Hiv Ibu Hamil
Hiv Ibu Hamil
PENDAHULUAN
ANAMNESIS
GIVPIII A0 Usia Kehamilan : 25-26 minggu
HPHT : 25-2-2015 Menarche : 12 tahun
TP : 2-12-2015 Perkawinan : II, ± 6 bulan
Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien sering menderita sakit maag sebelum hamil. Tekanan
darah tinggi (-), gula (-), kolesterol (-), asam urat (-), HIV (+).
Riwayat Obstetri :
Hamil pertama : Kembar laki-laki dan perempuan, prematur 7 bulan dan langsung
bidan di puskesmas.
Hamil ketiga : Anak laki-laki, 6 tahun, aterm, spontan LBK, lahir normal ditolong
bidan di puskesmas.
Keterangan
: Penderita HIV
: Bukan penderita HIV
: Sudah meninggal
Pasien makan 3-4 kali sehari dengan nasi putih yang sedikit dan lauk seperti ikan,
sayur. Namun terkadang pasien lebih memilih mengkonsumsi susu dan roti dibandingkan
nasi.
Pasien tinggal bersama suami kedua, kedua orang anaknya dan keponakannya di
rumah berbahan baku batu bata dengan luas ±5x8 m2. Rumah dua lantai ini terdiri dari ruang
tamu, 2 kamar tidur, 1 ruang makan, 1 WC dan 1 kamar mandi. Lantai rumah terbuat dari
semen, plafon. Ruang tamu, dapur dan kamar memiliki jendela dan pencahayaan yang baik.
Sumber air yang dipakai untuk sehari-hari adalah air kran. Sumber listrik dari PLN,
sampah dibuang pada tempat sampah di halaman belakang rumah dan dibuang ke tempat
pembuangan sampah umum di lingkungan tersebut saat tempat sampah telah terisi penuh.
PEMERIKSAAN FISIK
KU : Sedang Tek. Darah : 100/70 mmHg
Kesadaran : Kompos mentis Nadi : 84x/menit
BB : 41 Kg Respirasi : 20x/menit
TB : 149 cm Suhu : 36,6ºC
Kepala – Leher :
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (-/-), edema palpebra (-/-), pembesaran KGB (+),
pembesaran kelenjar tiroid (-).
Thorax :
I : Pergerakan thoraks simetris, retraksi (-), sikatrik (-)
P : Nyeri tekan (-), massa tumor (-)
P : Sonor pada kedua lapang paru, pekak pada jantung, batas paru-hepar SIC VI linea mid-
clavicula dextra, batas jantung dalam batas normal.
A : Bunyi pernapasan vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-. Bunyi jantung I/II murni
Reguler
Abdomen :
I : Tampak cembung
A: Peristaltik (+) kesan normal
P: timpani
P: Nyeri tekan (+) regioepigastrium
Pemeriksaan Obstetri :
Situs : Memanjang
HIS : -
Janin Tunggal : Ya
RESUME
Pasien ♀, 39 thn, nausea dan vomiting sejak ±1 minggu yang lalu. Vomiting terjadi
setelah makan dan minum atau saat mencium bau ikan dan berkurang saat istirahat, frekuensi
>10x/hari dengan volume ¾-1 gelas. Vomiting berupa makanan dan minuman yang
dikonsumsi sebelumnya, bercampur dengan asam lambung. Vomiting disertai dengan sedikit
darah 1x sebelum ke rumah sakit. Malaise (+), penurunan aktivitas (+), merasa haus dan bibir
terasa kering, hipersalivasi (+), anoreksia (+), penurunan berat badan (+), nyeri epigastrium
(+). BAB tidak lancar dan BAK berwarna kuning kecoklatan dengan frekuensi 3x dalam
sehari dan jumlah yang sedikit.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 110/80 mmHg, Nadi 98x/menit,
Respirasi 22x/menit, Suhu 36ºC. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan (+)
regio epigastrium. Pemeriksaan obstetri : TFU: 1 jari di bawah pusat,DJJ: 154x/menit.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan WBC 10,1 x 103/mm3, HGB 15.0 gr/dL,
HCT43.8 %, PLT 235 x 103/mm3 , RBC 5,08x 106/mm3.
DIAGNOSIS
GIVPIIIA0 gravid 25-26 minggu+ emesis gravidarum + HIV
PENATALAKSANAAN
Tirah baring
Antasid syrup 3x1
Pemberian vitamin Fe dan asam folat 1 kali dalam sehari setelah mual hilang
Konseling
PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia
Quo ad functionam : Dubia
Quo ad sanationam : Dubia
BAB III
PEMBAHASAN
Aspek klinis
Pada kasus ini, wanita G4P3A0 umur 39 tahun dengan keluhan berupa mual dan
muntah yang dialami sejak ±2 bulan yang lalu. Muntah dialami saat pasien selesai makan
dengan frekuensi ±3x/hari dengan volume 50-100 ml. Isi muntahan berupa makanan dan
minuman yang dikonsumsi sebelumnya, bercampur dengan cairan kuning yang diyakini
pasien berasal dari lambung karena terasa pahit. Keluhan mual dan muntah semakin
bertambah setelah makan nasi namun tidak muntah saat mengkonsumsi roti atau minum susu.
Keluhan disertai dengan sakit pada ulu hati. Riwayat HIV (+).
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan adanya pembesaran kelenjar getah bening di
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sel darah putih
di dalam tubuh (limfosit) yang mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh manusia. Orang
yang dalam darahnya terdapat virus HIV dapat tampak sehat dan belum membutuhkan
pengobatan. Namun orang tersebut dapat menularkan virusnya kepada orang lain bila
melakukan hubungan seks beresiko dan berbagi alat suntik dengan orang lain (KPAN,2012).
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan sindrom dengan gejala
penyakit infeksi opotunistik atau kanker tertentu akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh
oleh infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) (Daili et al,2009).
Cara penularan virus HIV, yaitu :
1. Penularan parenteral
Penularan dari darah dapat terjadi jika darah donor tidak ditapis (uji saring) untuk
pemeriksaan HIV, penggunaan ulang jarum dan semprit suntikan, atau penggunaan alat
medik lainnya yang dapat menembus kulit. Kejadian di atas dapat terjadi pada semua
pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit, poliklinik, pengobatan tradisional melalui alat
penusuk/jarum, juga pada pengguna napza suntik (penasun). Pajanan HIV pada organ
dapat juga terjadi pada proses transplantasi jaringan/organ di fasilitas pelayanan
kesehatan.(Kemenkes,2013)
2. Penularan seksual
Penularan melalui hubungan seksual adalah cara yang paling dominan dari semua
cara penularan.Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama sanggama laki-
laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki. Sanggama berarti kontak seksual
dengan penetrasi vaginal, anal, atau oral antara dua individu. Risiko tertinggi adalah
penetrasi vaginal atau anal yang tak terlindung dari individu yang terinfeksi HIV. Kontak
seksual oral langsung (mulut ke penis atau mulut ke vagina) termasuk dalam kategori
risiko rendah tertular HIV.Tingkatan risiko tergantung pada jumlah virus yang ke luar dan
masuk ke dalam tubuh seseorang, seperti pada luka sayat/gores dalam mulut, perdarahan
gusi, dan atau penyakit gigi mulut atau pada alat genital.1
3. Penularan perinatal
Lebih dari 90% anak yang terinfeksi HIV didapat dari ibunya. Virusdapat ditularkan
dari ibu yang terinfeksi HIV kepada anaknya selamahamil, saat persalinan dan menyusui.
Tanpa pengobatan yang tepat dandini, setengah dari anak yang terinfeksi tersebut akan
meninggalsebelum ulang tahun kedua.1
a. Penularan in utero atau intra uterin
HIV melalui plasenta masuk kedalam tubuh bayi. Penularan in utero ini
diketahuikarena didapatkannya HIV pada jaringan thymus,lien , paru dan otak dari
janin20 minggu yang digugurkan dari ibu pengidap HIV.6,8
b. Penularan saat persalinan.
Terjadi karena bayi terkontaminasi darah ibu saat persalinan.8
c. Penularan pasca persalinan.
Terjadi penularan melalui ASI pada masa menyusui karena adanya HIV pada kelenjar
payudara dan ASI pengidap HIV. Meskipun masih ada perbedaanpendapat mengenai
hal ini karena hasil penelitian yang berbeda, tetapi karenabelum adanya vaksin untuk
HIV dan kemungkinan penularan ini tetap ada, makadisepakati pemberian ASI pada
bayi tetap masih di larang.6,8
Pada kasus ini, pasien mendapatkan virus HIV melalui kontak seksual dengan suami
pertama yang didiagnosis HIV. Karena saat ini pasien dalam kondisi hamil, maka ada
kemungkinan bayi yang dikandungnya tertular virus HIV.
Sampai saat ini belum didapatkan adanya pengaruh dari infeksi HIV terhadap
kehamilan. Tetapi jika sudah terjadi AIDS didapatkan pengaruh yang besar dengan terjadinya
prematuritas, kematian janin dalam kandungan. Diduga kondisi bayi dalam kandungan
dipengaruhi oleh makin memberatnya infeksi HIV. Dilaporkan tidak ada hubungan antara
infeksi HIVdengan makin meningkatnya cacat bayi. Meskipun kehamilan dikatakan
menambah beban terhadap sistim tubuh yang sudah berat menghadapi HIV, tetapi sampai
sekarang belum ada bukti yang menunjukkan bahwa HIV makin menjadi progresif setelah
adanya kehamilan.6
Manifestasi Klinik Diagnosis Klinik Diagnosis pasti
Stadium I
Asimptomatik - -
Limphadenopati generalisata persisten Pembesaran KGB > 1 cm, tidak nyeri Histology
pada 1 atau 2 tempat dengan sebab
yang tidak diketahui dan persisten
selama 3 bulan atau lebih
Stadium II
BB turun <10% BB sebelumnya BB turun tanpa sebab yang jelas, atau BB turun < 10% terdokumentasi
BB tidak bertambah pada kehamilan
Stadium III
BB turun > 10 % BB sebelumnya BB turun tanpa sebab yang jelas. BB turun > 10% terdokumentasi
Tampak kurus, BMI < 18,5 kg/m2atau
BB turun pada kehamilan
Diare kronik lebih dari 1 bulan Diare kronik lebih dari 1 bulan yang Pem feses
tidak dapat dijelaskan penyebabnya
Demam persisten Demam persisten lebih dari 1 bulan Suhu > 37.50, dengan kultur darah
negative, ziehl-nelsen negative, apusan
darah malaria negative, foto thorax
normal, dan tidak ada focus infeksi
Acute necrotizing ulcerative gingivitis Papilla gingival ulserasi, sangat nyeri, Diagnosis klinik
atau necrotizing gigi tanggal, perdarahan, bau mulut
ulcerative periodontitis. tidak sedap, dll.
Stadium IV
HIV wasting sindrom BB turun > 10% , wasting, BMI < 18.5 kg/m2
Disertai salah satu :
Diare kronik > 1 bulan tanpa sebab yang jelas
Atau
Demam > 1 bulan tanpa sebab yang jelas
Pneumocystis pneumonia Dispnoe on exertion atau batuk tidak Cytology, imunofloresent mikroskopi.
produktif, takipneu, dan demam. Dan
CXR : infiltrate difus bilateral Dan
Tidak ada bukti infeksi pneumonia
bacterial, krepitasi bilateral, dan
auskultasi dengan atau tanpa obs jalan
nafas
Oesofagial candidiasis Nyeri retrosternal, disfagi, disertai oral Endoskopi, bronkoskopi, mikroskopi,
candidiasis histology.
TB ekstraparu Pleural, pericardia, peritoneal Isolasi M.TB, CXR
involvement, meningitis,
mediastinalatau abdominal
lymphadenopathy atau ostetis.
Sarcoma kaposi Typical gross appearance in skin or Endoskopi, bronkoskopi, histology
oropharynx of persistent, initially flat,
patches with a pink or violaceous
colour, skin lesions that usually
develop into plaques or nodules.
CMV disease (selain hati, limfa, dan Retinitis Kultur, DNA, histologi
KGB)
CNS toxoplasmosis Kelainan neurologis, penurunan Antibodi toxoplasma (+) dan satu atau
kesadaran, dan respon terhadap terapi lebih masa intracranial pada
spesifik pemeriksaan CT scan atau MRI
Criptococcosis ekstrapulmonal Demam, sakit kepala, meningism, Isolasi criptococus neoformans atau
(termasuk meningitis) bingung, perubahan tingkah laku, antigen test
respon terhadap criptococcal terapi
B. Faktor Bayi
1. Usia kehamilan dan berat badan bayi saat lahir
Bayi lahir prematur dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) lebihrentan tertular
HIV karena sistem organ dan sistem kekebalantubuhnya belum berkembang dengan baik.
2. Periode pemberian ASI
Semakin lama ibu menyusui, risiko penularan HIV ke bayi akansemakin besar.
3. Adanya luka di mulut bayi
Bayi dengan luka di mulutnya lebih berisiko tertular HIV ketikadiberikan ASI.
Respon imun neonatus.1
C. Faktor Obstetrik
Perinatal HIV Guidelines Working Group di Amerika Serikat mengajukan
rekomendasi penatalaksanaan obstetrik untuk mengurangi transmisi HIV vertikal.
Rekomendasi yang dianjurkan adalah: 1
1. Cara Persalinan : Wanita hamil yang terinfeksi HIV-AIDS yang datang pada
kehamilan di atas 36 minggu, belum mendapat antiretrovirus, dan
sedang menunggu hasil pemeriksaan kadar HIV dan CD4yang
diperkirakan adasebelum persalinan.
Rekomendasi : Ada beberapa regimen yang harus didiskusikan dengan jelas.
Wanita hamil yang terinfeksi HIV-AIDS harus mendapat terapi
antiretrovirus seperti regimen PACTG 076. Wanita hamil yang
terinfeksi HIV-AIDS dilakukan konseling tentang seksio sesarea
untuk mengurangi resiko transmisi dan resiko komplikasi
pascaoperasi, anestesi, dan resiko operasi lain padanya. Jika
diputuskan seksio sesarea, seksio direncanakan pada minggu ke-38
kehamilan,. Selama seksio, wanita hamil yang terinfeksi HIV-
AIDS mendapat zidovudin intravena yang dimulai 3 jam
sebelumnya, dan bayi mendapat zidovudin sirup selama 6 minggu.
Keputusan akan meneruskan antiretrovirus setelah melahirkan atau
tidak tergantung pada hasil pemeriksaan kadar virus dan CD4.
2. Cara Persalinan : Wanita hamil yang terinfeksi HIV-AIDS yang datang pada
kehamilan awal, sedang mendapat kombinasi antiretrovirus, dan
kadar HIV tetap di atas 1000 kopi/mL pada minggu ke 36
kehamilan.
Rekomendasi : Regimen antiretrovirus yang digunakan tetap diteruskan. Wanita
hamil yang terinfeksi HIV-AIDS harus mendapat konseling bahwa
kadar HIV-nya mungkin tidak turun sampai kurang dari 1000
kopi/mL sebelum persalinan, sehingga dianjurkan untuk
melakukan seksio sesarea. Demikian juga dengan resiko
komplikasi seksio yang meningkat, seperti infeksi pascaoperasi,
anestesi, dan operasi. Jika diputuskan seksio sesarea, seksio
direncanakan pada minggu ke-38 kehamilan. Selama seksio, wanita
hamil yang terinfeksi HIV-AIDS mendapat zidovudin intravena
yang dimulai minimal 3 jam sebelumnya. antiretrovirus lain tetap
diteruskan sebelum dan sesudah persalinan. Bayi mendapat
zidovudin sirup selama 6 minggu.
3. Cara Persalinan :Wanita hamil yang terinfeksi HIV-AIDS yang sedang mendapat
kombinasi antiretrovirus, dan kadar HIV tidak terdeteksi pada
minggu ke 36 kehamilan.
Rekomendasi : Wanita hamil yang terinfeksi HIV-AIDS diberikan konseling
bahwa kemungkinan transmisi jika kadar HIV tidak terdeteksi
mungkin kurang dari 2 %, bahkan pada persalinan pervaginam.
Pemilihan cara persalinan harus mempertimbangkan keuntungan
dan resiko komplikasi seksio.
4. Cara Persalinan : Wanita hamil yang terinfeksi HIV-AIDS yang sudah direncanakan
seksio sesarea elektif, namun datang pada awal persalinan atau
setelah ketuban pecah.
Rekomendasi : Zidovudin intravena segera diberikan. Jika kemajuan persalinan
cepat, wanita hamil yang terinfeksi HIV-AIDS ditawarkan untuk
menjalani persalinan pervaginam. Jika dilatasi serviks minimal dan
diduga persalinan akan berlangsung lama, dapat dipilih antara
zidovudine intravena dan melakukan seksio sesarea atau
memberikan pitosin untuk mempercepat persalinan. Jika
diputuskan untuk menjalani persalinan pervaginam, elektrode
kepala, monitor invasife dan alat bantu lain sebaiknya dihindari.
Bayi sebaiknya mendapat zidovudin sirup selama 6 minggu.
Pada saat persalinan, bayi terpapar darah dan lendir ibu di jalan lahir. Faktor obstetrik
yang dapat meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu ke anak selama persalinan adalah:
1. Jenis Persalinan
Risiko penularan persalinan per vaginam lebih besar daripada persalinan melalui
bedah sesar (sectio caesaria).
2. Lama Persalinan
Semakin lama proses persalinan berlangsung, risiko penularan HIV dari ibu ke anak
semakin tinggi, karena semakin lama terjadinya kontak antara bayi dengan darah dan
lendir ibu.
3. Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum persalinan meningkatkan risiko penularan hingga
dua kali lipat dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari 4 jam.
4. Tindakan episiotomi, ekstraksi vakum dan forseps meningkatkan risiko penularan HIV
karena berpotensi melukai ibu atau bayi.1
Pada saat hamil, sirkulasi darah janin dan sirkulasi darah ibu dipisahkan oleh
beberapalapis sel yang terdapat di plasenta. Plasenta melindungi janin dari infeksi HIV.
Tetapijika terjadi peradangan, infeksi ataupun kerusakan pada plasenta, maka HIV
bisamenembus plasenta, sehingga terjadi penularan HIV dari ibu ke anak.Penularan HIV dari
ibu ke anak pada umumnya terjadi pada saat persalinan dan padasaat menyusui. Risiko
penularan HIV pada ibu yang tidak mendapatkan penangananPPIA saat hamil diperkirakan
sekitar 15-45%.1
Waktu Risiko
Selama hamil 5 – 10 %
Bersalin 10 – 20 %
Menyusui 5 – 20 %
Risiko penularan keseluruhan 20 – 50 %
Tabel 3. Waktu dan Risiko Penularan HIV dari Ibu ke Anak
Pada tahun 2013 WHO mengeluarkan aturan pemberian obat ARV untuk pencegahan
HIV dari Ibu ke bayi, yaitu :13
a. Untuk IBU :
LiniPertama: TDF + 3 TC (atau FTC) + EFV sebanyak 1 kali seharipadaibu yang
hamildansedangmenyusui, termasukibu yang beradadalam trimester
pertamakehamilan
LiniKedua: 2 NRTI (Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor) + PI (Ritonavir
boosted Protease Inhibitor)
NRTI linikeduainidirekomendasikanjika
- Kegagalan TDF + 3 TC (atau FTC), regimen pengobatanlinipertamagunakan
AZT+ 3TC dan NRTI sebagaidasar regimen linikedua
- Kegagalan AZT atau d4T + 3TC , regimen pengobatanlinipertamagunakan TDF+
3TC (atau FTC) dan NRTI sebagaidasar regimen pengobatanlinikedua.
Tabel 4. Regimen maternal
Tabel 6. Dosis Pemberian ARV dan NVP untuk Bayi yang menyusui.13
Tabel 7. Maternal dan Infant ART Profilaksis pada skenario klinik berbeda13
Aspek Ilmu Kesehatan Masyarakat
Faktor-faktor yang berhubungan dengan HIV/AIDS adalah :
a. Umur
Di Indonesia persentase kumulatif HIV paling banyak ditemukan kasus pada
kelompok umur 25-49 tahun (73,4%). Dan pada kasus AIDS yang paling banyak
terdeteksi yaitu pada kelompok umur 30-39 tahun (39,5%). Kelompok umur yang
paling beresiko terhadap penularan HIV dan kejadian AIDS adalah kelompok umur
produktif yaitu rentang umur 20-39 tahun (Kemenkes, 2013).
b. Jenis kelamin
Menurut Kemenkes (2013), jenis kelamin laki-laki merupakan prevalensi terbanyak
yang menderita HIV/AIDS
c. Pekerjaan
Masyarakat yang beresiko untuk penularan infeksi HIV cukup beragam, seperti
mahasiswa, lingkungan gay, penjara, pemandian, pelacuran, dan lingkungan
tunawisma. Ada variasi tingkat resiko dalam masyarakat tergantung dari masing-
masing pekerjaannya, tetapi ketika HIV menyebar dalam diri mereka, biasanya
menyebar dengan cepat karena adanya jaringan terkait erat yang terhubung melalui
seks dan narkoba.
d. Pendidikan
Pendidikan formal yang ditempuh seseorang pada dasarnya adalah merupakan suatu
proses menuju kematangan intelektual, untuk itu pendidikan tidak dapat terlepas dari
proses belajar. Pendidikan merupakan upaya atau kegiatan untuk menciptakan
perilaku masyarakat yang kondusif. (Notoatmojo, 2007)
e. Status perkawinan
Menurut Meehan et al (2004), perkawinan dan kesetiaan perempuan tidak cukup
untuk melindungi mereka dari infeksi HIV di banyak negara. Contohnya wilayah
Zimbabwe, Durban dan Suweo (Afrika Selatan) yang dilaporkan 66% populasinya
hanya memiliki satu pasangan hidup, 79% tidak melakukan hubungan seks paling
kurang sampai mereka berusia 17 tahun. Namun 40% perempuan muda di sana telah
terinfeksi HIV meskipun mereka tetap setia dengan satu pasangan saja. Dari laporan
WHO, dikatakan bahwa jumlah infeksi baru yang cukup signifikan terjadi di kalangan
perempuan hamil yang sudah menikah dan ditularkan oleh suami mereka. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Barnoghausen (2008) menemukan bahwa resiko
progresivitas infeksi HIV 2 kali lebih besar terjadi pada kelompok yang belum
menikah.
f. Kepatuhan minum obat
Terapi antiretroviral (ARV) telah terbukti secara bermakna menurunkan angka
kematian dan kesakitan orang dengan HIV/AIDS. Untuk mencapai tujuan tersebut,
tentu dibutuhkan sikap dan perilaku yang mempengaruhi seseorang untuk patuh
terhadap minum obat. (Ditjen PPM, 2011).
g. Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap
objek melalui indra yang dimilikinya. Menurut Notoatmodjo (2007), yang
menyebabkan seseorang untuk berperilaku karena adanya 4 alasan pokok yaitu
pemikiran dan perasaan, acuan, dan referensi dari seseorang, sumber daya dan sosio
budaya. Bentuk dari pemikiran dan perasaan salah satunya adalah pengetahuan.
Seseorang akan berperilaku didasarkan beberapa pertimbangan yang diperoleh dari
tingkat pengetahuannya.
h. Keyakinan perilaku adalah hal-hal yang diyakini oleh individu mengenai sebuah
perilaku dari segi positif dan negatif. Keyakinan normatif yang berkaitan dengan
pengaruh lingkungan termasuk faktor lingkungan sosial khususnya orang-orang yang
berpengaruh bagi kehidupan individu dapat mempengaruhi keputusan individu. Selain
pengetahuan, keterampilan dan pengalaman, keyakinan individu mengenai suatu
perilaku akan dapat dilaksanakan ditentukan juga oleh ketersediaan waktu untuk
melaksanakan perilaku tersebut, tersedianya fasilitas untuk melaksanakannya, dan
memiliki kemampuan untuk mengatasi setiap kesulitan yang menghambat
pelaksanaan perilaku. Hal-hal inilah yang akhirnya membuat individu untuk
mempunyai niat dan kontrol diri dalam melakukan suatu tindakan.
Dilihat dari umur,maka usia pasien masuk dalam rentang kelompok usia produktif yang
sering ditemukan HIV/AIDS. Pasien dalam kasus ini merupakan ibu rumah tangga lulusan
SDyang tertular melalui suaminya yang semasa hidupnya bekerja sebagai pekerja di kantor
pelabuhan dan tukang gunting rambut kelilingan. Ada kemungkinan suami pasien terpapar
saat sudah menikah atau sebelum menikah dimana pasien tidak mengetahui bagaimana
perilaku suami saat sebelum menikah. Tingkat pendidikan dan pengetahuan yang sangat
minimal membuat pasien lambat menyadari kondisi suami, sehingga ketika suami datang ke
tenaga kesehatan sudah dalam stadium akhir seperti diare dan batuk kronik, penurunan berat
badan, tumbuhnya jamur di dalam mulut. Saat ini pasien telah menikah kembali dan dalam
kondisi hamil, namun hingga saat ini pasien belum memberitahukan penyakitnya kepada
suami kedua sehingga ini menjadi kendala pasien dalam mengkonsumsi obat dan melakukan
tindakan pencegahan berupa pemakaian kondom saat melakukan hubungan seksual.
Hukuman sosial atau stigma oleh masyarakat di berbagai belahan dunia terhadap
pengidap HIV-AIDS terdapat dalam berbagai cara, antara lain tindakan-tindakan
pengasingan, penolakan, diskriminasi dan penghindaran atas orang yang diduga terinfeksi
HIV. Kekerasan atau ketakutan atas hukuman sosial ini telah mencegah banyak orang untuk
melakukan tes HIV, memeriksa bagaimana hasil tes mereka atau berusaha untuk memperoleh
perawatan sehingga mungkin mengubah suatu sakit kronis yang dapat dikendalikan menjadi
“hukuman mati” dan menjadikan meluasnya penyebaran HIV AIDS.
Stigma AIDS sering dikaitkan dengan homoseksualitas, biseksualitas, seks bebas, dan
penggunaan narkoba melalui suntikan. Seseorang yang terjangkit HIV AIDS dapat
berdampak sangat luas dalam hubungan sosial dengan keluarga, hubungan dengan teman-
teman, relasi dan jaringan kerja akan berubah baik kuantitas maupun kualitas. Upaya kuratif
pada aspek sosial difokuskan dalam upaya mendorong pengidap HIV/AIDS agar menjadi
produktif dan punya kontribusi terhadap masyarakat, maka secara tidak langsung akan
mengurangi stigma buruk di masyarakat.
Nursalam (2005) menjelaskan bahwa seseorang penderita HIV/AIDS setidaknya
membutuhkan bentuk dukungan dari lingkungan sosialnya. Dimensi dukungan sosial meliputi
tiga hal, yaitu :
a. Emotional support, meliputi perasaan nyaman, dihargai, dicintai dan diperhatikan
b. Cognitive support, meliputi informasi, pengetahuan dan nasehat
c. Materials support, meliputi bantuan atau pelayanan berupa suatu barang dalam
mengatasi suatu masalah.
Dampak HIV/AIDS di bidang ekonomi dapat dimulai dari tingkat individu, keluarga,
masyarakat dan akhirnya pada negara dan mungkin dunia. Epidemi HIV/AIDS akan
menimbulkan biaya tinggi, baik pada pihak penderita maupun pihak rumah sakit. Hal ini
dikarenakan obat penyembuh yang belum ditemukan, sehingga biaya harus terus dikeluarkan
hanya untuk perawatan dan memperpanjang usia penderita.
Pengidap HIV/AIDS pada umumnya berada dalam situasi yang membuat penderita
merasakan menjelang kematian dalam waktu dekat. Individu yang dinyatakan terinfeksi HIV,
sebagian besar menunjukkan perubahan karakter psikososial. Pasien yang didiagnosis dengan
HIV akan mengalami masalah fisik, psikologis, sosial dan spritual. Masalah psikologis yang
timbul adalah :
a. Stres yang ditandai dengan menolak, marah, depresi dan keinginan untuk mati. Individu
yang terinfeksi HIV/AIDS atas pemberitahuan dokter, biasanya mengalami shock, bisa
putus asa karena shock berat. Penderita mengalami depresi berat, sehingga
menyebabkan penyakit semakin lama semakin berat, timbul berbagai infeksi
oportunistik, dan penderita semakin tersiksa. Biaya pengobatan tambah besar, penyakit
bertambah banyak, obat yang diberikan harus tambah banyak dengan berbagai efek
samping yang dapat memperparah keadaan penderita.
b. Keyakinan diri yang rendah pada penderita HIV/AIDS akan menyebabkan penderita
mengalami hypochondria, dimana penderita seringkali memikirkan mengenai
kehilangan, kesepian, dan perasaan berdosa di atas segala apa yang telah dilakukan
sehingga menyebabkan penderita kurang menitikberatkan langkah-langkah penjagaan
kesehatan dan kerohanian. Seorang pasien yang telah didiagnosis HIV positif dan
mengetahuinya, menyebabkan kondisi mental penderita akan mengalami fase yang
sering disingkat SABDA (Shock, Anger, Bargain, Depressed, Acceptance).
c. Semakin tinggi tingkat kecemasan pada penderita HIV/AIDS, maka kesejahteraan
psikologis pada penderita HIV/AIDS akan semakin rendah
Motivasi sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan penderita HIV/AIDS baik berupa
motivasi ekstrinsik (dukungan orang tua, teman dan sebagainya) maupun motivasi intrinsik
(dari individu sendiri). Dukungan sosial mempengaruhi kesehatan dan melindungi seseorang
terhadap efek negatif stres berat. Motivasi terhadap penderita HIV/AIDS dapat juga berupa
terapi yang mempunyai tujuan sebagai berikut :
1. Membantu penderita mempertahankan kontrol akan hidupnya dan membantu
menemukan mekanisme pertahanan yang sehat, termasuk sikap yang selalu positif
dalam menghadapi begitu banyak tantangan dan stres dalam perjalanan penyakitnya.
2. Membantu penderita menghadapi perasaan bersalah, penyangkalan, panik dan putus
asa.
3. Bekerja bersama penderita menciptakan perasaan menghormati diri sendiri dan
menyelesaikan konflik penderita jika ada.
4. Membantu penderita berkomunikasi dengan keluarga, pasangan hidup dan teman-teman
mengenai penyakitnya dan rasa takut akan penolakan serta ditinggalkan, juga
membantu membina hubungan interpersonal yang memuaskan.
5. Membantu penderita membangun strategi untuk berhadapan dengan krisis nyata yang
mungkin terjadi, baik dalam kesehatan maupun sosioekonomi, dan hal-hal dalam
kehidupan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA