak dan menambah kekuatan otot. Pada kasus
Hernia Nukleus Pulposus (HNP), diharapkan fisioterapi dengan menggunakan
static contraction dapat mengurangi nyeri, resisted active exercise dapat
meningkatkan kekuatan otot, pasif exercice dapat meningkatkan LGS dan teknik
MC. Kenzi dapat mengurangi spasme. Dengan pemberian modalitas tersebut
diharapkan mampu mengurangi nyeri, mengurangi spasme otot serta meningkatkan
luas gerak sendi dan menambah kekuatan otot.
1
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar HNP
2.1.1 Definisi
Herniasi nukleus pulposus (HNP) adalah suatu keadaan yang diakibatkan
oleh penonjolan nukleus pulposus dari diskus kedalam anulus (cincin fibrosa
disekitar diskus), yang disertai dekompresi dari akar syaraf. Herniasi dapat terjadi
di lumbal, lumbosakral, regioskapula, regio servikal, dan dua kolumna vertebralis.
(Fransisca, 2008)
Diskus vertebralis adalah lempengan kartilago yang membentuk sebuah
bantalan diantara vertebra. Material yang keras dan fibrosa ini digabungkan dalam
satu kapsul. Bantalan seperti bola dibagian tengah diskus disebut nukleus pulposus.
HNP merupakan rupturnya nukleus pulposus. (Brunner & Suddart,2002)
Hernia Nukleus Pulposus bisa ke korpus vertebra atas atau bawahnya, bisa
juga langsung ke kanalis vertebralis (piguna Sidharta, 1996). Herniasi diskus
intervetrebralis, merupakan penyakit dimana bagian nukleus yang terbuat dari
material berbentuk gel dalam spinal cord keluar dari anulus atau bagian yang
melindunginya sehingga terjadi penekanan atau penyempitan pada syaraf spinal dan
mengakibatkan nyeri (Nettina & Mills, 2006). Nama lain dari HNP yaitu Herniated
Nucleus Pulposus (HNP), Herniated Intervertebral Disk (HID) dan Degenerative
discdiseasedan penyakit ini merupakan nyeri punggung yang paling sering
(Smeltzer, Bare, Hinkle & Cheever, 2007)
Dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit normal akibat dari
tekanan dari luar yang berhubungan dengan penonjolan tulang dan tidak sembuh
dengan urutan dan waktu yang biasa, gangguan ini terjadi pada individu yang
berada diatas kursi atau diatas tempat tidur, seringkali pada inkontinensia,
malnutrisi, ataupun individu yang mengalami kesulitan makan sendiri, serta
mengalami gangguan tingkat kesadaran (Potter & Perry, 2005). Sedangkan menurut
Perry et al, (2012) dekubitus adalah luka pada kulit dan atau jaringan dibawahnya,
biasanya disebabkan oleh adanya penonjolan tulang, sebagai akibat dari tekanan
atau kombinasi tekanan dengan gaya geser dan atau gesekan.
Berubah warna menjadi ungu atau merah pada bagian yang terkena luka
secara terlokalisir atau kulit tetap utuh atau adanya blister (melepuh) yang berisi
darah karena kerusakan yang mendasari jaringan lunak dari tekanan dan atau
adanya gaya geser. Lokasi atau tempat luka mungkin didahului oleh jaringan
yang terasa sakit, tegas, lembek, berisi cairan, hangat atau lebih dingin
dibandingkan dengan jaringan yang ada di dekatnya. Cidera pada jaringan
dalam mungkin sulit untuk di deteksi pada individu dengan warna kulit gelap.
Perkembangan dapat mencakup blister tipis diatas dasar luka (wound bed) yang
berkulit gelap. Luka mungkin terus berkembang tertutup oleh eschar yang tipis.
Dari derajat dekubitus diatas, dekubitus berkembang dari permukaan luar kulit
ke lapisan dalam (top-down), namun menurut hasil penelitian saat ini, dekubitus
juga dapat berkembang dari jaringan bagian dalam seperti fascia dan otot
walapun tanpa adanya adanya kerusakan pada permukaan kulit. Ini dikenal
dengan istilah injury jaringan bagian dalam (Deep Tissue Injury). Hal ini
disebabkan karena jaringan otot dan jaringan subkutan lebih sensitif terhadap
iskemia daripada permukaan kulit (Rijswijk & Braden, 1999).
Gambar 2.6. Dekubitus Suspected deep tissue injury : depth unknown (Sumber :
NPUAP, 2014)
I, dan 18 pasien mengalami derajat II, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh
Fernandes & Caliri, (2008) pasien yang mengalami dekubitus sebanyak 62, 5%
(40) dengan kriteria 57,1% (30) mengalami derajat I, dan 42,9% mengalami
derajat II, lokasi kejadian dekubitus dalam penelitian ini adalah pada tumit
35,7%, sakrum 22,9%, dan skapula 12,9%.
Gambar 2.7. Area yang paling beresiko terjadi dekubitus (Sumber: NPUAP,
2007).
11
1. Faktor Tekanan
1) Mobilitas dan Aktivitas
pada bagian tubuh mereka meningkat, adanya tekanan yang lama, atau
nyeri dan oleh karena itu pasien tanpa kemampuan untuk merasakan bahwa
terdapat nyeri atau tekanan akan menyebabkan resiko berkembangnya
dekubitus (Potter & Perry, 2010).
2. Faktor Toleransi Jaringan :
1) Faktor Intrinsik :
(1) Nutrisi
Hipoalbumin, kehilangan berat badan dan malnutrisi umumnya
diidentifikasi sebagai faktor predisposisi terhadap terjadinya dekubitus,
terutama pada lansia. Derajat III dan IV dari dekubitus pada orang tua
berhubungan dengan penurunan berat badan, rendahnya kadar albumin,
dan intake makanan yang tidak mencukupi (Guenter, et al., 2000).
Menurut Jaul (2010), ada korelasi yang kuat antara status nutrisi yang
buruk dengan peningkatan resiko dekubitus. Keller, (2002) juga
menyebutkan bahwa 75% dari pasien dengan serum albumin dibawah
35 g/l beresiko terjadinya dekubitus dibandingkan dengan 16 % pasien
dengan level serum albumin yang lebih tinggi. Pasien yang level serum
albuminnya di bawah 3 g/100 ml lebih beresiko tinggi mengalami luka
daripada pasien yang level albumin tinggi (Potter & Perry, 2010).
(2) Umur / Usia
Pasien yang sudah tua memiliki resiko tinggi untuk terkena dekubitus
karena kulit dan jaringan akan berubah seiring dengan proses penuaan
(Sussman & Jensen, 2007). 70% dekubitus terjadi pada orang yang
berusia lebih dari 70 tahun. Seiring dengan meningkatnya usia akan
berdampak pada perubahan kulit yang di indikasikan dengan
penghubung dermis-epidermis yang rata (flat), penurunan jumlah sel,
kehilangan elastisitas kulit, lapisan subkutan yang menipis,
pengurangan massa otot, dan penurunan perfusi dan oksigenasi vaskular
intradermal (Jaul, 2010) sedangkan menurut Potter & Perry, (2005) 60%
- 90% dekubitus dialami oleh pasien dengan usia 65 tahun keatas.
2. Temperatur kulit
Setiap terjadi peningkatan metabolisme akan menaikkan 1 derajat
celcius dalam temperatur jaringan. Dengan adanya peningkatan temperatur
ini akan beresiko terhadap iskemik jaringan. Selain itu dengan menurunnya
elastisitas kulit, akan tidak toleran terhadap adanya gaya gesekan dan
pergerakan sehingga akan mudah mengalami kerusakan kulit (AWMA,
2012). Hasil penelitian didapatkan bahwa adanya hubungan yang bermakna
antara peningkatan temperatur tubuh dengan resiko terjadinya dekubitus
(Bergstrom and Braden 1992, Suriadi dkk, 2007).
3. Penyakit Kronis
Selain beberapa faktor diatas, Australian Wound Management
Association (AWMA, 2012) juga menyebutkan penyakit kronis sebagai salah
satu faktor ekstrinsik terjadinya dekubitus. Penyakit kronis dapat
mempengaruhi perfusi jaringan, dimana penyakit dan kondisi tersebut dapat
mengakibatkan kerusakan pengiriman oksigen ke jaringan. Ada beberapa
penyakit yang dapat menyebabkan resiko terjadinya dekubitus, diantaranya
adalah diabetes mellitus, kanker, penyakit pada pembuluh darah arteri,
penyakit kardiopulmonar, lymphoedema, gagal ginjal, tekanan darah
rendah, abnormalitas sirkulasi serta anemia.
2.2.4 Peranan Terapi Hiperbarik Oksigen Terhadap Dekubitus
4
18
3) Portable Chamber
Chamber yang bisa dengan mudah dipindahkan untuk kasus emergency.
Contoh : Chamber dalam ambulance TNI AL
4) Animal Chamber
Chamber yang digunakan khusus untuk hewan penelitian.
2.3.3 Tujuan HBO
Tujuan dilakukan Hiperbarik Oksigen (HBO) adalah untuk :
1) Decompresi (DCS) yang terjadi pada kasus penyelaman.
2) Klinis, beberapa penyakit yang bisa disembuhkan dengan HBO antara
lain:
(1) Luka DM dan Gangren
(2) Sudden Deafness
(3) Keracunan gas CO2
(4) Rehabilitasi pasca stroke
(5) Infertilitas, meningkatkan motilitas sperma.
3) Kebugaran
2.3.4 Kontraindikasi HBO
1) Kontraindikasi absolut
Untreated Pneumothorak yaitu pneumothorak yang belum
dilakukan tindakan pembedahan.
2) Kontraindikasi relatif
Beberapa keadaan yang memerlukan perhatian tapi bukan
merupakan kontraindikasi absolute pemakaian hiperbarik oksigen adalah
sebagai berikut
(1) Infeksi saluran napas bagian atas
(2) Sinusitis kronis
(3) Riwayat operasi telinga
(4) Penyakit kejang
(5) Emfisema yang disertai retensi CO2
(6) Panas tinggi yang tidak terkontrol
(7) Infeksi Virus
(8) Spherositosis congenital
19
4) Fase Utilisasi
Pada fase utilisasi terjadi metabolisme seluler, fase ini dapat terganggu apabila
terjadi gangguan pada fase ventilasi maupun transportasi. Gangguan ini dapat
diatasi dengan hiperbarik oksigen, kecuali gangguan itu disebabkan oleh
pengaruh biokimia, enzim, cacat atau keracunan (Kindwall & Goldman 1998).
5) Fase Difusi
Fase ini adalah fase pembatas fisik antara ketiga fase tersebut dandianggap
pasif, namun gangguan pada pembatas ini akan mempengaruhi pertukaran gas.
2.3.6 Dosis
Dosis terapi HBO yang digunakan pada Lakesla Drs Med R. Rijadi
Sastropanoelar, Phys. Surabaya yaitu berdasarkan table Kindwall modifikasi
Guritno. Pelaksanaan terapi HBO diawali dengan dilakukannya kompresi sampai
kedalaman 50 feet of seawater (fsw), kecepatan kompresi disesuaikan dengan
kondisi penderita. Setibanya di 50 fsw segera dipasang masker, penderita bernafas
dengan O2 murni selama 30 menit, dilanjutkan dengan udara selama 5 menit, lalu
O2 murni 30 menit, udara 5 menit dan terahir O2 30 menit. Kemudian dilakukan
dekompresi dari 50 fsw ke permukaan dengan kecepatan 1 feet/ menit, selama
dekompresi penderita bernafas dengan O2 murni. Keluarkan penderita dari RUBT
dan terapi HBO selesei. Total waktu yang dibutuhkan untuk terapi ini adalah 128
menit (Widodo, Hisnindarsyah & Harnanik, 2016).
Tabel Klinis Kindwall Terapi Hiperbarik
21
7) Pengkajian HBO
Prosedur penatalaksanaan hiperbarik oksigen adalah sebagai berikut
(Lakesla, 2009):
1. Pra Hiperbarik Oksigen
Dokter jaga HBO dan perawat (tender) melaksanakan:
1) Anamnesis :
Identitas, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu,
kontra indikasi absolut dan relatif untuk terapi HBO.
Indikasi HBO :
Beberapa indikasi penyakit yang bisa diterapi dengan HBO
adalah penyakit dekompresi, emboli udara, keracunan gas CO,
HCN, H2S, infeksi seperti gas gangren, osteomyelitis, lepra,
mikosis, pada bedah plastik dan rekonstruksi seperti luka yang
sulit sembuh, luka bakar, operasi reimplantasi dan operasi
cangkok jaringan. Keadaan trauma seperti crush injury,
compartment syndrome dan cidera olahraga. Gangguan
Pembuluh darah tepi : berupa shock, MCI, ops, bypass jantung
dan nyeri tungkai iskemik, bedah ortopedi seperti fracture non
union, cangkok tulang, osteoradionekrosis. Keadaan neurologik
seperti stroke, multiple sclerosis, migrain, edema cerebri, multi
infrak demensia, cedera medula spinalis, abses otak dan neuropati
perifer, penyakit diabetes, asfiksi seperti tenggelam. inhalasi
asap. hampir tercekik. Kondisi masa rehabilitasi seperti hemiplegi
spastik stroke, paraplegi, miokard insufisiensi kronik dan
penyakit pembuluh darah tepi.
Kontra indikasi absolut, yaitu penyakit pneumothorak yang
belum ditangani.
Kontra indikasi relatif yaitu meliputi keadaan umum lemah,
tekanan darah sistolik >170 mmHg atau <90 mmHg. Diastole
>110 mmHg atau <60 mmHg. Demam tinggi >38° c, ISPA
(infeksi saluran pernafasan atas), sinusitis, Claustropobhia (takut
pada ruangan tertutup), penyakit asma, emfisema dan retensi
24
• B2 (Blood) : TD : 110/80
38
29
=HNP
Penatalaksanaan Operasi
MK : Ansietas
Bedrest
Dekubitus
MK : Gangguan
integritas kulit
Terapi HBO
Kurang
Pengetahuan
pengetahuan Perubahan tekanan Ruangan bertekanan tinggi
udara di RUBT
MK : Ansietas
Pemberian oksigen 100%
MK : Resiko
barotrauma
MK : Resiko keracunan
oksigen
32
Penekanan pada
membran tympani
Resiko barotrauma
Senin, 30 DS: pasien mengatakan Terapi HBO Resiko cedera
September terapi HBO ke 18
2019 Keterbatasan gerak
08.00 DO :
-Skala kekuatan otot Pintu masuk ruangan
5 4 (chamber) kecil
3 4
33
Post HBO
1. Kaji kondisi kulit dekubitus
2. Beritahukan dokter hiperbarik jika
tanda-tanda kerusakan kulit
35
Post HBO
1. Kaji kondisi pasien dan pastikan
tidak ada tanda – tanda
Barotrauma.
2. Dokumentasi kegiatan
Senin, 30 08.00 Risiko cidera yang b/d Pre HBO
September WIB pasien transfer in/out dari 1. Bina Hubungan Saling Percaya
2019 ruang chamber, ledakan antara petugas dan Pasien
peralatan, kebakaran, 2. Periksa Vital Sign pasien, dan
dan/atau peralatan kondisi klinis.
dukungan medis 3. Bantu pasien masuk ke ruang
Tujuan: Setelah dilakukan Chamber dengan tepat dan hati –
asuhan keperawatan hati.
dengan terapi HBO 4. Ingatkan barang-barang yang tidak
selama 2 jam, diharapkan boleh dibawa
tidak terjadi cidera 5. Ikuti prosedur pencegahan
Kriteria Hasil: kebakaran sesuai kebijakan yang
1) Pasien keluar chamber ditentukan dan prosedur
dengan kondisi aman pelaksanaan terapi HBO.
2) Tidak terjadi kebakaran
Intra HBO
37
Post HBO
1. Bantu pasien keluar ruangan/
chamber
2. Periksa kondisi pasien dan
pastikan tidak ada cedera
09.00
WIB Intra HBO
1. Mengatur dan menginstruksikan klien posisi yang
paling nyaman
2. Mengecek kembali barang-barang yang tak boleh
dibawa masuk ke dalam chamber
3. Mengingatkan kembali untuk melaksanakan valsava
manuver ketika tekanan chamber dinaikkan
4. Membantu memasangkan oksigen masker pada klien
5. Memonitor kondisi pasien saat terapi berlangsung, cek
adanya tanda-tanda barotrauma dan keracunan oksigen
11.00 6. Mengkaji nyeri klien dengan melihat respon non verbal
WIB
Post HBO
1. Membantu pasien keluar chamber
2. Mengevaluasi keluhan pasien setelah melakukan terapi
HBO
3. Mengevaluasi tanda-tanda barotrauma:
Tidak ditemukan adanya nyeri telinga, perdarahan
pada telinga,mimisan
4. Tidak ditemukan peningkatan kecepatan dan
kedalaman napas maupun nyeri ketika bernapas
5. Mengevaluasi gejala dari keracunan oksigen pada
sistem saraf pusat :
a. Mati rasa dan berkedut
b. Telinga berdenging
c. Vertigo
d. Penglihatan kabur
e. Gelisah dan mudah tersinggung
f. Mual
6. Menganjurkan untuk sering berlatih menggerak
gerakkan sisi yang lemah.
39
4.2 Saran
Berdasarkan hasil pengamatan selama praktik profesi di Lakesla Drs.
Med. Rijadi. S., Phys Surabaya, pada kesempatan ini kami akan menyampaikan
beberapa saran untuk perbaikan Lakesla agar kedepannya lebih baik lagi.
Adapun saran – saran tersebut, yakni:
38
41
DAFTAR PUSTAKA
Back Pain & Spine Physicians. 2012. Explaining Spinal Disorders: Cervical
Disc Herniation. Colorado Comprehensive Spine Institute. Colorado.
www.spine-institute.com
Battica, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gngguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Gill Nav B.Sc, DC. 2008. The Causes of Severe Neck Pain Resulting from
Cervical Radiculopathy. www.neckpainsupport.com
LAKESLA. 2009. Ilmu Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik. Surabaya:
Lembaga Kesehatan Kelautan TNI AL.
Smeltzer, Suzanne C, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner&Suddart Vol 3. Jakarta:EGC
Smeltzer, S.C Bare B. G., Hinkle, J. L. & Cheever, K.H. 2007. Brunner&Suddart’s
Textbook of Medical Surgical Nursing 11th Ed. Philippines: Lippincott
Williams and Wilkinn
Back Pain & Spine Physicians. 2012. Explaining Spinal Disorders: Cervical
Disc Herniation. Colorado Comprehensive Spine Institute. Colorado.
www.spine-institute.com
Gill Nav B.Sc, DC. 2008. The Causes of Severe Neck Pain Resulting from
Cervical Radiculopathy. www.neckpainsupport.com
National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP). 2014. Prevention and treatment
of pressure ulcer: quick reference guide