Anda di halaman 1dari 56

PEMERIKSAAN Toxoplasma gondii PADA PETERNAK DAN BURUH

TANI DI DAERAH KLAKAH JAWA TIMUR

KARYA TULIS ILMIAH


Untuk memenuhi sebagian persyaratan sebagai
Ahli Madya Analis Kesehatan

Oleh :
LIYANA SYAZWINA
NIM 33152828J

PROGAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2018
MOTTO

Jadilah kalah karena mengalah, bukan kalah karena

menyerah. Jadilah pemenang karena kemampuan , bukan

menang karena kecurangan.

Kekayaan abadi adalah ilmu yang bermanfaa t

Karya tulis ini ilmiah ini penulis persembahkan kepada :

1. Pertama pertama saya ucapkan banyak terimakasih kepada Allah SWT,

karena hanya atas izin dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan tugas

akhir ini dengan lancer dan tanpa halangan. Segala puji syukur atas segala

nikmatnya terimakasih yaallah sudah mengambulkan segala pinta dan

doaku selama ini.

2. Kepada Alm.papa saya yang sangat saya cintai dan sayangi sampai akhir

hayat, berkat bimbingan, semangat, dukungan, kasih sayang dan cinta

beliau selama ini serta doanya dari surga sana, saya dapat menyelesaikan

Karya Tulis Ilmiah ini.

3. Kepada mama saya yang selalu mendoakan saya serta memberi dukungan

selama ini.

4. Kepada kedua adik perempuan saya yang sudah memberi dukungan, cinta

kasihnya dan dukungan yang tiada hentinya.

5. Kepada ibu ifan selaku pebimbing saya yang selalu menemani dan

membimbing saya sampai akhir terimakasih banyak.

6. Kepada semua sahabat saya yang selalu mendukung.


7. Teman – teman terdekat saya Soraya ulfa dan Atrie septin, yang sudah

bersedia mendukung dan menemani saya dalam menjalankan Kuisioner.

8. Kepada semua teman – teman saya dikampus yang selalu memberi saran

dan masukan untuk saya.

9. Kepada sang ALMAMATER saya.

10. Pembaca yang budiman.


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadiran allah swt yang telah

melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga karya tulis ini dapat

terselesaikan. Sebagaimana Karya Tulis Ilmiah ini disusun untuk memenuhi

sebagian persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya Analis kesehatan

Universitas Setia Budi. Penulis memilih judul karya tulis ilmiah “ PEMERIKSAAN

Toksoplasma gondii PADA PETERNAK DAN BURUH TANI DI DAERAH

KLAKAH JAWA TIMUR “ . Dengan terselesaikannya penyusunan Karya Tulis

Ilmiah ini penulis mengucapakan terimakasih kepada beberapa pihak yang sudah

ikut serta dan membantu dalam penyusunan Karya Ilmiah ini yaitu kepada :

1. Pertama – tama saya ucapkan terimakasih kepada Allah. SWT yang

sudah memberikan saya kesehatan sehingga saya dapat menyelesaikan

Karya Tulis Ilmiah ini.

2. Prof. dr. Marsetyawan HNE S, M. Sc., Ph. D, Selaku Dekan Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Setia Budi Surakarta.

3. Dra. Nur Hidayati, M.Pd selaku ketua Jurusan Progam Studi D-III Analis

Kesehatan Universitas Setia Budi Surakarta.

4. Ifandari, S.Si., M.Si selaku dosen pembimbing Karya Tulis Ilmiah.

5. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Progam Studi D-III Analis

Kesehatan Universitas Setia Budi Surakarta.

6. Rekan – rekan mahasiswa D-III Analis Kesehatan Angkatan 2015

Universitas Setia Budi Surakarta.


Penulis menyadari bahwa selesainya Karya Tulis Ilmiah ini jauh dari kata

sempurna, maka dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik

dan saran dari segala pihak yang bersifat membangun untuk memperbaiki Karya

Tulis Ilmiah ini lebih baik lagi. Akhir kata, semoga Karya Tulis ini dapat

bermanfaat bagi kita semua.

Surakarta, 26 April 2018

Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................... iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... x
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii
INTISARI ...................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah ......................................................... 1
1.2 Rumusan masalah ................................................................. 3
1.3 Tujuan penelitian.................................................................... 4
1.4 Manfaat penelitian.................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Toksoplasmosis ...................................................................... 6
2.1.1 Etiologi .......................................................................... 7
2.1.2 Toksoplasma gondii ...................................................... 8
2.1.3 Morfologi Dan Klasifikasi ............................................... 9
2.1.4 Pathogenesis ................................................................ 12
2.1.5 Cara Infeksi Dan Gejala klinis ....................................... 13
2.2 Respoon imun terhadap infeksi Toksoplasma…………………. 16
2.3 Diagnosis………………………………………………… ............. 17
2.4 Pemeriksaan Metode Aglutinasi .............................................. 18
2.4.1 pengertian uji aglutinasi................................................. 18
2.4.2 prinsip kerja Aglutinasi .................................................. 19
2.5 Pengobatan ............................................................................ 20
2.6 Pencegahan dan pengendalian............................................... 21
2.7 Hubungan pemeriksaan Toksoplasmosis dengan
peternak dan buruh tani ......................................................... 22
BAB III METODO PENELITIAN
3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian................................................. 23
3.2 Populasi Dan Sampel ............................................................. 23
3.3 Metode .................................................................................. 23
3.4 Alat Dan Bahan ....................................................................... 23
3.5 Prosedur penelitian ................................................................. 24
36 Analisa Data ............................................................................ 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil penelitian ....................................................................... 27
4.2 Pembahasan........................................................................... 29
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ............................................................................. 37
5.2 Saran ...................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Ultrastruktur Toxoplasma gondii .................................................. … 9

Gambar 2 : Ookista Toxoplasma gondii ........................................................ … 10

Gambar 3: Takizoit Toxoplasma gondii ......................................................... …. 11

Gambar 4: Siklus Hidup Toxoplasma gondii ................................................ …. 13

Gambar 5 : gambar hasil positif pada sampel ............................................... …. 29


DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Karakteristik berdasarkan Jenis Kelamin ...................................... 29

Tabel 2. Karakteristik berdasarkan Usia ....................................................... 30

Tabel 3. Jumlah dan Persentase Hasil......................................................... 30


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Lampiran 1. Data Pengambilan Sampel Responden ................................ . L-1

Lampiran 2. Foto Proses Penelitian .................................................... . L-2

Lampiran 3. Hasil Pemeriksaaan ......................................................... . L-3

Lampiran 4 : Bentuk Kuisioner ............................................................ . L-4


INTISARI

Syazwina, Liyana 2018. Pemeriksaan Toxoplasma Gondii Pada Peternak


dan Buruh Tani Di Daerah Klakah Jawa Timur. Program Studi D-III Analis
Kesehatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Setia Budi.

Di negara beriklim lembab penyakit parasit masih merupakan masalah


kesehatan masyarakatan yang cukup serius. Salah satu penyakit yang sering kita
jumpai di Indonesia ialah Toksoplasmosis, penyakit ini disebabkan oleh spesies
parasit Toxoplasma gondii. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui ada tidaknya infeksi Toksoplasmosis pada peternak dan buruh tani
dan untuk mengetahui berapakah persentase hasil kepositifan Toxoplasmosis
pada responden.
Penelitian ini menggunakan sampel berupa serum dari responden yang
merupakan peternak dan buruh tani. sebanyak 21 sampel dilakukan pemeriksaan
dengan menggunakan Uji Aglutinasi Latek. Pelaksaan pengujian ini dilakukan di
Laboratorium Parasitologi, Fakultas Kedokteran Hewan, di Universitas Gadjah
Mada,Yogyakarta.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Toksoplasmosis dengan metode Uji
Aglutinasi Lateks didapatkan 38% positif dan 62% negatif. Dapat disimpulkan
dari hasil penelitian ini bahwa terdapat infeksi Toksoplasmosis pada peternak
dan buruh tani di daerah Klakah Jawa Timur.

Kata Kunci : Toksoplasmosis, Peternak dan Buruh Tani, Uji Aglutinasi


Latek
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Di negara beriklim lembab, penyakit parasit masih merupakan

masalah kesehatan masyarakat yang cukup serius. Banyaknya parasit yang

dapat menyebabkan masalah kesehatan bagi manusia merupakan hal yang

harus diperhatikan agar tidak mengakibatkan perjalanan penyakit yang lebih

parah. Salah satu penyakit parasit yang sering kita jumpai di Indonesia

adalah Toksoplasmosis. Penyakit ini disebabkan infeksi protozoa yang

ditularkan melalui tubuh kucing. Infeksi ini mempunyai prevalensi yang

cukup tinggi terutama pada masyarakat yang mempunyai kebiasaan

memakan daging mentah atau daging yang dimasak tidak sempurna. Di

Indonesia faktor – faktor tersebut disertai dengan keadaan sanitasi

lingkungan dan banyaknya sumber penularan (Sasmita dkk, 1988).

Penelitian toksoplasmosis di indonesia pertama kali dilakukan oleh

Hartono pada tahun 1972 dan dilaporkan pada tahun 1988. Hartono

berhasil melakukan penelitian dengan mengisolasi kista Toksoplasma pada

kambing dan domba di rumah potong hewan surabaya dan malang. Setiap

penelitian yang dilakukan masing – masing daerah menunjukkan prevalensi

dari penyakit ini bervariasi dan cederung tinggi (Iskandar,1999).

Toksoplasmosis dikategorikan sebagai penyakit Zoonosis, penyakit

yang dapat ditularkan dari hewan kemanusia. Penyebaran toksoplasmosis

yang terjadi di dunia diakibatkan oleh spesies parasit Toksoplasma gondii.

Parasit ini tidak hanya menginfeksi manusia melainkan juga berbagai


mamalia dan burung. Toksoplasma gondii ini juga dapat menimbulkan

radang pada kulit, kelenjar getah bening, jantung, paru, mata, otak dan

selaput otak (Soedarto, 2009).

Toksoplasmosis ini banyak menginfeksi perempuan yang sedang

hamil serta dapat secara langsung menginfeksi janin melalui cara

transplasenta sehingga dapat menyebabkan cacat dan kematian janin. Hal

ini dapat mencapai angka 5% pada kehamilan akibat infeksi yang terjadi

pada trimester pertama, Infeksi kongenital sendiri sangat dipengaruhi oleh

wilayah geografis. Di negara Norwegia, Belgia dan prancis prevalensi

penyakit toksoplasmosis secara kongenital adalah 2 sampai 3 kasus per

1000 angka kelahiran hidup. Sedangkan pada di USA angka tersebut

adalah 1 per 10.000 lahir hidup. Hal ini dipengaruhi oleh angka kejadian

penyakit, cara terjadinya infeksi, perbedaan iklim, perbedaan budaya dan

standart higiene yang tidak sama. Disuatu daerah keadaan sosial ekonomi,

budaya dan kebiasaan hidup penduduknya merupakan salah satu sumber

penularan secara kongenital (Soedarto,2012).

Infeksi toksoplasma tersebar luas dan sebagian besar berlangsung

asimtomatis. Meskipun penyakit ini belum digolongkan sebagai penyakit

parasit yang diutamakan pemberantasanya oleh pemerintah, Akan tetapi

telah dilakukan penelitian di beberapa tempat untuk mengetahui dan derajat

dan prevalensinya. Indonesia sebagai negara tropis merupakan tempat

yang sesuai untuk tempat perkembangan parasit tersebut. Keadaan ini

ditunjang oleh beberapa faktor seperti sanitasi lingkungan dan banyak

sumber penularan terutama kucing dan sebangsanya (Adyatma,

1980;Levine 1990).
Banyak faktor dan sumber penularan dari infeksi toksoplasma

merupakan hal yang harus diwaspadai dan dihindari. Hal ini dilakukan untuk

mencegah terjadinya penularan dan gejala yang lebih lanjut. Jenis

pekerjaan menjadi salah satu faktor yang memungkinkan terjadinya infeksi

Toksoplasma gondii. peternak dan buruh tani merupakan salah satu

pekerjaan yang memungkinkan terjadinya penularan parasit ini. Di daerah

Klakah Jawa Timur sebagian besar dari penduduknya memiliki pekerjaan

sebagai peternak dan buruh tani. Setiap aktivitas yang mereka lakukan tidak

memiliki sanitasi kebersihan yang baik. Di samping itu, pengetahuan dan

kesadaran diri akan higienitas diri dan lingkungan kurang sehingga

meningkatkan resiko penularan toksoplasmosis. oleh karena itu, penting

untuk dilakukan pemeriksaan toksoplasma gondii pada peternak dan buruh

tani di daerah klakah jawa timur. Untuk mengetahui adanya infeksi

toksoplasma gondii dapat dilakukan dengan memeriksa adanya antibodi

toksoplasma gondii pada serum responden.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah ada infeksi Toksoplasma gondii pada peternak dan buruh tani di

daerah Klakah Jawa Timur ?

2. Berapakah persentase kepositifan pemeriksaan Toksoplasma gondii pada

peternak serta buruh tani di daerah Klakah Jawa Timur ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui ada tidaknya infeksi Toksoplasma gondii pada peternak dan

buruh tani di daerah Klakah Jawa Timur.


2. Mengetahui berapa persentase hasil kepositifan pemeriksaan

toxoplasmosis pada peternak sapi dan buruh tani di daerah Klakah Jawa

Timur.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi mahasiswa

a. Memberikan gambaran tentang infeksi parasit Toksoplasma gondii

pada mahasiswa dan memperdalam pengertian, pemahaman tentang

materi dan teori dari penyakit toxoplasmosis beserta pemeriksaanya.

2. Manfaat bagi masyarakat

a. Memberikan wawasan kepada masyarakat tentang penularan penyakit

akibat infeksi parasit dan memberikan pengetahuan tentang

pemeriksaan laboratorium untuk diagnosa penyakit toxoplasmosis.

b. Memberikan gambaran pentingnya kebersihan lingkungan dan sanitasi

kebersihan diri dan cuci tangan yang benar setelah mencari pakan

sapi diladang.

3. Manfaat bagi universitas

a. Sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya..

b. Sebagai arsip perpustakaan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Toksoplasmosis

Toksoplasmosis (tokso) merupakan salah satu jenis penyakit

zoonosis yang biasanya ditularkan dari hewan peliharaan seperti anjing,

kucing, burung dan bisa juga melalui hewan ternak misalnya babi, sapi,

kambing, domba dan kemanusia. Toksoplasmosis disebabkan oleh protozoa

bersel tunggal yang di sebut Toksoplasma gondii. Toksoplasmosis memiliki

dampak yang sangat merugikan bagi manusia dan hewan di seluruh dunia

ini (Dubey dkk, 2004). Infeksi Toksoplasma gondii paling umum di

karenakan dari kontak dengan hewan ataupun melalui hewan peliharaan

seperti kucing, anjing, burung, sapi dan kambing maupun feses mereka.

Selain itu infeksi dapat disebabkan mengkonsumsi daging mentah atau yang

kurang masak. Pusat–pusat pengontrol dan pencegah penyakit Amerika

(CDC) memperkirakan bahwa lebih 60 juta orang di Amerika mungkin

membawa parasit toksoplasma (Hendra, 2013).

Toksoplasma gondii pertama kali ditemukan oleh Nicole dan

Manceaux pada tahun 1908 ditemukan pada limfa dan hati dihewan

pengerat Ctenodactylus gundi di daerah Tunisia Afrika dan pada tahun 1908.

Selain itu laboratorium di Brazil juga menemukan Toksoplasma gondii pada

kelinci. Pada tahun 1937 parasit ini juga ditemukan pada neonates dengan

ensafilitis. Walaupun transmisi intrauterine secara transplasental sudah

diketahui, tetapi baru pada tahun 1970 daur hidup parasit ini menjadi jelas
ketika ditemukan daur seksualnya pada kucing atau Hutchisom (Astuti,

2010).

2.1.1 Etiologi

Penyebaran parasit Toksoplasma gondii cepat dan luas yaitu

dari daerah Alaska sampai dengan Australia. Dari distribusi yang

sangat luas ini mungkin menjadi suatu bagian dalam mekanisme

penularan parasit ini. Penyakit toksoplasmosis ini pernah dilaporkan

pada 35.940 wanita hamil di Norwegia antara tahun 1992 – 1994.

Prevalensi toksoplasmosis di Indonesia cukup tinggi, setiap daerah

memiliki persentase yang berbeda – beda antara 2-63%

(Gandahusada,1991). Kasus ini banyak ditemukan pada wanita

sehingga merupakan infeksi yang cukup dianggap serius, yakni

dikarenakan dapat mengakibatkan abortus dan cacat pada janin yang

dikandungnya kemungkinan janin terinfeksi yaitu 40%. Manisfestasi

klinik tergantung waktu terjadinya penularan pada janin, apabila infeksi

terjadi pada awal kehamilan maka akan memiliki dampak yang lebih

berat dibandingkan infeksi pada akhir kehamilan (Rahmad &

Dwintasari, 2011).

Van Der dkk melaporkan bahwa dari 52 orang yang mengalami

keguguran yang telah diamati di Surabaya, sekitar 46,1% terjangkit

toksoplasmosis (Van DeR dkk,1974). Iskandar melaporkan bahwa 8

(26%) dari 30 wanita hamil normal di Medan terbukti menderita

toksoplasmosis, sedangkan 19 (65%) dari 29 wanita hamil dengan

kelainan pada plasenta menderita toksoplasmosis (Iskandar,1999).

Toksoplasma gondii dapat menginfeksi sejumlah mamalia dan burung.


Umumnya kondisi lingkungan yang panas dan kering di sertai dengan

prevalensi infeksi rendah. Tanah merupakan sumber infeksi untuk

herbifora seperti kambing, sapi, domba dan babi. Karena infeksi pada

kebanyakan hewan menetap secara menahun, maka daging yang

mentah atau setengah matang menjadi sumber infeksi untuk manusia,

karnivora dan kucing (Astuti,2010).

2.1.2 Toksoplasma gondii

Parasit Toksoplasma gondii ini merupakan parasit intraseluler dan

obligat, bentuknya firiform dan berukuran kurang lebih 3 sampai 6

mikron. Parasit ini mempunyai sehelai selaput sel, sebuah inti lonjong

dengan kariosoma yang terletak di tengah-tengah, dan beberapa

organ yang tidak di ketahui fungsinya seperti pada gambar berikut

gambar 1 (Harold, 1979). Toksoplasma gondii dalam klasifikasi

termasuk Sporozoasida karena berkembang biak secara seksual dan

aseksual yang terjadi secara bergantian (Levine, 1990).

Menurut Levine ( 1990 ) klasifikasi parasit sebagai berikut :

Dunia : Animalia

Sub dunia : Protozoa

Filum : Apicomplexa

Kelas : Sporozoasida

Sub kelas : Coccidiasina

Bangsa : Eucoccidiorida

Sub Bangsa : Eimeriorina

Suku : Sarcocystidae

Marga : Toksoplasma
Jenis : Toksoplasma gondii

Gambar 1 : Ultrastruktur Toksoplasma gondii


(Anonim 1, 2015 )

2.1.3 Morfologi dan Daur hidup

Toksoplasma gondii merupakan suatu spesies dari cocidia

yang mirip dengan isospora. Protozoa ini hidup secara intraseluler di

dalam sel-sel sistem retikulo-endotel dan juga bisa pada sel parenkim

manusia maupun hewan mamalia dan unggas terutama pada kucing

(Soedarto, 2009). Daur aseksual (skizogoni) parasit ini ditemukan

dalam sel epitel usus kecil kucing, dan pada daur seksual

(gametogoni, sporogoni) yang menghasilkan ookista yang dikeluarkan

bersama tinja. Ookista berbentuk lonjong dengan ukuran 12,5 mikron

menghasilkan 2 sporokista yang masing – masing mengandung 4

sporozoit gambar dapat dilihat pada gambar 2. Bila ookista ini tertelan

oleh mamalia lain atau burung (hospes perantara), maka pada

berbagai jaringan hospes perantara ini akan membentuk stadium

trofozoit yang membelah secara aktif dan disebut takizoit (tachyzoit =

bentuk yang membelah cepat). Bentuk takizoit menyerupai bulan sabit

pada salah satu ujung badan takizoit berbentuk runcing dan ujung satu
lain agak membulat dapat dilihat pada gambar 3. Pada saat takizoit

toksoplasma membelah maka kecepatanya akan berkurang secara

berangsur dan terbentuklah kista yang mengandung bradizoit (bentuk

yang membelah perlahan). Masa ini merupakan masa infeksi klinis,

pada hospes perantara sendiri stadium seksual tidak akan terbentuk,

akan tetapi terbentuk stadium istirahat yaitu kista jaringan (Srisasi dkk,

2006). Bentuk kista sendiri berbeda-beda ada yang berukuran 200

mikron berisi kira-kira 3000 bradizot, kista ini dapat ditemukan seumur

hidup dalam tubuh hospes terutama di otak, otot jantung, dan otot

bergaris (Chahaya,2003).

Gambar 2 : Ookista Toksoplasma gondii


( Anonim2, 2012)
Gambar 3: Takizoit Toksoplasma gondii
( Anonim3, 2013)

Kucing dan hewan lainya merupakan hospes definitif dari

Toksoplasma gondii. Apabila kucing makan hospes perantara

yang terinfeksi maka di dalam usus kecil kucing terdapat

sporozoit yang menembus sel epitel dan tumbuh menjadi

trofozoit. Trofozoit akan membelah menjadi banyak sehingga

terbentuk skizon, apabila skizon sudah matang akan pecah dan

menghasilkan banyak merozoit (skizogoni) inilah yang disebut

dengan daur aseksual dan akan dilanjutkan dengan daur

aseksual. Merozoit akan masuk ke dalam sel epitel dan

merozoit akan membentuk makrogametosit dan mikrogametosit

yang kemudian akan menjadi makrogamet dan mikrogamet

(gametoni). Setelah terjadi penyatuan makrogamet dan

mikrogamet maka akan terbentuk ookista yang akan

dikeluarkan bersama feses kucing (Chahaya,2003).

Bila kucing sebagai hospes definitif makan hospes

perantara yang terinfeksi maka akan terbentuk berbagai bentuk


stadium seksual didalam sel epitel usus kecilnya. Apabila

hospes perantara yang dimakannya mengandung kista jaringan

Toksoplasma, maka akan tedapat masa prepaten selama 3-5

hari, sedangkan pada kucing yang memakan tikus yang

mengandung takizoit masa prepatennya adalah 5-10 hari.

Tetapi bila ookista langsung ditelan oleh kucing, maka masa

prerpaten adalah 20-24 hari. Dengan demikian kucing lebih

mudah terinfeksi oleh kista jaringan dari pada oleh ookista

(Srisasi dkk, 2006).

2.1.4 Patogenesis

Toksoplasma gondii dapat menyerang semua sel yang berinti

sehingga dapat menyerang semua organ dan jaringan tubuh hospes

kecuali sel darah merah (tidak berinti). Invasi dari parasit ini biasanya

terjadi pada usus lalu parasit masuk ke dalam sel hospes dan

difagostosis sehingga sebagian sel ada yang mati dan ada yang lolos

kemudian sebagian parasit berkembang biak di dalam sel hospes.

Serta mengakibatkan sel hospes pecah dan menyerang sel hospes

lain (Srisasi, 2006).

Toksoplasma gondii merupakan parasit intraselular dan

reproduksinya terjadi di dalam sel. Berbagai macam penyebab

ditemukanya Toksoplasma gondii pada manusia disebabkan karena

mengkonsumsi jaringan yang mengandung kista seperti daging yang

pemasakanya tidak sempurna atau daging mentah, selain itu

terjadinya kontak langsung dengan tanah atau air yang terkontaminasi

oleh feses kucing yang mengandung ookista (Widodo, 2013).


Kondisi dasar yang berhubungan dengan toksoplasmosis dapat

ditemukan pada berbagai jenis keganasan, seperti penyakit Hodgkin,

limfoma non Hodgkin lainya, leukemia, tumor padat, penyakit vaskuler

kolagen, pasien dengan transplantasi organ, dan dapat juga pada

penderita AIDS dan ARC. Pada pasien AIDS, Toksoplasma ensefalitis

(TE) dapat dikategorikan infeksi yang oportunistik yang dapat

membahayakan jiwa (Haverkos, 1987).

2.1.5 Cara infeksi dan gejala klinis

Gambar 4: Siklus HidupToksoplasma gondii


(Jones, 2003)
Penularan Toksoplasma gondii dapat dalam 3 bentuk yaitu bentuk

trofozoit (Takizoit dan bradizoit), bentuk kista dan bentuk Ookista.

Manusia dapat terinfeksi Toksoplasma gondii pada umumnya terjadi

melalui makanan yaitu makan daging yang mengandung kista

dikarenakan daging tidak dimasak sempurna atau setengah matang.


serta infeksi dapat terjadi dikarenakan mengkonsumsi sayuran yang

terkontaminasi oleh Ookista (Rahmad dan Dwintasari, 2011).

Cara penularan lain yaitu dengan menelan Ookista infektif yang

terdapat pada tinja kucing. Biasanya cara penularan ini lebih sering

ditemukan pada seseorang yang sangat menyukai kucing dan

memelihara kucing. Oleh karena itu bagi para pemelihara kucing

dianjurkan untuk membersihkan kandang kucing setiap hari dan segera

membuang tinja kucing pada kakus, serta selalu menjaga kebersihan

tempat atau wadah makan kucing atau dapat juga didesinfeksi dengan air

panas. Infeksi juga dapat terjadi dikarenakan adanya transplantasi organ

dan juga dapat melalui donor darah, dimana orang sakit menerima

transplantasi dan donor darah yang terinfeksi Toksoplasma gondii

(Widodo, 2013). Penularan toksoplasmosis juga dapat ditemukan pada

pekerja di laboratorium dikarenakan adanya kecelakaan kerja melalui

jarum suntik atau alat medis lainya yang terinfeksi Toxopasma gondii.

Infeksi ini juga bisa secara kongenital yaitu penularan dari ibu hamil yang

terinfeksi toksoplasmosis kejaninya melalui plasenta (Levine, 1990).

Dari penjabaran penularan infeksi ini dapat disimpulkan jika

toxoplasmasmosis dapat dikelompokkan menjadi toksoplasmosis dapatan

(akusita) dan toksoplasmosis kongenital. Pada toksoplasmosis akusita

infeksi sering terjadi pada orang dewasa, namun pada orang dewasa

biasanya sebab tidak diketahui dengan pasti oleh karena adanya gejala

yang susah dikenali, tetapi infeksi primer pada seorang ibu yang sedang

hamil maka ia dapat melahirkan anak dengan toksoplasmosis.

Manisfestasi toksoplasmosis akusita ialah limfodenopati dan rasa lelah,


disertai demam dan rasa sakit kepala. Sedangkan pada toksoplasmosis

kongenital yaitu infeksi yang sebagian besar diakibatkan transmisi

plasenta (transplasenta) bayi ada dalam masa kandungan ibu yang

terinfeksi toksoplasmosis. Toksoplasmosis kongenital dapat

mengakibatkan janin yang dikandunganya terlahir secara prematur atau

belum cukup umur dengan gejala lebih berat dan dapat disertai dengan

ikterus, hepatosplenomegali, limfadenopati, kelainan susunan syaraf

pusat dan lesis, dan juga ada yang tampak normal pada waktu dilahirkan

namun gejala klinis timbul setelah beberapa minggu sampai beberapa

tahun seperti timbul gambaran eritroblastosis, Hidrops fetalis dan triad

klasik yang terdiri atas Hidrosefalus, retinokoroiditis dan perkapuran

(kalsifikasi) intrakranial atau tetrad sabin jika disertai kelainan

psikomotorik (Susanto dkk, 2013).

2.2 Respoon imun terhadap infeksi Toksoplasma

Respon imun terhadap infeksi toksoplasma ada dua macam yaitu

respon imun spesifik dan respon imun non spesifik. Respon imun non

spesifik terjadi setelah kontak parasit dengan sel hospes, mencapai puncak

pada minggu pertama dan menurun sampai tidak terdeteksi pada minggu

kedua. Sel yang berperan dalam stadium awal infeksi respon imun non

spesifik dan menghasilkan sumber utama IL-12 adalah sel makrofag, sel Nk,

dan sel netrofil serta sel endotel. Sedangkan sitokin yang berperan pertama

adalah sitokin tipe 1 yaitu IL 12, IFN ɣ dan TNF α. Sel dendritik, makrofag

dan netrofil merupakan komponen seluler sistem imun non-spesifik yang

membatasi poliferasi spesifik pada stadium awal melalui aktivasi sitotoksik

dan presentasi antigen toksoplasma ke sistem imun spesifik. Sistem imun


spesifik terutama dilakukan oleh komponen seluler karena Toksoplasma

gondii adalah parasit intraseluler. Molekul APC sistem imun non spesifik

akan mempersentasikan antigen ke TCR limfosit T. Toksoplasma gondii

memasuki epitel mukosa intestinal melalui beberapa cara yaitu menginfeksi

langsung sel enterosit, melalui tight junctions (celah antar epitel), atau

mengnfeksi sel dendritik. Sel enterosit yang terinfeksi mengalami gangguan

fisiologi dan morfologi akan menghasilka radikal bebas yaitu nitric oxide

(NO). Sel enterosit mengsekresikan kemokin dan sitokin yang menarik sel

PMN, makrofag, dan sel dendritik dapat membunuh mikroba secara

langsung. Sel tersebut menghasilkan citokin IL 12 yang mengaktifkan sel T

CD4+. Sel T CD4+ yang teraktifasi akan mensekresikan berbagai citokin

yang berperan pada fase awal infeksi, akan tetapi secara keseluruhan

kontrol terhadap infeksi oleh toksoplasma adalah kerjasama yang sinergis

antara sel T CD4+ dan sel T CD8+. Sel T CD8+ diaktifasi oleh IL-2 yang

dihasilkan sel T CD4+, yang memiliki kemampuan citotoksik terhadap

takizoit atau sel yang telah diinfeksi oleh Toksoplasma gondii. Aktifitas ini

berperan dalam pertahanan terhadap infeksi fase kronik. Sel limfisot T

memiliki memori yang menetap berasal dari kista intraselular yang ruptur

secara teratur dan periodik. Sel T yang telah aktif akan mengaktifkan sel B,

sel B yang telah aktif akan menghasilkan Ig G dan Ig M yang merupakan

antibodi untuk eliminasi Toksoplasma gondii, menstimulasi opsonisasi dan

meningkatkan fagositosis makrofag ( Subekti dan Arrasyid, 2006).


2.3 Diagnosis

Pada infeksi Toksoplasma gondii ini dapat dilakukan dengan

berbagai macam pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan labratorium yang

dapat menunjang diagnosis toksoplasmosis ialah pemeriksaan serologi

misalnya dengan tes hemaglutinasi tak langsung (IHA), Tes

Toksoplasmosin, uji netralisasi antibodi, uji ELISA dan imunokromatografi

assay dan dapat juga dengan tes UAL (uji aglutinasi lateks) (Soedarto,

2009). Pada infeksi toksoplasmosis yang baru terjadi dapat dilakukan

menggunakan uji serologis dalam sebuah Immunoassay enzim indirek untuk

IgM, IgG aviditas rendah atau titer IgG tinggi. Untuk pengujian kadar IgG

dilakukan kepada wanita sebelum kehamilan untuk memeriksa imunitas dan

membedakan infeksi primer atau infeksi dimasa lalu (Olson dkk, 2016).

Dasar pemeriksaan serologi adalah untuk mendeteksi adanya zat anti

IgG , IgM dan IgA. Toksoplasma biasanya muncul 1 – 2 minggu setelah

infeksi serta menetap seumur hidup. Untuk memastikan adanya

toksoplasmosis kongenital pada neonatus dilakukan diagnosa untuk

menemukan zat anti IgM. Namun zat anti IgM tidak selalu ditemukan. Hal ini

dikarenakan zat anti IgM yang cepat hilang dalam darah walaupun

ditemukan selama beberapa bulan bahkan sampai setahun atau lebihan.

Apabila adanya zat anti IgM tidak dapat ditemukan maka bayi yang

tersangka toksoplasmosis kongenital harus di Follow up. Serta pada bayi

penderita toksoplasmosis zat anti IgG mulai dibentuk sendiri pada umur 2-3

bulan dan pada masa ini titer zat anti IgG tetap ada atau naik (Sutanto dkk,

2013).
2.4 Pemeriksaan Metode Aglutinasi

2.4.1 Pengertian Uji Aglutinasi

Metode uji aglutinasi mendasarkan adanya reaksi

aglututinasi antara sampel dengan reagen . Aglutinasi sendiri ialah

reaksi yang terjadi antara antibodi dengan antigen seluler atau

antigen yang terdapat pada permukaan sel (Handoyo, 2003). Secara

umum sampel serum diteteskan pada permukaan kartu dan dicampur

dengan larutan dari lateks dan diluent yang telah dilapisi antigen

Toksoplasma gondii. Uji aglutinasi lateks ini hanya mampu

mendeteksi total antibodi tanpa mampu membedakan apakah dari

klas IgM atau IgG. Uji aglutinasi lateks ini memiliki beberapa

kelemahan yaitu memiliki akurasi dan kepekaan (Sensitivitas) yang

lebih rendah dibandingkan metode ELISA. Hal ini dikarenakan untuk

mendapatkan hasil positif, Uji Aglutinasi Lateks membutuhkan titer

antibodi yang lebih tinggi dibandingkan ELISA. Penyebabnya adalah

kemampuan deskriminasi perubahan warna dan batas interaksi

antigen – antibodi pada ELISA sangat peka sehingga dapat

mendeteksi perubahan warna dan reaksi antigen – antibodi pada

kadar yang rendah dibanding dengan uji Uji Aglutinasi Lateks, jika Uji

Aglutinasi Lateks menyatakan seropositif maka ELISA juga

menyatakan seropositif sedangkan jika Uji Aglutinasi Lateks

menyatakan seronegatif maka ELISA belum tentu menyatakan

seronegatif dan sebaliknya. Jika ELISA menyatakan seronegatif,

maka Uji Aglutinasi Lateks dapat menyatakan seronegatif pula

(Subekti & Kusumaningtya, 2011).


2.4.2 Prinsip kerja Aglutinasi

Partikel lateks dilapisi dengan kovalen yang berikatan

dengan Antigen yang terlaut dari membran dan sitoplasma

Toksoplasma gondii (Strain RH). Tes ini memungkinkan deteksi yang

merangsang IgG dan IgM untuk toksoplasma. Pembacaan tes ini

sangat mudah karena menggunakan partikel lateks merah yang

dihambat pada counterstain hijau. Pada hasil yang negatif akan

terbentuk coklat, dan pada hasil positif dua warna pada lateks dan

diluen akan membentuk latar belakang hijau dengan agregat merah.

Metode dilakukan haya untuk mengetahui ada tidaknya titer antibodi

pada serum responden tidak dapat membedakan secara spesifik

antara antibodi IgG maupun IgM (Produsenya Bio Rad).

Dasar Uji Aglutinasi Lateks yaitu reaksi imunoaglutinasi

antara antibodi atau antigen yang diikatkan pada partikel lateks. Uji

ini telah banyak digunakan di laboratorium sebagai metode cepat dan

sederhana untuk mendiagnosa penyakit atau infeksi serta telah

banyak dipakai untuk mendeteksi adanya antigen maupun antibodi

baik cendawan, parasit, virus, maupun ricketsia dan bisa digunakan

untuk mendeteksi hormon, obat – obatan dan penyakit otoimun

(Natalia, 2001).

2.5 Pegobatan

Sampai saat ini pengobatan yang ada untuk Toksoplasma gondii

hanya obat yang digunakan terhadap stadium takizoit yang proliferatif, tetapi

tidak mempunyai efek terhadap bradizoit yang berada didalam kista. Oleh
karena itu pengobatan yang dilakukan hanya efektif untuk infeksi akut saja

dan tidak efektif untuk infeksi kronis dan infeksi menahun yang dapat

menjadi aktif kembali. Ada bagai macam obat yang biasa digunakan untuk

toksplasmosis. Primetamin dan Sulfonamide bekerja secara sinergistik maka

dipakai sebagai kombinasi selama 3 minggu atau sebulan, serta dapat diberi

spiramisin antibiotik makrolide yang tidak menembus plasenta tetapi

ditemukan dengan konsentrasi tinggi di plasenta dan juga obat ini dapat

diberikan kepada ibu hamil yang terinfeksi primer. Tujuan untuk mencegah

transmisi Toksoplasma gondii ke janin dalam kandungan, obat ini diberikan

sampai aterm atau sampai janin dinyatakan terinfeksi toxoplasma. Adapun

diklindamisin sebenarnya juga efektif sebagai pengobatan toksoplasmosis,

tetapi dampak dari obat ini ialah dapat menyebabkan Colitis

pseudomembranosa atau Colitis ulserativa oleh karna itu tidak dianjurkan

untuk pengobatan rutin pada ibu hamil dan bayi (Sutanto dkk, 2013)

Obat lain seperti kortikosterid biasanya digunakan untuk mengurangi

peradangan pada mata. Obat macrolide lain yang efektif terhadap

Toksoplasma gondii adalah klaritromisin dan azitromisin yang bisanya

diberikan bersama pirimetamin pada penderita AIDS dengan ensefalitis

toksoplasmik. Toksoplasmosis akusita yang asimtomatik tidak memerlukan

pengobatan, namun pada ibu hamil dengan infeksi primer harus diberikan

pengobatan profilaktik , sedangkan pada bayi dengan toksoplasmosis

kongenital diberikatan pirimetamin. Pada penderita imunokompromais

(AIDS keganasan) yang terjangkit toksoplasmosis akut harus melakukan

beberapa pengobata (Rahmad & Dwintasari, 2011).


2.6 Pencegahan dan pengendalian

Penularan Toksoplasma gondii dapat dicegah dengan cara :

a. Mencuci daging sayur dan buahan sampai bersih.

b. Untuk sayuran dan buahan dikupas sampai bersih sebelum dimakan.

c. Memasak daging sampai benar – benar matang.

d. Sering membersihkan kandang, dan tempat makan kucing setiap hari.

e. Untuk ibu hamil hindari kontak langsung dengan hewan peliharaan, dan

hindari lingkungan atau tanah yang terpapar kotoran kucing.

f. Mencaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitar rumah.

g. Kucing harus dipelihara dan tempatkan didalam rumah agar tidak

terinfeksi Toksoplasma karena memakan tikus atau hewan kecil lainya

yang berada diluar rumah (Soedarto, 2012).

Dalam upaya pengendalian kejadian toksoplasmosis, terutama yang

perlu diperhatikan pertama yaitu lingkungan sekitar, pejamu perantara,

insekta serta faktor kebersihan. Pencegahan terutama ditujukan kepada

wanita yang sedang hamil dan anak – anak yaitu dengan menghindari

mengkonsumsi makanan mentah, seperti sayuran dan mengkonsumsi

daging yang setengah matang. Serta mengurangi kontak fisik dengan hewan

peliharaan seperti anjing dan kucing, memakai sarung tangan saat

berkebun, menyingkirkan bak pasir yang tidak terpakai. Memperhatikan

kebersihan diri dengan mencuci tangan yang benar dan menggunakan

sabun, jangan memberi hewan peliharaan kucing dan anjing daging mentah

atau setengah matang untuk mengurangi penularan maupun terhadapa

hewan peliharaan yang di rumah (Iskandar,1999).


2.7 Hubungan pemeriksaan Toksoplasmosis dengan peternak dan buruh

tani.

Dari beberapa hasil penelitian yang sudah dilakukan mengatakan

bahwa pada binatang ternak yang dagingnya sering dikonsumsi oleh

masyarakat luas merupakan insiden toksoplasmosis yang sering terjadi, hal

tersebut disebabkan oleh tingkat konsumsi daging cukup tinggi di Indonesia,

khususnya didaerah jawa timur yang dominan penduduk masyarakatnya

sering mengkonsumsi daging sapi, ayam dan kambing yang diolah menjadi

sate. Sumber penyebab tingginya insiden dan prevalensi toksoplasmosis

meliputi banyak faktor dan cenderung kompleks. Wiyarno (1999) melaporkan

hasil peneletiannya bahwa terdapat hubungan yang signifikan

toksoplasmosis dengan beberapa faktor lingkungan di surabaya. Jenis

pekerjaan yang beresiko terinfeksi toksoplasmosis adalah pekerjaan yang

berhubungan dengan daging mentah dan tenaga laboran. Serta dilaporkan

bahwa kotoran kucing yang mencemari air, tanah, dan pakan hewan ternak

seperti rumput yang ada di lingkungan tersebut juga merupakan faktor

penularan toksoplasmosis, hal ini dikarenakan tercemari oleh feses kucing

yang mengandung ookista (Wiyarno, 2013).

Banyak faktor yang berpengaruh dalam menentukan kejadian

toksoplasmosis, baik kebiasaan hidup serta higien lingkungan sekitar. Oleh

karena itu peneliti ini tertarik untuk meneliti faktor risiko lain dengan

kebiasaan responden untuk mengetahui adanya kejadian toksoplasmosis.

Agar dapat dihindari sedini mungkin adanya kejadian toksoplasmosis,

menghindari melakukan kebiasaan yang dapat diperkirakan mempunyai

resiko tinggi untuk terinfeksi Toksoplasma gondii. Seperti kebiasaan kontak


dengan hewan yang merupakan hospes perantara Toksoplasma gondii

seperti mamalia, unggas dan kucing. Kebiasaan menkonsumsi sayuran

mentah, kebiasaan konsumsi daging mentah, dan kebiasan setelah

berkebun dan sebelum makan harus melakukan cuci tangan menggunakan

sabun. Peternak melakukan aktivitas mulai dari mencari rumput diladang,

serta berburuh tani, berkebun dengan tanpa menggunkan alat perlengkapan

bekerja yang baik. Begitu juga pada peternak yang selalu melakukan kontak

fisik dengan hewan ternak mulai memberi makan rumput hewan peliharaan,

usahakan mencegah pakan ternak dari pencemaran tinja kucing (Iskandar,

1999).
BAB III

METOODOLOGI PENELITIAN

3.1 waktu dan Tempat Penelitian

Pemeriksaan sampel dilaksanakan pada Februari - Maret 2018 di

Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah

Mada Yogyakarta.

3.2 Populasi dan sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah 21 responden yang berprofesi peternak

dan buruh tani, sampling diambil di daerah Klakah Jawa Timur.

3.3 Metode

Pemeriksaan Toksoplasma gondii dengan metode Uji Aglutinasi Lateks

(Particle Lateks).

3.4 Alat dan Bahan

a. Alat

1) Alat sampling : kapas alkohol, spuit 3cc, tourniquet, tabung non

EDTA,plester, Cup serum, label, dan APD.

2) Alat praktikum : tip disposable, tempat sampah, micropipet 15ul,

Batang pengaduk, Rak tabung, dan APD.

b. Bahan

Penelitian ini menggunakan sampel serum peternak dan buruh tani di

daerah Klakah Jawa Timur.


3.5 Prosedur penelitian

a. Prosedur pengambilan sampel darah

1) Alat dan bahan yang akan digunakan dipersiapkan terlebih dahulu.

2) Probandus dipersilahkan duduk dengan posisi nyaman dan tenang.

3) Tourniquet dipasang pada lengan atas probandus, tangan probandus

dikepalkan dan lakukan palpasi untuk mendapatkan letak vena yang

tepat.

4) Lokasi sampling didesinfektan dengan alkohol swab 70% tunggu

sampai alkohol kering.

5) Ditusuk vena menggunakan spuit 3cc dengan lubang jarum

menghadap keatas. Penusukan dilakukan dengan sudut 15 – 30o

sampai mendapatkan volume yang diinginkan.

6) kemudian tourniquet dilepaskan dan letakkan kapas kering steril

diatas tusukan lalu jarum ditarik keluar secara perlahan.

7) Kapas ditekan selama 1 – 2 menit agar darah pada bekas tusukan

tidak keluar lagi, setelah selesai jangan lupa menutup bekas tusukan

dengan plester.

8) Melalui dinding tabung darah dimasukkan kedalam tabung venojek

non EDTA yang sudah diberi label identitas probandus.

b. Pembuatan serum

1) Tabung sampel darah dibiarkan kurang lebih dari 15 – 20 menit

sampai darah membeku dengan baik.

2) Setelah darah membeku dengan sempurna darah dipusing dengan

centrifugasi dengan kecepatan 1500–2000rpm dengan waktu kurang

lebih 10 menit.
3) Selesai sentrifugasi cairan atas yang berwarna kuning diambil

dengan menggunakan pipet mikro atau dengan pipet tetes, lalu

pindahkan cairan serum pada tabung cup kecil putih jangan lupa

tutup dengan rapat.

4) Tabung diberi identitas pasien meliputi, nama, usia, jenis kelamin,

dan umur urut sampel.

5) Lalu serum siap digunakan.

c. Pemeriksaan toxoplasmosis dengan metode Lateks Partikel Aglutinasi.

1) Pertama disiapkan serum, alat dan bahan yang akan digunakan .

2) Diatas kertas lateks putih diteteskan 15ul serum, dengan ditambah

diluent dan latek msing – masing satu tetes.

3) Lalu diaduk sampai homogen menggunakan batang pengaduk.

4) Goyangkan kertas latek selama 5 menit.

5) Amati ada atau tidaknya aglutinasi dan pembacaan dilakukan selama

7 menit.

d. Interpretasi Hasil

Negatif (-) Positif (+)


Keterangan :

Negatif ( - ) : Tidak terjadi aglutinasi

positif (+) : Terjadi aglutinasi.

3.6 Analisa Data

Data yang didapatkan kemudian dihitung prevalensinya dengan

menggunakan rumus

Jumlah sampel positif Toksoplasmosis


Prevalensi Toksoplasmosis = X 100%
Jumlah keseluruhan sampel
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 21 sampel yang diambil

dari peternak serta buruh tani di daerah Klakah Jawa Timur. Setelah

dilakukan penelitian Toksoplasmosis dengan metode Lateks Partikel

Aglutinasi didapatkan hasil sebagai berikut :

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa distribusi populasi sampel

responden dari jenis kelamin perempuan dan laki – laki, responden

terbanyak ialah perempuan yang berjumlah 13 orang dengan persentase

62%.

Tabel 1. Karakteristik berdasarkan Jenis Kelamin


Jenis kelamin Jumlah Prosentase

Laki – laki 8 38%

Perempuan 13 62%

Jumlah 21 100%

Dapat dilihat dari tabel 2 berikut usia responden dapat digolongkan

dari usia produktif dan usia diatas 50 th. Didapatkan jumlah responden

paling banyak berumur antara 41 – 50 tahun dan usia 31 – 40 tahun dengan

persentase yang sama yaitu 33,33% dengan jumlah orang sebanyak 14

orang.
Tabel 2. Karakteristik berdasarkan Usia
Umur Responden

Umur Jumlah Persentase (%)

20- 30 Tahun 3 14.29%

31- 40 Tahun 7 33.33%

41- 50 Tahun 7 33.33%

> 50 Tahun 4 19.05%

Total 21 100%

Pada tabel 3 menjelaskan hasil pemeriksaa dan persentase

kepositifan dari keseluruhan jumlah sampel. Hasil dapat dilihat sebagai

berikut :

Tabel 3. Jumlah dan Persentase Hasil


No Jenis sampel Jumlah Porsentase

Positif Negatif Positif Negatif

1. Laki – laki 3 5 14,28% 23,80%

2. Perempuan 5 8 23,80% 38,09%

Total sampel 21 100%

Gambar hasil positif pemeriksaan toksoplasmosis metode Uji Aglutinasi Lateks

dapat dilihat pada Gambar 5 dibawah ini :


Gambar 5 : gambar hasil positif pada sampel

4.2 PEMBAHASAN

Pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada infeksi

toksoplasmosis pada peternak dan buruh tani di daerah Klakah Jawa Timur,

dengan mengetahui kebiasaan dan aktivitas pada peternak dan buruh tani

yang sehari-hari melakukan aktivitas beternak dan bertani dengan

pengetahuan sanitasi kebersihan yang minim serta kebiasaan pada peternak

dan buruh tani di daerah Klakah Jawa Timur yang melakukan kontak

langsung dengan tanah, air dan rumput yang mungkin tercemar oleh tinja

kucing yang mengandung ookista yang memungkinkan akan terjadi

penularan parasit Toksoplasma gondii (Widodo, 2013). Selain itu penelitian

ini dilakukan untuk mengetahui berapakah persentasi hasil positif dari dari

pemeriksaan. Banyaknya sumber penularan infeksi parasit Toksoplasma

gondii, memungkinkan terjadi infeksi pada peternak dan buruh tani yang

melakukan pekerjaan dengan sanitasi yang kurang baik dan benar. Dimana

setiap harinya aktivitas mereka seperti, menebang tebu membersihkan

rumput diladang seperti persawahan, perkebunan, ladang tebu bahkan

membersihkan rumput di area kuburan dan aktivitas mencari pakan hewan


peliharaan mereka. Adapun pekerjaan peternak yang sehari-hari bekerja

mencari rumput sampai merawat hewan peliharaan. Dapat dijelaskan bahwa

pekerjaan dan aktivitas yang dilakukan, ada kemungkinan memiliki

hubungan sebagai sumber penularan parasite Toksoplasma gondii. Hal ini

dikarenakan setiap pekerjaan yang mereka lakukan ada kontak fisik dengan

tanah, air dan rumput yang memungkinkan dapat terkontaminsai oleh tinja

kucing yang mengandung Ookista (Wiyarno, 2013)

Penelitian ini menggunakan metode Uji Lateks Aglutinasi, uji ini

merupakan uji serologi yang banyak digunakan untuk mendiagnosa

Toksoplasmosis baik pada hewan maupun manusia. Penelitian ini dilakukan

di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Laboratorium Parasitologi di

Fakultas Kedokteran Hewan. Sebanyak 21 sampel dilakukan pengujian

menggunakan partikel lateks aglutinasi. Slide test berwarna putih digunakan

untuk membaca reaksi antara serum dengan reagen yang akan

menghasilkan aglutinasi yang berwarna sedikit kehijauan akibat reaksi kedua

bahan tersebut. Setelah dilakukan penelitian didapatkan hasil positif pada

responden. Untuk memperkuat serta mengetahui faktor pendukung dari

positifnya pemeriksaan pada peternak dan buruh tani dilakukan kuisioner.

Kuisioner yang dilakukan yaitu memiliki poin yang mengenai aktivitas sehari-

hari, serta memiliki keterkaitan dengan perlakuan kebersihan dan higienitas

dari responden. Berdasarkan kuisioner yang dilakukan pada responden,

didapatkan hasil dengan beberapa kriteria yang berbeda dan memiliki

porsentase nilai yang berbeda.


Berdasarkan data penelitian dapat diketahui karakteristik responden

yang terlihat dari jenis kelamin dan usia dari responden. Adapun hasilnya

sebagai berikut

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan penelitian Toksoplasmosis yang dilakukan pada

peternak dan buruh tani di daerah Klakah dari 21 sampel yang telah

dilakukan pemeriksaan didapatkan hasil positif sebanyak 8 dan sisanya

negatif. 8 sampel positif dapat dibedakan bahwa 3 berjenis kelamin laki –

laki dan 5 perempuan. Pada penelitian ini hasil positif lebih banyak terjadi

pada wanita dibandingkan dengan laki-laki, hal ini dimungkinkan adanya

faktor yang mendukung terjadinya toksoplasmosis lebih banyak pada

wanita. Hasil penelitian dari jurnal kesehatan masyarakat (Triana, 2015)

berdasarkan distribusi dan karakteristik ibu hamil menurut kejadian

toksoplasmosis pada pekerjaan sebagian besar ibu hamil memiliki

pekerjaan tidak beresiko sebanyak 34 orang (56,7%), namun tidak

berselisih jauh dengan ibu yang memiliki pekerjaan yang berisiko 26

orang (43,3%). Ibu hamil juga sebagian besar tidak mempunyai

kebiasaan menyentuh tanah yaitu sebanyak 35 orang (58,3%) tetapi

tidak berselisih jauh dengan ibu yang mempunyai kebiasaan menyentuh

tanah yaitu sebanyak 25 orang (41,7%) (Triana,2015). Responden

penelitian ini dapat digolongkan dengan wanita yang bekerja buruh tani

dan peternak sebagai responden beresiko tertularnya Toksoplasmosis,

dari hasil penelitian (66,67%) wanita yang memiliki pekerjaan buruh tani

dan peternak lebih banyak terjadi dibandingkan dengan buruh tani dan

peternak laki-laki yang memiliki prosentase sebanyak (33,33%). Namun


hal ini tidak membenarkan bahwa laki-laki juga bisa terinfeksi

toksoplasmosis dikarenakan penularan parasit ini tidak memandang jenis

kelamin, usia, maupun status dari penderita.

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Karakteristik responden selanjutnya ialah berdasarkan umur.

Jumlah responden paling banyak berumur antara 30-50 66,66% atau

sebanyak 14 orang, usia responden dengan rata – rata diatas ada

kemungkinan responden melakukan pekerjaan beternak dan buruh tani

sudah cukup lama sehingga ada peluang besar terjadinya infeksi

toksoplasmosis. Setelah dilakukan penelitian pada sampel dan

didapatkan hasil positif pada responden dapat digolongkan dari usia

dengan persentase sebagai berikut yaitu hasil positif terbanyak ialah pada

usia antar 31-40 tahun (37,5%) sebanyak 3 orang, kedua positif

terbanyak pada usia 20-30 tahun dan 41-50 tahun dengan jumlah yang

sama yaitu sebanyak 2 orang (25%) dan hasil positif pada usia 51 tahun

sebanyak 1 orang (12,5%). Hasil positif pada usia tersebut termasuk usia

yang masih produktif dimana pada wanita usia 19 – 49 tahun merupakan

usia yang masih bisa mengalamai kehamilan namun karena terinfeksi

toksoplasmosis ada kemungkinan wanita akan sulit mengalami kehamilan

atau akan mengalami abortus pada usia kehamilan yang masih dini, Pada

usia responden tersebut dapat dibilang bahwa responden dimungkinkan

mendapatkan infeksi toksoplasmosis ini pada akhir kehamilan atau

seorang wanita yang mendapat infeksi minimal 6 hingga 9 bulan sebelum

kehamilan yang telah membentuk imunitas yang memungkinkan tidak

akan menularkan Toksoplasma gondii kebayinya (Olson & Nardin, 2016).


3. Karakteristik Responden Berdasarkan kuisioner.

Untuk memperkuat hasil penelitian kuisioner dilakukan kepada

responden dengan memiliki poin yang kuat dalam mengetahui segala

macam faktor yang berhubungan dengan kebiasaan dan pekerjaan

responden, serta untuk mengetahui berapa persentase kebiasaan pada

peternak dan buruh tani yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi

toksoplasmosis.

Dari hasil kuisioner yang dilakukan dengan memiliki 5 poin

didapatkan dari poin pertama atau pertanyaan satu yaitu ditinjau dari

kebiasaan sehari-hari apakah responden melakukan sanitasi kebersihan

dengan benar, bahwa 13 orang (61,90%) menjawab (iya selalu) dan 8

orang (38,09%) menjawab tidak. Namun didapatkan hasil positif

pemeriksaan dari responden yang menjawab iya selalu 2 orang (25%)

yang positif, serta dari responden yang menjawab tidak sebanyak 6 orang

(28,57%) positif pemeriksaan. Hasil positif pada responden yang

melakukan kebersihan dengan benar dimungkinkann karena adanya

faktor lain yang mendukung terjadinya hasil positif. Seperti kemungkinan

infeksi didapatkan melalu dari makanan, ataupun minuman yang tercemar

oleh ookista. Dari 21 responde hanya 13 orang melakukan kebiasaan

dengan menjaga sanitasi kebersihan diri yang baik dan benar, dengan

menjaga kebersihan diri dan lingkungan setiap selesai beraktifitas

maupun sebelum beraktifitas. Dari poin kedua ditinjau dari kebiasaan

sesudah bekerja mencari rumput atau pakan sapi diladang apakah

responden melakukan cuci tangan yang baik dan benar mencuci tangan

benar yaitu dengan mencuci tangan dengn benar menggunakan sabun


dan menggunakan air yang bersih, yaitu 11 orang melakukan atau

menjawab iya selalu dengan persentase (52,38%) dan sisanya 10 orang

hanya kadang– kadang melakukan kebiasaan tersebut. Dari 11 orang

yang menjawab iya selalu ditemukan hasil positif sebanyak 3 orang

(14,28%) dan 10 orang yang menjawab kadang – kadang ditemukan hasil

positif sebanyak 5 orang (23,80%).

Poin tiga memiliki persentase (42,85%) yaitu 9 orang menjawab

bahwa pada saat beraktifitas diladang saat mencari rumput dan betani

responden makan menggunakan sendok. 6 orang (28,57%) lainya

menjawab kadang, jadi mereka saat makan ditengah-tengah aktivitas

hanya terkadang saja makan menggunkan sendok, dan sisanya 6 orang

(28,56%) tidak menggunakan sendok melainkan mereka menggunakan

tangan. Ditemukan haisil positif pada 2 resoponden yang menjawab

kadang, dan 6 responden yang tidak menggunakan sendok didapatkan

hasil positif pada semua responden. Untuk memperjelas hasil dari poin

tiga, dapat dilihat dari poin empat berikut yaitu ditinjau dari responden

saat makan menggunakan tangan. Apakah responden mencuci tangan

menggunakan air kran yang bersih atau air botol yang merupakan air

bekal disaat bekerja diladang. Sebanyak 18 orang (85,71%) menjadi

bahwa iya kabanyakan dari mereka menggunakan air botol untuk bercuci

tangan sebelum makan, dan hanya 3 orang (14,28%) yang terkadang

menggunaka air kran. Hasil positif sebanyak 8 orang (38,09%) ditemukan

pada responden yang selalu mencuci tangan menggunakan air botol.

Ditinjau dari poin kelima yaitu kebiasaan responden setelah

melakukan kontak fisik dengan hewan peliharaan seperti disaat memberi


makan rumput, membuang kotoran hewan, membersihkan kandang

hewan apakah responden melakukan cuci tangan yang baik dan benar.

12 orang (57,14%) responden iya selalu melakukan mencuci tangan

dengan baik dan benar, menggunakan sabun dan air bersih setelah

melakukan aktivitas merawat hewan peliharaan. 7 orang (33,33%)

kadang melakukan hal tersbebut dan 2 orang (9,52%) tidak melakukan

kebiasaan mencuci tangan. Dari hasil kusioner diatas ditemukan hasil

positif sebanyak 6 orang (28,57%), pada responden yang menjawab

kadang hasil positif sebanyak 2 orang (9,52%). Dapat diketahui dari hasil

kuisioner faktor yang memungkinkan terjadinya positif pada responden

dimungkinkan karena perlakuan higienitas kebersihan diri dan lingkungan

yang kurang cukup baik serta mencuci tangan yang tidak benar pada saat

selesai beraktivitas diladangdan sebelum makan. Serta hasil positif pada

responden yang sudah melakukan kbersihan mulai dari cuci tangan, serta

kebersihan diri yang baik. Dimungkinkan hasil positif dikarenakan adanya

faktor lain seperti, melalui makanan dan minuman yang selalu mereka

bawak disaat bekerja kemungkinan terjadi pencemaran oleh ookista yang

sudah mencemari lingkungan sekitar. Dan kemungkinan faktor lain yaitu

dengan mencuci tangan yang tidak benar, karena tidak menggunakan air

yang bersih dan menggunakan sabun. Kebiasaan dari responden

mencuci tangan dengan air botol yang merupakan air bekal mereka

tidaklah efektif untuk mencuci tangan yang bersih setelah melakukan

kontak fisik dengan rumput dan tanah. Dimana tanah dan rumput memiliki

kemungkinan terkontaminasi dengan feses kucing yang mengandung

ookista. Banyak dari buruh tani yang memiliki kebiasaan hal tersbut
perlakuan mencuci tangan yang kurang baik dan benar sebelum makan,

serta jarangnya responden menggunkan alat makan seperti sendok

memungkinkan responden dapat tertular infeksi Toksoplasmosis.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan

bahwa terdapat infeksi Toxoplasmosis pada peternak dan buruh tani di

daerah Klakah Jawa Timur.

2. Persentase hasil kepositifan Toksoplasmosis pada responden sebanyak

38% dari 21 sampel yang diteliti.

5.2 Saran

1. Dalam penelitian yang lebih lanjut dapat diharapkan menggunakan

responden yang lebih bervariasi.

2. Penelitian perlu dikembangkan dengan uji cepat imunostik yang

diharapkan memiliki akurasi yang setara dengan ELISA.


DAFTAR PUSTAKA

Astuti,T.N. 2010. “ Toxoplasma gondii Nicole & Splendore 1908 (Online). Vol. 6, No. 01,24-24,
(http://ejournal.litbang.depkes.go.id, diakses 15 Mret 2018).

Adyatma, 1980. Kebijaksanaan Pemberantasan Penyakit Parasit di Indonesia. Cermin Dunia


Kedokteran, 1- 4 ( Dalam Jurnal Ir Indra chaya S,Msi 2003)

Anonim1.2015. https//.ilmuveteriner.com. (online). Diakses 16 maret 2018.

Anonim2.2012. https//;Wawashahab.blogspot.com. (online). Diakses 20 maret 2018.

Anonim3.2013. https//.Fluktuantes.,wordpress.com. (online). Diakses 16 maret 2018.

Brown. W Harold, 1979. Dasar Parasitologi Klinis. Pt gramedia., Jakarta .

Cox, F.E.G., 1982. : Immunology. In: modern Parasitology. A Text book of Parasitology. Blackwell
Scientific, Publications, London. (p.173) .

Dubey. 2010. https//.ilmuveteriner.com.(online). Diakses 16 maret 2018.

Gandahusada. S. 1991. Study on the prevalence of Toxoplasmosis in Indonesia: A review.


Proceedings of the 33rd. Seameo Tromed Regional seminar supplement to The
Southeast Asian J. Trop. Med. Pub. Hlth. Vol. 22.

Handoyo, 2003. “Pengantar Imunoasay Dasar”. Surabaya : Airlangga Universitas Press

Iskandar, T., 1999. Tinjauan tentang toksoplasmosis pada hewan dan manusia..(online),Vol.8,No.2
th.1999, (Diakses tanggal 14 maret).

Levine. N.D. 1990. Buku Pelajaran Parasitologi veteriner. Universitas Gajah Mada Press.
Yogyakarta

Natalia, L. 2001. “ uji aglutinasi lateks untuk mendiagnosa penyakit ngorok (septicaemia epixootica)
di lapangan “. Jurnal Ilmu ternak dan veteriner, (Online), Vol. 6, No.3,
(http://peternakan.litbang.pertanian.go.id, diakses 8 mei 2018).

Olson, R, K., Nardin, D,E., 2016 .imunologi dan Serologi Klinis Modern : Untuk Kedokteran dan
Analis Kesehatan ( MIT / CLT ). Jakarta., ECG

Sasmita. R ; R. Ernawati; S. Witjaksono. 1988. “Perbandingan titer antibody terhadap Toxoplasma


gondii pada kucing di beberapa Rumah Sakit dan pasar di Surabaya” . Kumpulan
Makalah pertemuan Ilmiah Regional Parasitologi Kedokteran II. FK Univ. Udayana,
Denpasar.

Sutanto, I,. Ismid,I,S., Syarifudin,P.K.,Sungkar, S. 2013. “Buku Ajar Parasitologi Kedokteran,


Departemen Parasitologi”. Jakarta ., Fkui

Soedarto, 2009. “ Pengobatan penyakit parasite”. Jakarta., CV Sagung Seto


Soedarto. 2012. Toksoplasmosis Mencegah dan Mengatasi Penyakit Melindungi Ibu dan Anak.
Jakarta : CV Sagung Seto.

Setiawati, R. 2015. “ Kromatografi” , ( online ), ( https : // Prezi. Com. Kromatografi / diakses 28


Desember 2016 ) .

Subekti, &. Kusumaningtya, E. 2011. “Perbandingan Uji Serologi Toksoplasmosis dengan Uji Cepat
Imunostik ELISA dan Aglutinasi Lateks” . Balai besar penelitian veteriner (Online),
Vol,16. No.3, ( http.//.oaji.net.com).

Subekti, Didik T & Nurfida K.A. 2006. “ Imunopatogensis Toksoplasma gondii berdasarkan
Perbedaan Galur “. Jurnal Wartazoa, Vol 16 (3) ; 131 – 136.

Rittenhouse-Olson, K. dan Nardin, E.D. 2003. Imunologi dan Serologi Klinis Modern. Terjemahan
oleh Ong, H.O. dan Mardella, E.A. 2016 : EGC.

Triana. A., 2015. Faktor Determinan toksoplasmosis Pada ibu hamil , jurnal kesehatan masyarakat.
(online).25-31 ( http://journal.unnes.ac.id)

Van Der. V, J., S. P. Admowirio, and L. Basuki. 1974. Serologic study toxoplasmosis in Indonesia.

Wiyarno. Y., 2013. Infeksi Toxoplasma pada penjual daging kambing dipasar tradisional
Surabaya.(online), Vol. 11. Januari. (jurnal.unipasby.ac.id)
Lampiran 1. Data pengambilan sampel Responden.
Lampiran 2. Foto proses penelitian
Lampiran 3. Hasil pemeriksaaan
Lampiran 4 : Bentuk kuisioner

KUISIONER RESPONDEN
PENELITIAN TOXOPLASMA GONDII
DI DAERAH KLAKAH JAWA TIMUR
Nama Responden :

Umur Responden :

Jenis Kelamin :

Pekerjaan :

No Pertanyaan Iya Kadang Sering Tidak


selalu
1. Ditinjau dari kebiasaan sehari – hari apakah
responden melakukan sanitasi kebersihan
dengan benar.

2. Ditinjau dari kebiasaan sesudah bekerja


mencari rumput atau pakan sapi diladang
apakah responden melakukan cuci tangan
yang baik dan benar.

3. Ditinjau dari kebiasaan responden makan


apakah menggunakan alat makan ( sendok ).

4. Ditinjau dari cara responden mencuci tangan


setelah bekerja dan sebelum makan apakah
selalu menggunakan air yang cukup bersih
apa menggunakan air botol.

5. Ditinjau dari kebiasaan responden setelah


melakukan kontak fisik dengan hewan
peliharaan (memberi makan , membuang
kontoran, membersihkan kandang) apakah
responden melakukan cui tangan yang baik
dan benar.

Anda mungkin juga menyukai