ILMU
BAB VI “AKSIOLOGI: NILAI
KEGUNAAN ILMU”
KELOMPOK 5
Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas izin‐Nya
penyusunan makalah mata kuliah “Filsafat Ilmu” ini dapat diselesaikan sebagaimana
mestinya dan tepat pada waktunya. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Orang Tua,
Dosen Pengampu dan saudara-saudara yang telah memberikan dukungan baik secara moral
maupun material.
Penulis menyadari bahwa dalam membuat makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan, baik dari segi isi maupun dari segi penulisan yang kurang tepat yang disebabkan
oleh terbatasnya pengetahuan penulis. Penulis berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat
bagi kita semua dalam meningkatkan ilmu pengetahuan.
Tidak lupa kritik dan saran pada karya tulis makalah ini sangat kami harapkan untuk
dijadikan bahan pembelajaran dan perbaikan kedepannya. Atas perhatian, bantuan, dan kerja
sama Anda sekalian, kami mengucapkan terima kasih.
Penulis
1|Page
DAFTAR ISI
2|Page
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang dari waktu ke waktu
membawa manusia kepada zaman yang lebih modern dan juga membuat manusia menjadi
lebih mudah dalam berbagai hal. Namun pada setiap perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi akan selalu timbul masalah baru yang berkaitan dengan pemanfaatan dari ilmu
pengetahuan dan teknologi tersebut.
Seperti yang telah kita ketahui dalam sejarah kemanusiaan telah banyak dampak
negatif dari penggunaan teknologi, contoh yang terburuk yang mungkin diketahui banyak
orang adalah penggunaan ilmu fisika nuklir untuk senjata pembunuh masal dalam Perang
Dunia II.
Pada dasarnya ilmu pengetahuan dan teknologi adalah untuk memudahkan manusia
dan bukan untuk membuat kesengsaraan. Semoga dengan pembahasan ini kita sebagai
manusia yang berakal dan memiliki hati nurani menjadi lebih bijak dalam penggunaan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
2. Identifikasi Masalah
Sesuai dengan judul makalah yaitu “Aksiologi : Nilai Kegunaan Ilmu” maka dalam
makalah ini kita akan membahas mengenai hakikat nilai penggunaan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Berkaiatan dengan judul tersebut maka masalah yang dapat diidentifikasi yaitu:
Ilmu dan Moral, Tanggung Jawab Sosial Ilmuwan, Nuklir dan Pilihan Moral, dan Revolusi
Genetika.
3. Pembatasan Masalah
Untuk memperjelas lingkup permasalahan, maka masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini antara lain : keterkaitan antara ilmu dan moral, tanggung jawab seorang
ilmuwan secara moral terhadap masyarakat, pemanfaatan nuklir yang bermoral, dan
masalah moral dalam revolusi genetika.
3|Page
4. Perumusan Masalah
4|Page
B. PEMBAHASAN
Sejak saat pertumbuhannya, ilmu sudah terkait dengan masalah moral. Ketika
Copernicus (1473-1543) mengajukan teorinya tentang kesemestaan alam dan menemukan
bahwa “ bumi yang berputar mengelilingi matahari “ dan bukan sebaliknya seperti yang
dinyatakan dalam ajaran agama maka timbulah interaksi antara ilmu dan moral ( yang
bersumber pada ajaran agama) yang berkonotasi metafisik. Secara metafisik ilmu ingin
mempelajari alam sebagaimana adanya (netralitas ilmu), sedangkan di pihak lain terdapat
keinginan agar ilmu mendasarkan kepada pernyataan-pernyataan (nilai-nilai) yang terdapat
dalam ajaran-ajaran di luar bidang keilmuan (nilai moral), seperti agama. Dari interaksi ilmu
dan moral tersebut timbullah konflik yang bersumber pada penafsiran metafisik yang
berkulminasi pada pengadilan inkuisi Galileo pada tahun 1633. Galileo oleh pengadilan
agama dipaksa untuk mencabut pernyataan bahwa bumi berputar mengelilingi matahari
(Sumantri, 1996).
Dalam tahap manipulasi masalah moral muncul kembali. Kalau dalam kontemplasi
masalah moral berkaitan dengan metafisika keilmuan maka dalam tahap manipulasi masalah
moral berkaitan dengan cara penggunaan pengetahuan ilmiah. Atau secara filsafati dapat
dikatakan bahwa dalam tahap pengembangan konsep terdapat masalah moral yang ditinjau
dari segi ontologis keilmuan, sedangkan dalam tahap penerapan konsep terdapat masalah
moral yang ditinjau dari segi aksiologi keilmuan(kegunaan ilmu).
Tidak dapat dipungkiri peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu dan
teknologi. Berkat kemajuan dalam bidang ini maka pemenuhan kebutuhan manusia bisa
dilakukan secara lebih cepat dan lebih mudah disamping penciptaan berbagai kemudahan
dalam bidang-bidang seperti kesehatan, pengangkutan, pemukiman, pendidikan dan
komunikasi. Namun dalam kenyataannnya apakah ilmu selalu merupakan berkah, dan bukan
musibah yang membawa manusia dalam malapetaka dan kesengsaraan.
5|Page
Sejak dalam tahap-tahap pertumbuhannya ilmu sudah dikaitkan dengan tujuan perang.
Ilmu bukan saja digunakan untuk menguasai alam melainkan juga untuk memerangi sesama
manusia. Berbagai macam senjata pembunuh berhasil dikembangkan dan berbagai teknik
penyiksaan diciptakan.
Dewasa ini ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu manusia mencapai
tujuan hidupnya, namun juga menciptakan tujuan hidup itu sendiri. “ Bukan lagi Goethe yang
menciptakan Faust, “ meminjamkan perkataan ahli ilmu jiwa terkenal Carl GustavJung, “
melainkan Faust yang menciptakan Goethe.“ (Jujun.S.Sumantri,1996)
Menghadapi kenyataan seperti ini, ilmuwan abad 20 tidak boleh tinggal diam, si
pemilik ilmu ini harus mempunyai sikap. Ilmuwan harus mampu menilai antara yang baik
dan yang buruk, yang pada hakikatnya mengharuskan seorang ilmuwan mempunyai landasan
moral yang kuat. Tanpa suatu landasan moral yang kuat seorang ilmuwan akan lebih
merupakan seorang tokoh seperti Frankenstein yang menciptakan momok kemanusiaan yang
merupakan kutuk.
Ilmu merupakan hasil karya perseorangan yang dikomunikasikan dan di kaji secara
terbuka oleh masyarakat.Sekiranya hasil karya itu memenuhi syarat-syarat keilmuan maka
dida di terima sebagai bagian bagian dari kumpulan ilmu pengetahuan dan di gunakan oleh
masyarkat tertentu.atau dengan perkataan lain, pencipta ilmu bersifat individual namun
komunikasi dan pengguanaan ilmu bersifat social. Peranan individu inilah yang menonjol
dalam kemajuan ilmu dimana penemuan seorang seperti newton atau Edison dapat mengubah
wajah peradaban. Kreativitas individu yang didukung oleh system komunikasi social yang
besifat terbuka menjadi proses pengembangan yang bejalan sangat efektif.
Jelasnya kiranya bahwa seseorang ilmuan mempunyai tanggung jawab social yang
terpikul di bahunya. Bukan saja karena dia adalah warga masyarakat yan kepentingannya
terlibat secara langsung di masyarakat dalam kelangsungan hidup bermasyarakat. Fungsinya
selaku ilmuan tidak berhenti pada penelahan dan keilmuan secara individual namun juga ikut
bertanggung jawab agar produk keilmuan sapai dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Secara historis fungsi social dari kaum ilmuan telah lama di kenal dan diakui. Raja
Charles II dari inggris mendirikan The Royal Society yang bertindak selaku penawaran bagi
6|Page
fanatisme di masyarakat itu. Para ilmuan pada waktu itu bersuara mengenai toleransi
beragama dan pembakaran tukang-tukang sihir. Akhir-akhir ini dikenal nama seperti Andre
Sakharov yang bukan saja mewakili sikap pribadinya namun pada hakikatnya mencerminkan
sikap kelembagaan profesi keilmuan dan menanggapi masalah-masalah sosilal.Untuk
membahas ruang lingkup yang menjadi tanggung jawab seorang ilmuan maka hal ini dapat
dikembalikan kepada hakikat ilmu itu sendiri. Sikap social seseorang ilmu adalah kosisten
denganproses penelahan keilmuan yang dilakukan. Sering dikatakan orang bahwa ilmuan itu
terbatas dari system nilai. Dalam hal ini maka masalah apakah ilmu itu terikat atau bebas dari
ilmu nilai-nilai tertentu, semua itu tergantung kepada langkah-langkah keilmuan yang
bersangkutan dan bukan kepada proses keilmuan secara keseluruhan.
Semua penelahan ilmiah dimulai dengan menentukan masalah dengan demikian jaga
halnya dengan proses pengembilan keputusan dalam hidup bermasyarakat. Apakah mungkin
suatu masalah di selesaikan sekiranya masyarakat itu sendiri tidak sadar akan kepentingannya
masalah tersebut? Beberapa masalah sedemikian esoteric dan rumit sehingga masyarakat
tidak dapat meletakan dalam proporsi yng sebenarnya. Katakanlah upamanya mengenai
keselamatan sistem pembangkit tenaga listrik yang mempergunakan tenaga nuklir. Sukar bagi
masyarakat awam untuk menyadari seberapa jauh tindakan pengamanan telah dilakukan?
Apakah lokasi telah tepat di tinjau dari tempat pemukiman yang padat? Bahaya apakah yang
mungkin menimpa? Tindakan penyelamatan apakah yang harus dilakukan? Perlu masyarakat
mengetahui tindakan-indakan penyelamatan ini.
Pada masalah sperti diatas maka peranan ilmuwan menjadi sesuatu yang imperative.
Dialah yang mempunyai latar belakang pengatahuan yang cukup untuk dapat menepatkan
masalah tersebut pada proporsiyang sebenarnya. Oleh sebab itu dia mempunyai kewajiban
social untuk menyampaikan hal itu kepada masyarakat bersikap ekstrem. Pada satu pihak
mereka bisu karena ketidak tahuan mereka, sedangkan dipihak lai mereka bersikap radikal
dan irasional. Sikap terakhir ini umpamanya di cerminkan dengan keinginan untuk
menghancurkan system pembangkit tenaga listrik tersebut apapun juga alas an eksistensinya.
Tanggung jawab social seseorang ilmuwan dalam hal ini adalah memberikan perspektif yang
bear: untung dan ruginya, baik dan buruknya ; sehingga penyelesaian yang objektif dapat di
mungkinkan.
Mungkin pula terjadi masyarakat telah merasakan adanya masalah tertentu yang perlu
di pecahkan namun karena satu dan lain hal masalah itu belum muncul ke permukaan dan
7|Page
mendapatkan dukungan. Dalam hal seperti ini maka seorang ilmuan harus tampil ke depan
dan berusaha mempengaruhi opini masyarakat terhadap masalah tersebut. Seorang ilmuwan
tepanggil dalam tanggung jawab social mengenai hal ini argumentative berdasarkan
pengetahuan yang dia miliki.
Pada bidang lain mungkin terjadi bahwa masalh itu baru akan timbul yang di
sebabkan proses yang sekarang sedang berjalan. Ilmuan berdasarkan pengetahuannya
memiliki kemampuan untuk meramalkan apa yang akan terjadi. Umpamanya saja apakah
yang akan terjadi dengan keilmuan sekarang. Apakah system pendidikan kita memungkinkan
Negara kita mengejar keterbelakangan di bidsang ilmu dan teknologidi lakukan.
Kemampuan analisis seorang ilmuan mungkin pula menemukan alternatif dari objek
permasalahan yang sedang menjadi pusat perhatian. Bertrand Rusellel umpamanya
mengemukakan sebagai contoh berapa unga yang dipakai untuk persenjataan dapat di
pergunakan untuk meningkatkan dan mendistribusikan bahan makanan serta mengurangi
ledakan penduduk. Kemampuan analisis seorang ilmuan dapat di pergunakan untuk
mengubah kegiatan nonproduktif menjadi kegiatan deduktif yang bermanfaat bagi
masyarakat banyak.
Bagaimana sikap seorang ilmuwan menghadapi cara berpikir yang keliru ini?
Seorang ilmuan pada hakikatnya adalah manusia yang biasa berpikir dengan teratur dan
teliti. Bukan saja jalan pikirannya mengalir melalui pola-pola yang teratur namun juga
segenap materi yang menjadi bahan pemikiran nya di kaji dengan teliti. Kelebihan seorang
ilmuaan dalam berpikir secara teratur dan inilah yang menyebabkan dia mempunyai tanggung
jawab social. Dia mesti berbicara kepada masyarakat sekiranya dia mengetahui bahwa
berpikir mereka itu keliru, dia mesti menjelaskan dimana mereka keliru, apa yang membikin
mereka keliru dan yang penting lagi, harga apa yang harus dibayar untuk kekeliruan itu.
8|Page
Proses menemukan kebenaran secara ilmiah mempunyai implikasi etis bagi seorang
ilmuan. Karakteristik proses tersebut merupakan kategori moral yang melandasi sikap etis
seorang ilmuan. Dibidang etika tanggung jawab sosial seorang ilmuan bukan lagi
memberikan informasi namun memberi contoh. Dia harus tampil didepanbagaimana bersikap
objektif,terbuka,menerima kritik,menerima pendapat orang lain,kukuh dalam pendirian yang
dianggapnya benar, dan kalo perlu berani mengakui kesalahan.
Salah satu sendi masyarakat modern adalah ilmu dan teknologi. Kaum ilmuan tidak
boleh licik dan menganggap ilmu dan teknologi itu alpha dan omega dari segala-galanya;
masih terdapat banyak lagi sendi-sendi yang menyangga peradaban manusia yang baik.
9|Page
Pengetahuan bisa bersifat berkah ataupun kutukan tergantung bagaimana manusia
memenfaatkan pengetahuan tersebut. .seorang ilmuwan harus selalu merupakan minat utama
dari semua ikhtiar teknis.
4. Revolusi Genetika
Revolusi genetika merupakan babakan baru dalam sejarah keilmuan manusia sebab
sebelumnya ilmu tidak pernah menyentuh manusia sebagai objek penelitian. Hal ini bukan
berarti sebelumnya tidak pernah ada penelitian ilmiah yang berkaitan dengan jasad atau organ
manusia, namun penelitian yang ada bermaksud untuk mengembangkan IPTEK dan tidak
membidik manusia sebagai objek langsung. Contohnya jika kita meneliti jantung maka hal itu
dimaksudkan untuk mengembangkan IPTEK dan member kemudahan dalam menghadapi
gangguan-ganguan jantung. Namun yang terjadi manusia tidak lagi meneliti organ-organ
manusia untuk menciptakan teknologi yang memudahkan manusia melainkan untuk
mengubah manusia itu sendiri. Apakah perubahan-perubahan itu sendiri secara moral dapat
dibenarkan?
Jawabannya harus dikembalikan kepada kepada hakikat ilmu itu sendiri. Ilmu
berfungsi sebagai pengetahuan yang membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.
Tujuan hidup ini berkaitan dengan hakikat kemanusiaan itu sendiri , bersifat otonom dan
terlepas dari kajian dan pengaruh ilmiah. Jadi kesimpulannya jangan jamah kemusiaan itu
sendiri.
Analisis subtantif dari pemikiran tersebut membawa kita pada masalah seperti,
seandainya kita ingin membuat manusia yang IQ-nya 160 apakah ilmu dapat memberikan
jaminan bahwa dia akan berbahagia? Dalam hal ini ilmu tidak bisa memberikan jawaban
yang bersifat apriori (sebelumnya) sebab kesimpulan ilmiah baru bisa ditarik setelah proses
pembuktian yang bersifat aposteriori (sesudahnya). Kita harus mencobanya dulu baru kita
10 | P a g e
tahu jawabannya , mungkin demikian jawaban para ahli genetika. Dan hal ini baru
berhubungan dengan salah satu aspek dari hakiakat kemanusiaan, padahal hakikat
kemanusiaan itu sangat kompleks, yang satu dengan yang lain tidak terjalin dalam hubungan
rasional yg dapat dianalisis secara kuantitatif yang melibatkan psikis, emosional dan
kepribadian manusia.
Bila diingat secara moral mungkin saja orang tidak sependapat bahwa kemuliaan
manusia tidak ada hubungannya dengan IQ 160. Kemuliaan manusia bagi sebagian orang
bukan terletak pada atribut fisik melainkan amal perbuatannya. Demikian juga mungkin saja
atribut- atribut fisik itu memiliki makna (religius) tertentu dalam perspektif kehidupan yang
bersifat teleologis. Bahkan jika ilmu bisa menjawab segudang pertanyaan mengenai kausalita
fisik, ilmu tidak berhak menjamah kemanusiaan yg bersifat transendental.
11 | P a g e
C. KESIMPULAN
12 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Suriasumantri, Jujun S. (ed.). Filsafat Ilmu. Cetakan kedua puluh, Jakarta:Pustaka Sinar
Harapan,2007.
Ellul, Jaques. The Technological Society. New York: Alfred knopf, 1964.
Jung, Carl Gustav. “Psychology and Literature”, The Creative Process. Ed.Brewster Ghiselin,
208-23. New York: The Humanities Press,1958.
Burt, E. A., “The Value Presuppositions of Science”, The New Scientist, ed. Paul C. Obler
dan Herman A. Estrin, 258-79. New York: Doubleday, 1962.
Russel, Bertrand. The Scientific Outlook. New York: W.W. Norton, 1962.
Denzin, Norman K. The Values of Social Science. New York: Aldine, 1970.
Barber, Bernard. Science and the Social Order. New York: The Free Press, 1952.
13 | P a g e